• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAUH KONVERSI LAHAN TERHADAP TINGKAT

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PETANI

7.1 Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani

Lahan pada hakekatnya merupakan aset terpenting bagi petani Desa Candimulyo karena merupakan sumber mata pencaharian utama bagi petani tersebut. Namun, ketika lahan ini kemudian dikonversi fungsinya ke penggunaan nonpertanian, logikanya sumber matapencaharian bagi petani tersebut juga turut terkonversi dari pertanian ke non pertanian. Di desa Candimulyo, banyak petani terutama petani berlahan sempit yang telah mengkonversikan lahannya menjadi tambang pasir dan batu, dengan alasan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Tingkat kesejahteraan (welfare) merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu. Menurut Yosep seperti yang dikutip Maharani (2006), kesejahteraan itu bersifat luas yang dapat diterapkan pada skala sosial besar dan kecil misalnya keluarga dan individu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum tentu dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain.

Masyarakat Desa Candimulyo mendefinisikan makna sejahtera dalam sebuah rumahtangga yaitu rumahtangga yang telah berhasil memenuhi

kebutuhan sehari-hari (primer) seluruh anggotanya (kebutuhan sandang, pangan, papan) baik pada hari tersebut maupun untuk hari-hari berikutnya serta kebutuhan penunjang (sekunder) misalnya pendidikan, kendaraan, dan perabotan rumah. Masyarakat akhirnya menentukan indikator kesejahteraan sebuah rumahtangga berdasarkan definisi tersebut yaitu, sebuah rumahtangga dapat dikatakan sejahtera apabila pendapatan rumahtangganya telah dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam hal sandang, papan, dan pangan, memiliki kendaraan bermotor, serta mampu menyekolahkan anaknya.

Sebaliknya, salah seorang tokoh masyarakat berpendapat bahwa kesejahteraan sebuah rumahtangga tidak hanya dapat diukur dari unsur materi saja. Tetapi juga ada unsur rohani yang harus diperhitungkan. Berikut penjelasan tokoh masyarakat tersebut, sebut saja Ustaz Isman, 49 tahun, terkait masalah ini:

Bagi saya, kesejahteraan itu bukanlah memiliki kekayaan harta semata, tetapi lebih kepada ketenangan batin. Memang sih, kebanyakan warga desa ini menganggap bahwa, sejahtera itu berarti bisa hidup serba mencukupi. Tapi, kadang-kadang manusia itu kan tidak pernah merasa puas dengan apa yang didapatnya. Berarti dia belum mensyukuri apa yang didapatkannya. Nah, menurut saya, ini bukanlah tergolong sejahtera. Kalo menurut saya, sejahtera itu adalah merasa cukup dengan apa yang didapatkannya walaupun hanya sedikit yang didapatkannya.”

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, kesejahteraan dapat diukur dengan indikator materi. Mereka beranggapan bahwa, ketenangan batin yang dimaksud Ustaz Isman dapat terwujud ketika kebutuhan jasmani dan materi telah tercukupi. Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat Desa Candimulyo, khususnya petani giat membanting tulang demi memenuhi tuntutan kesejahteraan. Walau bagaimanapun, mereka tidak bisa berbuat banyak karena hanya lahan-lahan sempit itulah kunci kesejahteraan mereka. Dengan demikian, mereka mencoba ingin mengubah nasib mereka dengan mengubah pula fungsi lahan mereka dari penggunaan di bidang pertanian menjadi tambang pasir dan batu.

