SKRIPSI
PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO
KABUPATEN SOLOK SELATAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
Oleh :
HARI RIZKI SATRIA BP. 1210111014
Program Kekhususan :Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam ( PK IX)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
i Skripsi ini telah dipertahankan di depan tim penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 29 Juni 2016.
Abstrak telah disetujui oleh penguji. Penguji,
Tanda tangan 1. 2.
Nama terang Hj. Sri Arnetti, S.H., M.H. Anton Rosari, S.H., M.H.
Mengetahui,
Ketua Bagian HAN: Syofiarti, S.H., M.Hum. ________________ Tanda tangan Alumnus telah mendaftar ke Fakultas/Universitas dan mendapat nomor alumnus:
PetugasFakultas/ Universitas No. Alumni Fakultas: Nama: TandaTangan: No. Alumni Universitas: Nama: TandaTangan:
No. Alumni Universitas:
HARI RIZKI SATRIA No. Alumni Fakultas: a) Tempat/Tgl.Lahir: Bukittinggi/ 3 Januari 1994 f) Tanggal Lulus: 29 Juni 2016
b) Nama Orang Tua: Yoserizal dan Lenharni g) Predikat Lulus: Sangat Memuaskan c) Fakultas: Hukum h) IPK: 3, 52
d) PK: Hukum Agraria dan SDA (PK IX) i) Lama Studi : 3 Tahun 10 Bulan e) No BP: 1010112213 j) Alamat: Asrama Polisi Jati Blok C No
7 Padang PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI DI JORONG
SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN
(Hari Rizki Satria, BP: 1210111014, Hukum Agraria dan SDA, PK IX Fakultas Hukum Universitas Andalas ,2016 81 hlm + vi,)
ABSTRAK
Sebagai pihak yang memiliki akses paling dekat dengan hutan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan masyarakat sebagai objek pemberdayaan dalam pengelolaan hutan.Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat ini adalah dengan adanyaprogram Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu wilayah pengelolaah dalam program PHBM setelah adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sebagai Areal Kerja Hutan Desa/Nagari Simancung Alam Pauh Duo.Kegiatan PHBM dijalankanoleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). Dalam berkegiatan, LPHN Jorong Simancuang masih belum memiliki SDM yang terampil sehingga menjadi penghambat dalam pengelolaan hutan yang baik. Alhasil tujuan dari program ini untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk kesejahteraan belum tercapai secara maksimal Atas dasar itu penelitian ini dilakukan dengan mengemukakan permasalahan Pertama, Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Kedua,Bagaimana penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.Ketiga, Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu untuk menguji apakah sesuatu telah berjalan sesuai aturan perundang-undangan maka dibuktikan dengan terjun langsung ke lapangan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa negara keliru ketika menyamakan antara hutan nagari dan hutan desa.Selain itu dalam pelaksanaan PBHM dengan hutan desa terdapat kekurangan yang disbabkan oleh faktor internal berupa kemampuan SDM yang masih belum terampil sehingga belum mampu secra maksimal dalam membuat perencanaan kegiatan, belum mampu menggunakan kawasan hutan utuk meningkatkan mensejahterakan kehidupan dan belum mampu membuat laporan tahunan secara konsisten sebagai media pengawasan dari dinas kehutanan. Selain itu terdapat faktor eksternal berupa minimnya pengetahuan masyarakat sekitar terkait fungsi dan pengelolaan hutan.
i ABSTRAK
PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO
KABUPATEN SOLOK SELATAN
Hari Rizki Satra, BP 1210111014, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Program Kekhususan Hukum Agraria dan SDA (PK IX). 2016. 83 Halaman.
Sebagai pihak yang memiliki akses paling dekat dengan hutan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan masyarakat sebagai objek pemberdayaan dalam pengelolaan hutan. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat ini adalah dengan adanya program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu wilayah pengelolaah dalam program PHBM setelah adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sebagai Areal Kerja Hutan Desa/Nagari Simancung Alam Pauh Duo.Kegiatan PHBM dijalankan oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). Dalam berkegiatan, LPHN Jorong Simancuang masih belum memiliki SDM yang terampil sehingga menjadi penghambat dalam pengelolaan hutan yang baik. Alhasil tujuan dari program ini untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk kesejahteraan belum tercapai secara maksimal Atas dasar itu penelitian ini dilakukan dengan mengemukakan permasalahan Pertama, Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Kedua,Bagaimana penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.Ketiga, Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu untuk menguji apakah sesuatu telah berjalan sesuai aturan perundang-undangan maka dibuktikan dengan terjun langsung ke lapangan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa negara keliru ketika menyamakan antara hutan nagari dan hutan desa.Selain itu dalam pelaksanaan PBHM dengan hutan desa terdapat kekurangan yang disbabkan oleh faktor internal berupa kemampuan SDM yang masih belum terampil sehingga belum mampu secra maksimal dalam membuat perencanaan kegiatan, belum mampu menggunakan kawasan hutan utuk meningkatkan mensejahterakan kehidupan dan belum mampu membuat laporan tahunan secara konsisten sebagai media pengawasan dari dinas kehutanan. Selain itu terdapat faktor eksternal berupa minimnya pengetahuan masyarakat sekitar terkait fungsi dan pengelolaan hutan.
ii KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr.Wb.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya. Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan . Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Program Kekhususan Agraria dan Sumber Daya Alam Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.
Shalawat beserta salam penulis sampaikan untuk Baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umatIslam sedunia.Beliaulahyang telah membawa ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk meraih kesuksesan dunia maupun akhirat.
Terima Kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Ayahanda Yoserizal dan Ibunda Lenharni serta saudara penulis Nise, Reza dan Ozi. Atas dorongan dan semangat, cinta, doa dan kasih sayang tak pernah henti dicurahkan bagi penulis.
