• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, - Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, - Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita.1

Aborsi pada umumnya adalah suatu fenomena yang ada pada masyarakat. Aborsi bisa dikatakan sebagai kegiatan yang “tersembunyi” karena dalam praktiknya aborsi sering tidak terlihat, bahkan cenderung malah ditutup-tutupi oleh pelakumaupun oleh masyarakat, bahkan mungkin oleh Negara. Hal ini karena dipengaruhi oleh hukum formal dannilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat.2

Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, kasus aborsi di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 5% setiap tahunnya dan 30% pelaku aborsi adalah remaja. Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30% pelakunya adalah remaja SMP dan SMA.Jawa Timur kasus aborsi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan 5% dan 30 % adalah remaja. Dari data Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur pada tahun

1

Charisdiono.M. Achadiat, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran,Buku Kedokteran,Jakarta, 2007, hlm. 12.

2

(2)

2009 ada 12.614 kasus, tahun 2010 ada 13.742 kasus, tahun 2011 ada 14.398 kasus, tahun 2012 ada 14.519 kasus, dan tahun 2013 ada 15.176 kasus.3

Kontroversi tentang aborsi tersebut dapat dilihat dari segi

perspektiflegalistic-normatifmaupun sosiologis-psikologis. Dalam kedua

perspektiftersebut memiliki implikasi yang berlainan. Klaimkebenaran yang memposisikan pelaku aborsi sebagai delikpidana, dan harus dihukum.4

Hukum aborsi yang seharusnya berlaku di Indonesia perlu dikaitkan dengan pengertian aborsi baik dari segi medis maupun psikologis. Aborsi yang dilakukan secara sengaja (Abortus Provocatus) merupakan salah satu masalah hukumyang peka yang berkaitan dengan profesi kedokteran, paling banyak disahkan dan menimbulkan dua pendapat yang saling bertentangan, disatu pihak tetap menentang dan dilain pihak dengan berbagai pertimbangan pengusahakan agar terdapat pengendoran atau legalisasi hukum.5

Hukumpositif yang berlaku di Indonesia, masih terdapat perdebatan dan pertentangan, baik pro maupun kontra mengenai persoalan persepsi atau pemahaman mengenai Undang yang ada sampai saat ini. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi KUHP) Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan Perundang-Undangan terkait lainnya.Hukumpositif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan Abortus Provocatus Medicalis. Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak

pidana lebih dikenal sebagai Abortus Provocatus Criminalis. Aborsi itu sendiri

30 Persen Kasus Aborsi Di Jatim Pelakunya Remaja, Surabayanews,

Diakses Pada Tanggal 8 April 2014.

4

Dewi Indraswati, “Fenomena Kawin Muda Dan Aborsi, Mizan, Jakarta, 1999, hlm. 132.

5

(3)

dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (Abortus Provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (Abortus Spontanus).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan masih banyak terdapat perdebatan mengenai pelegalan terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan.6

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan khususnya Pasal 75, aborsi itu dilarang terkecuali ada indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid berakhir Indikasi medis inilah yang menimbulkan kontroversi, karena dikaitkan dengan asumsi adanya pembenaran legalisasi aborsi. Legalisasi aborsi korban perkosaan Tidakterdapat Pasalyang secara jelas mengatur mengenai aborsi terhadap korban perkosaan. Pandanganyang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena memiliki dampak terhadap gangguan pisikis si ibu dan juga dapat mengancam nyawa si ibu. Disatu sisiada juga yang memandang bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan tindakan kriminal karena kehamilan tersebut dipandang tidak membahayakan kesehatan fisik si ibu.

Banyaknya pertentangan terhadap Undang-Undang Kesehatan yang lama maka digantilah Undang-Undang Kesehatan yang lama dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Mengenailegalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat (2).

6

(4)

ini bertujuan untuk melindungi masa depan korban pemerkosaan. Peraturanbaru ini menyulut kontroversi yang akan semakin memudahkan jalan bagi aborsi.7

Pemerintahtelah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. ketentuan legalitas aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan ini diperkuat dalam Pasal 31 ayat (2) yang mengatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan kehamilan akibat perkosaan dan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, Sedangkan Undang-Undang Kesehatan memperbolehkan aborsi atas indikasi kedaruratan medis maupun karena adanya korban perkosaan. Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanTetap ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, misalnya kondisi kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir.

