• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP Di Indonesia

PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

2.1 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP Di Indonesia

Pada dasarnya aborsi (pengguguran kandungan) yang di kualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana hanya dapat dilihat dalam KUHP walaupun dalam Undang-Undnag Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memuat juga sanksi terhadap perbuatan aborsi tersebut.

KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran. Salah satukejahatan yang diatur di dalam KUHP adalah masalah abortus criminalis.

Ketentuan mengenai abortus criminalis dapat di lihat dalam Bab XIV buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa (khususnya Pasal 346-349).

Adapun rumusan Pasal-pasal sebagai berikut :

Pasal 299 KUHP :

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau dendan paling banyak tiga ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau ia seorang tabib, bidan, atau juru obat pidananya tersebut ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahtaan tersebut dalam menjalankan pecarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.

Pasal 346 KUHP :

15

16 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 347 KUHP :

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 349 KUHP :

Jika seorang tabib, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHP dalam kasus aborsi ini adalah :

a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bias juga hak untuk praktek.

b. Wanita yang menggugurakan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman bervariasi.

Di dalam KUHP tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian kandungan itu sendiri dan memberikan arti yang jelas mengenai aborsi dan membunuh (mematikan) kandungan. Dengan demikian mengetahui bahwa KUHP hanya mengatur mengenai abortus provocatus criminalis, dimana semua jenis aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh undang-undang apapun alasannya.

Pengaturan abortus provocatus di dalam KUHP yang merupakan warisan zaman Belanda bertentangan dengan landasan dan politik hukum yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan

17 kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (setelah perubahan) karena melarang abortus provocatus tanpa pengecualian”. Hal ini dinilai sangat memberatkan kalangan medis yang terpaksa harus melakukan abortus provocatus untuk menyelamatkan jiwa seorang ibu yang selama ini merupakan pengecualian diluar ketentuan perundang-undangan. Contohnya adalah berlakunya Pasal 349 KUHP, jika pasal ini diterapkan secara mutlak, maka para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya dapat dituduh melakukan pelanggaran hukum dan mendapat ancaman pidana penjara.

Pada perkembangannya peraturan mengenai abortus provocatus atau abortus criminalis dapat dijumpai dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jika, pada Pasal 299 dan 346-349 KUHP tidak diatur masalah abortus provocatus medicalis. Apabila ditelaah lebih jauh, kedua peraturan perundang-undangan tersebut berbeda satu sama lainnya. KUHP mengenal larangan baortus provocatus tanpa kecuali, termasuk aborsi provocatus medicalis atau abortus provocatus therapeuticus. Tetapi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memperbolehkan terjadi abortus provocatus medicalis dengan spesifikasi thepeutics. Dalam konteks hukum pidana, terjadilah perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang lama (KUHP) dengan peraturan peraturan perundang-undangan yan baru.

Padahal peraturan perundang-undangan berlaku asas “Lex Posteriori Derograt Legi Priori”. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan yang lama yang mengatur materi yang sama dan keduanya saling bertentangan satu sama lain, maka

18 peraturan yang baru itu mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.13

Berlakunya asas Lex Posteriori Derograt Legi Priori merupakan salah satu upanaya pemerintah untuk mengembangkan hukum pidana di Indonesia. Banyak aturan-aturan KUHP yang dalam situasi khusus tidak relevan lagi untuk diterapkan pada saat ini.

Dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia upaya perlindungan anak perlu dilakukan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, undang-undang perlindungan anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas non diskriminatif; kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Perhargaan terhadap penghargaan anak. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.14

Definisi tentang anak, perlindungan anak, dan hak anak masing-masing dijalaskan dalam Pasal 1 angka 1, angka 2, dan angka 12 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Pasal 1 angka 1 menentukan, yaitu : “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan

13Hasnil Basri Siregar, Pengantar Hukum Indonesia, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1994, hal. 53.

14Psikiatri & Sosial Serta Opini Publik, Yang Berkembang Dalam Masyarakat, Bagian Hukum Pidana FH UAJY , Yogyakarta, 2007, hal : 16-17.