Terima Kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. KurniaWarman S.H.,M.Hum. sebagai pembimbing I dan Ibuk Syofiarti S.H.,M.Hum. sebagai pembimbing II yang telah memberi banyak masukan
iii
danarahan dalam penulisan skripsi serta meluangkan waktu serta tenaga untuk membimbing penulis.
Selain itu dengan selesainya skripsi ini penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Zainul Daulay,S.H., M.H. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas
2. Bapak Dr. Kurnia Warman, S.H., M.Hum., Bapak Dr. Busyra Azheri, S.H., M.H., dan Bapak Charles Simabura, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I, Wakil Dekan II dan Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Andalas.
3. Ibu Syofiarti, S.H., M.Hum., sebagai ketua bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu kepada penulis secara ikhlas. Serta seluruh Tenaga Kependidikan Fakultas Hukum Universitas Andalas atas pelayanannya selama ini.
5. Akhi wa Ukhti LPI FHUA sebagai organisasi awal penulis dalam mengawali kehidupan dunia kampus yang banyak memberikan pelajaran kepada penulis.
6. Kepada senior yang telah membimbing dan tempat bertanya penulis Bang Cecep, Bang Ari, Bang Andri, Bang Rino, Bang Ridho, Kak Nelsa Kak Via, Kak Ina, Kak Ovta, ,danlainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
iv
7. Pengurus Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum FHUA Pak Najmi, Pak Ilhamdi, Pak Apriwal, Bang Fahmi Bang Beni, Bang Ari, Ikaputri dan Virajati
8. Kawan-kawan Forsila BP 12 Heru, Hari, Fadzlurrahman, Abdan, Henny, Tari, Dian, Vina, Yuni, Mira, Dimas, Gita, Desi, Mutia dan lainnya mungkin saja lupa penulis untuk menyebutkannya.
9. Akhi wa Ukhti senior, junior dan rekan seangkatan di FKI Rabbani Unand 10. Senior dan junior di DPC Permahi Padang.Aulia,Rifo,Romel,Desi,
Febrika, Mustika, Suci, Muthia, Arif Rahman dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11. Kawan-kawan Fakultas Hukum angkatan 12, Iwan, Arif .F, Irwan, Fikri, Arif.H, Arifa Y, Agung, Iqbal, Ferdinan, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
12. Kawan Kawan Komite Relawan Nusantara dan Amil Rumah Zakat Cabang Padang.
13. Kawan-kawan anggota KKN Pakan Rabaa Timur Solok Selatan.
Karenanya, kepada mereka semualah skripsi ini secara khusus didedikasikan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perubahan bangsa. Amin. Wasslam.
Padang,19Mei 2016
v DAFTAR ISI ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 10 C. Tujuan Penelitian ... 10 D. Manfaat Penelitian ... 11 E. Metode Penelitian... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hutan 1. Pengertian Hutan ... 19
2. JenisHutan ... 20
3. Kedudukan Status Hutan ... 22
B. TinjauanTentangHutanDesa ... 24
C. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan ... 26
D. Tinjauan Tentang Pengawasan ... 34
1. PengertianKewenangan ... 34
2. SumberKewenangan ... 35
vi BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Obyek Penelitian ... 41 B. Perencanaan Penggunaan Hutan Nagari Dalam Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di
Jorong Simancuang. ... 46 C. Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Dalam
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong
Simancuang ... 62 D. Pengawasan Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat
Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di
Jorong Simancuang. ... 71 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1 BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pada pasal tersebut tampak terlihat jelas bagaimana konsep hak menguasai negara terhadap sumber daya alam. Dimuatnya konsep tersebut di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Hak menguasai negara ini diwujudkan dalam bentuk kewenangan-kewenangan yang dimiliki negara terhadap sumber daya alam. Kewenangan tersebut memiliki peran vital dalam rangka terwujudnya pengelolaan sumber daya alam yang baik. Maka, dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik, dan ditunjang dengan aturan-aturan yang mendukung, Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Dari segi ketersediaan, sumber daya alam dibedakan atas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resource) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resouces). Hutan sebagai sumber daya alam menempati posisi sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
2
Artinya ketersediaan atas sumber daya hutan dapat selalu terjamin apabila dikelola secara baik dan benar.
Secara yurudis, pengertian hutan tertuang dalam pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang berbunyi : hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dalam hal pemanfaatannya, sumber daya hutan di Indonesia memiliki potensi bersar untuk dikembangkan sebagai sumber pendanaan pembangunan. Potensi yang sangat besar tersebut, dilandasi suatu fakta bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki hutan tropis dataran rendah ketiga terluas didunia.1Ini dibuktikan dari data kementrian Kehutanan tahun 2012, menyebutkan kawasan hutan di Indonesia kurang lebih 137,09 juta hektar. Kondisi ini patut disukuri sebagai anugrah Tuhan yang diberikan kepada bangsa Indonesia. Bentuk syukur tersebut diwujudkan dengan menjaga kelestarian hutan agar manfaatnya tidak hanya dirasakan pada generasi sekarang, namun juga bermanfaat untuk generasi yang akan datang.
Sejak awal dekade 1970an, sektor kehutanan di Indonesia telah memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional sebagai sumber terbesar perolehan devisa nonmigas2.Setiap tahun sebelum krisis ekonomi 1997, devisa negara yang disumbangkan dari sektor kehutanan mencapai US$7-8 miliar.
