• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

DI SUSUN OLEH : SUKMAWATI SISWO PUTRI

29120158

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

2014

(2)

2 TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI

DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Wijaya Putra Sutabaya

OLEH :

SUKMAWATI SISWO PUTRI

NPM : 29120158

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

2014

(3)

3 TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI

DI INDONESIA

NAMA : SUKMAWATI SISWO PUTRI NPM : 29120158

JURUSAN : ILMU HUKUM FAKULTAS : HUKUM

DI SETUJUI dan DI TERIMA OLEH : PEMBIMBING

ANDY USMINA WIJAYA, S.H., M.H

(4)

4 Telah diterimadan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS.

Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-sayarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.

Surabaya, 29 Maret 2014

Tim Penguji Skripsi :

1. Ketua : Tri Wahyu Andayani, S.H., C.N., M.H ( ) (Dekan)

2. Sekretaris : Andy Usmina Wijaya, S.H., M.H ( ) (Pembimbing)

3. Anggota : 1. Dr. H. Taufiqurrahman,S.H., M.Hum( ) (Dosen Penguji I)

2. H. Syahrul Alam, S.H., M.Hum ( ) (Dosen Penguji II)

(5)

5

BIARKANLAH WAKTU YANG AKAN MENJAWAB SEMUANYA,,,,,,,,,,,,,,,,!!!!!!!!

HIDUP ADALAH PERJUANGAN....!!!

CAAAYYYOOOOO TETAP

SEMANGGGAAAAATTT

(6)

6

MOTTO

K : ETIKA O :TAK

P :ERLU

I :NSPIRASI

(7)

7

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada ALLAH S.W.T, karena hanya berkat limpahan taufiq, dan hidayah-Nya semata. Sehingga, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA” untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Tugas Akhir Sarjana Strata-1 Di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.

Skripsi ini, tidak akan penulis selesaikan tanpa adanya motivasi dan dorongan dari semua pihak baik moril maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bunda selaku Orang tua penulis yang memberikan semangat penuh yang tak terhingga nilainya.

2. Bapak Budi Endarto., S.H., M.Hum. Selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya.

3. Bapak Dr. H. Taufiqurrahman., S.H., M.Hum. Selaku Wakil Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya.

4. Ibu Tri Wahyu Andayani., S.H., C.N., M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.

5. Bapak Andy Usmina Wijaya., S.H., M.H. Selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.

6. Para Bapak/Ibu Dosen Universitas Wijaya Putra Surabaya.

I

(8)

8 7. Hadir Dana Klana (Sang Kekasih) makasih sayang sudah banyak membantu dan selalu setia menemani pembutan skripsi ini I LOVE YOU, I MISS YOU BEIB

8. Kakak Surya Insan Mardhika dan Pendhut Siswo Putro yang sudah memberikan do‟a dan semangatnya.

9. Adik-adik ku Dewi Sri Pamungkas Siswo Putri dan Veter yang selalu menyemangati dan selalu menemani.

10. Sobat ku I Komang Satria Anggara, yang selalu memotivasi dan selalu memberikan semangat penuh.

11. Sobat Yuda Permadi Kusuma Dinata.

12. Sobat Bagus Wahyudi Agung Prabowo (Kecap), makasih bos sudah kasih semangatnya.

13. Sobat Johannes Hutapea makasih bang sudah memotivasi aku HORAS,,,,,!!!!!!.

14. Sobat Nocky Leon Agusta sebagai sahabat dekat penulis yang selalu membuat suasana menjadi semangat.

15. Temen-temen dan Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.

16. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini tidak dapat penulis sebutkan secara rinci, karena keterbatasan waktu dan pikiran penulis.

Semoga segala amal perbuatan dan amal ibadah yang diberikan kepada penulis. Senantiasa mendapatkan berkah, pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari ALLAH SWT.

II

(9)

9 Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini dalam rangka memenuhi Ujian Tugas Akhir. Jauh dari kesempurnaan masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penyusunannya. Mengingat keterbatasan wawasan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan penulis sangat mengharapkan saran, kritik, tanggapan, serta masukan untuk penyempurnaan penulisan skripsi. Dengan demikian, skripsi ini diharapkan akan memberikan nilai tambah dan manfaat yang besar bagi semua pihak untuk menambah Khasanah, wawasan, dan pengetahuan luas di dunia pendidikan Indonesia dimasa depan.

Surabaya, 29 Maret 2014 Terima kasih

Penulis

IV

(10)

10 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Penjelasan Judul ... 7

1.4 Alasan Pemilihan Judul ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

1.7 Metode Penelitian ... 10

1.8 Sistematika Pertanggungjawaban ... 14

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA ... 15

2.1 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP Di Indonesia ... 15

2.2 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Di Luar KUHP Di Indonesia ... 30

BAB III PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA ... 40

3.1 Mekanisme Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia Berdasarkan KUHP ... 40

3.2 Mekanisme Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Diluar KUHP ... 47

3.2.1 Upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan Abortus Provocatus Criminalis. ... 52

3.2.2 Kendala-kendala yang dihadapi dalam menangani kejahatan Abortus Provocatus Criminalis. ... 54

BAB IV PENUTUP ... 61

4.1 KESIMPULAN ... 61

V

(11)

11 4.2 SARAN ... 62 DAFTAR BACAAN ... 64

VI

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik Abortus sudah bukan rahasia lagi, terutama sebagai akibat dari semakin meluasnya budaya pergaulan bebas dan prostitusi yang tidak bias terkendali. Dengan semakin meningkatnya kasus-kasus kehamilan yang terjadi di luar nikah dan multiplikasi keragaman motivasi. Hal tersebut, pada gilirannya mendorong orang-orang tertentu cenderung menggugurkan kandungan sebagai bentuk untuk menutupi aib atua menghilangkan jejak dari perbuatan melanggar hukum.

Kasus Abortus di Indonesia jarang di ajukan ke Pengadilan, karena pihak si ibu yang merupakan „korban‟ juga sebagai „pelaku‟ sehingga sukar diharapkan adanya laporan abortus. Umumnya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi (si ibu sakit berat/mati) atau bila ada pengaduan dari si ubu atau suaminya (dalam hal izin).

Permasalahan abortus tidak hanya berkaitan dengan bidang kedokteran forensik, tetapi juga berkaitan dengan hukum kesehatan.

