• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) pada penyembuhan luka bakar mencit (Mus musculus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) pada penyembuhan luka bakar mencit (Mus musculus)."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

xi

GETAH BATANG SEMU PISANG KEPOK (Musa balbisiana) PADA PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MENCIT (Mus musculus)

Rike Pangestika Universitas Sanata Dharma

2017

Getah batang semu pisang biasanya digunakan sebagai obat luka bakar oleh masyarakat Toraja. Penelitian Sundari menyatakan bahwa getah pelepah pisang kepok dapat merangsang pembentukan sel-sel baru, pembentukan pembuluh darah baru dan sebagai antiseptik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semupisang kepok (Musa balbisiana) serta mengetahui manakah diantara kedua getah pisang tersebut yang lebih cepat memperkecil panjang luka bakar mencit (Mus musculus).

Penelitian bersifat eksperimental laboratorium. Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu getah batang semu pisang ambon dan kepok. Pengujian sampel dilakukan dengan membuat luka bakar derajat II dalam pada punggung mencit. Setiap sampel dioleskan pada area luka 3x sehari. Data diperoleh dengan mengukur panjang luka menggunakan jangka sorong kemudian dianalisis dengan cara deskriptif.

Hasil rata-rata pengukuran panjang luka getah pisang kepok yakni 9,89 mm sedangkan pisang ambon yakni 12,29 mm. Peranan getah pisang kepok lebih baik karena mencit cepat mengalami pertumbuhan bulu dan perubahan warna luka. Kesimpulan kedua getah pisang memiliki peranan yang baik dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) lebih cepat memperkecil panjang luka bakar dibandingkan pisang ambon (Musa acuminata).

(2)

xii

balbisiana) APPARENT STEM LATEX TO HEALING THE BURNED SKIN OF WHITE MICE (Mus musculus)

Rike Pangestika Universitas Sanata Dharma

2017

Banana tree latex is usually used as a burn treatment by the Toraja people. Sundari research states that banana tree latex kepok can stimulate the formation of new cells, new blood vessel formation and as an antiseptic. This study aims to determine how the role of apparent stem latex ambon banana (Musa acuminata) and stem latex kepok banana (Musa balbisiana) and find out which of these two banana faster burns far longer mice (Mus musculus).

The study is an experimental laboratory. Variations sample of stem latex ambon banana and kepok. Tests were conducted by making the second-degree burns on the backs of mice. Each sample is applied to the wound area 3 times a day. Data obtained by measuring the length of the wound using a caliper and then analyzed in a descriptive way.

The average yield of banana latex wound length measurement kepok namely 9.89 mm while the ambon banana namely 12.29 mm. The role of banana latex kepok better because mice experiencing rapid growth and change color fur wounds. The second conclusion banana latex has a good role in accelerating the healing process of burns. Banana apparent stem latex kepok (Musa balbisiana) faster burns far longer than a ambon banana (Musa acuminata)..

(3)

i

EFEKTIVITAS GETAH BATANG SEMU PISANG AMBON(Musa acuminata) DAN GETAH BATANG SEMU PISANG KEPOK (Musa balbisiana)

PADA PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MENCIT(Mus musculus) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

Rike Pangestika

NIM : 121434061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

(7)

v MOTTO

Aku Hanya Merasa Hidup

Jika dan Hanya Jika

Berkreasi & Berinovasi

(8)
(9)
(10)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini.

Naskah skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama penyusunan naskah skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu,

memberikan dorongan dan masukan serta motivasi kepada penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu melalui kesempatan ini penulis

dengan sepenuh hati ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Catarina Retno Herrani Setyati, M.Biotech. selaku dosen pembimbing yang

telah dengan sabar meluangkan waktu, membimbing, memberikan arahan,

mendukung dan mengajarkan penulis banyak hal dalam setiap konsultasi

bersamanya.

2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma yang telah menyetujui dan mengesahkan skripsi

ini.

3. Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.,Sc. selaku Kepala Program Studi

Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.

4. Dosen-dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan

kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Biologi: Pak Tri, Bu Maslichah

Asy’ari, Bu Ratna, Bu Ika, Rm. Wir, yang selama ini telah membimbing dan

selalu memberikan arahan kepada penulis agar tetap belajar dengan tekun

dan tidak mudah putus asa. Memberikan penulis banyak ilmu sebagai bekal

masa depan penulis.

6. Ibu Yoanni Maria Lauda Feroniasanti, M.Si selaku Kepala Laboratorium

(11)

ix

peminjaman sarana dan prasarana sehingga penulis dapat melakukan

penelitian.

7. Pak Agus selaku laboran di Laboratorium Pendidikan Biologi yang selalu

menyediakan sarana dan prasarana laboratorium yang diperlukan penulis

dalam penelitian ini.

8. Bapak laboran di Laboratorium Imuno Farmasi yang telah meluangkan

waktu dalam membantu penulis memperoleh mencit serta berbagi informasi

mengenai perawatan mencit dan mendukung penulis agar melakukan

penelitian dengan baik.

9. Keluargaku tercinta, ayahku Yuwono MM, ibundaku Yuli Astuti, kakakku

Dolly Yudhistira serta adik gantengku Fadhilla Ma’arif yang selalu

mendukung, mendoakan, memberikan kasih sayang, serta yang telah

memenuhi semua kebutuhan rohani dan jasmani penulis sehingga penulis

dapat kuliah dan memperoleh gelar sarjana.