1Supriadi, Hukum Kehutanan dan Perkebunan di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm.2
3
Selain berupa devisa, sektor kehutanan juga menyumbangkan kontribusi bagi pendapatan negara, baik itu berupa pajak maupun non pajak. Tercatat 13 jenis pajak dan pungutan non pajak dari setiap meter kubik kayu yang dipungut disektor kehutanan.3
Namun sebenarnya, peranan hutan tidak hanya sebatas sektor ekonomi saja.Terdapat dua pembagian pemanfaatan terhadap hutan yakni pemanfaatan hutan secara langsung dan pemanfaatan hutan secara tidak langsung Manfaat hutan secara langsung adalah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta hasil hutan ikutan antara lain rotan, getah, buah buahan,madu dan lain lain. Selanjutnya secara tidak langsung terdapat delapan manfaat hutan, yakni: mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, memberikan rasa keindahan, memberikan manfaat disektor pariwisata, memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan keamanan, menampung tenaga kerja dan menambah devisa negara.4
Dari pembagian manfaat ini terdapat beberapa nilai yang harus disingkronkan dalam rangaka menjaga kelestarian hutan. Nilai tersebut diantaranya teradapat nilai ekonomi, sosial dan lingkungan. Sehingga, dalam rangka mewujudkan nilai nilai tersebut ada dalam setiap pengelolaan hutan, diperlukan prinsip keadilan antar generasi agar fungsi dan peranan hutan tetap terjaga dari generasi ke genersi.
3Ibid,hlm.3.
4
Prinsip keadilan antar generasi meletakkan tiga kewajiban mendasar bagi generasi sekarang terhadap konservasi sumber daya alam, yaitu(1) conservation of
option, menjaga agar generasi yang akan datang dapat memilih kuantitas
keanekaragaman sumber daya alam; (2) conservation of quality, menjaga kualitas lingkungan agar lestari; (3) conservation of acces, menjamin generasi mendatang minimalmemiliki akses yang sama dengan generasi sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.5Disinilah fungsi optimalisasi pengelolaan hutan, baik dari segi regulasi ataupun dari segi pelaksanaan regulasi tersebut agar pengelolaan hutan sesuai dengan apa yang diinginkan dan hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengacu pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menjelaskan konsep hak menguasai negara dalam hal sumber daya alam, dalam Undang Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, teori hak menguasai negara dalam pengelolaan hutan dituangkan dalam bentuk keweangan keweangan yang disematkan pada negara, tepatnya berada pada pasal 4 ayat (2) yang berbunyi:
Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk:
a) Mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
b) Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan
c) Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan , serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
5Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2014 ,hlm. 1-2.
5
Berbagai tindakan pemerintah tersebut tetap orientasinya hanya pada penguasaan sehingga tidak dibenarkan pemerintah bertindak seolah olah memiliki sumber daya alam tersebut. Hukum nasional sendiri memberikan wewenang pengelolaan hutan kepada provinsi sebagai wujud otonomi daerah. Namun tetap bersinergi dengan pemerintah pusat.
Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat , sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberaradaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.6 Masyarakat hukum adat
memiliki kearifan lokal tersendiri dalam model pengelolaan haknya atas hutan jika dibandingkan dengan negara. Keragaman ini tentunya disebabkan oleh basis normatif yang berbeda. Perbedaan yang mencolok tersebut yakni antara basis hukum negara dan hukum rakyat termasuk didalamnya hukum adat.7 Dari perbedaan itu sering menimbulkan permasalahan kepentingan antara negara dan masyarakat terkait pengelolaan hutan. Apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor35/PUU-X//2012MK No. 35 yang mengukuhkan status hutan adat bukan sebagai bagian dari hutan negara. Putusan tersebut semakin meningkatkan pengakuan pada masyarakat hukum adat terhadap pengakuan wilayah hutannya. Karena itu diperlukan langkah cepat dalam menanggulangi permasalahan ini agar tidak terjadi conflict of interest yang akhirnya akan berdampak pada pemerosotan pengelolaan terhadap hutan.
6Ahmad Redi, op.cit.,hlm.4.
7Azis Khan dkk, Kembali Kejalan Lurus Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan
6
Pemerosotan pengelolaan hutan akan berdampak pada kerusakan hutan. Sebagaimana kita ketahui, kerusakan hutan yang disebabkan oleh masyarakat sekitar tidak terlepas dari tindakan tindakan seperti menggunakan kawasan hutan untuk pemukiman dan bercocok tanam disertai dengan pembukaan dan penebangan pohon. Tindakan ini jika dibiarkan maka akan menimbulkan kerusakan signifikan pada hutan. Ditambah lagi jenis hutan adat meupakan jenis hutan yang paling yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat adat setempat untuk kebutuhan sehari hari dalam rangka mencapai kesejahteraan. Sehingga, apabila pemanfaatan kawaasan hutan tersebut tidak sesuai dengan apa yang semestinya, akan semakin memperparah kondisi hutan yang ada di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia tentang kehutanan sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2 persen hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya dan Kementrian Kehutanan menyebutkan dari 130 juta hektar hutan yang tersisa di indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.8 Berdasarkan catatan tersebut membuktikan pengelolaan hutan tidak akan maksimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Perlu melibatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelangsungan hutan.
Berdaasarkan pengaturannya, Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan pemberdayaan masyarakat melalui pasal 3 huruf d yang menjelaskan bahwa Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
8http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/k ehutanan/, diakses pada 6/12/2015, pukul23:10 WIB.
7
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal. Selanjutnya, basis normatif mengenai pemberdayaan masyarakat ini dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 83 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan yang berbunyi pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemerintah , provinsi, kabupaten /kota yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
Salah satu langkah konkrit yang diambil pemerintah utuk memberdayakan masyarakat dalam mengelola hutan yang berada diwilayahnya yaitu dengan meluncurkan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dengan dasar hukum pengelolaan melalui Peraturan Mentri KehutananNomor 88 Tahun 2014 tentang Hutan Kemasyarakatan dan Peraturan Mentri KehutananNomor 89 Tahun 2014 tentang HutanDesa.
