• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II : Pengaturan Tentang Batas Wilayah Laut

PENGATURAN TENTANG BATAS WILAYAH LAUT

A. Indonesia Sebagai Negara Kepulauan

Sebagai mana diketahui, negara Indonesia memiiki kondisi geografis yang sangat khas. Indonesia memiliki wilayah daratan yang berbentuk gugusan-gugusan pulau sebanyak 17.508 pulau-pulau. Terbentang dari sabang hingga Marauke dan dipisahkan oleh laut-laut di antara pulau-pulaunya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia diuntungkan memiliki tiga jenis wilayah yaitu wilayah darat, laut, dan udara yang mungkin tidak semua negara memilikinya. Kondisi geografis seperti itu memiliki potensi sekaligus kelemahan. Potensi terbesarnya adalah sumber daya yang ada di dalamnya.

Kaitannya dengan wilayah, negara-negara di dunia setelah Perang Dunia II banyak melakukan penetapan dan pengaturan mengenai batasan batasan wilayahnya, termasuk dalam penetapan wilayah laut negara-negara pantai. Didorong oleh banyak faktor seperti politik,ekonomi, dan keamanan, penetapan batas wilayah laut adalah sangat penting peranannya. Usaha penetapan wilayah laut juga dilakukan oleh Indonesia. Pada saat Indonesia memproklamirkan diri sebagai sebuah negara merdeka, Indonesia mengklaim teritorialnya adalah bekas

jajahan Belanda yang sebelumnya disebut Netherland Indische. Saat itu Indonesia

menyatakan merdeka dengan klaim peta yang dipakai sebagai penentu teritorial

Ordonantie (TZMKO) tahun 1939 dengan lebar laut wilayah adalah 3 mil laut di

ukur dari garis air terendah dari pulau-pulau di Indonesia.6

pada saat Indonesia diprokalmasikan sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 oleh dwi-tunggal Soekarno-Hatta, Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beribu pulau-pulau yang tersebar dari sabang sampai marauke dan dapat disebut sebagai negara pulau-pulau. Undang-Undang Dasar 1945 yang resmi diberlakukan pada tanggal 18 Agustus 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan dalam bentuk republik, namun sayangnya ketika itu tidak disebutkan batas-batas wilayah nasional Indonesia sesungguhnya.

Negara Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang sudah

lama diperjuangkan di forum internasional. Diawali dengan Deklarasi Djuanda tahun 1957 lalu diikuti UU Prp No 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Mochtar Kusumaatmadja dengan tim negosiasi Indonesia lainnya menawarkan konsep

“Negara Kepulauan” untuk dapat diterima di konferensi Hukum Laut Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) III, sehingga dalam ”The United Nations Conventions On

the Law of The sea (UNCLOS) 1982” dicantumkan Bagian IV mengenai negara

kepulauan, konsepsi itu menyatukan kepulauan, Indonesia boleh menarik garis

pangkal (baseline-nya) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar (the outermost

points of the outermost island and drying reefs). Hal itu diundangkan dengan UU No 6/1996 tentang Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No 4/1960

sebagai implementasi UNCLOS 1982 dalam hukum nasional. Menurut UNCLOS

6

https://www.academia.edu/6765421/PERMASALAHAN_INDONESIA_SEBAGAI_NE GARA_KEPULAUAN_-_HUKUM_LAUT_INTERNASIONAL ,Diakses tanggal :1 april 2015, 23:59

15

1982, Indonesia harus membuat peta garis batas, yang memuat koordinat garis dasar sebagai titik ditariknya garis pangkal kepulauan Indonesia.

Selama ini terdapat upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan jiwa kebaharian dalam pembangunan kelautan di

Indonesia. Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno,

mendeklarasikan Wawasan Nusantara pada tanggal 13 Desember tahun 1957 yang

dikenal dengan “Deklarasi Djoeanda” yang memandang laut merupakan satu

keutuhan wilayah dengan darat, ini merupakan titik awal kebangkitan bangsa bahari setelah kemerdekaan Indonesia. Hal ini kemudian diundangkan dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1960 dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1962. Dengan terbitnya UNCLOS 1982 tersebut maka

membawa konsekuensi logis bagi bangsa Indonesia yaitu adanya amanat yang harus dilaksanakan berupa hak-hak dan kewajiban dalam pengelolaan wilayah

kelautan Indonesia berdasarkan hukum Internasional.7 Perjuangan-perjuangan

Indonesia di dunia Internasional membawa hasil yang memuaskan dengan

diakuinya dan diterimanya konsep negara kepulauan serta perairan

pedalaman/perairan kepulauan. Predikat sebagai negara kepulauan tidak hanya menambah hak-hak negara atas perairan pedalaman sebagai laut wilayahnya, namun di dalamnya juga terdapat berbagai kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipenuhi oleh Indonesia. Hal itu merupakan suatu permasalahan tersendiri apabila melihat kemampuan Indonesia sebagai negara kepulauan untuk