8

Pengaturanmengenai tindakan aborsi ini sekaligus sebagai salah satu upaya bangsa untuk mencapai tujuan Pembangunan Nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Negara Nasional Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.9

7

Mariyadi, Legalisasi Aborsi Korban Perkosaan Perspektif Hukum Indonesia Ham Dan Hukum Islam, Https://Jurnalalahkamstainpalopo.Diakses Pada Tanggal 18 Februari 2015.

8

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Jakarta, 21 Juli 2014.

9

(5)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum.10 segala sesuatu yang berhubungan denganpelaksanaan pemerintahyang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan hukum. Termaksud dalam upaya perlindungan Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.11

B. Rumusan Masalah

untuk itu, perlu dilakukan pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu aturan yang perlu dikembangkan dan diatur dengan jelas yaitu bidang hukum dan kesehatan, khususnya mengenai tindakan aborsi yang berkaitan langsung terhadap perlindungan bagi hak hidup manusia.

Dengan uraian di atas tersebut, merupakan suatu hal yang penting untuk membahas mengenai tindakan aborsi sehingga para pihak dapat mengerti secara jelas mengenai aturan terhadap tindakan aborsi ini. Oleh karena itu, maka dipilih skripsi dengan judul “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia

2. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam

3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam

10

Lihat Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang DasarNegara Kasatuan Indonesia Republik Indonesia Tahun 1945.

11

(6)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skipsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam. 3. Untuk mengetahui Perbandingan Tindak Pidana Aboris Menurut Hukum

positif di Indonesia dan Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya dibidang ilmu hukum baik dalam konteks teoridan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Inonesia dan hukum Islam.

2. Secara Praktis

(7)

E. Keaslian Penelitian

“Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secaraadministrasi dan judul skripsi tersebut ada beberapa penulis sebelumnya, setidaknya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menulis terkait dengan aborsi dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.Jadi, penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebut di atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Penyusunan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak, dan media elektronik serta bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak pidana

Secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu:

a. Perbuatan yang dilarang;

(8)

a. Perbuatan yang dilarang

Mengenai kata “perbuatan yang dilarang” dalam hukum pidana mempunyai banyak istilah yang berasal dari bahasa Belanda “Het strafbare feit” yang diterjemahkandalam Bahasa Indonesia, antara lain:

1. Perbuatan yang dilarang hukum, 2. Perbuatan yang dapat dihukum, 3. Perbuatan pidana,

4. Peristiwa pidana, dan

5. Delik (berasal dari bahasa latin “delictum”).12

Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. 1) R. Tresna

Peristiwa pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentang dengan Undang-Undang atau Peraturan Perundang-Undangan lainnya terhadap peraturan mana diadakan tindakan penghukuman.

Perbuatandapat disebut peristiwa pidana, perbuatan itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu:

1. Harus ada suatu perbuatan manusia.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan umum.

12

(9)

3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukum di dalam Undang-Undang.

2) R. Soesilo

Tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang-Undang yang apabila dilakuakan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.

Dalam hal ini, tindak pidana itu juga terdiri dari dua unsur yaitu : 1. Unsur yang Bersifat Objektif.

2. Unsur yang Bersifat Subjektif.13 (1) Unsur Objektif, itu meliputi :

a. Perbuatan manusia yaitu perbuatan yang positif atau suatu perbuatan yang negatif yang menyebabkan pidana.

b. Akibat perbuatan manusia yaitu akibat yang terdiri atas merumuskan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yaitu norma agama hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.

c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.

d. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipindahkan perbuatan itu melawan hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang.

13Ibid

(10)

(2) Unsur Subjektif

Unsur yang ada dalam diri sipelaku itu sendiri yaitu kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar.14

a. Malawan hukum.

Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan:

b. Merugikan masyarakat. c. Dilarang oleh aturan pidana.

d. Pelakunya diancam dengan hukuman pidana

Perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan pidana, sedangkan melawan hukum dan merugikan masyarakat menunjukan sifat perbuatan tersebut.

Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu hal itu merupakan suatu tindak pidana (Pasal 1 KUHP) yang diancamkan terhadap pelakunya. Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan yang merugikan masyarakat banyak sekali, tetapi baru masuk dalam lapangan hukum pidana apabila telah ada larangan oleh peraturan pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman.

14Ibid

(11)

Untuk mengetahui apakah sesuatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau tidak, haruslah dilihat pada ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku (Hukum Positif). Bagi kita sekarang ini ketentuan-ketentaun hukum pidana itu termuat di dalam:

1. KUHP.

2. Undang-Undang/Peraturan-peraturan Pidana lainya yang merupakan ketentuan hukum pidana diluar KUHP.

KUHPyang berlaku sekarang ini, tindak pidana ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kejahatan (yang diatur dalam buku kedua) dan pelanggaran (yang diatur dalam buku tiga). Apa kriteria yang dipergunakan untuk mengelompokan dari dua bentuk tindak pidana ini, KUHPsendiri tidak ada memberikan penjelasan sehingga orang beranggapan bahwa kejahatan tersebut adalah perbuatan atau tindak pidana berat, dan pelanggaran itu adalah perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang lebih ringan, hal ini juga didasari bahwa pada kejahatan umumnya sanksi pidana yang diancam adalah lebih barat dari pada pelanggaran.15

1. Tindak Pidana Formil

Hukumpidana dikenal beberapa jenis tindak pidana, diantaranya adalah:

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Jika tindak pidana tersebut telah selesai dengan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum/dirumuskan dalam peraturan Perundang-Undang (pidana) misalnya Pasal 362 KUHP perbuatan yang dilarang tersebut mengambil milik orang lain.

15Ibid

(12)

2. Tindak Pidana Materil

Tindak pidana materil tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang dilarang (dalam suatu Undang-Undang). Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang (dari suatu perbuatan)itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah hilangnya nyawa orang lain.

3. Tindak Pidana Comisionis

Tindak pidana comisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

4. Tindak Pidana Omisionis

Tindak pidana omisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Misalnya Pasal 522 KUHP, tidak menghadap sebagai saksi dimuka pengadilan.

5. Dolus dan Culpa

Dolusadalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan culpa tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan.

6. Tindak Pidana Aduan (Klachtdelic)

Tindakpidana yang dilakukan itu baru dapat dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Jadi jika tidak ada pengaduan, maka tindak pidana tersebut tidak akan dituntut. Misal Pasal 284 KUHP, tindak pidana perzinahan, dengan demikaian delik aduan ini dapat diketahui langsung dari bunyi rumusan Pasal.16

16Ibid

. hlm. 12-13.

(13)

(1) Dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana :

a. Orang yang melakukan, yang menyuruh malakukan atau turut melakukan perbuatan itu;

b. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk malakukan suatu perbuatan.

(2) Tentang orang tersebut dalam sub 2 itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh karena mereka itu,serta dengan akibatnya

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa orang yang dapat dihukum sebagai pelaku tindak pidana dapat diklasifikasikan atas:

a. Mereka yang melakukan tindak pidana

b. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana.

c. Mereka yang ikut serta melakukan tindak pidana danMereka yang menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana.17

7. Pidana Yang Diancamkan

Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku, yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar Undang-Undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun hukuman tambahan.18

Dalam Pasal 10 KUHP terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, berbunyi:

17

Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Percobaan Dan Penyertaan, USU Press Medan, 2009, hlm 43.

18

(14)

a. Pidana pokok: 1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda; 5) Pidana tutupan. b. Pidana tambahan:

1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barang-barang tertentu; 3) Pengumuman putusan hakim.19

2. Aborsi

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenaldengan istilah ”abortus”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan seltelur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Secara defenisi ialah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm.20

Aborsi (pengguguran) berbeda dengan keguguran. Aborsi atau pengguguran kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (AbortusProvocatus). Yakni kehamilan yang diprovokasikan dengan berbagai

19

Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Op.Cit, hlm. 20-21.

20

(15)

macam sehingga terjadi pengguguran.21Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa Arabnya Ijhadhmerupak bentuk mashdar dari alhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau, secara bahasa juga bisa dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya.22Aborsi adalah berakhirnya kehamilan dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik atau akibat penyakit biomedis internalatau mungkin sengaja melalui campur tangan manusia.23

Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu di bawah usia 20 sampai 28 minggu, maupun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gram sampai 1000 gram. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya mencapai 1000 gram atau usia kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak antara 500 gram sampai 999 gram, disebut partus immaturus.24

Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam. Tindakkejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, dimana pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan kedalam titel buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang.