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (community base forest
management) atau sering disebut perhutanan sosial (Social Forestry) merupakan
pemberdayaan masyarakat didalam dan disekitar hutan dengan memberikan akses kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang ada disekitarnya melalui perencanaan, penataan, perbaikan (rehabilitasi), perlindungan,
8
pemanfaatan dan pelerstarian hutan.9 Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang turut andil melaksanakan program ini. Dengan dominasi hutan nagari yang bertebaran diwilayah sumbar tentu program ini merupakan langkah efektif dalam upaya memaksimalkan pengelolaan hutan. Model Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang telah dilaksanakan di Sumatera Barat adalah melalui skema hutan Nagari atau Desa (HN), Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan membuka partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan sebagai alternatif strategis dalam menangani berbagai persoalan kehutanan seperti konflik teritorial, kerusakan hutan, keamanan hutan, kemiskinan dan berbagai problem masyarakat dan lingkungannya.10
Di Sumatera Barat sendiri berdasarkan dari pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Hendri Oktavia menyebutkan sudah ada 11 hutan nagari dan 13kelompok kehutanan kemasyarakatan (Hkm) dengan luas keduanya 36.886 hektar”.11Dari data ini dapat disimpulkan bahwa Sumatera Barat
merupakan salah satu propinsi yang cukup gencar melaksanakan program ini dalam upaya optimalisasi pengelolaan hutan.
Salah satu nagari yang melakukan PHBM ini terdapat di Jorong Simancuang Nagari Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan. Kegitan ini dimulai
9http://www.sumbarprov.go.id/details/news/5159, diakses pada 6/12/2015, pukul23:24 WIB.
10Ibid.
11http://www.mongabay.co.id/2015/06/page/3/, diakses pada 6/12/2015, pukul23:32 WIB.
9
dengan adanya SK yang dikeluarkan gubernur tentang pemberian Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHD) kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Jorong Simancuang. Sejak dikeluarkan SK tersebut, maka masyarakat Jorong Simancuang dapat melakukan pengelolaan hutan dengan program PHBM melalui Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari (LPHN). Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari (LPHN) melakukan kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan ruang lingup pengelolaan hutan desa yang diatur didalam Peraturan Menteri KehutananNomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa.
Untuk hutan di Jorong Simancuang sendiri yang berstatus sebagai hutan lindung, tentu memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal lingkup pengelolaan hutan. Pengelolaannya harus sesuai dengan kritria pengelolaan hutan dengan fungsi sebagai hutan lindung. Namun kondisinya, masih ditemui kegitan masyarakat yang seharusnya tidak boleh dilaksanakan pada hutan lindung. Dibuktikan dengan masih adanya kegiatan bercocok tanam dalam bentuk sawah dan ladang di area hutan tersebut. Ini jelas bertentangan dengan pengelolaan hutan yang memiliki fungsi lindung.
. Permasalahan ini tentunya harus segera diselesaikan dalam rangka pengelolaan hutan yang lebih baik. Apalagi hutan ini merupakan hutan nagari dengan fungsi sebagai hutan lindung. Jika salah salah dalam pengelolaan, tentu akan merusak fungsi lindung dari hutan tersebut. Maka perlu penelitian lebih mendalam mengenai Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Jorong Simancuang ini. Disini penulis memfokuskan penulisan mengenai 3 ruang
10
lingkup pengelolaan hutan berbasis masyarakat yaitu meyangkut perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Jorong Simancuang. Ini dilakukan karena ruang lingkup tersebut sangat penting dalam rangaka keberhasilan nagari dalam mengelola hutan didaerahnya.
Sangat penting dilakukan penelitian lebih jauh tentang permasalahan ini .Agar pengelolaan hutan dalam ruang lingkup PHBM tidak menggangu fungsi hutan Simancuang sebagai hutan lindung. Sehingga dalam penelitian ini penulis memillih judul :PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang?
2. Bagaimana penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang?
3. Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang?
11 C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang
2. Untuk mengetahui penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.
3. Untuk mengetahui pengawasan penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis mengharapkan ada manfaat yang dapat diambil yaitu:
a. Secara Teoritis
1. Mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan mengenai hukum agraria dan sumber daya alam dari berbagai literatur buku sehingga dapat diambil proses penyelesaian permasalahan di bidang agraria dan sumber daya alam yang ideal menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian ilmiah sekaligus menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan.
12
3. Agar dapat menerapkan ilmu yang secara teorotis diperoleh di bangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada di lapangan.
4. Agar penelitian ini mampu menjawab keingintahuan penulis tentang pemanfaatan hutan nagari oleh masyarakat nagari didalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan.
b. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca tentang Pengelolaah Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Selain itu diharapkan juga dapat memberi kontribusi bagi pihak pihak yang melakukan pengelolaan terhadap hutan.
E. Metode Penelitian
Guna memperoleh data yang konkrit sebagai bahan dalam penelitian skripsi ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode Pendekatan
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dengan jalan tertentu, dengan menganalisanya. Selain itu, dalam penelitian juga melakukan pemeriksaan yang mendalam
13
terhadap fakta hukum tersebut dan kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Artinya suatu penelitian hukum yang dilakukan dianggap sebagai penelitian ilmiah bila memenuhi unsur-unsur yang meliputi:12
1. Kegiatan itu merupakan suatu kegiatan ilmiah;
2. Kegiatan yang dilakukan didasarkan pada metode, sistem dan pemikira tertentu;
3. Dilakukan untuk mencari data dari satu atau beberapa gejala hukum yang ada;
4. Adanya analisis terhadap data yang diperoleh;
5. Sebagai upaya mencari jalan keluar atas permasalahan yang timbul. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian ini yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
b. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
e. Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
f. Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan.
12 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm. 6-7.
14
g. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari
h. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat deskriptif, yaitu dengan memaparkan hasil dari penelitian tentang bagaimana ketentuan yang berlaku dalam pemanfaatan hutan nagari oleh masyarakat nagari di dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.13
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah data primer dan data sekunder, dimana data primer ditunjang dengan data sekunder.
a. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan guna memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh melaui wawancara yang dilakukan dengan para
13 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1996, hlm. 35.