19 belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Pasal 1 angka 2 menentukan : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 1 angka 12 menentukan bahwa : “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara”.

Bahwa hak anak dalam kandungan atau janin merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesui dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2, 3 dan 4 UUPA.

Pasal 2 menentukan 15: “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 (setelah perubahan) serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak anak meliputi : nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan pendapat anak”. Pasal 3 menentukan : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

15Reksodiputro, Mardjono, Pembaharuan Hukum Pengguguran Kandungan, dalam Departemen Kesehatan R.

I, Kumpulan Naskah-Naskah Ilmiah Dalam Simposium, Jakarta, 2007, hal : 47-48.

20 demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera”. Pasal 4 menyatakan : “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Jika, menelaah dalam pasal-pasal di KUHP, tampaklah KUHP tidak membolehkan suatu abortus provocatus di Indonesia. KUHP tidak melegalkan abortus provocatus tanpa terkecuali. Bahkan abortus provocatus medicalis atau abortus provocatus therapeuticus pun dilarang, termasuk di dalamnya adalah abortus prpvocatus yang dilakukan oleh perempuan korban pemerkosaan. Oleh karena itu sudah dirumuskan demikian, maka dalam kasus abortus provocatus yang dilakukan oleh korban pemerkosaan, minimal ada dua orang yang terkenena ancaman sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHP, yakni si ibu sendiri yang hamil karena perkosaan serta barang siapa yang sengaja membantu si ibu tersebut menggugurkan kandungannya. Seorang ibu yang hamil Karena pekosaan dapat terkena ancaman sanksi pidana kalau seorang ibu tersebut sengaja menggugurkan kandungan tanpa bantuan orang lain. Ia juga terkena ancaman sanksi pidana.

21 Dalam rumusan KUHP, kejahatan mengenai pengguguran kandungan dapat dibedakan menjadi :

1. Yang dilakukan sendiri (Pasal 346 KUHP).

2. Yang dilakukan oleh orang lain, dalam hal ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a) Ada persetujuannya (Pasal 347 KUHP).

b) Tanpa persetujuannya (Pasal 348 KUHP).

Ada pula pengguguran kandungan oleh orang lain baik atas maupun tidak, dan orang lain itu orang yang mempunyai kualitas pribadi tertentu seperti dokter, bidan dan juru obat (Pasal 349 KUHP).

Kejahatan terhadap nyawa janin dapat dibagi menjadi empat golongan menurut kualifikasi pelakunya dengan keadaan yang menyertainya sebagai berikut :

1. Perempuan itu yang melakukan sendiri atau menyuruh untuk itu menurut Pasal 346 KUHP.

R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi Pasal”16, merumuskan sebagai berikut :

“Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”.

16 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Tahun 1985, hal. 243.

22 Dengan memperhatikan rumusan Pasal 346 KUHP tersebut terkandung maksud oleh pembentuk undang-undang untuk melindungi nyawa janin dalam kandungan meskipun janin itu punya perempuan yang mengandungnya.

P.A.F Lamintang17 mengemukakan putusan Hoge Raad sebagai berikut :

“Hoge Raad 1 November 1879, W. 7038, yaitu pengguguran anak dari kandungan itu hanyalah dapat dihukum, jika anak yang berada didalam kandungan itu selama dilakukan usaha pengguguran berada dalam keadaan hidup. Undang-Undang tidak mengenal anggapan hukum yang dapat memberikan kesimpulan bahwa anak yang berada di dalam kandungan itu berada dalam keadaan hidup atau mempunyai kemungkinan untuk tetap hidup”.

Jika, memperhatikan rumusan Pasal 346 KUHP tersebut, maka dapat dikemukakan unsur-unsur dari kejahatan pengguguran kandungan (abortus) sebagai berikut :

 Subyeknya adalah perempuan wanita itu sendiri atau orang lain yang disuruhnya.