10. Teman terbaik selama ini Hisreidi Funome, Emilia Jane, Maya R. Kapu,

Theresia Astutiningrum, Maranthy Boy Rante Allo, Rointan Moris

Sidabalok, Tresia Jawa, Maria Magdalena Melina, Annasonia Mega

Rahmatika, Melly Priana, Adriana, Deska Aliza, Rya, Rinanti Anugraheni,

Christine Pamarding U, Aileen Felicia, Gloria Jessica serta Marcela Widya

yang telah menemaniku dan membantuku baik saat melaksanakan penelitian

di Laboratorium maupun tidak, yang selalu mendoakanku, yang selalu

menyemangatiku dan menghiburku. Semoga pertemanan ini akan selalu erat

dan teguh selamanya.

11. Teman-teman SMA yaitu Fiqih Amalia, Albert A, Kurni, Galang yang

selalu menyemangati, mendoakan, dan menghibur penulis dengan tingkah

laku yang unik.

12. Teman perjuangan saat revisi Stepanus Putra terima kasih yang selalu

membantu, menemani serta memberikan dukungan atas kelancaran

(12)

x

13. Teman-teman Pendidikan Biologi angkatan 2012 yang selalu mendukung,

memberi semangat dalam setiap langkah yang dilalui bersama selama empat

tahun ini.

14. Seseorang yang menyemangati saya selama proses skripsi.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih

atas segala bantuan dan dukungan untuk penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.Berkah Dalem.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

naskah skripsi ini. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 17 Februari 2017

(13)

xi ABSTRAK

EFEKTIVITAS GETAH BATANG SEMU PISANG AMBON (Musa acuminata)DAN GETAH BATANG SEMU PISANG KEPOK(Musa balbisiana)PADA PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MENCIT(Mus

musculus)

Rike Pangestika Universitas Sanata Dharma

2017

Getah batang semu pisang biasanya digunakan sebagai obat luka bakar oleh masyarakat Toraja. Penelitian Sundari menyatakan bahwa getah pelepah pisang kepok dapat merangsang pembentukan sel-sel baru, pembentukan pembuluh darah baru dan sebagai antiseptik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan getah batang semu pisang ambon (Musa

acuminata) dan getah batang semupisang kepok (Musa balbisiana) serta

mengetahui manakah diantara kedua getah pisang tersebut yang lebih cepat memperkecil panjang luka bakar mencit(Mus musculus).

Penelitian bersifat eksperimental laboratorium. Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu getah batang semu pisang ambon dan kepok. Pengujian sampel dilakukan dengan membuat luka bakar derajat II dalam pada punggung mencit. Setiap sampel dioleskan pada area luka 3x sehari. Data diperoleh dengan mengukur panjang luka menggunakan jangka sorong kemudian dianalisis dengan cara deskriptif.

Hasil rata-rata pengukuran panjang luka getah pisang kepok yakni 9,89 mm sedangkan pisang ambon yakni 12,29 mm. Peranan getah pisang kepok lebih baik karena mencit cepat mengalami pertumbuhan bulu dan perubahan warna luka. Kesimpulan kedua getah pisang memiliki peranan yang baik dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Getah batang semu pisang kepok

(Musa balbisiana) lebih cepat memperkecil panjang luka bakar dibandingkan

pisang ambon(Musa acuminata).

(14)

xii ABSTRACT

THE EFFECT OF AMBON BANANA(Musa acuminata)AND KEPOK BANANA(Musa balbisiana)APPARENT STEM LATEX TO HEALING

THE BURNED SKIN OF WHITE MICE(Mus musculus) Rike Pangestika

Universitas Sanata Dharma 2017

Banana tree latex is usually used as a burn treatment by the Toraja people. Sundari research states that banana tree latex kepok can stimulate the formation of new cells, new blood vessel formation and as an antiseptic. This study aims to determine how the role of apparent stem latex ambon banana (Musa acuminata) and stem latex kepok banana (Musa balbisiana) and find out which of these two banana faster burns far longer mice (Mus musculus).

The study is an experimental laboratory. Variations sample of stem latex ambon banana and kepok. Tests were conducted by making the second-degree burns on the backs of mice. Each sample is applied to the wound area 3 times a day. Data obtained by measuring the length of the wound using a caliper and then analyzed in a descriptive way.

The average yield of banana latex wound length measurement kepok namely 9.89 mm while the ambon banana namely 12.29 mm. The role of banana latex kepok better because mice experiencing rapid growth and change color fur wounds. The second conclusion banana latex has a good role in accelerating the healing process of burns. Banana apparent stem latex kepok (Musa balbisiana) faster burns far longer than a ambon banana (Musa acuminata)..

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II. DASAR TEORI ... 6

A. Pisang... 6

B. Luka Bakar... 12

C. Mencit(Mus musculus)... 20

D. Penelitian yang Relevan ... 22

E. Kerangka Berpikir ... 23

F. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Penelitian... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Batasan Penelitian ... 28

D. Alat dan Bahan ... 28

E. Cara Kerja... 29

F. Analisis Data ... 34

G. Pemanfaatan dalam Pendidikan ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Pengecilan Panjang Luka Bakar... 35

B. Perubahan Warna Luka Bakar... 45

C. Pertumbuhan Bulu Mencit(Mus musculus)... 47

D. Kendala dan Keterbatasan Penelitian ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

BAB VI. IMPLEMENTASI PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tanaman pisang(Musa paradisiaca)………... 7

