• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Nagari Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pengawasan Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Nagari Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang

Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjelaskan bahwa pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan penyelenggaraan:

a. perencanaan kehutanan, b. pengelolaan hutan,

c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan,dan

d. pengawasan

Dari pasal di atas menjelaskan bahwasanya pengawasan merupaka salah satu ruang lingkup dalam pengelolaan hutan. Pengawasan Merupakan suatu upaya yang sistematis dalam melakukan evaluasi terhadap suatu kinerja sebuah lembaga,

72

termasuk pula dalam pengawasan kehutanan.77 Selanjutnya pada pasal 59 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut. Semua kegiatan pengawasan dalam pengelolaan hutan memerlukan kerjasama yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Pasal 63 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan pengawasan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan pemeriksaan atau pelaksanaan pengurusan hutan. Selanjutnya dalam hal pengawasan diatur lebih lanjut didalam Pasal 44 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menjelaskan bahwa Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan desa sesuai dengen rencana.

Pengawasan dalam pegelolaan hutan nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo pertama dilakukan melalui pendampingan oleh Instansi terkait yakninya Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan Warsi sebagai LSM Pendamping. Kegiatan pendampingan ini dilakukan dalam rangka menjalankan kewenangan dalam melakukan pengawasan. Panduan diberikan dalam bentuk kunjungan ke lokasi

77 Supriadi, Op.Cit, hlm.463

73

untuk melakukan pemantauan mengenai progres pengelolaan hutan yang dilakukan LPHN. Selanjutnya, memberikan pembinaan teknis dan lapangan dengan memberikan penjelasan tentang kegiatan apa saja yang boleh dilaksanakan dan apa yang harus ditingkatkan.

Pada kunjungan yang dilakukan Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan Warsi sebagai LSM pendamping meminta keterangan kepada LPHN mengenai kegitan yang telah mereka laksanakan dan apa saja yang menjadi kebutuhan mereka untuk peningkatan kulitas kinerja mereka. Untuk kunjungan sendiri ada yang sifatnya fungsional dan ada yang sifatnya datang bersama sama. Ini disesuaikan dengan perencanaan diawal tahun. Untuk Dinas Kehutanan Provinsi kegiatan yang dilakukan ketika kunjungan selain pembinaan teknis, juga terdapat fungsi advokasi dan memastikan apa yang dikerjakan sesuai dengan aturannya. Untuk dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, kunjungan fungsional dilakukan dalam bentuk monitoring kegiatan dan pembinaan yang di laksanakan oleh penyuluh kehutanan. dan Warsi sebagai LSM pendamping menerapkan fungsi kunjungan fungsional lebih kepada fasilitator dalam diskusi internal yang dilakukan pengurus LPHN, selain itu juga sebagai penghubung dengan pemerintah dan donatur kegiatan.

Dalam hal melakukan pemeriksaan atau pelaksanaan pengurusan hutan instrumen yang digunakan yaitu dengan memeriksa laporan kegiatan yang dibuat LPHN atas kegiatan yang telah dilaksanakan.. Untuk LPHN Jorong Simancuang terdapat 2 (dua) jenis laporan yaitu:

74

1. Laporan Tahunan

Laporan tahunan berisi hasil kinerja dari pelaksanaan kegiatan dalam periode satu tahun sesuai dengan rencana kerja yang dibuat diawal tahun. Laporan tahunan ini dubuat oleh LPHN dan diserahkan kepada walinagari, selnjutnya walinagari memberikan laporan tersebut kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan . Pihak Dinas Kehutanan Kabupaten merekap data tersebut dan digabungkan dengan laporan LPHN dari nagari lain dan diteruskan kepada Dinas Kehutanan Provinsi. Pada alur laporan tahunan ini terlihat jelas peran Walinagari, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten dalam mengawasi kegitan LPHN dalam bentuk evaluasi laporan tahunan yang diserahkan secara bertingkat. Namun, dalam hal laporan ini sebenarnya belum berjalan secara maksimal. Pada kenyataannya, laporan untuk kegiatan masyarakat sampai saat ini dominan didapatkan melalui monitoring-monitoring kelokasi kegiatan yang dilakukan dinas kehutanan atau LSM pendamping. Ketika monitoring kelokasi tersebut, masyarakat melaporkan perkembangan kegiatan mereka ke dinas kehutanan dan dicatat untuk selanjutnya direkap untuk jadi laporan kegiatan ahir tahun PHBM di Sumatera Barat . Ini terjadi karena sulit sekali mengkoordinasikan masyarakat agar setiap melaksanakan kegiatan yang dicanangkan dalam program kerja disertai dengan laporag kegiatan . Kulitas SDM yang masih kurang kembali menjadi kendala tersediri .

75

Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan atau LPJ kegiatan berisi segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan, sama hal nya dengan LPJ tahunan. Namun, perbedaannya terdapat pada waktu pelaporan dan kepada siapa laporan kegiatan tersebut diberikan. LPJ kegiatan dibuat jika ada dana untuk melakukan kegiatan dari donatur dan diberikan setelah kegiatan yang dibiayai donatur tersebut selesai dilaksanakan. Donatur biasanya datang dari perusahaan-perusahaan lokal yang mengalokasikan dana Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan dan juga ada dari donatur internasional seperti UNDP dan World Bank. Untuk LPJ kegiatan ini dibuat perkegiatan. Agar alokasi dana dari donatur dapat diterima, maka hal penentunya adalah LPJ ini. Pada kondisi kembali melibatkan pihak pendamping seperti dinas kehutanan dan LSM untuk membantu masyarakat.

Berdasarkan kewenangnya, pemerintah maupun LSM pendamping masih menitikberatkan pengawasan dalam bentuk pendampingan ke lokasi kegiatan. Baik itu monitoring ke lokasi ataupun pendampingan dalam membuat laporan maupun pemeriksaan terhadap laporan atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Semua itu membutuhkan ketersediaan SDM yang cukup dari Dinas Kehutanan maupun dari LSM terkait . bertambahnya wilayah hutan dengan skema PHBM mengakibatkan semakin banyaknya wilayah yang harus didampingi dan diawasi. Solusi yang dicanangkan dari pihak dinas kehutanan nantinya yakni dengan lebih banyak mengadakan rapat bersama dengan seluruh ketua LPHN . Dengan demikian monitoring kelokasi dapat dikurangi karena substansi monitoring sudah

76

dibahas pada rapat bersama ketua LPHN masing masing daerah PHBM. Nantinya diharapkan, masing masing ketua LPHN dapat memberikan pemahamannya dari pertemuan yang dilakukan bersama dinas kehutanan kepada masing masing anggotanya.78

77 BAB IV

PENUTUP