Perbedaan intinya adalah dalam hukum lebih tertuju pada ketentuan hukum yang mengatur dalam keadaan apa, dimana, oleh siapa, pengguguran dapat dilakukan, sementara dalam bidang kedokteran forensik tertuju kepada pemeriksaan dan pembuktian pengguguran kandungan dilakukan, kapan, 1

(13)

2 berapa, umur bayi dan lain-lain.1 Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau keguguran dan keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan.

Batas kandungan yang dapat di terima di dalam abortus adalah sebelum 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar dari 1000 gram.

Salah satu masalah yang dikemukakan dalam lapangan ilmu kedokteran adalah desakan berbagai pihak agar masalah saat kapan dimulainya sebuah kehidupan dan pula saat kehidupan itu dianggap tidak ada, dapat diagendakan secepatnya. Sebab, ketentuan yang demikian itu, akan sangat erat kaitannya dengan kontribusi dalam menentukan adanya tindak pidana aborsi.

Abortus atau pengguguran kandungan selalu menjadi permasalahan dari masa ke masa. Dari kesehatan secara alami terjadi keguguran pada 10% - 15% kehamilan. Di lain pihak ada keadaan yang memaksa pengguguran kandungan yang harus di tempuh (provokasi) untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil, tetapi banyak pula pengguguran dilakukan bukan untuk tujuan darurat yang mengancam nyawa seorang ibu hamil. Yang terakhir inilah yang menjadi permasalahan karena dalam pandangan masyarakat, hukum, dan agama tindakan abortus bertentangan dengan kaidah-kaidah dan norma kesusilaan.

Pengguguran kandungan (aborsi) selau menjadi perbincangan baik dalam forum resmi maupun maupun tidak resmi yang menyangkut bidang

1A. S. Alam dan Ilyas Amir, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar, 2010, hal. 6.

(14)

3 kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu yang lain.2 Aborsi merupakan fenomenal sosial yang semakin hari semakin semakin memprihatinkan.

Keprihatianan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun bagii masyarakat luas. Hal ini, disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum kehidupan bangsa dan negara.

Zaman kontemporer memanfaatkan obat-obatan dan prosedur operasi teknologi tinggi dalam melakukan aborsi. Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan mengenai aborsi secara substansial berbeda diseluruh negara. Aborsi atau lazim disebut dengan pengguguran kandungan masuk keperadapan manusia disebabkan karena manusia tidak menghendaki kehamilan tersebut.3

Abortus itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (abortus provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (abortus spontatus). Aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia dapat terjadi baik karena didorong alasan medis, misalnya karena seorang ibu yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang hamil tersebut maka kandungannya harus digugurkan (abortus therapeuticius). Di samping itu, karena alasan-alasan yang yang tidak dibenarkan oleh hukum (abortus criminalis).

2Achadiat Charisdiono, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran, Buku Kedokteran, Jakarta, 2007, hal. 12.

3 Manopo Abas, Aborsi dan Kumpulan Naskah-Naskah Ilmiah Simposium Aborsi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1948, hal. 10.

(15)

4 Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini, dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bias saja dilakukan secara ilegal. Dalam memandang kedudukan hukum aborsi di Indonesia perlu dikaji kembali apa yang yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provocatus medicalis. Sedangkan, aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provocatus criminalis.

Masalah pengguguran kandungan pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan nilai-nilai serta norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, terkait dengan hukum positif di Indonesia pengaturan masalah pengguguran kandungan tersebut terdapat pada Pasal 346, 347, 348, 349 dan 350 KUHP. Menurut ketentuan yang tercantum pada Pasal 346, 347, dan 348 KUHP tersebut abortus criminalis meliputi perbutan-perbuatan sebagai berikut4 :

1. Menggugurkan Kandungan (afdrijving Van de vrucht atau vrucht afdrijving).

2. Membunuh Kandungan (de dood van vrucht veroorzaken atau vurcht doden).

4Musa Perdana Kusuma, Bab-Bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 192.

(16)

5 Undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai perbedaan pengertian menggugurkan kandungan dan membunuh kandungan, demikian pula mengenai pengertian dari kandungan itu sendiri. Dari segi terminologi menggugurkan berarti membuat gugur atau menyebabkan gugur, dimana sama artinya dengan jatuh atau lepas.5 Jadi, pengguguran kandungan berarti membuat kandungan menjadi gugur atau menyebabkan menjadi gugur.

Sedangkan, membunuh sama dengan menyebabkan mati atau menghilangkan nyawa.6 Jadi, membunuh kandungan berarti menyebabkan kandungan menjadi mati atau menghilangkan nyawa kandungan. Pada pengguguran kandungan yaitu lepasnya kandungan dari rahim dan keluarga kandungan tersebut dari tubuh seorang ibu yang mengandung. Sedangkan, pada pembunuhan kandungan perbuatan yang dihukum adalah menyebabkan matinya kandungan.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adapun ketentuan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana aborsi dan penyebabnya dapat dilihat pada KUHP Bab XIX Pasal 229, 346, 347, 348 349 yang memuat jelas larangan aborsi.7 Sedangkan, dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur tentang ketentuan aborsi dalam Pasal 76, 77, 78 terdapat perbedaan antara KUHP dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam mengatur masalah aborsi. KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan Undang-undang Kesehatan memperboleh kan

5Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Kartika, Surabaya, 1997.

6Ibid.

7 http://D.M Purba .blogspot.com/2011/07/abortus dan Undang-undang abortus, RS. Dr. Pringadi diakses 07 Desember 2011.

(17)

6 aborsi atau dalam indikasi kedaruratan medis maupun karena adanya akibat dari perkosaan.

Abortus Provocatus dibagi dalam dua jenis, yaitu abortus provocatus therapeuticus dan abortus provocatus criminalis.8 Abortus provocatus therapeuticus adalah penghentian kehamilan pada saat dimana janin belum dapat hidup diluar kandungan. Hal ini dilakukan demi kepentingan kesehatan si ibu, biasanya karena ada gangguan kesehatan pada seorang ibu.

Sedangkan, abortus provocatus criminalis, suatu proses penghentian kehamilan yang sengaja dilakukan tanpa indikasi medis. Proses ini, legal dan biasanya dilakukan karena ketidaksiapan menjadi orang tua. Knight menyatakan bahwa abortus provocatus terjadi pada kira-kira 40% dari seluruh abortus, meskipun angka tersebut bervariasi.

8Perserikatan Bangsa-Bangsa, Word Health Organozation, 2008.

(18)

7 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang skripsi di atas, maka penulis akan mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana aborsi menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana aborsi di Indonesia?