 Dengan sengaja.

 Menggugurkan atau mematikan kandungannya.

2. Orang lain melakukan tanpa persetujuan dari seorang ibu yang mengandung itu menurut Pasal 347 KUHP.

Abortus jenis ini dicantumkan tegas dalam Pasal 347 KUHP. R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab

17P.A.F Lamintang, Putusan Hoge Raad, Tahun 1979, hal. 206.

23 Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”.18 merumuskannya sebagai berikut :

“Pengguguran kandungan (abortus) dengan cara ini dengan maksud untuk melindungi perempuan yang mengandung karena ada kemungkinan menggangu kesehatannya atau keselamatannya terancam”.

Dengan memperhatikan rumusan Pasal 347 KUHP dapat dikemukakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut :

 Subyeknya orang lain.

 Dengan sengaja.

 Menggugurkan atau mematikan kandungannya.

 Tanpa izin perempuan yang digugurkan kandungannya itu.

Adapun pengguguran kandungan (abortus) yang dilakukan oleh orang lain tersebut tanpa izin perempuan yang digugurkan kandungannya itu sehingga perempuan tersebut meninggal. Oleh Karena itu, ancaman pidananya diperberat atau ditambah menjadi hukuman penjara lima belas tahun menurut Pasal 347 ayat 2 KUHP.

18R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Tahun 1985, hal. 243.

24 3. Orang yang melakukan dengan persetujuan perempuan itu

menurut Pasal 348 KUHP

Pengguguran kandungan (abortus) ini diatur dalam Pasal 348 KUHP sebagaimana yang dirumuskan oleh R.

Soesilo19 sebagai berikut :

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Di dalam pasal ini sudah barang tentu tidak lagi akan mengulangi perlindungan hukum terhadap nyawa janin maupun kesehatan, nyawa perempuan, melainkan lebih ditujukan atas perlindungan pihak ketiga atau kesusilaan, karena meskipun dengan persetujuan perempuan itu ada suatu keperluan diluar dirinya yang harus diperhatikan.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 348 KUHP adalah sebagai berikut :

 Subyeknya adalah orang lain.

 Menggugurkan atau mematikan kandungan.

 Dengan izin perempuan yang digugurkan kandungannya.

4. Bagi orang-orang tertentu diberikan pemberatan pidana dan pidana tambahan menurut Pasal 349 KUHP.

19Ibid, hal. 244.

25 Di dalam Pasal 349 KUHP ini, mengatur mengenai orang-orang tertentu yang pidananya diperberat. Adapun orang-orang tertentu yang dimaksud dalam rumusan Pasal 349 KUHP menurut R. Soesilo20 adalah sebagai berikut :

“Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam Pasal 346 KUHP atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu”.

Berdasarkan uraian mengenai rummusan Pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP yang mengatur mengenai macam-macam pengguguran kandungan (abortus), maka adapun juga unsur-unsur pokok yang terdapat didalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP adalah sebagai berikut :

a. Adanya perempuan yang mengandung atau hamil.

b. Perempuan yang buah kandungannya hidup.

c. Kandungan itu digugurkan atau dimatikan atau menyuruh untuk itu dengan sengaja.

1) Adanya wanita yang mengandung atau hamil.

Menurut pasal-pasal tentang pengguguran kandungan (abortus) provocatus criminalis, diisyaratkan adanya wanita yang mengandung, yang harus dibuktikan adanya. Dalam hal ini, menjadi kewajiban ilmu kedokteran untuk dapat menetapkan kapan, dan adanya perempuan hamil. Pengetahuan kedokteran yang teknis dan

20 Ibid.

26 penyidikan kedokteran dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting.

2) Perempuan yang buah kandungannya hidup.

Jika diperhatikan isi dari Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP tidak disebut dengan jelas tentang hal itu. Oleh karena itu, undang-undang tidak menyebutkan dengan jelas, sebagaimana lazimnya terdapat pendapat yang berbeda-beda. Di satu pihak berpendapat, oleh karena undang-undang tidak merumuskan dengan dengan jelas, maka tidak perlu dipersoalkan buah kandungan yang digugurkan atau dimatikan, masih hidup atua sudah mati, semua itu termasuk dalam perbuatan pengguguran kandungan (abortus).