Minimnya penghasilan yang didapat dari bercocok tanam akhirnya membuat para petani pemilik lahan terutama lahan sempit berinisiatif mengubah fungsi lahan pertanian mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Menurut warga sekitar pertambangan, penggalian itu sudah mulai terjadi sejak tujuh tahun silam yang berawal dari seorang petani yang tidak sengaja menemukan pasir dan batu di lahannya pada saat sedang mencakul. Petani tersebut terus mencangkul ke dalam, dan semakin banyak pasir yang muncul. Akhirnya, petani tersebut berinisiatif untuk menjual pasir tersebut ke pengusaha bahan bangunan. Melihat hasil yang memuaskan, dia terus melakukan hal yang sama dari tahun ke tahun. Kini petani tersebut, sebut saja Pak Supyan, menjadi seorang yang kaya raya dengan penghasilannya yang milliaran. Berikut penjelasan seorang warga yang mengetahui keadaan petani tersebut (Pak Ahmad Sujadi, 51 tahun):

“Sebenarnya, penggalian pasir dan batu ini berawal dari Pak Supyan. Dulu dia orang yang nggak punya apa-apa (miskin). Punya lahan pun nggak nyampe seribu meter. Udah gitu, jumlah tanggungannya banyak pula. Sepertinya buat nyukupin kebutuhan sehari-hari saja kurang. Tapi sekarang, dia sudah bisa dibilang menjadi orang yang paling kaya di desa ini. Gimana nggak, penghasilan dari galian pasir di lahannya sehari saja bisa buat nyukupin kebutuhan keluarga untuk seminggu. Melihat Keuntungan yang didapat Pak Supyan, petani-petani terutama yang lahannya sempit mencoba-coba mencangkul lahannya dengan harapan ada pasirnya.”

Fenomena penggalian pasir dan batu di lahan pertanian yang telah terjadi lebih dari tujuh tahun silam ini pada akhirnya memberi perubahan yang signifikan pada petani khususnya dilihat dari aspek sosial ekonomi. Dilihat dari sisi ekonomi, perubahan tersebut terlihat dari sikap konsumtif masyarakat. Petani yang awalnya mangalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, setelah mengkonversi lahan dapat memenuhi kebutuhan sekunder seperti kendaraan dan perabotan rumah. Kini, para pemilik tanah yang dikonversi tersebut tidak lagi berjalan kaki untuk menuju ke lahan mereka melainkan

mengendarai sepeda motor yang mereka beli dari hasil galian pasir dan batu tersebut. Anak-anak usia sekolah yang awalnya terlantar karena penghasilan orang tuanya sebagai petani tidak mampu untuk membiayai pendidikan mereka, kini mereka bisa mengenyam pendidikan layaknya anak-anak mampu lainnya. Memiliki telepon seluler sudah menjadi hal biasa bagi petani-petani ini.

Selain itu, masalah pengangguran yang sering diperdebatkan kini sedikit teratasi dengan adanya pertambangan pasir dan batu ini. Banyak anak muda yang tadinya malas untuk ke kebun atau sawah, kini banyak yang berminat menjadi buruh pertambangan. Tidak saja anak usia remaja, bahkan ada juga anak-anak usia SD ikut menjadi buruh pertambangan ini. Anak-anak yang hanya luntang-lantung karena tidak sekolah, kini turut bergabung mengadu nasib di pertambangan ini.

Jika dilihat dari aspek sosial, perubahan terlihat pada interaksi antar sesama masyarakat terutama masyarakat petani. Awalnya, para petani sering mengeluh dengan sikap sebagian masyarakat yang menurut mereka kurang bermoral. Hal ini karena, hasil panen yang mereka tinggalkan untuk dijemur di lahan mereka dalam beberapa hari seringkali hilang. Dengan demikian, para petani ini terpaksa menginap di lahan untuk menjaga hasil panen mereka. Namun setelah adanya pertambangan ini, tidak ada lagi keluhan dari para petani tentang kehilangan hasil panen mereka. Sekarang mereka sudah lebih tenang walaupun meninggalkan hasil panen mereka selama beberapa hari.

Saya merasa senang sejak adanya galian pasir dan batu ini. Dulu waktu belum ada galian ini, paling nggak kalo habis panen, saya harus nginep di lahan saya selama tiga hari. Soalnya hasil panen saya sering hilang. Kadang jagung 10 karung tinggal delapan karung. Saya curiga, pasti yang mencuri tetep orang-orang sini yang pada nganggur. Tapi sekarang mau ditinggal seminggu juga aman.” (Pak Warsidi, 58 tahun)

Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Candimulyo terutama petani yang mengkonversi lahan semakin baik.