1.3 Penjelasan Judul

Untuk menghindari multitafsir dalam penelitian ini maka, diperlukan adanya suatu penjelasan istilah proposal skripsi ini sebagai berikut :

“TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA”

Tinjauan adalah cara, sudut pandang dari penyelesaian suatu permasalahan hukum.9

Yuridis adalah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau hukum yang berlaku di Indonesia.10

Penegakan hukum adalah proses dilaksanakannya upaya untuk menegakkan atau menfungsikan norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.11

9Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gita Media Press.

10Ibid.

11Prof. Jimmly Asshiddiqie.

(19)

8 Tindak Pidana Aborsi adalah suatu perbuatan melanggar hukum yang sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam Rahim seorang wanita hamil.12

1.4 Alasan Pemilihan Judul

Untuk dapat mengetahui dan memahami lebih jauh landasan hukum tindak pidana aborsi atau pengguguran kandungan berdasarkan KUHP Pasal 346 sampai dengan 349 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta mengkaji terhadap pengawasan serta tindakan yang kongkrit oleh pemerintah dalam praktek yang telah terjadi di masyarakat terhadap penjatuhan sanksi bagi „pelaku‟ aborsi yang tidak sesuai antara KUHP dengan UU Kesehatan. Tindakan aborsi berdasarkan KUHP merupakan suatu tindakan pembunuhan yang dapat menghilangkan nyawa bagi seorang anak. Sedangkan, menurut Undang-Undang Kesehatan tindakan aborsi yang dilakukan oleh seseorang diperbolehkan apabila dalam keadaan darurat yang dapat mengancam nyawa dan keselamatan bagi seorang ibu.

12K. Bertens : 2002.

(20)

9 1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan penelitian sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan mengenai pengguguran kandungan (abortus) dengan pembunuhan anak.

2) Untuk mengetahui penegakan hukum dalam menanggulangi kejahatan pengguguran (abortus) di Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang membacanya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Undang-undang Kesehatan khususnya.

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya refensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang Abortus Provocatus terhadap KUHP dan Undang-Undang Kesehatan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan Pasal 28 mengenai Hak untuk hidup yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara.

(21)

10 b) Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

a) Sebagai wahana penulis mengembangkan penalaran, membentuk pola piker ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.

b) Untuk memberikan suatu jawaban atas permasalahan yang menjadi pokok penelitian dalam penulisan ilmiah.

1.7 Metode Penelitian 1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian dari penulisan skripsi ini adalah menggunakan yuridis yang mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Kesehatan.

2) Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu pendekatan yang melihat norma-norma hukum tentang tindakan aborsi dalam kajian sanksi dan upaya pencegahannya.

(22)

11 3) Langkah Penelitian

a. Obyek Penelitian

Penegakan hukum tindak pidana aborsi berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 di Indonesia.

b. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah berupa bahan hukum, yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan, meliputi :

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat secara yuridis seperti undang-undang dan yurisprudensi.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku, jurnal, literatur, majalah, dan teks-teks tentang hukum.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang menjelaskan maupun memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan ensiklopedi.

(23)

12 c. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Penyusunan penelitian ini menggunakan cara untuk mendapatkan bahan-bahan hukum yang diperlukan sesuai dengan pokok pembahasan.

Bahan hukum yang dikumpulkan sebagai sumber penelitian adalah :

 KUHP dan UU Nomor 36 Tahun 2009

Adalah sebagai bahan hukum primer yaitu sebagai dasar landasan yang mempunyai kekuatan hukum secara yuridis dengan dasar KUHP dan UU Nomor 36 Tahun 2009 inilah sebagai dasar acuan penulis dalam pembuatan penelitian hukum.

 Buku dan artikel yang berkaitan dengan penegakan hukum tindak pidana aborsi adalah sebagai sumber hukum sekunder yaitu menjelaskan dan memaparkan secara rinci mengenai bahan hukum primer yang diperoleh melaui sumber buku, literatur, risalah rapat, yang ada kaitannya dengan penulisan penelitian hukum ini.

 Kamus

Adalah sebagai bahan hukum tersier yaitu memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

(24)

13 Dari ketiga bahan hukum primer, sekunder, dan tersier ini diperoleh dengan menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan yang harus penulis kumpulkan untuk keperluan penelitian ini. Setelah bahan- bahan hukum tersebut dikumpulkan selanjutnya dengan wilayah-wilayah yang menjadi pembahasannya. Adapun penelitian ini dilakukan terhadap buku-buku, risalah-risalah, artikel, surat kabar, majalah-majalah, serta peraturan perundang-undangan yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini.

d. Metode Analisis

Menganalisis pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana aborsi di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dampak yang ditimbulkan bagi dunia kesehatan dan pengaruh terhadap seorang yang melakukan tindak pidana aborsi tersebut. Metode analisis tersebut menggunakan cara deduktif, dimana pembahasan diuraikan lebih lanjut dengan menggambarkan wilayah-wilayah yang bersifat umum menjadi wilayah-wilayah yang bersifat khusus.

(25)

14 1.8 Sistematika Pertanggungjawaban

Dalam pembuatan proposal penelitian hukum (skripsi) ini digunakan sistematika pertanggungjawaban penulisan sebagai berikut :

BAB I adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang permasalahan yang akan ditulis, rumusan masalah, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pertanggungjawaban.

BAB II tinjauan pustaka yang meliputi tinjauan tentang pengaturan tindak pidana aborsi berdasarkan KUHP dan UU No. 36 Tahun 2009 dan juga tinjauan terhadap faktor penyebab terjadinya tindak pidana aborsi di Indonesia. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai kerangka pemikiran, sehingga sangat membantu penulis dalam menjawab permasalahan yang menjadi obyek penelitian penulis.

BAB III adalah menjelaskan dari hasil penelitian dan pembahasan yaitu yang menjelaskan tentang pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana aborsi yang sesuai dengan norma, kaidah aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

BAB IV adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan penulis.

(26)

15 BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

2.1 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP Di Indonesia

Pada dasarnya aborsi (pengguguran kandungan) yang di kualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana hanya dapat dilihat dalam KUHP walaupun dalam Undang-Undnag Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memuat juga sanksi terhadap perbuatan aborsi tersebut.

KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran. Salah satukejahatan yang diatur di dalam KUHP adalah masalah abortus criminalis.

Ketentuan mengenai abortus criminalis dapat di lihat dalam Bab XIV buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa (khususnya Pasal 346-349).