15
responden yang diawali dengan pembuatan daftar pertanyaan, selanjutnya dilakukan pencatatan hasil wawancara.
b. Data sekunder
Di dalam penelitian hukum, digunakan pula data sekunder yang memiliki kakuatan mengikat sebagai pendukung data primer dan dibedakan dalam:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:
a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
b) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
f) Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan.
g) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari
h) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa
16
2. Bahan hukum sekunder yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil karya dari kalangan hukum, teori-teori dan pendapat-pendapat para sarjana, jurnal-jurnal, hasil penelitian hukum dan sebagainya.
3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum yang membantu menterjemahkan istilah-istilah hukum yang ada. Bahan ini didapat agar memperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahan yang akan diteliti.14
4. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Merupakan metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). Komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung menggunakan daftar pertanyaan yang dikirim kepada responden dan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti, kemudian mengirimkannya kembali daftar petanyaan yang telah dijawabnya itu kepada peneliti. Secara langsung, wawancara dilakukan dengan cara “face to face”, artinya peneliti (pewawancara) berhadapan
14 Ibid, hlm.114.
17
langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang diinginkan dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara.15
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, karena dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan yang sudah pasti akan peneliti tanyakan kepada narasumber, dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah peneliti buatkan daftarnya. Namun tidak tertutup kemungkinan di lapangan nanti peneliti akan menanyakan pertanyaan pertanyaan yang baru peneliti dapatkan setelah melakukan wawancara dengan narasumber nanti.
Adapun yang akan diwawancarai nanti adalah pihak dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Selatan, Kepala Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari Jorong Simancuang, Pihak dari KKI Warsi sebagai LSM pendamping dan mewawancarai masyarakat setempat dengan metode purposive sampling.
Tata cara metode purposive sampling ini diterapkan, apabila peneliti benar-benar ingin menjamin, bahwa unsur-unsur yang hendak ditelitinya masuk kedalam sampel yang ditariknya. Untuk itu, maka dia menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, didalam unsur-unsur dari sampel.16
b. Studi dokumen
Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
15 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit, 2004, hlm.72. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2008,hlm.196.
18
5. Pengumpulan Data dan Analisis Data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh setelah penelitian akan diolah melalui proses editing. Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti kembali dan mengoreksi atau melakukan pengecekan terhadap hasil penelitian sehingga tersusun dan akhirnya melahirkan suatu kesimpulan.
Selain itu pengolahan data pada penelitian ini juga menggunakan cara coding yaitu kegiatan berupa pemberian kode atau tulisan tertentu pada jawaban-jawaban responden setelah diedit dengan tujuan memudahkan kegiatan analisis data yang akan dilakukan.
b. Analisis data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah bersifat kualitatif. Dimana data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisa selanjutnya disusun untuk menggambarkan tentang pengelolaan hutan berbasi masyarakat di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan sehingga datanya ini bersifat deskriptif yaitu data yang berbentuk uraian-uraian kalimat yang tersusun secara sistematis yang menggambarkan hasil penelitian dan pembahasan.
19 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hutan
1. Pengertian Hutan
Menurut Dengler yang diartikan hutan adalah ”sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas sehingga suhu, kelembaban cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh tumbuhan / pepohonan baru asal tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal)“17Berdasarkan
pengertian tersebut, Dangler memberikan ciri ciri hutan yaitu terdiri atas : (1) adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak termasuk savana dan kebun dan (2) pepohonan tumbuh secara berkelompok.18
Selain pengertian menurut Dengler juga terdapat pengertian lain yang di jelaskan oleh Soerianegara Indrawan. Menurut Soerianegara Indrawan hutan sebagai masyarakat tetumbuhan dikuasai atau didominasi oleh pohon pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan luar hutan .19
Sedangkan berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
17Salim,H.S, Op.Cit, hlm.40. 18Ibid.
19Mora Dingin, Bersiasat dengan Hutan Negara, Jakarta, Epistema Institute, 2014,hlm.31.
20
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Ada empat unsur yang terkandung dalam definisi hutan berdasarkan Undang Undang Kehutanan yaitu:20
1. Unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar), yang disebut tanah hutan.
2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora, dan fauna, 3. Unsur lingkungan, dan
4. Unsur penetapan pemerintah.
2. Jenis Hutan
Berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, ditentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus, dan (4)pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air.
Keempat jenis hutan itu dikemukakan berikut ini. 1. Hutan berdasarkan statusnya
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyataan hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: hutan negara dan hutan hak.
2. Hutan berdasarkan fungsinya
20Salim,H.S,op.cit.,hlm.41.
21
Pasal 6 Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) fungsi konservasi, (b) fungsi lindung (c) fungsi produksi.
3. Hutan berdasarkan tujuan khusus
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan:
1. pemerintah dapat menetapkan kawaasan hutan untuk tujuan khusus 2. penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 diperlukan untuk kepentingan umum seperti: a) Penelitian dan pengembangan
b) Pendidikan dan latihan dan c) Religi dan budaya.
4. Hutan berdasarkan pengaturan iklim mkiro, estetika dan resapan air, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
Dalam hal jenis hutan sendiri, terdapat perubahan yang cukup mendasar terhadap status hutan. Yakni dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara No 35/PUU-X/2012 mengenai kosntitusionalitas keberadaan hutan adat sebagai bagian hutan negara, mahkamah konstitusi melalui putusan itu mengeluarkan hutan adat dari hutan negara. Tetapi tidak menjadian
22
hutan adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat sebagai salah satu jenis dalam hutan hak.21
3. Kedudukan status hutan
Kedudukan status hutan di indonesia perlu dilakukan penetapan status dan fungsi agar tidak menimbulkan kesimpang siuran terhadap status hutan tersebut. Penetapan status dan fungsi sangat penting di wujudkan untuk menghindari klaim atau tuntutan dari masyarakat yang saat ini gencarnya menuntut pengakuan atas hutan hak mereka. Dalam tuntutannya tersebut, sebagian kalangan masyarakat ingin membedakan secara jelas antara hutan negara dan hutan hak.22
Mengenai status hutan, pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya terdiri atas: (a) hutan negara, dan (b) hutan hak. Selain mengenai status, Undang Undang Kehutanan juga menjelaskan fungsi hutan melalui Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu : (a) fungsi konservasi,(b) fungsi lindung, (c) fungsi produk. Dengan perbedaan yang jelas yang diatur dalam undang-undang, maka akan menimbulkan kejelasan kegiatan rakyat pada wilayah hutan.