Penjelasan di atas dapat membuktikan hipotesis penelitian ini bahwa ada hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Hal ini karena, para petani yang telah mengkonversi lahan pada umumnya telah berhasil memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka jika dilihat dari aspek ekonomi dan sosial. Dengan demikian, pada kasus konversi lahan di Desa Candimulyo ini, tingkat kesejahteraan rumahtangga petani dipengaruhi oleh pengubahan fungsi lahan pertanian mereka menjadi tambang pasir dan batu khususnya bagi para petani berlahan sempit.

Nilai hubungan tersebut dapat dibuktikan melalui perhitungan statistik. Untuk menguji hubungan antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani dengan perhitungan statistik, digunakan indikator kesejahteraan menurut masyarakat setempat mengingat sulitnya memperoleh data terkait pola konsumsi rumahtangga. Dari hasil survei pada 30 responden, nilai hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Petani yang Mengkonversi Lahan dan Tingkat Kesejahteraan

Tingkat Kesejahteraan Konversi Lahan

Sejahtera Tidak Sejahtera Total

Konversi 8 0 8

Tidak Konversi 7 15 22

Total 15 15 30

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Dapat dilihat pada tabel bahwa, dari delapan petani yang mengkonversi lahan, semuanya tergolong sejahtera. Sedangkan dari 22 petani yang tidak mengkonversi lahan, hanya tujuh petani yang tergolong sejahtera. Kita dapat melihat bahwa tidak ada

satupun petani yang telah mengkonversikan lahannya yang tergolong tidak sejahtera.

Analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis chi-square. Analisis chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara konversi lahan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.001 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 (α = 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa, pada kasus konversi lahan di desa ini, petani akan lebih sejahtera apabila mereka mengkonversikan lahan mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Hal ini karena, jika dilihat dari perspektif ekonomi, hasil dari penggalian pasir dan batu tersebut selain tidak membutuhkan biaya yang banyak, tetapi juga lebih menguntungkan. Hasil tersebut juga dapat dirasakan setiap harinya. Sedangkan untuk kegiatan pertanian, selain harus mengeluarkan biaya yang besar, hasilnya hanya dapat dirasakan setelah menunggu masa panen yang paling tidak tiga sampai empat bulan sekali.

"Sekarang kalau lahan itu ditanami jagung atau tembakau, sulit dijadikan sandaran untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Panen tembakau belum tentu ada hasilnya, itu pun setahun sekali. Panen jagung hanya cukup untuk makan sehari-hari, kadang kurang, Namun, bila lahan itu dijadikan pertambangan pasir dan batu, hanya duduk saja para petani ini bisa mengeruk keuntungan Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari."(Pak Warisman, 30 tahun)

Hasil survei yang menunjukkan bahwa konversi lahan yang dilakukan di Desa Candimulyo meningkatkan kesejahteraan petani sedikit dipaparkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Contoh Hasil Survei terhadap Responden tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konversi Lahan dan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani

Konversi Kesejahteraan Tingkat No Nama Usia Pendi-dikan Jumlah

Tang-gungan Luas Lahan (ha) Tingkat Keter-

gantungan ya tidak Sejahtera Tidak sejahtera 1 Hermanto 35 Sekolah Tidak 6 0.13 tinggi √