Adapun rumusan Pasal-pasal sebagai berikut :

Pasal 299 KUHP :

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau dendan paling banyak tiga ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau ia seorang tabib, bidan, atau juru obat pidananya tersebut ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahtaan tersebut dalam menjalankan pecarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.

Pasal 346 KUHP :

15

(27)

16 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 347 KUHP :

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 349 KUHP :

Jika seorang tabib, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHP dalam kasus aborsi ini adalah :

a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bias juga hak untuk praktek.

b. Wanita yang menggugurakan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman bervariasi.

Di dalam KUHP tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian kandungan itu sendiri dan memberikan arti yang jelas mengenai aborsi dan membunuh (mematikan) kandungan. Dengan demikian mengetahui bahwa KUHP hanya mengatur mengenai abortus provocatus criminalis, dimana semua jenis aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh undang-undang apapun alasannya.

Pengaturan abortus provocatus di dalam KUHP yang merupakan warisan zaman Belanda bertentangan dengan landasan dan politik hukum yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan

(28)

17 kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (setelah perubahan) karena melarang abortus provocatus tanpa pengecualian”. Hal ini dinilai sangat memberatkan kalangan medis yang terpaksa harus melakukan abortus provocatus untuk menyelamatkan jiwa seorang ibu yang selama ini merupakan pengecualian diluar ketentuan perundang-undangan. Contohnya adalah berlakunya Pasal 349 KUHP, jika pasal ini diterapkan secara mutlak, maka para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya dapat dituduh melakukan pelanggaran hukum dan mendapat ancaman pidana penjara.

Pada perkembangannya peraturan mengenai abortus provocatus atau abortus criminalis dapat dijumpai dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jika, pada Pasal 299 dan 346-349 KUHP tidak diatur masalah abortus provocatus medicalis. Apabila ditelaah lebih jauh, kedua peraturan perundang-undangan tersebut berbeda satu sama lainnya. KUHP mengenal larangan baortus provocatus tanpa kecuali, termasuk aborsi provocatus medicalis atau abortus provocatus therapeuticus. Tetapi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memperbolehkan terjadi abortus provocatus medicalis dengan spesifikasi thepeutics. Dalam konteks hukum pidana, terjadilah perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang lama (KUHP) dengan peraturan peraturan perundang-undangan yan baru.

Padahal peraturan perundang-undangan berlaku asas “Lex Posteriori Derograt Legi Priori”. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan yang lama yang mengatur materi yang sama dan keduanya saling bertentangan satu sama lain, maka

(29)

18 peraturan yang baru itu mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.13

Berlakunya asas Lex Posteriori Derograt Legi Priori merupakan salah satu upanaya pemerintah untuk mengembangkan hukum pidana di Indonesia. Banyak aturan-aturan KUHP yang dalam situasi khusus tidak relevan lagi untuk diterapkan pada saat ini.

Dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia upaya perlindungan anak perlu dilakukan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, undang-undang perlindungan anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas non diskriminatif; kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Perhargaan terhadap penghargaan anak. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.14

Definisi tentang anak, perlindungan anak, dan hak anak masing- masing dijalaskan dalam Pasal 1 angka 1, angka 2, dan angka 12 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Pasal 1 angka 1 menentukan, yaitu : “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan

13Hasnil Basri Siregar, Pengantar Hukum Indonesia, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1994, hal. 53.

14Psikiatri & Sosial Serta Opini Publik, Yang Berkembang Dalam Masyarakat, Bagian Hukum Pidana FH UAJY , Yogyakarta, 2007, hal : 16-17.

(30)

19 belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Pasal 1 angka 2 menentukan : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 1 angka 12 menentukan bahwa : “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara”.

Bahwa hak anak dalam kandungan atau janin merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesui dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2, 3 dan 4 UUPA.

Pasal 2 menentukan 15: “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 (setelah perubahan) serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak anak meliputi : nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan pendapat anak”. Pasal 3 menentukan : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

15Reksodiputro, Mardjono, Pembaharuan Hukum Pengguguran Kandungan, dalam Departemen Kesehatan R.

I, Kumpulan Naskah-Naskah Ilmiah Dalam Simposium, Jakarta, 2007, hal : 47-48.

(31)

20 demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera”. Pasal 4 menyatakan : “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Jika, menelaah dalam pasal-pasal di KUHP, tampaklah KUHP tidak membolehkan suatu abortus provocatus di Indonesia. KUHP tidak melegalkan abortus provocatus tanpa terkecuali. Bahkan abortus provocatus medicalis atau abortus provocatus therapeuticus pun dilarang, termasuk di dalamnya adalah abortus prpvocatus yang dilakukan oleh perempuan korban pemerkosaan. Oleh karena itu sudah dirumuskan demikian, maka dalam kasus abortus provocatus yang dilakukan oleh korban pemerkosaan, minimal ada dua orang yang terkenena ancaman sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHP, yakni si ibu sendiri yang hamil karena perkosaan serta barang siapa yang sengaja membantu si ibu tersebut menggugurkan kandungannya. Seorang ibu yang hamil Karena pekosaan dapat terkena ancaman sanksi pidana kalau seorang ibu tersebut sengaja menggugurkan kandungan tanpa bantuan orang lain. Ia juga terkena ancaman sanksi pidana.

(32)

21 Dalam rumusan KUHP, kejahatan mengenai pengguguran kandungan dapat dibedakan menjadi :

1. Yang dilakukan sendiri (Pasal 346 KUHP).

2. Yang dilakukan oleh orang lain, dalam hal ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a) Ada persetujuannya (Pasal 347 KUHP).

b) Tanpa persetujuannya (Pasal 348 KUHP).

Ada pula pengguguran kandungan oleh orang lain baik atas maupun tidak, dan orang lain itu orang yang mempunyai kualitas pribadi tertentu seperti dokter, bidan dan juru obat (Pasal 349 KUHP).

Kejahatan terhadap nyawa janin dapat dibagi menjadi empat golongan menurut kualifikasi pelakunya dengan keadaan yang menyertainya sebagai berikut :

1. Perempuan itu yang melakukan sendiri atau menyuruh untuk itu menurut Pasal 346 KUHP.

R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang- Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi Pasal”16, merumuskan sebagai berikut :

“Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”.

16 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Tahun 1985, hal. 243.

(33)

22 Dengan memperhatikan rumusan Pasal 346 KUHP tersebut terkandung maksud oleh pembentuk undang-undang untuk melindungi nyawa janin dalam kandungan meskipun janin itu punya perempuan yang mengandungnya.

P.A.F Lamintang17 mengemukakan putusan Hoge Raad sebagai berikut :

“Hoge Raad 1 November 1879, W. 7038, yaitu pengguguran anak dari kandungan itu hanyalah dapat dihukum, jika anak yang berada didalam kandungan itu selama dilakukan usaha pengguguran berada dalam keadaan hidup. Undang-Undang tidak mengenal anggapan hukum yang dapat memberikan kesimpulan bahwa anak yang berada di dalam kandungan itu berada dalam keadaan hidup atau mempunyai kemungkinan untuk tetap hidup”.

Jika, memperhatikan rumusan Pasal 346 KUHP tersebut, maka dapat dikemukakan unsur-unsur dari kejahatan pengguguran kandungan (abortus) sebagai berikut :

 Subyeknya adalah perempuan wanita itu sendiri atau orang lain yang disuruhnya.

 Dengan sengaja.

 Menggugurkan atau mematikan kandungannya.

2. Orang lain melakukan tanpa persetujuan dari seorang ibu yang mengandung itu menurut Pasal 347 KUHP.

Abortus jenis ini dicantumkan tegas dalam Pasal 347 KUHP. R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab

17P.A.F Lamintang, Putusan Hoge Raad, Tahun 1979, hal. 206.

(34)

23 Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”.18 merumuskannya sebagai berikut :

“Pengguguran kandungan (abortus) dengan cara ini dengan maksud untuk melindungi perempuan yang mengandung karena ada kemungkinan menggangu kesehatannya atau keselamatannya terancam”.

Dengan memperhatikan rumusan Pasal 347 KUHP dapat dikemukakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut :

 Subyeknya orang lain.

 Dengan sengaja.

 Menggugurkan atau mematikan kandungannya.

 Tanpa izin perempuan yang digugurkan kandungannya itu.

Adapun pengguguran kandungan (abortus) yang dilakukan oleh orang lain tersebut tanpa izin perempuan yang digugurkan kandungannya itu sehingga perempuan tersebut meninggal. Oleh Karena itu, ancaman pidananya diperberat atau ditambah menjadi hukuman penjara lima belas tahun menurut Pasal 347 ayat 2 KUHP.

18R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Tahun 1985, hal. 243.

(35)

24 3. Orang yang melakukan dengan persetujuan perempuan itu

menurut Pasal 348 KUHP

Pengguguran kandungan (abortus) ini diatur dalam Pasal 348 KUHP sebagaimana yang dirumuskan oleh R.

Soesilo19 sebagai berikut :

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Di dalam pasal ini sudah barang tentu tidak lagi akan mengulangi perlindungan hukum terhadap nyawa janin maupun kesehatan, nyawa perempuan, melainkan lebih ditujukan atas perlindungan pihak ketiga atau kesusilaan, karena meskipun dengan persetujuan perempuan itu ada suatu keperluan diluar dirinya yang harus diperhatikan.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 348 KUHP adalah sebagai berikut :

 Subyeknya adalah orang lain.

 Menggugurkan atau mematikan kandungan.

 Dengan izin perempuan yang digugurkan kandungannya.

4. Bagi orang-orang tertentu diberikan pemberatan pidana dan pidana tambahan menurut Pasal 349 KUHP.

19Ibid, hal. 244.

(36)

25 Di dalam Pasal 349 KUHP ini, mengatur mengenai orang-orang tertentu yang pidananya diperberat. Adapun orang-orang tertentu yang dimaksud dalam rumusan Pasal 349 KUHP menurut R. Soesilo20 adalah sebagai berikut :

“Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam Pasal 346 KUHP atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu”.

Berdasarkan uraian mengenai rummusan Pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP yang mengatur mengenai macam-macam pengguguran kandungan (abortus), maka adapun juga unsur-unsur pokok yang terdapat didalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP adalah sebagai berikut :

a. Adanya perempuan yang mengandung atau hamil.

b. Perempuan yang buah kandungannya hidup.

c. Kandungan itu digugurkan atau dimatikan atau menyuruh untuk itu dengan sengaja.

1) Adanya wanita yang mengandung atau hamil.

Menurut pasal-pasal tentang pengguguran kandungan (abortus) provocatus criminalis, diisyaratkan adanya wanita yang mengandung, yang harus dibuktikan adanya. Dalam hal ini, menjadi kewajiban ilmu kedokteran untuk dapat menetapkan kapan, dan adanya perempuan hamil. Pengetahuan kedokteran yang teknis dan

20 Ibid.

(37)

26 penyidikan kedokteran dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting.

2) Perempuan yang buah kandungannya hidup.

Jika diperhatikan isi dari Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP tidak disebut dengan jelas tentang hal itu. Oleh karena itu, undang- undang tidak menyebutkan dengan jelas, sebagaimana lazimnya terdapat pendapat yang berbeda-beda. Di satu pihak berpendapat, oleh karena undang-undang tidak merumuskan dengan dengan jelas, maka tidak perlu dipersoalkan buah kandungan yang digugurkan atau dimatikan, masih hidup atua sudah mati, semua itu termasuk dalam perbuatan pengguguran kandungan (abortus).

P.A.F. Lamintang dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pidana Indonesia”21 mengemukakan suatu putusan Hoge Raad sebagai berikut :

“Hoge Raad 20 Desember 1943, 1944 No. 232 yaitu alat-alat pembuktian yang disebutkan oleh hakim di dalam putusannya haruslah dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa perempuan itu hamil dan mengandung anak yang hidup dan bahwa bertuduh mempunyai maksud untuk dengan sengaja menyebabkan gugur atau meninggalnya anak tersebut”.

Kemudian R. Soesilo22 mengemukakan sebagai berikut :

“Cara mengugurkan atau membenuh kandungan itu rupa-rupa, baik dengan obat yang diminum, maupun alat-alat yang

21Ibd.

22Ibid, hal. 243.

(38)

27 dimasukkan melalui anggota kemaluan menggugurkan kandungan yang sudah mati, tidak dihukum demikian pula tidak dihukum orang yang untuk membatasi kelahiran anak mencegah terjadinya kehamilan (Mathusianisme)”.

3) Kandungan itu digugurkan atau dimatikan atau menyuruh untuk itu dengan sengaja

Perbuatan ini lebih cenderung kepada masalah hubungan kausal dan masalah sikap batin yaitu gugurnya kandungan adalah musabab dari perbuatan yang disengaja itu.

Untuk membedakan abortus dengan pembunuhan anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 341 KUHP supaya dapat diketahui perbedaan-perbedaan yang terdapat dikedua hal tersebut, maka terlebih dahulu perlu diketahui apa yang dimaksud dengan pembunuhan anak, unsur-unsur yang terkandung di dalamnya agar lebih jelas perbedaan abortus dan pembunuhan anak itu sendiri :

Pasal 341 KUHP menentukan bahwa :

“Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak, dihukum karena makar mati terhadap anak (kinderdoodsleg) dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun”.

(39)

28 Dali Mutiara dalam bukunya yang berjudul “Kejahatan dan Pelanggaran Kriminal Sehari-hari”23 memberikan rumusan sebagai berikut :

“Yang dinamakan pembunuhan bayi (Kinderdoodsleg) yaitu ibu yang dengan sengaja membunuh anak yang baru dilahirkan dengan tidak memikirkan panjang lebar terlebih dahulu oleh rasa takut bahwa orang lain akan tahu bahwa ia melahirkan bayi”.

Pembunuhan anak yang diatur dalam Pasal 341 KUHP sesuai dengan pengertian tersebut diatas dan menitik beratkan dari segi kesengajaan pembunuhan bayi yang telah dilahirkannya, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya.

Unsur-unsur yang terpenting dalam pembunuhan anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 341 KUHP mengenai pembunuhan biasa anak adalah :

 Pembunuhan anak dilakukan pada waktu dilahirkan atau sebentar setelah dilahirkan.

 Pembunuhan dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri.

 Anak itu lahir dalam keadaan hidup.

 Perbuatan dan sikap ibunya itu dilakukan karena terdorong oleh rasa takut atau malu karena diketahui tentang kelahiran dari anaknya itu.

Wirjono Projodikoro dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”24, mengemukakan adanya perbedaan antara pembunuhan anak dengan pengguguran kandungan (abortus) sebagai berikut :

23Dali Mutiara, Kejahatan dan Pelanggaran Kriminal Sehari-hari, Tahun 1957, hal. 67.

24Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Tahun 1980, hal. 77.

(40)

29

“Bahwa pembunuhan anak harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam pengguguran kandungan (abortus), apa yang keluar dari tubuh ibu adalah suatu kandungan, yang hidup tetapibelum menjadi (Onvolidragen Vrucht) atau bayi yang sudah mati (Voldragem Vrucht). Perbedaan inilah juga yang bembedakan maksimum hukuman pada pengguguran kandungan (abortus) 4 (empat) tahun kurang dari pembunuhan anak 7 (tujuh)”.

Selain dari perbedaan di atas, masih ada perbedaan lain yang menjadi perbedaan pokok antara pembunuhan anak dan pengguguran kandungan (abortus) yaitu alasan yang mendorong terjadinya perbedaan pidana, baik yang tercantum di dalam Pasal 341 dan 342 KUHP maupun yang terdapat di dalam Pasal 346 KUHP.

Sehubungan dengan adanya perbedaan tersebut di atas, maka Wirjono Projodikorodalam bukunya yang berjudul “Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”25 mengemukakan sebagai berikut :

“Dalam hal abortus tidak diperdulikan alasan-alasan apa yang mendorong si ibu untuk melakukan, jadi tidak seperti dalam hal pembunuhan anak. Dimana disebutkan alasan atau suatu ketakutan si ibu akan diketahui lahirnya si anak”.

Dalam merumuskan ancaman pidananya, pembentuk undang-undang hanya memberi batasan maksimal, yaitu 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Dengan demikian, juka seseorang pelaku abortus provocatus criminalis yang terbukti bersalah di depan pengadalin maka akan, dijatuhi hukuman pidana minimal 10 bulan dan denda Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

25Ibid.

(41)

30 2.2 Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Di Luar

KUHP Di Indonesia

Dalam pengertian medis, aborsi adalah terhentinya kehamilan dengan kematian dan pengeluaran janin pada usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar kandungan secara mandiri.26 Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah „aborsi‟, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Dalam kaitannya dengan hal ini, Suryono Eko Tama, dkk mengemukakan pendapat sebagai berikut :

“Dari segi medis, tidak ada batasan pasti kapan kandungan dapat digugurkan. Kandungan perempuan dapat digugurkan kapan saja sepanjang ada indikasi medis untuk menggugurkan kandungan itu.

Misalnya diketahui anak yang akan lahir mengalami cacat berat atau atau si ibu menderita sakit jantung ayang sangat berbahaya sekali untuk keselamatan jiwanya pada saat melahirkan nanti. Sekalipun janin itu sudah berusia 5 bulan atau 6 bulan, pertimbangan medis membolehkan dilakukan abortus provocatus”.27

Abortus Provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus. Dalam kamus Latin-Indonesia sendiri abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau abortus provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.28 Dengan kata lain “Pengeluaran” itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik, obat atau cara lainnya.

26Lilien Eka Candra, Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi sama dengan Kriminal, Lifestyle, Mei 2006, hal.10.

27Suryono Eko Tama, dkk, Op.Cit,hal. 35.

28Kusmaryanto , SC, Kontroversi Aborsi, Gramedia WIdiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 203.

(42)

31 Demikian antara lain pengertian aborsi atau pengguguran kandungan, baik menurut ilmu kedokteran, pengertian umum, maupun pengertian menurut ilmu hukum, bahwa pengguguran kandungan itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan atau dilakukan sebelum waktunya.

Jenis-jenis aborsi

Proses abortus dapat berlangsung dengan cara :

 Spontan/alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun);

 Buatan/sengaja (aborsi yang dilakukan sengaja);

 Terapeutik/medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medis karena terdapatnya suatu permasalahan/komplikasi).29

Abortus secara medis dapat dibagi menjadi dua macam :

 Abortus Spontaneus, adalah aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata- mata disebabkan oleh faktor alamiah.

Rustam Mochtar dalam Muhdiono menyebutkan macam- maam aborsi spontan :30

a) Abortus Completes, (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehinga rongga rahim kosong.

29Lilien Eka Candra, Loc.Cit.

30 Rustam Mochtar dalam Muhdiono, Aborsi Menurut Hukum Islam (Perbandingan madzab imam syafi’I dan madzab hanafi), Skripsi , UIN Yogyakarta, 2002, hal. 211.