M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2008, hlm. 229.

23

Abul Fadl Monsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi Dan Mengatasi Kemandulan, mizan, bandung, 1997, hlm. 125.

24

(16)

3. Hukum positif

Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat

Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'ah Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam Perundang-Undangan Atau Yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dengan singkatnya dapat dikatakan, bahkan ia ingin mengetahui hukum yang berlaku sekarang ini di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hukum yang sedang berlaku di dalam suatu negara itu dipelajari, dijadikan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang objeknya ialah hukum yang sedang berlaku dalam suatu Negara, disebut ilmu pengetahuan hukum positif (Ius Constitutum).25

25

Kansil Dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hlm. 3.

Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang

(17)

tempat tertentu. Para sarjana ada juga menamakan hukum positif itu “Tata hukum.”26

Hukum positif disamping aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku dan sudah diganti dengan aturan hukum baru yang sejenis dan berlaku sebagai hukum positif baru.27

Tahun 1945 Negara Indonesia mengunifikasi serta mengkodifikasi hukum positif buatan Belanda yang diberlakukan bagi masyarakat di Hindia Belanda yang dibagi dalam 3 golongan penduduk, yaitu: golongan Eropah, golongan Timur Asing, dan golongan Bumiputra.

Tiap-tiap bangsa memiliki hukumnya sendiri, seperti terhadap bahasa dikenal tata bahasa, demikian juga terhadap hukum dikenal juga tata hukum. Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri.

28

Hukum khusus yang mereka buat tersebut sesungguhnya memang khusus untuk diberlakukan bagi para inlander/masyarakat jajahan Belanda di Hindia Belanda. Tidakmengherankan sikap krusial pilihan hukum para penegak hukum Indonesia sampai hari ini masih memprihatinkan. Hukum harus ditegakkan dan keadilan harus dijujurkan vivat justitia vereat mudus (walaupun langit akan runtuh Dasar dari peraturan Belanda tersebut sebenarnya adalah hukum buatan VOC (Verenige Oost Indische Companie), yang merupakan multinational company pertama di Nusantara. Perusahaan dagang multinasional milik kolonial Belanda yang dibentuk oleh 14 warga Belanda bagi manajemen penjajahan dinegara jajahan di Asia Tenggara ditengah kemelut ekonomi dalam negeri Kerajaan Belanda yang terjerat hutang yang besar pasca perang dengan negara-negara tetangganya dan menuju kebangkrutan.

26

C.S.T Kansil, Pangantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 73.

27

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 5

28

(18)

hukum harus tetap ditegakkan). Hukum yang berlaku di Indonesia terdiri dari Undang Dasar 1945, KUHP, KUHPer, KUHD, KUHAP, UUPA Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Undang-Undang KDRT,Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri kesehatan, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Acara Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Agraria, Hukum Perburuhan, Hukum Lingkungan, Hukum Pajak. Di dalam skripsi ini saya hanya khusus membahas mengenai KUHP, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi.

Hukum Islam

Ulama sependapat bahwa dalam syari’ah Islam telah terdapat segala hukum yang mengatur tindak-tanduk manusia, baik perkataan maupun perbuatan. Hukum-hukum ini adakalanya disebutkan secara jelas dan tegas dan adakalanya pula tidak disebutkan secara jelas dan tegas, tetapi hanya dikemukakan dalam bentuk dalil-dalil dan kaidah-kaidah secara umum. Untuk memahami hukum dalam bentuk yang disebut pertama(secara jelas dan tegas) tidak diperlukan ijtihad, tetapi cukup diambil begitu saja dalam nash dan diamalkan, karena

(19)

wahyu murni.Untukmengetahui hukum Islam dalam bentuk kedua (tidak disebutkan secara jelas dan tegas) diperlukan upayayang sungguh-sungguh oleh para Mujtahid untuk menggali hukum yang terdapat dalam nash melalui pengkajian dan pemahaman yang mendalam. Seluruh hukum yang ditetapkan melalui cara seperti yang terakhir ini disebut fiqih. Dua bentuk hukum itulah yang disebut sebagi hukum Islam.29