Gambar 2.2. Getah pisang ………... 9

Gambar 2.3. Luka bakar ………... 12

Gambar 2.4 Mencit(Mus musculus)………... 21

Gambar 2.5. Bagan kerangka berpikir ... 25

Gambar 3.1. Tahap-tahap penelitian ……… 33

Gambar 4.1. Rata-rata panjang luka bakar mencit(Mus musculus)………… 35

Gambar 4.2. Jaringan Granular ... 43

Gambar 4.3. Kondisi Bulu Mencit(Mus musculus)………. 43

Gambar 4.4. Kondisi Warna Luka Mencit(Mus musculus)... 46

Gambar 4.5. Mencit(Mus musculus)mengalami keropeng ………. 50

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Silabus ……….... 59

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……….……. 63

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ………... 74

Lampiran 4 : Instrumen Penilaian Siswa ………. 77

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Luka merupakan rusaknya komponen atau satuan jaringan, yang menyebabkan substansi jaringan rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul yaitu hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, pendarahan, koagulasi, infeksi bakteri dan kematian sel (Umar dalam Sundari, 2015). Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi: luka insisi (incised wounds), luka memar (contusion wound), luka lecet (abraded wound), luka tusuk (punctured wound), luka gores (lacerated wound), luka tembus (penetrating wound) dan luka bakar (combustio) (Perdana, 2013). Beberapa jenis luka tersebut dapat diobati dengan metode pengobatan secara modern dan tradisional contohnya luka bakar. Pengobatan secara modern pada umumnya menggunakan teknologi modern dalam proses pembuatan obat. Pada pengobatan secara tradisional cenderung menggunakan bahan-bahan alami yang di sekitar kita baik yang diperoleh dari tanaman maupun hewan.

(20)

proses penyembuhannya berbeda. Beberapa jenis luka seperti luka lecet (abraded wound), luka gores (lacerated wound), dan luka bakar (combustio) dapat pula ditangani dengan pengobatan secara tradisional. Pengobatan secara tradisional yang menggunakan bahan-bahan dari lingkungan sekitar memiliki beberapa keuntungan, antara lain tidak adanya efek samping yang ditimbulkan seperti obat kimiawi (Perdana, 2013). Sebagai contoh penutupan luka gores dengan daun sirih atau daun binahong. Begitu pula penanganan pada luka bakar dengan luas luka yang kecil dapat ditangani dengan mengoleskan getah batang semu pisang. Pada masyarakat Sulawesi khususnya Toraja saat mengalami luka sayat, masyarakat memakai cara tradisional sebagai pertolongan pertama yaitu dengan menggunakan getah pisang dengan cara melilitkan remasan batang semu pisang yang mengandung getah pada bagian yang terkena luka.

Luka bakar merupakan kerusakan dan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak kulit dengan sumber yang bersuhu lebih tinggi dari suhu normal kulit yang dapat dirasakan misalnya; api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi atau suhu yang sangat rendah seperti daerah kutub (Moenadjat dalam Sucidayanan dkk., 2014). Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibagi menjadi: luka bakar suhu tinggi (thermal burn), luka bakar bahan kimia (chemical burn), luka bakar sengatan listrik (electrical burn), dan luka bakar radiasi (radiasi injury) (Moenadjat dalam Isrofah, 2013).

(21)

sebagai antibiotik, pembentukan pembuluh darah baru, penyingkat fase peradangan, pencegah infeksi dan pembentuk jaringan ikat kolagen. Penelitian Balqis dkk. (2014) yang berjudul “Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) Dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)”. Penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk membuat luka bakar derajat II dalam pada mencit (Mus musculus).

(22)

kepok (Musa balbisiana) pada penyembuhan luka bakar mencit (Mus musculus).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dangetah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) terhadap proses penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus) ?

2. Manakah antara getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) yang lebih cepat dalam memperkecil panjang luka bakar pada mencit (Mus musculus) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peranan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) dalam proses penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus). 2. Mengetahui antara getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata)

(23)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

a) Peneliti dapat memperdalam pengetahuannya mengenai manfaat tumbuhan bagi pengobatan khususnya manfaat getah batang semu pisang bagi penyembuhan luka bakar.

b) Peneliti dapat memperluas pengetahuannya mengenai alternatif pengobatan luka bakar yang mudah diperoleh dan efisien

c) Peneliti dapat memperdalam pengetahuannya mengenai kandungan fitokimia pada getah batang semu pisang terutama pisang kepok (Musa balbisiana) dan pisang ambon (Musa acuminate).

2. Bagi Pendidikan

a) Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Guru untuk mengaplikasikan penelitian ilmiah khususnya pada materi sistem ekskresi, KI 3; KD 3.9 dan 4.10 untuk SMA kelas XI.

b) Penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai gangguan pada sistem ekskresi khususnya kulit sehingga siswa dapat dengan mudah mendalami bagian-bagian kulit berdasarkan hasil diskusi kelompok.

3. Bagi Masyarakat

a) Memberikan informasi mengenai alternatif penyembuhan luka bakar dengan bahan yang mudah diperoleh dan efisien

(24)

6 BAB II DASAR TEORI

A. Pisang

Ahli botani asal Rusia, Nikolai Ivanovich Vavilov, berdasarkan ekspedisinya menyimpulkan tanaman pisang berasal dari daerah Indo Cina, Malaysia, Filipina dan Indonesia (Suprapti, 2005). Pisang memiliki beberapa jenis antara lain Pisang ambon (Musa acuminata), pisang kepok (Musa balbisiana) dan pisang raja (Musa sapientum). Buah pisang tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok yang tersusun menjari disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Menurut Oputu (2012), buah pisang memiliki banyak manfaat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, antara lain sebagai bahan pangan yang mengandung karbohidrat dan mineral, terutama kalium. Pada batang pisang dimanfaatkan sebagai pakan ternak, campuran pupuk dan beberapa masyarakat memanfaatkan batang pisang untuk diolah sebagai masakan sehari-hari.