7

Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasinal (UNCLOS 1982 di Indonesia, Dewan Kelautan Indonesia departemen

Kelautan dan Perikanan, https://rovicky.files.wordpress.com/2010/09/

memenuhi berbagai kewajiban negara kepulauan dan mengimplementasikan isi

dari UNCLOS 1982.8

Negara Indonesia mencatat tonggak sejarah baru di bidang hukum laut dan memperkokoh kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ketika pada tanggal 13 Desember 1957 Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja mengeluarkan sebuah pernyataan (deklarasi) mengenai wilayah perairan Negara

Republik Indonesia yang lengkapnya sebagai berikut : ”Bentuk Geografi

Indonesia sebagai suatu Negara Kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat corak tersendiri. Bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi

kekayaan Negara Indonesia”. Semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat. Penentuan batas laut teritorial

seperti termaksud dalam Territiralle Zeen en Maritime Kringen Ordonnantie 1939

Pasal 1 angka 1 tidak sesuai lagi dengan pertimbangan-pertimbangan di atas karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu maka pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada wilayah pedalaman atau Nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Indonesia.

8

https://www.academia.edu/6765421/PERMASALAHAN_INDONESIA_ SEBAGAI_NEGARA_KEPULAUAN_-_HUKUM_LAUT_INTERNASIONAL, diakses pada tanggal 05 februari 2015, 21:30

17

Pengumuman pemeritah Indonesia tersebut yang sekarang dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda itu disiapkan dalam rangka menghadiri Konferensi Hukum Laut di Jenewa pada bulan Februari 1958. Pengumuman Pemerintah Indonesia yang menyatakan Indonesia sebagai negara kepulauan itu mendapat protes keras dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Belanda, dan New Zealand, tetapi mendapat dukungan dari Uni Soviet (waktu itu), dan Republik Rakyat Cina, Filipina, Ekuador. Pemerintah Indonesia terus melanjutkan kebijakan tersebut karena menyangkut kedaulatan negara atas wilayah laut dan sumber kekayaan yang terkandung didalamnya. Deklarasi Djuanda dipertegas lagi secara juridis formal dengan dibuatnya Undang-Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Inonesia. Dengan adanya UU No.4/Prp/Tahun 1960 tersebut, menjadikan luas wilayah laut Indonesia yang tadinya 2.027.087 km2 (daratan) menjadi 5.193.250km2, suatu penambahan yang wilayah berupa perairan nasional (laut) sebesar 3.166.163 km2.

Di pihak lain, yaitu dalam tataran internasional masyarakat internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus melakukan berbagai upaya kodifikasi hukum laut melalui konferensi-konferensi internasional, yaitu

konferensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 (United Nations Conference on the

Law of the Sea – UNCLOS I) yang menghasilkan 4 (empat) Konvensi, tetapi konferensi tersebut gagal menentukan lebar laut teritorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia, kemdian dilanjutkan dengan Konferensi

ketentuan penting tersebut, yang penetapan lebar laut teritorial dan negara kepulauan.

UNCLOS I dan UNCLOS II telah gagal menentukan lebar laut teritorial dan konsepsi Negara Kepulauan karena berbagai kepentingan setiap Negara, maka PBB terus melanjutkan upaya kodifikasi dan unifikasi hukum laut internasional terutama dimulai sejak tahun 1973 di mana 1970-an itu merupakan awal kebangkitan kesadaran masyarakat internasional atas pentingnya mengatur dan menjaga lingkungan global termasuk lingkungan laut, sehingga melalui proses

panjang dari tahun 1973-1982 akhirnya Konferensi ketiga (UNCLOS III) itu

berhasil membentuk sebuah Konvensi yang sekarang dikenal dengan Konvensi

PBB tentang Hukum Laut 1982 (United Nations Convention On the Law of the

Sea) yang ditandatangani oleh 119 Negara di Teluk Montego Jamaika tanggal 10

Desember 1982.9

Penandatangan akhir tersebut guna menyusun suatu ketentuan hukum internasional yang komprehensif berkaitan dengan hukum laut di bawah judul Konvensi PBB mengenai Hukum Laut, mungkin merupakan perkembangan paling penting dalam keseluruhan sejarah ketentuan hukum internasional berkenaan dengan lautan bebas. Dalam kaitan ini, yang perlu dikemukakan hanyalah bahwa sebagian terbesar dari Konvensi, yang memuat ketentuan-ketentuan hukum yang cukup penting di dalamnya, meskipun hukum yang lama