Istilahhukum Islam tidak dijumpai dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Dua sumber hukum Islam ini hanya menggunakan istilah syari’ah yang secara bahasa berarti jalan yang lempang, jalan yang dilalui air terjun.30

Wacana kajian hukum di kalangan ahli hukum barat ditemukan istilah barat Islamic Law yang diindonesiakan menjadi Hukum Islam. Tetapi tidak ditemukan

fakta, mana yang lebih dahulu menggunakan istilah tersebut. Artinya, apakah istilah Hukum Islam yang dikenal di Indonesia merupakan terjemahan dari literatur Barat, Islami Law, atau terjemahan bebas Hukm Al-Syar’iy. Yang jelas, para ahli berpendapat bahwa istilah hukum Islam adalah khas Indonesia sebagai terjemahan dari syariah atau Hukm Al-Syar’iy.

Bisa juga berarti jalan setapak menuju sumber air atau tempat orang mengambil air minum dan diberi tanda yang jelas terlihat oleh mata. Kata ini juga berarti jalan menuju sumber air sebagai sumber kehidupan yang harus diikuti, atau juga jalan kehidupan.

31

Istilah hukum Islam biasanya disebut dengan beberapa istilah atau nama yang masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik tertentu hukum

29

Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 24.

30

Tm. Hasbin Ashshiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm. 7.

31

(20)

tersebut, setidaknya ada empat nama yang sering dikaitkan kepada hukum Islam, yaitu, syari’ah, fiqih, hukum syarak, dan qanun.Syari’ah biasanya dipakai dalam dua pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, syari’ahmerujuk kepada himpunan norma atau petunjuk yang bersumber kepada

wahyu Illahi untuk mengatur sistem kepercayaan dan tingkah laku konkret manusia dalam berbagai dimensi hubungan. Syari’ah dalam arti luas meliputi dua aspek agama Islam, yaitu akidah dan amaliah.32

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari: 1. Sifat/Jenis Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian padadasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.33

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya.

32

Abdul WahidMushofa, , Hukum Islam Kontemporer, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 1.

33

(21)

Terutamadisebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.34

Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.35

2. Bahan Hukum

Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam.

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.36

a. Bahan Hukum Primer

Adapun data sekunder yang dimaksud adalah:

Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti Peraturan Perundang-Undangan. Dalam penulisan skripsi ini Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

34

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.

35

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 27.

36

(22)

Tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan aborsi, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai tindak pidana aborsi dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahan-bahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.

3. Alat Pengumpul Data

(23)

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas. analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif.

Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam berdasarkan permasalahan yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya kedalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(24)

Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT

HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Dalam bab ini akan khusus membahas mengenai Tindak pidana Aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pidana Aborsi menurut Undang-Undang Kesehatan (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan dikaitkan juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Ahun 2014)yang dibagai menjadi Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Abortus provocatus medicalis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM

Dalam bab ini akan membahas mengenai Aborsi Menurut Pendangan Hukum Islam, Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam,dan Aborsi Sebelum Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam.

BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

(25)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

matlab, program yang akan dijalankan di ketik pada layar editor.setelah.. selesai di ketik maka untuk menjalankannya adalah dengan klik pada. perintah “debug”

Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum

Hal ini menarik untuk dilakukan Iptek bagi masyarakat (IbM) tentang pelatihan cara mengolah buah mengkudu menjadi permen herbal, pelatihan pengemasan produk permen

Pemberian bantuan bagi korban bencana alam dan sosial tersampaikan dalam waktu waktu kurang dari 3 hari 2 Peningkatan Pemberdayaan PMKS Prosentase keluarga miskin

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Rank Order Mean, efektivitas iklan televisi Telkomsel dan XL berada pada kategori efektif, dan berdasarkan uji Mann-Whitney

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “ Penyebab Kegagalan Dalam Pemberian ASI

Volume kerucut  Siswa membahas menentukan rumus volume kerucut dengan melakukan kegiatan siswa seperti pada halaman 83, dengan bimbingan guru..  Siswa membahas soal

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis pupuk nitrogen dan kompos jerami memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap rata-rata jumlah