2 Ismail 48 Tamat SD 4 0.25 tinggi √ 3 Muhalim 52 Tamat SD 5 0.25 tinggi √ 4 Kusbari 32 Sekolah Tidak 5 0.15 tinggi √

5 Sakurman 42 Tamat SD 4 0.15 rendah √ 6 Komar 45 Sekolah Tidak 4 0.5 tinggi √

7 Witnyo 43 Sekolah Tidak 4 0.25 tinggi √ 8 Ashuri 54 Tamat SD 2 2 tinggi

9 Sodiqin 38 Sekolah Tidak 4 0.1 tinggi √ 10 Muhyanto 45 Tamat Tidak

SD

4 0.07 tinggi √

11 Wiyatmo 48 Tamat SD 5 0.5 tinggi √

12 Sukardi 48 Sekolah Tidak 4 0.25 tinggi √ 13 Moh. Isman 49 Tamat SD 3 0.5 tinggi √

14 Warisman 30 Tamat SD 6 0.25 tinggi √

7.2 Dampak Konversi Lahan di Desa Candimulyo.

Perubahan penggunaan lahan dari bidang pertanian ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Desa Candimulyo pada kenyataannya tidak hanya memberi dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Dampak positif dari konversi lahan tersebut antara lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan pola hidup mereka yang kini berubah menjadi masyarakat yang konsumtif.

Selain itu, dampak positif yang dirasakan masyarakat setempat setelah adanya konversi lahan ini adalah tingkat keamanan yang meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah petani yang mengalami kecurian hasil panennya. Hal ini diakibatkan oleh bekurangnya tingkat pengangguran karena kebanyakan masyarakat yang pada awalnya menganggur kini ikut bekerja menjadi buruh penambangan pasir dan batu. Di samping itu, gejala negatif remaja misalnya kluyuran, turut berkurang karena para remaja tersebut sangat berkeinginan memiliki uang dengan keringat sendiri. Dengan demikian, para remaja tersebut juga ikut mengadu nasib dengan menjadi buruh pertambangan pasir dan batu.

Tidak hanya dampak positif yang ditimbulkan oleh kegiatan konversi lahan ini, tetapi juga dampak negatif. Ditinjau dari perspektif sosial, dampak negatif yang sekarang dirasakan adalah perubahan sikap sebagian masyarakat yang selalu ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Hal ini ditunjukkan dari masyarakat yang memiliki lahan di sekitar tambang pasir dan batu tersebut yang berusaha mengambil bagian keuntungan dari proses penggalian itu. Menurut informasi salah seorang masyarakat yang mengeluhkan masalah ini, ketika lahan galian tersebut bersebelahan dengan lahan yang tidak digali, milik orang lain, maka yang memiliki lahan yang tidak digali tersebut dapat meminta bagian dari hasil galian dengan alasan lahan mereka jadi rusak karena sering dilewati para penggali. Berikut penjelasannya (Pak Surjoyo, 47 tahun):

“Sekarang masalah galian ini sudah jadi ribet. Orang-orang yang nggak punya lahan galian kadang-kadang suka ngiri. Sampai-sampai, mereka meminta bagian dari hasil galian bagi yang lahannya bersebelahan dengan lahan galian. Bisa-bisa, ada yang meminta semeter persegi lahan galian sebagai bagiannya.”

Selain itu, dampak yang paling terlihat akibat penambangan pasir dan batu ini adalah dampak bagi lingkungan. Akibat penambangan tersebut, lahan pertanian menjadi rusak. Untuk mengambil batu dan pasir, lahan pertanian dikeruk dan dikepras hingga setinggi 14 meter. Pemerintah pernah berkali-kali mengingatkan para petani tersebut agar berhenti mengeruk karena dapat membahayakan tidak hanya bagi mereka, tetapi juga bagi masyarakat sekitar pertambangan. Namun, peringatan-peringatan ini tidak pernah diabaikan. Mereka terus mengeruk lahan-lahan tersebut sampai jauh ke dalam, mendekati kaki Gunung Sindoro. Alasan mereka adalah, jika mereka tidak mengeruk lahan ini, mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Wawancara dengan salah seorang pelaku penggalian yang mengaku pernah diingatkan oleh pemda setempat memberikan gambaran betapa pentingnya penggalian pasir dan batu ini bagi mereka.