Kegiatan rakyat dalam aktivitas tanah dan hutan untuk dijadikan sumber kehidupan , berlangsung secara turun temurun . Bahkan eksistensi tradisional masyarakat hukum adat telah dikenal ada 19 lingkungan adat , tumbuh dan
21Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, Yogyakarta, STPN Press,2014, Hlm.296 22Supriadi, Op.Cit, hlm.18.
23
tersebar sejak dahulu kala sebeagai pengelola tanah hutan. Tanah ulayat dan hutan adat yang dilestarikan berlangsung terus secara swakelola di berbagai wilayah. Contohnya antara lain : pada masyarakat suku Dayak di Kalimantan, masyarakat suku Tolaki di Sulawesi dan masyarakat suku lainnya di Nusantara.23
Berdasarkan status hukum sebagaimana yang diatur Pasal 5 Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 di atas, secara teoritis FAO dan pemerintah RI mengelompokannya menjadi enam tipe berdasarkan potensi pengelolaannya sebagai berikut:24
1. Hutan Pegunungan Campuran (Mixed Hill Forests)
Jenis hutan ini sangat penting berkenaan dengan hasil kayunya. Ini meliputi sekitar 65% dari seluruh hutan alam Indonesia. Di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra hutan didominasi oleh suku Dipterocarpaceace, jenis kayu terpenting di Indonesia. Di Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya yang bersifat lebih kering , jenis-jenis penting adalah Pomtia spp.,
Palaqium spp., Instia palembanica dan Octomeles.
2. Hutan Submontana, Montana , dan Pegunungan.
Hutan ini terdapat di daerah-daerah indonesia dengan ketinggian antara 1.300 sampai 2.500 meter di atas permukaan laut di mana spesies
Dipterocarpus jumlahnya lebih sedikit. Suku yang dominan adalah Lauraceace dan Fagaceae.
3. Savana/ Hutan bambu/ hutan luruh /atau hutan musim pegunungan.
Hutan ini tidak luas wilayahnya. Padang rumput savana alami terdapat di Irian Jaya, berasosiasi dengan Eucalyptus spp., di Maluku berasosiasi dengan Maulea dan di Nusa Tenggara berasosiasi dengan Eucalyptus
alba. Hutan luruh terdapat pada ketinggian sekitar 100 meter, memiliki
genera yang tidak ada di hutan seperti Acacia, Albizza, dan Eucalyptus hutan di Nusa Tenggara. Hutan jati di Jawa dibangun sekitar hampir 100 tahun yang lalu. Hutan musim pegunungan terdapat pada ketinggian diatas 100 m.
4. Hutan Rawa Gambut
Terdapat hanya di daerah-daerah yang iklimnya selalu basah khususnya di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya yang mencakup luas 13 juta ha atau
23Alam Setia Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.72.
24
10% dari luas seluruh hutan. Spesies yang terpenting adaah Gonystylus di Kalimantan dan Camnosperma macrophylum di Sumatra.
5. Hutan Rawa Air Tawar
Luasnya sekitar 5,6 juta ha, terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan dan beberapa wilayah di Irian Jaya. Generanya sama dengan hutan hujan bukan rawa. Di Irian Jaya pada hutan jenis ini didominasi oleh sagu.
6. Hutan Pasang Surut
Hutan bakau (manggrove) adalah bagian yang penting dari huta pasang surut, luasnya sekitar 4,25 juta ha. Hutan bakau terutama terdapat dikalimantan,Sumatra, Irian Jaya dan Kepulauan Aru, dan sedikit di Sulawesi bagian selatan serta jawa bagian utara. Rhizopora, Avicennia,
Sonneratia, dan Cerioops adalah bagian utamanya.
B. Tinjauan Tentang Hutan Desa
Pengertian hutan desa sendiri dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa menyatakan hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejateraan desa.Dari pengertian tersebut menjelaskan bahwa desa memiliki peran dalam mengelola dan menyelenggarakan hutan desa dengan tujuan untuk kesejahteraan desa tersebut.
Dalam penyelenggaraan hutan desa, memuat beberapa asas seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1)Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang berbunyi:
penyelenggaraan hutan desa berazaskan:
a) Manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan bidaya.
b) Musyawarah-mufakat; dan
25
Dalam pasal 85 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa , hutan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 84 huruf a dapat diberikan kepada hutan lindung dan hutan produksi.Namun demikian, klaim yang telah ditunjukkan oleh masyarakat setempat tersebut sebagai hutan desa , tetap diperlukan suatu justifikasi secara formal. Oleh karena itu, pengakuan formal tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang, yakni Menteri yang menangani bidang kehutanan.25
Pasal 86 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa:
1. menteri menetapkan areal kerja hutan desa berdasarkan usulan bupati/ walikota sesuai kriteria yang ditentukan dan rencana pengelolaan yang disusun oleh kepala satuan pengelolaan hutan (KPH) atau pejabat yang ditunjuk;
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kriteria dan tata cara perencanaan areal kerja hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan mentri;
Pasal 87 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa ,
1. pemberdayaan masyarakat setempat melalui hutan desa dilakuan dengan memberikan hak pengelolaan pada lembaga desa ;
2. hak pengelolaan seagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan tata areal, penyusunan rencana pengelolaan areal, serta pemanfaatan hutan serta rehabilitasi dan perlindungan hutan ;
3. pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berada pada : (a) hutan lindung meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan , pemanfaatan jasa lingkungan , pemungutan hasil hutan bukan kayu; (b) hutan produksi meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan , pemanfaatan jasa lingkungan ,
25Supriadi, op.cit., hlm.184
26
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan mentri.