(43)

32 b) Abortus Inkopletus, (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta.

c) Abortus Iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan anti pasmodica.

d) Missed Abortion, keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.

e) Abortus Habitulis, atau keguguran berulang adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

f) Abortus Infeksious dan Abortus Septic, adalah abortus yang disertai infeksi genital.

Kehilangan janin tidak disengaja biasanya terjadi pada pada kehamilan usia muda (satu sampai tiga bulan). Dapat terjadi karena penyakit antara lain : demam, panas tinggi, ginjal, TBC, spesilis atau karena kesalahan genetik. Pada aborsi spontan tidak jarang janin keluar dalam keadaan utuh.31 Kadangkala kehamilan seorang wanita dapat gugur dengan sendirinya tanpa ada suatu

31Yayasan Pengembangan Pedesaan, Kesehatan Reprosuksi, cet.1, Danar Wijaya, Malang, 1997, hal. 141.

(44)

33 tindakan ataupun perbuatan yang disengaja. Hal ini, sering disebut dengan “keguguran” atau aborsi spontan. Ini sering terjadi pada ibu-ibu yang masih hamil muda, dikarenakan suatu akibat yang tidak disengaja dan diinginkan ataupun karena suatu penyakit yang dideritanya. Dalam usia yang sangat muda keguuguran dapat saja terjadi, karena aktivitas ibu yang mengandung terlalu berlebihan, stress berat, berolahraga yang membahayakan keselamatan janin seperti bersepeda dan sebagainya.

 Abortus Provocatus, adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

Abortus Provokatus merupakan istilah lain yan secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Fact Abortion,

“Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies and Action”.

, Maret 1991, dalam istilah kesehatan “aborsi aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi Rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu”.32 Di Indonesia belum ada batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). “Aborsi didefinisikan sebagai terjadinya keguguran

32http//www.lbh-apik.or.id/fact-32.,htm, Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, diakses Tanggal 22 April 2010.

(45)

34 janin, melakukan aborsi sebagai pengguguran kandungan (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi yang dikandung itu)”.33

Berkaitan dengan masalah aborsi di Indonesia telah mengatur hal-hal tentang aborsi yaitu di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mana terdapat di dalam Pasal 29, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, Pasal 349. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya dalam Pasal 15.

Pasal 15 UU No. 23 Tahun 1992 :

1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan medis tertentu.

2) Tindakan medis tertentu sebagai mana dimaksudkan dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut :

a) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

b) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

c) Pada sarana kesehatan tertentu, sementara itu dalam penjelasan resmi dari ayat (1) itu dakatakan bahwa : “Tindakan

33JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zair, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996, hal. 15.

(46)

35 medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilaranag karena bertentangan dengan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan”.

Namun, dalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu.

Sedangkan di dalam UU No. 23 Tahun 1992, terdapat beberapa hal yang dapat di uraikan sebagai berikut :

1) Aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya, jadi, aborsi yang dilakukan karena alasan lain, jelas-jelas dilarang. Alasan lain ini misalnya bayi cacat, jenis kelaminnya tidak sesuai dengan yang diinginkan orang tuanya, kehamilan tidak dikehendaki, (bias termasuk perkosaan), incest, gagal KB , dan lain sebagainya.

2) Yang sering disebut-sebut sebagai indikasi medis, sebenarnya tidak secara langsung disebutkan oleh UU itu,tetapi tafsir Pasal 15 ayat (1) itu kemudian diperluas menjadi indikasi medis. Namun, jelas bahwa tafsir dan kontroversi Pasal 15 ayat (1) itu sangat aneh, sebab disitu berarti bahwa kemungkinan indikasi medis itu untuk menyelamatkan janin. Padahal hasil aborsi adalah kematian janin, bukan untuk menyelamatkan janin. Indikasi medis ini sangat terbatas, yakni hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat sebagai unpaya untuk menyelamatkan nyawa ibu (dan anaknya).

Indikasi medis yang tidak membahayakan nyawa ibu , tidak boleh

(47)

36 menjadi alasan untuk menggugurkan kandungan, sebab ia tidak membahayakan nyawa ibu.

3) Indekasi medis itu tidak sama dengan indikasi kesehatan. Oleh karena itu, alasan demi kesehatan baik ibu maupun janin tidak boleh menjadi alasan untuk aborsi. Misalnya, ibu yang mengandung dan kesehatannya terganggu, tetapi gangguan itu tidak mengancam nyawanya, maka ini tidak menjadi alasan untuk melakukan aborsi.

4) Rumusan undang-undang ini dirasakan tidak mencukupi untuk menyelesaikan masalah aborsi dewasa ini. Sebab, UU kesehatan tidak sejalan dengan KUHPidana yang menyatakan segala macam aborsi dilarang, sedangkan dalam UU kesehatan abortus medicalis trapiticus bisa dilakukan. Padahal kedua-duanya berlaku di Indonesia.

Mencermati ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 khususnya Pasal 75 ayat (2) huruf b yang mengatur tentang aborsi karena alasan darurat dalam hal ini adalah adanya trauma psikologis yang dialami oleh wanita hamil sebagai akibat tindak pidana perkosaan yang dialaminya. Pada akhirnya penyelesaian kasus tersebut sangat tergantung para penegak hukum untuk menegakkan keadilan terutama bagi perempuanyang jelas-jelas berkedudukan sebagai korban perkosaan.

Pendapat ahli hukum masa kini, sudah seharusnya menjadi pertimbangan dalam rangka menjatuhkan pidana, jadi tidak semata-mata didasarkan pada bunyi undang-undang, akan tetapi juga memperhatikan latar belakang

(48)

37 perbuatan dilakukan. Hal ini, pun dalam proses pembuktiannya juga tidak mudah, Karena harus dibuktikan lebih dahulu perkosaannya.

Dengan demikian, alasan psikologis tidak cukup dijadikan alasan aborsi apabila tindakan perkosaan tidak dapat dibuktikan atau tidak terbukti.

Mengingat dewasa ini perkosaan tidak hanya murni dilakukan oleh orang yang benar-benar belum pernah dikenal oleh korban, tetapi juga telah dikenal sebelumnya bahkan memiliki hubungan dekat dengan korban.