9

Evealuasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 di Indonesia, Dewan Kelautan Indonesia

departemen Kelautan dan Perikanan, https://rovicky.files.wordpress.com

19

banyak yang berubah karenanya, saat ini tampaknya menuntut konsensus umum

dari masyarakat internasional.10

Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan yang diperjuangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dari sejak Deklarasi Juanda tahun 1957 sampai diakuinya konsepsi tersebut oleh dunia internasional dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 adalah suatu kebanggan yang luar biasa bagi bangsa dan Negara Indonesia, tetapi sebagian masyarakat Indonesia tidak begitu mengenal dengan baik bahwa Indonesia mempunyai luas laut 2/3 (dua per tiga) dari luar daratan dan pemerintah juga tidak begitu fokus melakukan pembangunan yang berorientasi ke laut, tetapi masih terfokus pada paradigma pembangunan di darat.

Padahal pembangunan yang dicanangkan oleh para pendahulu itu sudah

termaktub dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dalam Bab II mengenai

Pola Dasar Pembangunan Nasional menegaskan bahwa “wawasan dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang mencakup satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan

ekonomi, dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan”. Dengan di tetapkannya

Wawasan Nusantara sebagai konsepsi kesatuan wilayah, bangsa, dan negara yang memandang Indonesia sebagai kesatuan yang meliputi tanah (darat) dan air (laut) secara tidak terpisahkan merupakan tahapan akhir dari perjuangan konsepsi Wawasan Nusantara yang dimulai sejak Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957.

10

J.G. Strake, Pengantar Hukum Internasional 1 edisi kesepuluh,, Sinar Grafik, Jakarta, PENERJEMAH Bambang Iriana Djajaatmadja, 2009,hal 322

Wawasan Nusantara yang dalam status juridisnya adalah negara kepulauan (archipelagic states) sudah diakui oleh masyarakat internasional dengan adanya Konvensi Hukum Laut 1982 yang diatur dalam Bab IV Pasal 46 yang berbunyi

sebagai berikut :11

(a) “archipelagic state” means a state constituted wholly by one or more

archipelagos and may include other islands;

(b) “archipelagic state” means a group of islands, including parts of

islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features from an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such.

Pada pasal 46 ayat 1 disebutkan bahwa “negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup

pulau-pulau lain”. Maksud dari pasal 46 ayat 1 UNCLOS 1982 tersebut adalah

secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan definisi negara-negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan. Hal ini

disebabkan dalam Pasal 46 ayat 2 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa kepulauan

adalah suau gugusan pulau-pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain sedemikian erat sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografis, ekonomi, dan politik yang hakiki atau yang secara historis

dianggap sebagai demikian. Dengan kata lain, Pasal 46 UNCLOS 1982 ini

11

https://www.academia.edu/6765421/PERMASALAHAN_INDONESIA_ SEBAGAI_NEGARA_KEPULAUAN_-_HUKUM_LAUT_INTERNASIONAL, diakses pada tanggal 05 februari 2015, 21:30

21

membedakan pengertian yuridis antara negara kepulauan (archipelagic state)

dengan kepulauan (archipelago).

perbedaan yang diuraikan dalam Pasal 46 UNCLOS 1982 di atas

menimbulkan konsekuensi bahwa penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) tidak bisa dilakukan oleh semua negara yang mengatasnamakan dirinya sebagai negara kepulauan. Hal ini dikarenakan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bila ingin melakukan penarikan garis

pangkal lurus kepulauan yaitu: pertama, satu kesatuan geografis, ekonomi, politik

dan Historis; kedua, ada ketentuan khusus Hukum Laut (speific rules) yang

membuktikan keberadaan pulau negara kepulauan yang relatif kecil (small island,

socially, and economically insignificant) tidak bisa dijadikan tempat menarik garis

pangkal kepulauan. 12

Mengenai ketentuan garis pangkal kepulauan Indonesia terdapat di dalam PP Nomor 38 Tahun 2002, pengaturan mengenai garis pangkal kepulauan terdapat di dalam pasal 3 yang mengetur ketentuan garis pangkal lurus kepulauan.

Pasal 3 ayat 1 :

Di anatara pulau-pulau terluar, dan karang kering terluar kepulauan Indonesia, garis pangkal untuk mengukur lebar laut territorial adalah Garis Pangkal Lurus Kepualauan.