“Ya pemerintah sih nggak cuma sekali ngingetin kami. Mereka bilang, kembali saja ke pertanian, itu lebih baik. Saya berhenti bertani kan gara-gara hasil panen saya sering nggak ada harganya. Mereka tetep tinggal diam. Kalo mereka mau kita berhenti, mereka mau ngasih kita makan? Wong ini lahan saya kok.” (Pak Sodikin, 38 tahun)

Campur tangan pemerintah dalam hal ini dirasa tidak berguna karena menurut petani-petani ini, mereka hanya pandai berbicara, tapi tidak ada implementasinya. Pemerintah hanya menyuruh mereka untuk berhenti menggali tetapi tidak ada solusi untuk mengatasi pengangguran, atau setidaknya mengatasi masalah pemasaran hasil pertanian yang selama ini dikeluhkan. Akhirnya, petani-petani penggali pasir dan batu ini tetap dengan penggalian mereka walaupun mendapat tentangan dari pemda setempat.

7.3 Ikhtisar

Sub bab ini merupakan ikhtisar atau isi pokok-pokok penting bab 7. Ikhtisar ini terdiri dari hubungan antara konversi lahan pertanian yang terjadi di Desa Candimulyo dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani, serta dampak dari kegiatan konversi lahan tersebut.

Konversi lahan yang terjadi di desa candimulyo yang umumnya dilakukan oleh petani-petani tersebut umumnya berhubungan positif dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Artinya, petani di desa ini akan lebih sejahtera ketika mengkonversikan lahan mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Hal ini dikarenakan, dengan menambang pasir dan batu di lahan mereka, hasil dapat dirasakan tiap harinya, sedangkan jika hanya berpegang teguh pada pertanian, hasil hanya dapat dirasakan setelah masa panen tiba.

Konversi lahan yang marak ini akhirnya memberi dampak pada segenap aspek kehidupan masyarakat. Dampak yang dirasakan tidak hanya dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan masyarakat setempat setelah adanya konversi lahan ini adalah tingkat keamanan yang meningkat. Di samping itu, gejala negatif remaja misalnya kluyuran, turut berkurang karena para remaja tersebut sangat berkeinginan memiliki uang dengan keringat sendiri. Dengan demikian, para remaja tersebut juga ikut mengadu nasib dengan menjadi buruh pertambangan pasir dan batu.

Dampak negatif dari kegiatan konversi lahan tersebut tidak hanya dampak bagi lingkungan, tetapi juga dampak sosial. Selain lingkungan menjadi rusak yang dapat memperbesar resiko banjir dan longsor akibat pengepresan lahan tersebut, justru yang membuat masyarakat kurang senang adalah berubahnya intreaksi

sesama masyarakat ke arah interaksi yang negatif yaitu perubahan sikap sebagian masyarakat yang selalu ingin mengambil keuntungan dari orang lain.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Ada hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan pengambilan keputusan untuk mengkonversi lahan.

2. Konversi lahan berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga petani khususnya di Desa Candimulyo. Dalam hal ini, petani tersebut akan lebih sejahtera setelah mengkonversikan lahan mereka menjadi pertambangan pasir dan batu. Akan tetapi, jika dilihat sisi negatifnya, petani tersebut pada hakekatnya menghancurkan lingkungan sendiri.

3. Tipe konversi lahan yang terjadi di Desa Candimulyo tergolong ke dalam tipe konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (Social Problem driven land conversion); pola konversi yang terjadi karena adanya motivasi untuk berubah dari masyarakat, meninggalkan kondisi lama dan bahkan keluar dari sektor pertanian (utama).

Saran

Saran yang dapat direkomendasikan sebagai berikut ini:

1. Peneliti lanjutan lebih mempertajam bahasan mengenai dampak konversi lahan bagi sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan. Hal itu dapat memperjelas kondisi pertanian di Indonesia umumnya, dan Desa Candimulyo khususnya, jika dilihat dari aras mikro.