P.A.F. Lamintang dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pidana Indonesia”21 mengemukakan suatu putusan Hoge Raad sebagai berikut :

“Hoge Raad 20 Desember 1943, 1944 No. 232 yaitu alat-alat pembuktian yang disebutkan oleh hakim di dalam putusannya haruslah dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa perempuan itu hamil dan mengandung anak yang hidup dan bahwa bertuduh mempunyai maksud untuk dengan sengaja menyebabkan gugur atau meninggalnya anak tersebut”.

Kemudian R. Soesilo22 mengemukakan sebagai berikut :

“Cara mengugurkan atau membenuh kandungan itu rupa-rupa, baik dengan obat yang diminum, maupun alat-alat yang

21Ibd.

22Ibid, hal. 243.

27 dimasukkan melalui anggota kemaluan menggugurkan kandungan yang sudah mati, tidak dihukum demikian pula tidak dihukum orang yang untuk membatasi kelahiran anak mencegah terjadinya kehamilan (Mathusianisme)”.

3) Kandungan itu digugurkan atau dimatikan atau menyuruh untuk itu dengan sengaja

Perbuatan ini lebih cenderung kepada masalah hubungan kausal dan masalah sikap batin yaitu gugurnya kandungan adalah musabab dari perbuatan yang disengaja itu.

Untuk membedakan abortus dengan pembunuhan anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 341 KUHP supaya dapat diketahui perbedaan-perbedaan yang terdapat dikedua hal tersebut, maka terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan pembunuhan anak, unsur-unsur yang terkandung di dalamnya agar lebih jelas perbedaan abortus dan pembunuhan anak itu sendiri :

Pasal 341 KUHP menentukan bahwa :

“Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak, dihukum karena makar mati terhadap anak (kinderdoodsleg) dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun”.

28 Dali Mutiara dalam bukunya yang berjudul “Kejahatan dan Pelanggaran Kriminal Sehari-hari”23 memberikan rumusan sebagai berikut :

“Yang dinamakan pembunuhan bayi (Kinderdoodsleg) yaitu ibu yang dengan sengaja membunuh anak yang baru dilahirkan dengan tidak memikirkan panjang lebar terlebih dahulu oleh rasa takut bahwa orang lain akan tahu bahwa ia melahirkan bayi”.

Pembunuhan anak yang diatur dalam Pasal 341 KUHP sesuai dengan pengertian tersebut diatas dan menitik beratkan dari segi kesengajaan pembunuhan bayi yang telah dilahirkannya, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya.

Unsur-unsur yang terpenting dalam pembunuhan anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 341 KUHP mengenai pembunuhan biasa anak adalah :

 Pembunuhan anak dilakukan pada waktu dilahirkan atau sebentar setelah dilahirkan.

 Pembunuhan dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri.

 Anak itu lahir dalam keadaan hidup.

 Perbuatan dan sikap ibunya itu dilakukan karena terdorong oleh rasa takut atau malu karena diketahui tentang kelahiran dari anaknya itu.

Wirjono Projodikoro dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”24, mengemukakan adanya perbedaan antara pembunuhan anak dengan pengguguran kandungan (abortus) sebagai berikut :

23Dali Mutiara, Kejahatan dan Pelanggaran Kriminal Sehari-hari, Tahun 1957, hal. 67.

24Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Tahun 1980, hal. 77.

29

“Bahwa pembunuhan anak harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam pengguguran kandungan (abortus), apa yang keluar dari tubuh ibu adalah suatu kandungan, yang hidup tetapibelum menjadi (Onvolidragen Vrucht) atau bayi yang sudah mati (Voldragem Vrucht). Perbedaan inilah juga yang bembedakan maksimum hukuman pada pengguguran kandungan (abortus) 4 (empat) tahun kurang dari pembunuhan anak 7 (tujuh)”.