1. Klasifikasi

Menurut Tjitrosoepomo (2013) pisang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

(25)

Class : Monocotyledoneae Ordo : Musales

Family : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa sp.

2. Morfologi

Tanaman pisang memiliki morfologi yang dapat dilihat yaitu akar, batang, buah dan daun. Akar berpangkal pada umbi batang. Pada tanaman yang memiliki umbi batang, pelepah daun akan tumbuh berimpitan saling melekat. Pelepah daun yang berlekatan ini terlihat seperti batang. Struktur seperti ini disebut dengan batang semu misalnya pada pisang (Musa paradisiaca) dan jenis-jenis Zingiberaceae

(Rosanti, 2013). Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah berupa umbi batang. Pada bagian atas umbi batang terdapat bagian yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung).

Bagian yang berdiri tegak di dalam tanah dan biasanya dianggap sebagai batang adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari batang

(26)

daun panjang yang saling menelengkup dan menutupi dengan kuat dan kompak sehingga dapat berdiri tegak seperti batang tanaman. Tinggi batang semu ini berkisar 3,5-7,5 meter tergantung jenisnya (Oputu, 2012). Batang pohon pisang ambon memiliki senyawa kimia di antaranya saponin, antrakuinon, kuinon yang dapat menghilangkan rasa sakit, merangsang pembentukan sel-sel baru pada kulit (Prasetyo, 2010).

Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset memanjang. Pada bagian bawahnya berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. Daun pisang mudah sekali robek atau terkoyak oleh hembusan angin yang keras karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Bunga berkelamin satu, berumah satu dalam tandan (Oputu, 2012).

Bunga tersusun dalam 2 baris melintang. Bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Benang sari 5 buah pada betina tidak sempurna, bakal buah persegi, sedang pada bunga jantan tidak ada. Buah akan tumbuh setelah keluarnya bunga dan akan terbentuk sisir pertama, kemudian memanjang lagi dan terbentuk sisir kedua, ketiga dan seterusnya. Jantung pisang perlu dihilangkan sebab sudah tidak menghasilkan sisir lagi (Oputu, 2012).

3. Getah Pisang

(27)

biasanya disebut sebagai “latices” atau lateks, yang merupakan cairan yang berwarna putih seperti susu. Saluran getah biasanya disebut sel-sel atau jaringan lacticifer (lac= susu). Saluran getah terbagi menjadi 2 golongan yaitu: laticiferous vessel (buluh getah) dan laticiferous cells (sel getah), familia Musaceae termasuk ke dalam golongan buluh getah. Bagian dalam saluran getah ini terdapat getah atau latices. Zat-zat yang terkandung dalam cairan getah dapat berupa zat-zat karbohidrat, asam-asam organik, garam-garam, alkaloid, lemak, tanin, lendir, enzim, damar dan lain-lain. Pada familia Musaceae dihasilkan tanin (Sutrian, 2011).

Gambar 2.2 A. getah pisang kepok B. getah pisang ambon Sumber: dokumen pribadi

Warna getah tidak selalu jernih atau seperti susu, tergantung pada zat yang dikandungnya sehingga dapat berwarna coklat, merah muda ataupun kekuning-kuningan. Getah ini akan segera mengalir keluar dari saluran getah apabila saluran getah terluka. Hal ini dikarenakan sel-sel saluran getah itu terisi oleh cairan getahnya dan bersifat turgescent (Sutrian, 2011).

(28)

Fungsi getah bagi tanaman itu sendiri belum dapat diketahui dengan pasti, getah pada tanaman memiliki beberapa manfaat seperti: obat luka bakar (getah pisang, getah pepaya dll), obat luka sayatan (getah pisang, getah pepaya, getah pohon jarak dll), bahan dasar pembuatan karet (getah pohon karet), bahan dasar pembuatan minyak urut (getah pohon jarak), bahan dasar gula (getah pohon aren) serta bahan pelarut mengencerkan cat minyak (getah pohon pinus).

4. Manfaat dan Kandungan Kimia Batang Pisang

Batang semu pisang memiliki beberapa manfaat, antara lain: dapat digunakan sebagai tali, pupuk dan pakan ternak sementara ares (empulur pisang) digunakan sebagai obat luka, penawar racun, bisa ular, pupuk dan pakan ternak (Suprapti, 2005). Getah pisang mengandung beberapa jenis fitokimia yaitu saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit. Selain itu, di dalam getah pisang juga terdapat kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka (Budi dalam Surahman Agus dkk., 2009).

(29)

luka, senyawa ini berperan dalam meningkatkan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) pada luka sehingga suplai oksigen dan nutrisi menjadi lebih optimal. Selain itu, saponin juga berfungsi sebagai antibiotik sehingga dapat mengurangi resiko luka terkontaminasi oleh bakteri (Perdana, 2013).

Flavonoid banyak diteliti karena manfaatnya bagi kesehatan. Setiap tanaman biasanya menghasilkan flavonoid yang berbeda. Manfaat flavonoid salah satunya untuk membentengi tubuh dari serangan mikroorganisme. Selain itu juga memiliki fungsi untuk memblokade terbentuknya prostaglandin penyebab nyeri, menstimulasi sel darah putih, serta meningkatkan daya serang terhadap kuman (Perdana, 2013).

(30)

pisang juga terdapat kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit (Fitriyah, 2011).

B. Luka bakar

Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak kulit dengan sumber yang sangat tinggi misalnya; api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat dalam Sumoza dkk., 2014).

1) Penyebab terjadinya luka bakar

a) Luka bakar suhu tinggi (thermal

burn) disebabkan oleh kobaran api, kontak dengan benda panas, uap yang mudah terbakar yang membakar dan menyebabkan kilatan atau ledakan, uap panas, atau cairan panas.

b) Luka bakar bahan kimia (chemical burn) disebabkan oleh agen-agen kimiawi yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian jaringan jika kontak dengan kulit. Tiga jenis agen kimiawi yaitu: asam, alkali dan senyawa-senyawa organik, menyebabkan sebagian besar luka bakar kimiawi.

c) Luka bakar sengatan listrik (electrical burn). Tingkat keparahan cedera akibat kontak dengan aliran listrik bergantung pada jenis aliran listrik

(31)

(searah DC atau bolak-balik (AC), voltase, area tubuh yang terpajan dan lamanya kontak (Thygerson, 2011).

d) Luka bakar radiasi (radiasi injury) luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar radiasi ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat dalam Isrofah, 2013).

2) Klasifikasi Luka Bakar Menurut Kedalaman

Klasifikasi luka bakar menurut kedalamannya dibagi menjadi:

a) Luka bakar derajat I, kerusakan terjadi hanya pada lapisan epidermis dan biasanya tidak merasakan nyeri karena bagian ujung–ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Brunicardi dalam Isrofah, 2013).

b) Luka bakar derajat II, kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi, terdapat pembentukan scar dan nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat (Moenadjat dalam Isrofah, 2013). Luka bakar derajat II terbagi menjadi dua jenis yaitu:

(32)

Kerusakan akibat luka bakar mengenai bagian superficial dari dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh, bula (sebuah jaringan yang tumbuh abnormal menonjol melingkar yang berisi cairan serosa berisi dermis) mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam. Ketika jaringan granular terbentuk, luka tampak berwarna merah muda dan basah. Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3 minggu.

2. Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis, organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah). Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3-9 minggu (Brunicardi dalam Isrofah, 2013).

(33)

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.

d) Luka bakar derajat IV (full thickness)

Kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. Penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan dari dasar luka (Moenadjat dalam Isrofah, 2013).

3) Proses Penyembuhan Luka

(34)

a. Fase inflamasi

(35)

pembuluh darah, maupun jaringan lain. Fibroblas akan bermigrasi ke luka dan mulai berproliferasi menghasilkan matriks ekstraseluler. Sel endotel pembuluh darah di daerah sekitar luka akan berproliferasi membentuk kapiler baru untuk mencapai daerah luka. Pada akhir fase inflamasi, mulai terbentuk jaringan granulasi yang berwarna kemerahan, lunak dan granuler. Jaringan granulasi adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung ujung saraf (Anderson dalam Hidayat, 2013).

b. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)

(36)

integrinspesifik di antara matriks temporer. Matriks temporer ini akan digantikan secara bertahap oleh jaringan granular yang kaya akan fibroblas, makrofag dan sel endotel. Sel tersebut akan membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah baru.

(37)

kelainan fibrosis seperti jaringan parut hipertrofik (Gurtner dalam Hidayat, 2013).

c. Fase maturasi (remodeling)

Fase ini, jaringan baru yang terbentuk akan disusun sedemikian rupa seperti jaringan asalnya. Fase maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan penataan serat kolagen sepanjang garis luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir penyembuhan luka ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Gurtner dalam Hidayat, 2013).

(38)

C. Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Mencit sering digunakan sebagai hewan uji coba karena memiliki susunan genetik yang hampir sama dengan manusia, serta perkembangbiakan mencit yang cukup cepat dan perawatan mencit yang cukup mudah sehingga memudahkan peneliti melakukan uji coba pada mencit. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih sekerabat (inbreed) maupun tidak mempunyai hubungan kekerabatan (outbreed). Dari hasil perkawinan sampai generasi 20 akan dihasilkan strain murni dari mencit. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith dalam Sari (2016) klasifikasi mencit adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Rodentia Family : Muridae Genus : Mus

(39)

Gambar 2.4 Mencit (Mus musculus) Sumber: dokumen pribadi

(40)

D. Penelitian Lain yang Relevan

Beberapa penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1) Penelitian Sundari (2015) yang berjudul “Pengaruh Getah Batang Pisang Kepok (Musa balbisiana) Terhadap Waktu Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus musculus)” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian getah batang pisang kepok (Musa balbisiana) terhadap kecepatan waktu penyembuhan luka sayat pada mencit (Mus musculus). Konsentrasi getah batang pisang kepok yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh dari perlakuan 100%. Kesimpulan penelitian ini dijadikan dasar sebagai pemilihan pisang kepok sebagai perlakuan dalam alternatif penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus). 2) Penelitian Balqis dkk. (2014) yang berjudul “Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) Dan Minyak Kelapa Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)” menyimpulkan bahwa pemberian daun kedondong dan minyak kelapa dapat memperbaiki gambaran histopatologis luka bakar pada tikus putih sehingga lebih efektif dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk membuat luka bakar derajat IIb pada mencit (Mus musculus).

(41)

dengan obat yang digunakan yaitu anti-inflammatori dan senyawa tanin sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka pada kulit yang dapat digunakan oleh hewan maupun manusia. Kesimpulan penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk metode pengukuran panjang luka bakar dengan menggunakan jangka sorong digital.

E. Kerangka Berpikir

(42)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah pemanfaatan getah pisang kepok untuk merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka bakar, sebagai antibiotik, pembentukan pembuluh darah baru, penyingkat fase peradangan, pencegah infeksi dan pembentuk jaringan ikat kolagen. Penelitian lainnya mengenai aktivitas sediaan gel ekstrak batang semu pisang ambon memiliki aktivitas mempercepat proses penyembuhan luka pada mencit dengan mempercepat re-epitelisasi, mempercepat proses neokapilerisasi, meningkatkan pembentukan jaringan ikat pada kulit sehingga dapat digunakan sebagai alternatif untuk penyembuhan luka pada mencit.

Getah batang semu pisang mengandung beberapa jenis fitokimia yaitu saponin dengan kandungan yang paling banyak, kemudian flavonoid dan tanin (Harborne, 1984). Manfaat flavonoid salah satunya yaitu membentengi tubuh dari serangan mikroorganisme dan menstimulasi sel darah putih (Perdana, 2013). Tanin dalam tanaman menyebabkan timbulnya rasa sepet selain itu tanin berperan dalam mencegah pertumbuhan mikroba (Perdana, 2013). Saponin diketahui mempunyai efek sebagai anti mikroba dan menghambat jamur (Perdana, 2013).

(43)

Gambar 2.5 Diagram alir kerangka berfikir

(44)

F. Hipotesis

1. Getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) berperan terhadap proses penyembuhan luka bakar mencit (Mus musculus) karena getah pisang mempercepat pengecilan panjang luka, mempercepat perubahan warna luka dan mempercepat pertumbuhan bulu mencit.

(45)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan percobaan perbandingan efektivitas dari getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) dalam pengecilan panjang luka bakar pada mencit (Mus musculus). Penelitian ini bersifat kuantitatif dan deskriptif.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana).

2. Variabel terikat : Pengecilan panjang luka bakar pada mencit (Mus musculus)

3. Variabel kendali :

a) Galur mencit Swiss Webster, berjenis kelamin jantan, berumur 3 bulan dan memiliki berat badan 250 – 300 g.

b) Luka bakar dengan luas luka sebesar 1,5 cm dan dengan derajat luka II dalam

c) Luka bakar dibuat pada punggung mencit

(46)

e) Frekuensi pemberian obat sebanyak 3 kali sehari.

f) Waktu pengamatan 7 hari untuk panjang luka dan 21 hari untuk pengamatan tumbuhnya bulu mencit

g) Dosis obat 3 ml

C. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah :

1. Pisang yang digunakan ialah pisang ambon dan pisang kepok. Pisang yang digunakan adalah pisang yang masih muda pada bagian batang semu. 2. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit berkelamin jantan, usia 3

bulan.

3. Jenis luka bakar yaitu panas (termal) dengan derajat II dalam, luka dibuat menggunakan skalpel panas, luka dibuat di area punggung mencit.

4. Penelitian ini hanya mengukur luas penyembuhan luka bakar pada mencit selama 21 hari pengamatan deskripsi mengenai perubahan warna luka dan tumbuhnya bulu.

5. Pemberian semua perlakuan dilakukan sehari tiga kali.

D. Alat dan Bahan 1. Alat

(47)

diseksi, pinset, pisau bedah, klem, korek api, kapas, cotton bud steril, baskom, kawat, syringe dan pisau.

2. Bahan

Getah batang semu pisang ambon, getah batang semu pisang kepok, bioplacenton, akuades steril, B-2, air mineral, alkohol, dan mencit berjenis kelamin jantan, berusia 3 bulan dan berat badan berkisar 250 – 300 g.

E. Cara Kerja

Penelitian akan dilaksanakan di Jalan Kanigoro 201A, Pomahan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 10-31 November 2016.

1. Tahap Persiapan

a. Tahap Persiapan Hewan percobaan

Pada tahap ini dilakukan aklimatisasi terhadap hewan percobaan yaitu mencit (Mus musculus). Hewan diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Mencit dipilih yang berjenis kelamin jantan sebanyak 12 ekor. Mencit diadaptasi selama 5 hari dengan pemberian pakan B-2 dan air mineral untuk minum.

b. Tahap Sterilisasi Alat dan Bahan

(48)

c. Tahap Preparasi Getah Batang Semu Pisang Ambon dan Getah Batang Semu Pisang Kepok

Getah batang semu pisang ambon dan kepok diambil di daerah Pomahan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Getah pisang dipilih pada bagian batang semu pisang yang masih muda, batang semu diiris menggunakan pisau steril. Getah pisang yang mengalir dari bagian yang diiris tersebut ditampung menggunakan erlenmeyer steril yang dipegang dengan tangan (gambar 3.1.a). Saat getah tidak lagi keluar, tangan yang memegang erlenmeyer tersebut sembari menekan bagian batang semu pisang di area lain agar getah keluar kembali. Getah disimpan di dalam kulkas selama 21 hari.

2. Tahap Pembuatan Luka Bakar Termal (Panas)

(49)

pada bagian tubuh mencit yang telah dianestesi tersebut (gambar.3.1.d). Penempelan skalpel dilakukan kurang lebih selama 15 detik membentuk luka bakar derajat II dalam sepanjang 15 mm (gambar3.1.e).

3. Tahap Perawatan Mencit

Perawatan yang dilakukan pada mencit (Mus musculus) yang telah dikondisikan mengalami luka bakar adalah sebagai berikut:

a. Mencit diberi pakan B-2 sebanyak 5 g per hari.

b. Mencit disediakan air di dalam kandang untuk minum mencit.

c. Pada mencit yang diberi perlakuan getah batang semu pisang, peneliti mengoleskan getah batang semu pisang pada luka bakar mencit menggunakan cotton buds steril dengan takaran 3 ml (pengukuran menggunakan syringe). Pengolesan dilakukan sebanyak 3x sehari. d. Pada mencit yang diberi perlakuan kontrol positif, peneliti

mengoleskan bioplacenton pada luka bakar mencit. Jumlah takaran 3 ml menggunakan syringe. Pengolesan juga dilakukan sebanyak 3x sehari.

e. Pada mencit yang diberi perlakuan kontrol negatif, peneliti mengoleskan akuades steril dengan takaran 3ml. Pengolesan juga dilakukan sebanyak 3x sehari.

(50)

bulu di sekitar area luka dan perubahan warna pada luka dilakukan selama 21 hari.

4. Tahap Pengambilan Data

(51)

A

B

C

D

E

Gambar. 3.1. Tahap-tahap penelitian: a. Pengambilan getah batang semu pisang b. Pencukuran bulu mencit c. Pemanasan scalpel di atas Bunsen d. Penempelan scalpel panas pada punggung mencit e.

(52)

F. Analisis Data

Data yang didapat ialah data berupa kuantitatif dan deskripsi. Data kuantitatif yaitu data berupa angka yang diperoleh dari pengukuran panjang luka bakar pada mencit menggunakan jangka sorong. Data angka panjang luka bakar akan ditampilkan dalam diagram garis. Data deskriptif yaitu berupa penjelasan mengenai proses penyembuhan luka bakar yang dilihat dari pertumbuhan bulu mencit pada area luka bakar dan warna luka pada area luka bakar.

G. Pemanfaatan Dalam Pendidikan

(53)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menyajikan data proses penyembuhan luka bakar yang diidentifikasi melalui proses pengecilan panjang luka selama seminggu, serta pengamatan pertumbuhan bulu dan perubahan warna luka pada mencit selama dua minggu. Berikut ini grafik tentang rata-rata panjang luka yang diukur menggunakan jangka sorong setiap harinya:

Gambar 4.1. Rata-rata panjang luka bakar (mm)

Keterangan: PA = Ambon, PK = Kepok, K+ = Kontrol Positif, K- = Kontrol Negatif.

A. Pengecilan Panjang Luka Bakar

(54)

balbisiana) lebih baik daripada perlakuan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata). Perlakuan pisang kepok dapat lebih baik dibandingkan pisang ambon hal ini dapat disebabkan beberapa faktor seperti:

1. Kondisi metabolisme dan kondisi psikologi mencit.

Psikologi mencit dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar karena saat mencit merasa kaget, ketakutan dan kesakitan dapat menurunkan sistem metabolisme mencit itu sendiri sehingga keadaan ini dapat mempengaruhi bagian-bagian tubuh mencit yang berperan dalam proses penyembuhan luka bakar itu sendiri. Keadaan tubuh seperti gemetaran serta kaki pada mencit sedikit mengalami kelemasan saat dioleskan getah pisang beberapa kali yang menandakan bahwa metabolisme mencit sedikit terganggu.

2. Kandungan fitokimia antara getah batang semu pisang

(55)

dkk, dapat diambil kesimpulan bahwa getah pisang yang kental lebih baik daripada getah pisang yang encer atau bercampur dengan air, dengan kata lain getah pisang kepok lebih kental dibandingkan getah pisang ambon. Menurut Prasetyo (2010), bahwa batang pohon pisang ambon memiliki senyawa kimia di antaranya saponin, antrakuinon, kuinon yang dapat menghilangkan rasa sakit, merangsang pembentukan sel-sel baru pada kulit. Kandungan lignin pada batang semu pisang ambon membantu peresapan senyawa pada kulit sehingga dapat digunakan untuk mengobati luka memar, luka bakar, luka bekas gigitan serangga dan sebagai antiradang. Menurut Harborne (1984) senyawa flavonoid dapat larut dalam air serta dapat diekskresikan dengan etanol 70%. Djulkarnain dalam Sundari (2015) mengatakan bahwa getah batang semu pisang kepok mengandung tanin dan saponin yang berfungsi sebagai antiseptik. Menurut Sundari (2015), pisang kepok yang telah dilakukan uji skrinning fitokimia menunjukkan bahwa pisang kepok mengandung senyawa saponin, lektin dan antrakuinon.

3. Teknis pengambilan sampel getah batang semu pisang

(56)

getah batang semu pisang kepok sedikit terkena air dan peneliti menekan batang semu pisang tidak terlalu keras. Hal ini yang mempengaruhi kandungan fitokimia dalam getah batang semu pisang sehingga getah batang semu pisang kepok lebih baik kinerjanya dalam menyembuhkan luka bakar.