Pasal 88 ayat (1) Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa , dalam pemberian hak hutan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 87 ayat (1), pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai kewenangannya memberikan fasilitas yang meliputi pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha,bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar .
Sementara itu, dalam rangka pemberian hak pengelolaan hutan desa terhadap lembaga desa tersebut, tetap dibantu oleh pemerintah dalam memberikan bantuan fasilitas.26Dan hasil pemanfaatan hasil hutan yang dipungut dari hutan
desa, tetap dikenakan iuran.27
C. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan
Hutan diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai karunia bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta masyarakat disamping mempunyai peranan yang sangat berharga dan bernilai bagi keberlangsungan kehidupannya. Sebab kalau hutan disuatu daerah telah mengalami penurunan yang sangat drastis ,secara otomatis akan berdampak negatif terhadap kehidupan , khususnya masyarakat, misalnya terjadi kekeringan apabila musim kemarau, akan terjadi banjir kalau
26Ibid., hlm.184-185 27Ibid.,hlm. 186.
27
musim hujan. Oleh karena itu pengelolaan ini sangat penting dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan tersebut.28
Berdasarkan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintah dibidang kehutanan, kelautan , serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi. Pasal tersebut memberikan kewenangaan pengurusan dan pengelolaan hutan kepada pemerintah provinsi melalui pemerintah pusat melalui otonomi daerah. Otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.29
Mayers mendefinisikan tata kelola kehutanan (forerstry governance) sebagai kebijakan , peraturan yang mempengaruhi pemanfaatan SDH , baik secara
local level (seperti aturan masyarakat dan norma sosial pemanfaatan SDH),
national level (seperti hak kepemilikan SDH dan kebijakan kebijakan yang mempengaruhi keuntungan relatif dari berbagai bentuk pemanfaatan) maupun
global level (seperti kesepakatan multi/ bilateral tentang kehutanan, aturan
perdagangan, kebijakan kebijakan yang mengatur keberadaan perusahaan multinasional dan investasi)30
28Supriadi, Op.Cit.,hlm.113.
29HAW.Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2013, hlm.19.
28
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menitik beratkan otonomi daerah berada di provinsi. Hal ini berimplikasi pada kewenangan kabupaten atau kota yang selama ini menjadi aktor otonomi daerah sekarang beralih ke provinsi.31Sehingga, pengurusan dan pengelolaan hutan menjadi kewenangan dan tanggung jawab provinsi.
Pengurusan hutan secara luas meliputi:32
a. Mengatur dan melaksanakan perlindungan hutan; b. Mengukuhkan dan menata batas hutan;
c. Membina pengelolaan dan pengusahaan hutan.
d. Mengurus hutan suaka alam dan hutan wisata, perlindungan satwa dan perburuan.
e. Menyelenggarakan inventarisasi hutan.
f. Menyelenggarakan hutan dan pendidikan khusus dibidang kehutanan. Dari enam bentuk pengurusan hutan secara luas terdapat kegiatan kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan dengan tujuan menjaga keberlangsungan hutan, pengelolaan hutan meliuti kegiatan sebagai berikut.33
1. Tata hutan dan rencana penyusunan pengelolaan hutan. 2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. 3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
4. Perlindungan hutan dan konservasi alam
31www.alamsumatra.org, diakses pada 4/1/2016, pukul21:19 WIB. 32Alam Setia Zein, op.cit., hlm.23-24.
29
Dalam pengelolaan hutan pada pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b meliputi:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan;
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d) perlindungan hutan dan konservasi hutan.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia dan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.34. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan pelaksanaan pengelolaan hutan diwilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kehutanan , baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) maupun perusahaan perseroan (Persero) yang pembinaanya dibawah Mentri.35
Mengenai wilayah pengelolaan hutan sendiri terdapat pengaturaannya dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa
1. pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan pada tingkat :(a) provinsi; (b) kabupaten/ kota dan unit pengelolaan .
34Supriadi, op.cit., hlm.116. 35Ibid.
30
2. pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan hutan dilaksanakan dengan pertimbangan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan , kondisi aliran sungai , sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.
3. Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi pemerintahan karena kondisi karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh mentri.
Dalam pembentukan wilayah pengelolaan hutan maka yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah mempertahankan kecukupan luasan kawasan hutan. Hal ini sesuai pasal 18 Undang-UndangNomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa:
1. Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau , guna optimalisasi manfaat lingkungan , manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
2. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen dari luas daratan daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Berdasarkan pasal 18 tersebut , bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya diatas 30% tidak boleh secara bebas mengurangi kawasan hutannya dari luas yang telah ditetapkan.36 Selanjutnya dalam menjalankan pengelolaan, pemerintah dapat membentuk organisasi kesatuan pengelolaan yangmeliputi organisasi kesatuan pengelolaan hutan konservasi atau kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan pengelolaan hutan produksi yang kerjanya lintas provinsi.37
36Ibid,hlm.18.
31
Organisasi kesatuan pengelolaan hutan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:38
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi:
a) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan b) Pemanfaatan hutan
c) Penggunaan kawasan hutan d) Rehabilitasi hutan dan reklamasi
e) Perlindungan hutan dan konservasi alam
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten atau kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan , pengorganisaisian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian.
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas kegiatan pelaksanaan pengelolaan hutan diwilayahnya.
5. Membuka peluang investasi guna tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
Dalam kegiatan tata hutan, kesatuan pengelolaan hutan tersebut terdiri dari tata batas , inventarisasi hutan , pembagian kedalam blok atau zona, pembagian petak dan anak petak dan pemetaan. hukum sumber daya alam dalam sektor kehutanan.39 Dalam inventarisasi penataan hutan, kepala inventarisasi pengelolaan hutan menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan hasil kegiatan dengan mengacu kepada rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupaten atau kota dan dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan. Rencana pengelolaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek.40
Rencana pengelolaan hutan jangka panjang disusun olek Kepala Satuan Pengelolaan Hutan .Rencana pengelolaan hutan jangka panjangmemuat
38Ibid,hlm.120-121 39Ibid.
32
unsur sebagai berikut tujuan yang akan dicapai inventarisasi penataan hutan, kondisi yang dihadapi, dan strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan , yang meliputi tata hutan , pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan , rehabilitasi dan reklamasi hutan , dan perlindungan hutan dan konservasi alam.41
Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat unsur unsur sebagai berikut:42
1. Tujuan pengelolaan hutan lestari dalam skala KPH yang bersangkutan. 2. Evaluasi hasil rencana jangka pendek sebelumnya.
3. Target yang akan dicapai. 4. Basis data dan informasi.
5. Kegiatan yang akan dilaksanakan. 6. Status neraca sumber daya hutan.
7. Pemantauan Evaluasi dan pengendalian kegiatan. 8. Partisipasi para pihak.
Dari semua perencanaan hutan tersebut, Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan keharusan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat pemilik izin pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya komplain atau protes dari masyarakat setempat yang mengawasi hutan disekitar desa mereka tersebut. Pemberdayaan tersebut dilakukan untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil , dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat , melalui
41Ibid.
33
pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan.43
Dalam pasal 83 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa:
1. untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil, dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat , melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan. 2. pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban pemerintah , provinsi, kabupaten /kota yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
Pasal 84 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dapat dilakukan melalui :
a. hutan desa;
b. hutan kemasyarakatan; atau c. kemitraan.
Dari ketentuan diatas memberikan gambaran bahwa hampir dipastikan 80% masyarakat yang bermukim disekitar hutan mengklaim bahwa hutan tersebut merupakan hutan yang dibawah penguasaan mereka dan sejak dahulu kala nenek
43Ahmad Redi, op.cit., hlm.128
34
moyang mereka telah menjaga dan mengurus hutan tersebut agar bermanfaat bagi masyarakatnya.44
Maka dari itu, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sangat dibutuhkan agar masyarakat sebagai pihak yang sering melakukan aktifitas yang berhubungan dengan hutan dapat menjaga kelestarian hutan.
D. Tinjauan Tentang Kewenangan.
a. Pengertian Kewenang
Setiap peyelenggaraan pemerintah harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang yakni kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.45Dalam negara hukum yang menempatkan asas legalitas sebagai sendi utama penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintah itu bersal dari peraturan perudang-undangan46
Mengenai wewenang ini, H.D. Stout mengatakan bahwa: wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.47
44Supriadi, op.cit., hlm.184.
45 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali Pers, 2014, hlm.98. 46Ibid.,hlm.100.
35
Bagir Manan memberikan perbedaan antara kekuasaan dan weweang ditinjau dari bahasa hukum. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan atau tidak berbuat sedangkan wewenang lebih pada pengertian menyangkut hak dan kewajiban.Jika dikaitkan dengan otonomi daerah, hak menngandung pengertian kekuasaan mengatur dan mengelola sendiri.Sedangkan kewajiban, secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.Dan secara vertikal, kewajiban berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tata tertib ikatan pemerintah negara secara keseluruhan.48
b. Sumber kewenangan
Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat.49 Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. van Wijk/ Willem Konjinenbelt mendefinisikan sebagai berikut:50
a. Attributie: toekening van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan
een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah
oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah.
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan
aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari
satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya).
c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen
door eenander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).
48Ibid.,hlm.99-100.
49Ibid.,hlm.101. 50Ibid.,hlm.102.
36
Di Indonesia, kapan sebuah badan atau pejabat pemerintahan dapat memperoleh wewenag dan bentuk wewenagnya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan rincian kewenangan dan pasal yang mengaturnya yakni sebagai berikut:
1. Atribusi
Pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila:
a. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang;
b. merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. 2. Delegasi
13 ayat (2) menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila:
a. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
b. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan
c. merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada. 3. Mandat
14 ayat 1 menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila:
a. ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan b. merupakan pelaksanaan tugas rutin.
37
Dalam kajian HAN, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunanan wewenang tersebut. Seiring dengan salah satu prinsip negara hukum; “geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no
authority without responsibility” (tidak ada kewenangan tanpa
pertanggungjawaban).51
Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan.Pada delegasi, tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat satu kepada pejabat lainnya.tanggungjawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi. Semantara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.52
Selain tiga hal tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3 cara memperoleh wewenang yaitu: desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. 3 cara tersebut dijelaskan didalam pasal 1 angka 8, angka 9 dan angka 11 yang berbunyi:
1. Pasal 1 angka 8 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan: Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahanoleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
2. Pasal 1 angka 9 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Dekonsentrasimenyatakan: adalah pelimpahan sebagian UrusanPemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusatkepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi
51Ibid.,hlm.105.
38
vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
3. Pasal 1 angka 11 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Tugas menyatakan: Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenanganPemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.
c. Kewenangan Dalam Penyelenggaraan Uruasan Pemerintahan
Mengenai kewenangan dan sumbernya,terdapat proses penyelenggaraan urusan pemerintah sebagai pelaksana hubungan kewenangan antara pemerintah daerah, provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sesuai suatu sistim pemerintahan.53 Urusan pemerintah daerah adalah hubungan antara provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota atau provinsi dengan kabupaten/kota. Urusan pemerintah yang menjadi kewenagan pemerintah daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.54
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, antara lain perlindungan hak konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejateraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI dan pemenuhan komitmen nasional berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada
53HAW Widjaja, Op.Cit., hlm. 164. 54Ibid.