Selain dari perbedaan di atas, masih ada perbedaan lain yang menjadi perbedaan pokok antara pembunuhan anak dan pengguguran kandungan (abortus) yaitu alasan yang mendorong terjadinya perbedaan pidana, baik yang tercantum di dalam Pasal 341 dan 342 KUHP maupun yang terdapat di dalam Pasal 346 KUHP.

Sehubungan dengan adanya perbedaan tersebut di atas, maka Wirjono Projodikorodalam bukunya yang berjudul “Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”25 mengemukakan sebagai berikut :

“Dalam hal abortus tidak diperdulikan alasan-alasan apa yang mendorong si ibu untuk melakukan, jadi tidak seperti dalam hal pembunuhan anak. Dimana disebutkan alasan atau suatu ketakutan si ibu akan diketahui lahirnya si anak”.

Dalam merumuskan ancaman pidananya, pembentuk undang-undang hanya memberi batasan maksimal, yaitu 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Dengan demikian, juka seseorang pelaku abortus provocatus criminalis yang terbukti bersalah di depan pengadalin maka akan, dijatuhi hukuman pidana minimal 10 bulan dan denda Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

25Ibid.

30 2.2 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Di Luar

KUHP Di Indonesia

Dalam pengertian medis, aborsi adalah terhentinya kehamilan dengan kematian dan pengeluaran janin pada usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar kandungan secara mandiri.26 Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah „aborsi‟, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Dalam kaitannya dengan hal ini, Suryono Eko Tama, dkk mengemukakan pendapat sebagai berikut :

“Dari segi medis, tidak ada batasan pasti kapan kandungan dapat digugurkan. Kandungan perempuan dapat digugurkan kapan saja sepanjang ada indikasi medis untuk menggugurkan kandungan itu.

Misalnya diketahui anak yang akan lahir mengalami cacat berat atau atau si ibu menderita sakit jantung ayang sangat berbahaya sekali untuk keselamatan jiwanya pada saat melahirkan nanti. Sekalipun janin itu sudah berusia 5 bulan atau 6 bulan, pertimbangan medis membolehkan dilakukan abortus provocatus”.27

Abortus Provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus. Dalam kamus Latin-Indonesia sendiri abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau abortus provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.28 Dengan kata lain “Pengeluaran” itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik, obat atau cara lainnya.

26Lilien Eka Candra, Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi sama dengan Kriminal, Lifestyle, Mei 2006, hal.10.

27Suryono Eko Tama, dkk, Op.Cit,hal. 35.

28Kusmaryanto , SC, Kontroversi Aborsi, Gramedia WIdiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 203.

31 Demikian antara lain pengertian aborsi atau pengguguran kandungan, baik menurut ilmu kedokteran, pengertian umum, maupun pengertian menurut ilmu hukum, bahwa pengguguran kandungan itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan atau dilakukan sebelum waktunya.

Jenis-jenis aborsi

Proses abortus dapat berlangsung dengan cara :

 Spontan/alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun);

 Buatan/sengaja (aborsi yang dilakukan sengaja);

 Terapeutik/medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medis karena terdapatnya suatu permasalahan/komplikasi).29

Abortus secara medis dapat dibagi menjadi dua macam :

 Abortus Spontaneus, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah.

Rustam Mochtar dalam Muhdiono menyebutkan macam-maam aborsi spontan :30

a) Abortus Completes, (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehinga rongga rahim kosong.

29Lilien Eka Candra, Loc.Cit.

30 Rustam Mochtar dalam Muhdiono, Aborsi Menurut Hukum Islam (Perbandingan madzab imam syafi’I dan madzab hanafi), Skripsi , UIN Yogyakarta, 2002, hal. 211.

32 b) Abortus Inkopletus, (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta.

c) Abortus Iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan anti pasmodica.

d) Missed Abortion, keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan

d) Missed Abortion, keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan