• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengecilan Panjang Luka Bakar

Berdasarkan gambar 4.1, proses penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus) dengan perlakuan getah batang semu pisang kepok (Musa

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 1 2 3 4 5 6 7 P an jan g L u k a B ak ar ( m m ) Hari ke-Rata-rata PA Rata-rata PK Rata-rata K+ Rata-rata

K-balbisiana) lebih baik daripada perlakuan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata). Perlakuan pisang kepok dapat lebih baik dibandingkan pisang ambon hal ini dapat disebabkan beberapa faktor seperti:

1. Kondisi metabolisme dan kondisi psikologi mencit.

Psikologi mencit dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar karena saat mencit merasa kaget, ketakutan dan kesakitan dapat menurunkan sistem metabolisme mencit itu sendiri sehingga keadaan ini dapat mempengaruhi bagian-bagian tubuh mencit yang berperan dalam proses penyembuhan luka bakar itu sendiri. Keadaan tubuh seperti gemetaran serta kaki pada mencit sedikit mengalami kelemasan saat dioleskan getah pisang beberapa kali yang menandakan bahwa metabolisme mencit sedikit terganggu.

2. Kandungan fitokimia antara getah batang semu pisang

Faktor lain seperti kandungan fitokimia antara getah batang semu pisang kepok dan pisang ambon tidak jauh berbeda. Hal yang menyebabkan perbedaan ialah senyawa flavonoid yang dapat larut dalam air mengakibatkan flavonoid pada pisang ambon mengalami pelarutan pada air dikarenakan getah pisang ambon lebih encer daripada getah pisang kepok, hal inilah yang menyebabkan perbedaan kandungan antara pisang kepok dan pisang ambon. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hananta, dkk dalam Ningsih dkk., 2013) menunjukkan konsentrasi getah yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan penelitian Hananta

dkk, dapat diambil kesimpulan bahwa getah pisang yang kental lebih baik daripada getah pisang yang encer atau bercampur dengan air, dengan kata lain getah pisang kepok lebih kental dibandingkan getah pisang ambon. Menurut Prasetyo (2010), bahwa batang pohon pisang ambon memiliki senyawa kimia di antaranya saponin, antrakuinon, kuinon yang dapat menghilangkan rasa sakit, merangsang pembentukan sel-sel baru pada kulit. Kandungan lignin pada batang semu pisang ambon membantu peresapan senyawa pada kulit sehingga dapat digunakan untuk mengobati luka memar, luka bakar, luka bekas gigitan serangga dan sebagai antiradang. Menurut Harborne (1984) senyawa flavonoid dapat larut dalam air serta dapat diekskresikan dengan etanol 70%. Djulkarnain dalam Sundari (2015) mengatakan bahwa getah batang semu pisang kepok mengandung tanin dan saponin yang berfungsi sebagai antiseptik. Menurut Sundari (2015), pisang kepok yang telah dilakukan uji skrinning fitokimia menunjukkan bahwa pisang kepok mengandung senyawa saponin, lektin dan antrakuinon.

3. Teknis pengambilan sampel getah batang semu pisang

Teknis pengambilan sampel getah batang semu pisang pengaruh terhadap kualitas getah batang pisang. Pengambilan sampel getah batang semu pisang ambon terkena air dari tetesan daun pisang, sehingga menyebabkan kandungan getah yang saat diambil bercampur dengan air yang terkena guncangan saat peneliti menekan batang semu pisang. Posisi getah batang semu pisang kepok yang jauh dari daun pisang yang basah menyebabkan

getah batang semu pisang kepok sedikit terkena air dan peneliti menekan batang semu pisang tidak terlalu keras. Hal ini yang mempengaruhi kandungan fitokimia dalam getah batang semu pisang sehingga getah batang semu pisang kepok lebih baik kinerjanya dalam menyembuhkan luka bakar.

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perlakuan pisang ambon mengalami sedikit kenaikan pada hari ke-4. Seharusnya proses pengecilan panjang luka dari hari ke hari semakin mengecil, namun pada pisang ambon tidak. Hal ini dapat dikarenakan faktor dari sistem imun tubuh mencit, faktor psikologi mencit, serta kandungan getah pisang ambon yang tercampur dengan air hujan. Selama penyimpanan di kulkas kandungan getah batang semu pisang mengalami perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi pada kandungan getah batang pisang kepok menjadi semakin kental sedangkan getah batang pisang ambon terdapat dua lapisan yaitu getah dan air. Hal ini terjadi karena senyawa flavonoid dapat larut dalam air. Flavonoid yang larut dalam air dapat mengurangi kandungan flavonoid itu sendiri sehingga kinerja flavonoid kurang berpengaruh dalam penyembuhan luka.