Apabila aborsi karena perkosaan dijadikan pengecualian sebagaimana alasan medis, maka kriteria dijadikan pengecualian harus benar-benar jelas dan tegas, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, akibatnya aborsi marak dilakukan. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 memperbolehkan praktek aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan dengan persyaratan dilakukan oleh tenaga yang kompenten, dan memenuhi ketentuan agama dan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan yang dialami oleh seorang wanita akan menimbulkan derita fisik, psikis dan sosial pada dirinya. Penderitaan tersebut akan terus berlanjut apabila korban ternyata mengalami kehamilan. Berbeda dengan kehamilan yang tidak dikehendaki lainnya, misalnya kegagalan dalam penggunaan alat kotrasepsi dalam Keluarga Berencana (KB) atau dalam hubungan seks pranikah. Kehamilan karena perkosaan lebih sulit dan berat diterima oleh perempuan atau keluarganya.

Sebenarnya korban perkosaan yang hamil dapat memilih satu dari dua alternatif untuk menyikapi kondisinya tersebut, meneruskan kehamilan

(49)

38 yang tidak dikehendaki atau melakukan abortus provocatus, tentu dengan masing-masing resiko. Apabila memilih meneruskan kehamilannya, ia harus siap menjadi orang tua tunggal tanpa suami, disamping itu secara sosiologis hal tersebut merupakan pilihan yang berat mengingat kondisi sosialkultural masyarakat Indonesia yang masih memandang rendah, bahkan menabuhkan seorang perempuan yang hamil tanpa suami sah. Sedangkan jika alternatif kedua yang dipilih, resiko keselamatan jiwa bisa terancam. Kalaupun abortus provocatus dapat dilakukan dengan selamat, ancaman sanksi pidan asudah menghadang apabila terbukti abortus provocatus yang dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana di tentukan dalam undang-undang.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlindungan hukum terhadap perempuan yang diberikan terhadap perempuan korban perkosaan yang melakukan pengguguran kandungan (abortus provocatus) menjadi hak dari perempuan tersebut. Artinya pengguguran kandungan (abortus provocatus) yang dilakukan oleh perempuan korban perkosaan diperbolehkan. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, salah satu pengecualian terhadap peremouan untuk melakukan aborsi adalah kehamilan akibat perkosaan yang mengakibatkan trauma psikologis bagi perempuan korban perkosaan tersebut. Tekanan psikologis yang dialami oleh perempua yang mengadung karena perkosaan, dapat dimasukkan sebagai indikasi medis untuk melakukan pengguguran kandungan asalkan memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, sebagai dasar hukum melegalkan tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan oleh korban perkosaan, termasuk mereka dalam

(50)

39 hal ini, adalah tenaga kesehatan yang berkompenten dan memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk melakukan pengguguran kandungan.

Dengan demikian, Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang mengatur tentang abortus provocatus medicalis tetap dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan berbeda dengan rumusan abortus provocatus criminalis menurut KUHP.

(51)

40 BAB III

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

3.1 Mekanisme Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia Berdasarkan KUHP

Pada ketentuan Pasal 13 huruf (b) UU No. 2 Tahun 2002, disebutkan bahwa salah satu tugas pokok Kepolisian adalah untuk menegakkan hukum selanjutnya pada Pasal 14 ayat (1) huruf (g) disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : …….melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnnya.”

Berkaitan dengan wewenang penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian, Pasal 15 ayat (1) UU No. 2 Tahun menyebutkan bahwa :

Dalam rangka menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

1) Menerima laporan dan/atau pengaduan (huruf a);

2) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan (huruf f);

3) Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian (huruf g);

4) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang (huruf h);

5) Mencari keterangan dan barang bukti (huruf i).

40

(52)

41 Selanjutnya Pasal 16 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa :

Dalam rangka menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang :

a) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

c) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksan tanda pengenal diri;

e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

Dalam menanggulangi masalah kejahatan, tentunya diperlukan partisipasi masyarakat untuk melaporkannya pada pihak yang berwajib dalam hal ini adalah penyelidik, yaitu “Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berwenang melakukan penyelidikan” (Pasal 4 KUHAP).

(53)

42

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini” (Pasal 1 butir 5 KUHAP), atau secara sederhana dapat didefinisikan bahwa penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik guna mengumpulkan data-data tentang suatu peristiwa yang diduga tindak pidana, guna menentukan apakah peristiwa yang diselidiki itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana itu tersedia data dan faktanya untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan. Di dalam organisasi kepolisian di pakai istilah reserse yan tugas utamanya tentang penerimaan laporan dan pengaturan serta menyetop orang yang dicurigai untuk diperiksa.

Kalau dihubungkan dengan teori hukum acara pidana Van Bemmelen, tahap penyelidikan ini maksudnya ialah tahap pertama dalam tujuh tahap hukum acara pidana, yang berarti mencari kebenaran.34

Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri yang terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu atau metode atau merupakan sub dari pada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian penyidikan dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.

Latar belakang, motivasi, dan urgensi diintroduksikan fungsi penyelidikan antara lain adanya perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan

34KUHAP.

(54)

43 penyidikan dengan konsekuensi digunakannya upaya paksa, perlu ditentukan terlebih dahulu berdasarkan pada data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi memang benar sebagai peristiwa tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan kepada proses penyidikan. Jadi, sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan terlebih dahulu tindakan penyelidikan untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup guna dapat dilakukan tindak lanjut yang berupa penyidikan.

Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 5 KUHAP, penyidik berwenang :

a. Karena ditentukan oleh undang-undang untuk :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

2) Mencari keterangan dan barang bukti.

3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

b. Atas perintah penyidik, penyidik dapat melakukan tindakan berupa :

1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan.

2) Pemeriksaan dan penyitaan surat.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Berdasarkan prosedur tersebut di atas, struktur pembahasan dalam deskripsi teoretik meliputi: (1) Mengidentifikasi dan mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang relevan

Dari latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: Jenis-jenis tumbuhan epifit berkhasiat obat apa sajakah yang terdapat di sepanjang

Dan pada kelompok yang diberi air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) P1 dengan konsentrasi sebesar 25% sudah menunjukkan diameter zona hambat, sehingga pada

Hasil dari penelitian ini ialah, pengetahuan pajak dan modernisasi administrasi pajak berpengaruh secara positif dan signifikan; manfaat pajak, sanksi pajak, sosialisasi pajak dan

Seluruh dosen dan staf Prodi Manajemen Universitas Bakrie yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama proses perkuliahan berlangsung.. Bapak Sulaeman selaku

Dari data hasil penelitian pada tabel 4.5 dan diagram network pada lampiran 13 yaitu setelah dilakukan perhitungan dengan cara forward dan backward didapatkan

Istilah gangs (geng) ini sejak lama telah digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok berkisar dari “play group” (kelompok bermain di masa kanak-kanak dan