2. Pemerintah memperhatikan kepentingan petani terutama dalam hal penentuan titik keseimbangan harga pasar produk-produk pertanian lokal sehingga eksistensi petani sebagai pelaku pertanian tidak hilang.

3. Konversi lahan harus diminimalisir demi menjamin ketahanan pangan. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan program diversivikasi pangan sehingga produk pertanian lokal tidak dijual secara mentah, tetapi sudah diolah (Contoh: keripik kentang, keripik sawi).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 1995. Indikator Kesejaheraan Rakyat. Jakarta: BPS Fauzi, N. 1999. Petani dan Penguasa. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Irawan, B. 2004. Solusi Konversi Lahan Melalui Pendekatan Sosial Ekonomi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Irmayani, A. 2007. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani di Desa

Purwasari, Kecamatan Dgramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Jayadinata, Johana T. 1999. Tana Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Edisi Ketiga. Bandung: ITB.

Kustiawan, I. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara dalam Prisma No. 1. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Maharani, T. 2006. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigrasi Propinsi Lampung. Skripsi. Bogor: Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pakpahan, et. al. 1993. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non-Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Planck, U. et. al. 1990. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Rakhmat, J. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Redfield, Robert. 1982. Mayarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Rajawali Press. Rusli, S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES

Indonesia.

Sawidak, M. 1985. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Petani Transmigrasi di Delta Upang, Sumatra Selatan. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sihaloho, M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. Bogor: Tesis Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Singarimbun, M dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Subali, A. 2005. Pengaruh Konversi Lahan terhadap Pola Nafkah Rumahtangga Petani. Skripsi. Bogor: Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suhender, Endang dan Yohana Budi W. 1998. Petani dan Konflik Agraria. Bandung: Yayasan AKATIGA.

Suman, A. 2007. Konversi Lahan Pertanian. Artikel. Koran Sindo: 1 November 2007.

Tjondronegoro, S. M.P. 1999. SOSIOLOGI AGRARIA: Kumpulan Tulisan Terpilih. Bandung: AKATIGA.

Tjondronegoro, Sediono dan Gunawan Wiradi ed. 1984. Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria, dalam Dua Abad Penguasaan Tanah. Jakarta: PT Gramedia.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Wiradi, G. 2002. Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. Penyunting. Endang Suhendar et. al. Bandung: AKATIGA

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Kabupaten Wonosobo

Lampiran 2. Komoditas Utama Petani di Desa Candimulyo

Tanaman Kubis

Lampiran 3. Kondisi Konversi Lahan di Desa Candimulyo

Pengerukan sampai 14 meter Pengerukan skala besar

Anak-anak turut menjadi buruh Ibu-ibu menjadi buruh pertambangan pertambangan pasir dan batu

Konversi lahan yang terus meluas Pemandangan dari pinggir jalan utama Wonosobo – Semarang

Lampiran 4. Kuesioner

KUESIONER

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

(Kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo)

No. Responden : ……… Lokasi Wawancara : ………

Hari/Tanggal : ………

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

KUISIONER I Petunjuk:

Isilah jawaban pada titik-titik (...) serta berilah tanda (√) pada setiap kolom ( ) yang sesuai di bawah ini

IDENTITAS RESPONDEN Nama : ... Umur : ... Jenis Kelamin : ... Tempat Tinggal : ... Lokasi bekerja : ...

Faktor-faktor yang mendorong pengambilan keputusan petani untuk mengkonversi lahan A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Usia:………. 2. Pendidikan terakhir: ( ) Tidak sekolah ( ) Tidak tamat SD ( ) Tamat SD/Sederajat ( ) Tamat SMP/Sederajat ( ) Tamat SMA/Sederajat B. EKONOMI RESPONDEN a. Jumlah tanggungan 3. Berapa jumlah anggota keluarga Anda (termasuk Anda)? ………….orang 4. Berapa jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungjawab Anda (termasuk Anda)? ………….orang 5. Apakah ada anak (usia sekolah) Anda yang masih bersekolah?

Dokumen terkait