Tabel. 4.1. Rata-rata panjang luka hari ke- Perlakuan Panjang luka bakar (mm) hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

Rata-rata PA 12,60 12,60 12,29 12,35 12,12 12,12 11,33 Rata-rata PK 10,62 10,62 10,24 9,92 9,61 9,18 9,05 Rata-rata K+ 10,71 10,71 10,52 10,33 9,75 9,30 9,26 Rata-rata K- 10,62 10,62 11,18 11,19 10,77 10,77 9,86

Pada tabel 4.1 terlihat bahwa kontrol negatif mengalami perubahan pengecilan panjang luka bakar yang tidak sesuai, yang seharusnya panjang luka mengalami pengecilan namun pada kontrol negatif pengecilan luka terjadi peningkatan. Pada hari ke-3 dan ke-4 kontrol negatif mengalami kenaikan panjang luka yang cukup besar, hari ke-5 mengalami penurunan panjang luka, hari ke-6 mengalami peningkatan panjang luka kembali namun tidak tinggi dan pada hari ke-7 mengalami penurunan panjang luka kembali. Hal ini terjadi karena perlakuan kontrol negatif hanya menggunakan perlakuan akuades steril yang dioleskan pada luka bakar mencit, sehingga sangat rentan terkena bakteri.

Resiko infeksi dapat terjadi dari kandungan akuades steril yang tidak mengandung bahan antiseptik. Kondisi luka yang mengalami infeksi dapat semakin parah, hal ini ditandai dengan keluarnya nanah dan dapat berujung pembusukan luka. Faktor dari dalam mencit juga berpengaruh dalam proses penyembuhan luka bakar. Mencit yang hanya dibasuh dengan akuades steril menyebabkan mencit merasa kesakitan. Hal ini ditandai dengan keluarnya air kencing dan kotoran mencit. Kondisi psikologis inilah yang dapat

menghambat proses penyembuhan luka. Hal ini dibuktikan dengan panjang luka yang melebar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ialah:

1. Psikologis mencit, psikologis mencit yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena tersugesti tidak merasakan rasa sakit, ketakutan dan tidak meninggalkan trauma akibat rasa sakit.

2. Kondisi tubuh, kondisi tubuh seperti system imun yang baik pastinya dapat mencegah terjadinya hal-hal yang dapat berdampak buruk bagi tubuh akibat terkena luka. Contohnya tubuh secara alamiah akan membentengi diri dari serangan mikroorganisme yang dapat memicu terjadinya infeksi pada luka.

3. Cara penangan pada luka, cara penanganan luka juga mempengaruhi kesembuhan karena jika salah dalam menangani luka dapat berdampak salah pada tubuh, contohnya saat terjadi luka bakar seharusnya pertolongan pertama ialah mengaliri luka dengan air mengalir atau menggunakan es batu. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah luka terkontaminasi dari mikroorganisme dan mencegah terjadinya pembengkakan.

Perlakuan bioplacenton lebih baik daripada perlakuan lainnya. Pengecilan panjang luka bakar dengan perlakuan bioplacenton setiap hari mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena kandungan bioplacenton yang berfungsi mendinginkan saat dioleskan pada luka bakar memberikan sensasi tenang pada

psikologis mencit. Mencit tidak merasakan kesakitan yang lama akibat luka bakar. Hal ini terlihat jelas ketika pemberian bioplacenton kedua kalinya, mencit lebih tenang dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang merasa kesakitan. Pada perlakuan getah pisang bersifat mendinginkan karena adanya kandungan zat tanin, namun bioplacenton lebih dingin dibandingkan getah pisang karena adanya ekstrak palacenta.

Penyembuhan luka memiliki tiga tahapan yaitu inflamasi, proliferasi dan maturasi. Menurut Lorenz dkk. dalam Hidayat (2013), fase inflamasi suatu proses hemostasis yang cepat dan dimulainya suatu siklus regenerasi jaringan. Fase ini dimulai setelah cedera sampai hari ke-5 pasca cedera. Pada fase ini terjadi peradangan, hal ini ditandai setelah mencit dilukai dan dioleskan obat, mencit merasa kesakitan hal ini dibuktikan dengan jeritan mencit. Jeritan mencit masih berlangsung saat dioleskan obat untuk kesekian kalinya hingga beberapa hari. Namun pada hari ke-2 mencit dengan perlakuan bioplacenton sudah tidak merasa takut maupun kesakitan. Hal ini terlihat saat mencit akan diambil dari kandang untuk dioleskan obat kembali, mencit tidak sulit ditangkap dan saat dioleskan obat kembali mencit tidak mengeluarkan air kencing ataupun kotorannya. Hal ini dikarenakan bioplacenton mengandung ekstrak plasenta 10%, Neomycin sulfat 0,5% dan jelly base, sehingga berefek mendinginkan luka bakar dan mencit merasa nyaman dan tidak kesakitan. Kandungan getah batang pisang kepok juga memiliki efek mendinginkan karena kandungan saponin, namun efek ini tidak sedingin bioplacenton yang sensasi dinginnya sangat terasa saat dioleskan. Getah batang semu pisang

tidak jauh berbeda dengan bioplacenton dalam mereda rasa sakit. Hal ini dibuktikan pada hari ke-3 mencit tidak sulit ditangkap dan tidak mengeluarkan kotoran maupun air kencingnnya saat akan dioleskan obat kembali.

Getah batang semu pisang juga dapat meredakan rasa sakit karena adanya kandungan flavonoid, sehingga mencit tidak merasa kesakitan yang lama. Hal ini senada dengan Perdana (2013), menyatakan bahwa flavonoid pada getah batang semu pisang berfungsi pereda nyeri dan menstimulasi sel darah putih. Hal berbeda terlihat pada mencit dengan perlakuan akuades steril, pada hari ke-7 mencit masih susah untuk ditangkap dan masih mengeluarkan kotoran dan air kencing saat akan dioleskan obat kembali. Hal ini terjadi karena akuades steril tidak memiliki kandungan yang mampu mendinginkan maupun meredakan rasa sakit pada mencit. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kandungan senyawa kimia pada masing-masing perlakuan.

Gurtner dalam Hidayat (2013) mengatakan bahwa tujuan utama fase ini adalah hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen. Netrofil pada umumnya akan ditemukan pada hari ke-2 dan berperan penting dalam memfagositosis jaringan mati dan mencegah infeksi. Menurut Anderson dalam Hidayat (2013), pada akhir fase inflamasi mulai terbentuk proses granulasi. Pada penelitian ini proses granulasi terjadi pada hari ke-4 setelah terjadinya luka. Area punggung mencit yang terkena luka mengalami pembentukan jaringan granular yang ditandai dengan adanya warna kemerahan pada area luka seperti terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Jaringan granular

Jaringan granular adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung ujung saraf. Menurut Singer dalam Isrofah (2013), pada fase ini terjadi re-epitelisasi yang dimulai beberapa jam setelah terjadinya luka bakar. Menurut Kalangi dalam Isrofah (2013), re-epitellisasi inilah yang mempercepat proses penyembuhan luka karena re-epitellisasi diperlukan untuk pembentukan sel-sel kulit baru yang mengalami kerusakan yang terkena luka bakar. Semakin cepat terjadi reepitelisasi akan membuat struktur epidermis kulit mencit segera mencapai keadaan normal contohnya mencit dengan perlakuan pisang kepok, mengalami pertumbuhan bulu yang cepat. Pertumbuhan bulu ini menandakan bahwa proses re-epitellisasi pada perlakuan pisang kepok berlangsung cepat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3.

a b c

Gambar 4.3. a. kondisi bulu hari ke-2 b. kondisi bulu hari ke-4 c. kondisi bulu hari ke-6

Hal tersebut senada dengan Fitriyah (2011) menyatakan bahwa lektin yang terdapat pada getah batang semu pisang berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Fase proliferasi merupakan fase kedua yangberlangsung dari hari ke-4 hingga hari ke-21 pasca cedera. Pada fase ini keratin sudah mulai bekerja beberapa jam pasca cedera. Keratin inilah yang menjadi dasar terbentuknya lapisan kulit pada area luka bakar. Pada fase ini proses pembuluh darah baru akan terjadi. Jaringan granular mulai terbentuk pada fase pertama hingga fase kedua yaitu fase proliferasi. Menurut Gurtner dalam Hidayat (2013), pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan granular merupakan tanda penting fase proliferasi. Tanpa adanya pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan granular akan menyebabkan gangguan penyembuhan luka bakar. Saat memasuki fase proliferasi sel punca sudah mulai terbentuk.

Sel punca merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan dapat tumbuh menjadi berbagai jenis sel, seperti sel darah merah, sel otot atau sel otak. Menurut Anderson dalam Hidayat (2013), faktor hormon, nutrisi, pH dan tekanan oksigen sekitar menjadi perantara dalam proses diferensiasi sel punca. Hal yang menarik dari fase proliferasi ialah proses re-epitellisasi serta pembentukan sel-sel baru harus dihentikan ketika sudah mencapai normalnya. Hal ini dikarenakan kelebihan sel-sel maupun proses re-epitellisasi dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut.

Fase maturasi (remodeling) merupakan fase terakhir dalam tahap penyembuhan luka. Selama fase ini jaringan baru yang terbentuk akan tersusun seperti jaringan asalnya. Menurut Gurtner dalam Hidayat (2013), fase

maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan penataan serat kolagen sepanjang garis luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir penyembuhan luka ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Bisono dan Pusponegoro dalam Hidayat (2013), menyatakan bahwa fase ini terdapat jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasarnya. Kekuatan jaringan parut bekas luka akan semakin meningkat akibat berubahnya tipe kolagen. Menurut Gurtner dalam Hidayat (2013), pada akhir fase remodeling, jaringan baru hanya akan mencapai 70% dari kekuatan jaringan awal. Lamanya proses penyembuhan luka tergantung pada faktor panjang luka, jenis luka, kedalaman luka serta perlakuan pada luka itu sendiri. Indikator penyembuhan luka juga meliputi pertumbuhan bulu serta perubahan warna luka.

Dokumen terkait