Pasal 3 ayat 2 :

Garis Pangkal Lurus Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah garis lurus yang menghubungkan titiktitik terluar pada Garis Aris Rendah pada

12

Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, nusamedia (FH Unlam press Banjarmasin), Padang, 2007, hal 81

titik terluar pulau terluar, dan karang kering terluar yang satu dengan titik terluar pada Garis Air Rendah pada titik terluar pulau terluar, karang kering terluar yang lainnya yang berdampingan.

Dan dalam pasal lainnya terdapat ketentuan garis pangkal wilayah lautnya. Dalam Konvensi ini juga ditegaskan bahwa negara kepulauan memiliki kedaulatan atas perairan laut yang terletak di dalam garis-garis pangkal

kepulauannya (archipelagic baselines). Negara kepulauan juga memiliki

kedaulatan atas udara di atas perairannya dan atas dasar laut dan tanah

dibawahnya.13

Di balik keberhasilan Indonesia yang telah memperjuangkan lebar laut teritorial sejauh 12 mil laut dan perjuangan yang terpenting diterimanya konsep wawasan nusantara menjadi negara kepulauan oleh dunia Internasional adalah tersimpangnya tanggung jawab besar dalam memanfaatkan perairan Indonesia (perairan pedalaman,perairan kepulauan dan laut teritorial) dan kekayaan sumber daya alam di dalamnya dengan seoptimal mungkin bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Tanggung jawab besar yang diemban oleh NKRI ini untuk menjadikan negara ini menjadi negara besar yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia seusai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah Indonesia mempunyai peranan yang maha penting utuk menjaga Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai wilayah laut sangat luas dan mengelola kekayaan sumber daya alamnya dengan baik dan benar.

13

23

Peranan tersebut dapat berupa adanya anggaran yang memadai untuk pembangunan di bidang kelautan dan penegakan hukum dan kedauatan NKRI di perairan Indonesia, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Landas Kontinen, dan Laut lepas sebagaimana diatur oleh Konvensi Hukum Laut tahun 1982 dan hukum internasional lainnya. Indonesia secara juridis formal sudah sangat kuat atas wilayah lautnya, tetapi konsekuensinya adalah Indonesia harus menjaga kekayaan sumberdaya alam di laut dan memanfaatkannya dengan optimal bagi kepentingan nasional dan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia jangan hanya bangga menjadi negara kepulauan, tetapi tidak mau dan tidak mampu menjaga laut kekayaannya. Apabila Indonesia tidak mau menjaganya dengan baik,

maka apa yang terjadi selama berupa illegal fishing yang dilakukan oleh

nelayan-nelayan asing, transaksi atau perdagangan ilegal, perampokan (piracy),

pencemaran/perusakan lingkungan laut, terus berlangsung, maka akan terkuras kekayaan laut Indonesia.oleh karena itu, Indonesia harus bangkit membangun bidang kelautan termasuk membangun infrastruktur, peralatan, dan penegakan hukumnya, sehingga status Indonesia sebagai negara kepulauan tidak hanya di atas kertas perjanjiannya saja, tetapi harus menjadikan negara besar yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kewajiban Indonesia sebagai Negara Kepulauan sudah diatur oleh Pasal 47 sampai Pasal 53 Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Pasal 47 Konvensi Hukum Laut tahun 1982 menyatakan bahwa Negara Kepulauan dapat menarik garis

pangkal lurus kepulauan (archipelagic baselines) dan aturan ini sudah

Kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan yang terikat oleh Konvensi Hukum Laut tahun 1982 sudah terlaksana dengan baik, seperti pengukuran lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landasan kontinen seperti yang dikehendaki oleh Pasal 48 Konvensi Hukum Laut tahun 1982 walaupun belum semua ditetapkan. Penetapan batas zona-zona mairitm tersebut harus dengan kesepakatan dengan negara-negara tetangga baik dengan negara yang saling berhadapan maupun negara berdampingan. Kewajiban Indonesia lainnya adalah menghormati persetujuan-persetujuan yang sudah ada, hak-hak penangkapan ikan tradisional, dan pemasangan kabel-kabel bawah laut yang

dilakukan oleh negara-negara tetangga, menghormati hak lintas damai (right of

innocent passage), dan hak lintas alur laut kepulauan (right of archipelagic sea lanes passage).

Kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan yang menyangkut hak-hak negara lain dipastikan sudah dan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tetapi persoalan bukan itu. Kewajiban Indonesia yang terpenting sebagai negara kepulauan adalah kewajiban melaksanakan kedaulatan NKRI di perairan kepulauan, yaitu kewajiban memanfaatkan sumber daya alam hayati dan nonhayati di perairan kepulauan serta melaksanakan penegak hukumnya. Perairan kepulauan adalah bagian dari kedaulatan NKRI dan perairan ini yang sejak dahulu diperjuangkan oleh para pendahulu negara ini termasuk oleh dengan adanya Deklarasi Djuanda dan perjuangan oleh Mochtar Kusumaatmadja di forum Internasional sampai terbentuknya Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Di perairan kepulauan terdapat kekayaan sumber daya alam nonhayati berupa minyak, gas,

25

dan pertabangan lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal karena

ketidakberdayaan sumber daya manusia dan teknologi.14

B. Wilayah Yuridiksi Indonesia

a. Negara Kepulauan

Kedudukan Indonesia sebagai negara pantai, khususnya sebagai negara kepulauan,berkewajiban untuk menetapkan batas terluar dari kawasan laut yang berada dalam yuridiksi nasionalnya dan dituangkan dalam peta yang memadai sebagaimana ditentukan dalam konvensi internasional di bidang hukum laut, dan mendepositnya di lembaga depositnya di lembaga deposit sesuai ketentuan konvensi internasional. Dengan telah terciptanya konvensi hukum laut PBB (United Nations Convention On the Law of The Sea 1982), maka perairan yang

berada dalam yuridiksi nasional Indonesia menjadi ± 5,8 juta km2 dari ± 3 juta

km2 sebelumya. Dari luas kawasan tersebut 0,4 juta km2 merupakan laut territorial

Indonesia 2,8 juta km2 perairan kepulauan: zona ekonomi ekslusif (termasuk zona

tambahan) 2,6 juta km2.

Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional.

Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan

pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat. Negara berkepentingan

14

https://www.academia.edu/6765421/PERMASALAHAN_INDONESIA_

SEBAGAI_NEGARA_KEPULAUAN_-_HUKUM_LAUT_INTERNASIONAL, diakses tanggal 05 februari 2015, 21:30

untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional.

Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan navigasi. Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan kawasan perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan ditetapkannya konvensi PBB tentang hukum laut Internasional tahun 1982, wilayah laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan diperkirakan

mencapai 7.9 juta km2 terdiri dari 1.8 juta km2 daratan, 3.2 juta km2 laut teritorial

dan 2.9 juta km2 perairan ZEE. Wilayah perairan 6.1 juta km2 tersebut adalah

77% dari seluruh luas Indonesia,. Indonesia sebagai Negara yang mengelola laut dan perairan laut nusantara yang menghubungkan antar laut secara global, perlu secara serius bukan hanya memperhatikan aspek keseimbangan lingkungan di wilayah laut Indonesia, namun juga mempunyai kepentingan untuk memantau kualitas ekonomi laut secara global. Walaupun masih dikelola secara sektoral,

27

laut (termasuk pantai) Indonesia telah dimanfaatkan untuk perikanan, rekreasi, pembuangan limbah, sumber energi, sumber air, batubara, minyak, bahan

bangunan, kehutanan, peternakan/tambak, pemukiman industri.15

Sebagai konsekuensi dari penarikan garis pangkal kepulauan, timbul persoalan mengenai perairan laut yang terletak pada sisi dalamnya, tegasnya, apa nama perairan tersebut dan bagaimana pula status hukumnya. Pasal 49 ayat 1 UNCLOS 1982 menyatakan perairan tersebut sebagai perairan yang ditutup oleh

garis pangkal kepulauan dan dinamakan perairan kepulauan (archipelagic waters)

tanpa memerhatikan kedalamnya ataupun jaraknya dari pantai. Dengan kata lain, perairan kepulauan merupakan perairan yang berada atau terletak pada sisi dalam garis pangkal kepulauan.

Suatu Negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepuylauan itu, dengan ketentuan bahwa did lam garis pangkal demikian termasuk pula-pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan, termsuk atol adalah antara sutu berbanding stud an Sembilan

berbanding satu.16

15

http://ardikadjun-ceritaapasaja.blogspot.com/2013/05/batas-batas-wilayah-perairan-indonesia. html, diakses pada tanggal 10 Februari jam 23.25.

16

Dr. Suhaidi, S.H, MH, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dan Pencemaran Yang Bersumber Dari Kapal;Konsekuensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional melalui Perairan Indonesia, Pustaka bangsa Press,Jakarta,2004,Hal 197

b. Laut Teritorial

Dalam perkembangan hukum Internasional, batas kekuasaan yang merupakan batas wilayah suatu negara sangat dipegang erat. Pelanggaran terhadap wilayah suatu negara dapat berakibat fatal, bahkan dapat menimbulkan kerenggangan hubungan, dan apabila berlarut-larut akan berakibat peperangan.

Dokumen terkait