(57)

Tabel. 4.1. Rata-rata panjang luka hari ke- Perlakuan Panjang luka bakar (mm) hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

Rata-rata PA 12,60 12,60 12,29 12,35 12,12 12,12 11,33 Rata-rata PK 10,62 10,62 10,24 9,92 9,61 9,18 9,05 Rata-rata K+ 10,71 10,71 10,52 10,33 9,75 9,30 9,26 Rata-rata K- 10,62 10,62 11,18 11,19 10,77 10,77 9,86

Pada tabel 4.1 terlihat bahwa kontrol negatif mengalami perubahan pengecilan panjang luka bakar yang tidak sesuai, yang seharusnya panjang luka mengalami pengecilan namun pada kontrol negatif pengecilan luka terjadi peningkatan. Pada hari ke-3 dan ke-4 kontrol negatif mengalami kenaikan panjang luka yang cukup besar, hari ke-5 mengalami penurunan panjang luka, hari ke-6 mengalami peningkatan panjang luka kembali namun tidak tinggi dan pada hari ke-7 mengalami penurunan panjang luka kembali. Hal ini terjadi karena perlakuan kontrol negatif hanya menggunakan perlakuan akuades steril yang dioleskan pada luka bakar mencit, sehingga sangat rentan terkena bakteri.

(58)

menghambat proses penyembuhan luka. Hal ini dibuktikan dengan panjang luka yang melebar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ialah:

1. Psikologis mencit, psikologis mencit yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena tersugesti tidak merasakan rasa sakit, ketakutan dan tidak meninggalkan trauma akibat rasa sakit.

2. Kondisi tubuh, kondisi tubuh seperti system imun yang baik pastinya dapat mencegah terjadinya hal-hal yang dapat berdampak buruk bagi tubuh akibat terkena luka. Contohnya tubuh secara alamiah akan membentengi diri dari serangan mikroorganisme yang dapat memicu terjadinya infeksi pada luka.

3. Cara penangan pada luka, cara penanganan luka juga mempengaruhi kesembuhan karena jika salah dalam menangani luka dapat berdampak salah pada tubuh, contohnya saat terjadi luka bakar seharusnya pertolongan pertama ialah mengaliri luka dengan air mengalir atau menggunakan es batu. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah luka terkontaminasi dari mikroorganisme dan mencegah terjadinya pembengkakan.

(59)

psikologis mencit. Mencit tidak merasakan kesakitan yang lama akibat luka bakar. Hal ini terlihat jelas ketika pemberian bioplacenton kedua kalinya, mencit lebih tenang dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang merasa kesakitan. Pada perlakuan getah pisang bersifat mendinginkan karena adanya kandungan zat tanin, namun bioplacenton lebih dingin dibandingkan getah pisang karena adanya ekstrak palacenta.

(60)

tidak jauh berbeda dengan bioplacenton dalam mereda rasa sakit. Hal ini dibuktikan pada hari ke-3 mencit tidak sulit ditangkap dan tidak mengeluarkan kotoran maupun air kencingnnya saat akan dioleskan obat kembali.

Getah batang semu pisang juga dapat meredakan rasa sakit karena adanya kandungan flavonoid, sehingga mencit tidak merasa kesakitan yang lama. Hal ini senada dengan Perdana (2013), menyatakan bahwa flavonoid pada getah batang semu pisang berfungsi pereda nyeri dan menstimulasi sel darah putih. Hal berbeda terlihat pada mencit dengan perlakuan akuades steril, pada hari ke-7 mencit masih susah untuk ditangkap dan masih mengeluarkan kotoran dan air kencing saat akan dioleskan obat kembali. Hal ini terjadi karena akuades steril tidak memiliki kandungan yang mampu mendinginkan maupun meredakan rasa sakit pada mencit. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kandungan senyawa kimia pada masing-masing perlakuan.

(61)

Gambar 4.2. Jaringan granular

Jaringan granular adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung ujung saraf. Menurut Singer dalam Isrofah (2013), pada fase ini terjadi re-epitelisasi yang dimulai beberapa jam setelah terjadinya luka bakar. Menurut Kalangi dalam Isrofah (2013), re-epitellisasi inilah yang mempercepat proses penyembuhan luka karena re-epitellisasi diperlukan untuk pembentukan sel-sel kulit baru yang mengalami kerusakan yang terkena luka bakar. Semakin cepat terjadi reepitelisasi akan membuat struktur epidermis kulit mencit segera mencapai keadaan normal contohnya mencit dengan perlakuan pisang kepok, mengalami pertumbuhan bulu yang cepat. Pertumbuhan bulu ini menandakan bahwa proses re-epitellisasi pada perlakuan pisang kepok berlangsung cepat. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3.

a b c

(62)

Hal tersebut senada dengan Fitriyah (2011) menyatakan bahwa lektin yang terdapat pada getah batang semu pisang berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Fase proliferasi merupakan fase kedua yangberlangsung dari hari ke-4 hingga hari ke-21 pasca cedera. Pada fase ini keratin sudah mulai bekerja beberapa jam pasca cedera. Keratin inilah yang menjadi dasar terbentuknya lapisan kulit pada area luka bakar. Pada fase ini proses pembuluh darah baru akan terjadi. Jaringan granular mulai terbentuk pada fase pertama hingga fase kedua yaitu fase proliferasi. Menurut Gurtner dalam Hidayat (2013), pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan granular merupakan tanda penting fase proliferasi. Tanpa adanya pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan granular akan menyebabkan gangguan penyembuhan luka bakar. Saat memasuki fase proliferasi sel punca sudah mulai terbentuk.

Sel punca merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan dapat tumbuh menjadi berbagai jenis sel, seperti sel darah merah, sel otot atau sel otak. Menurut Anderson dalam Hidayat (2013), faktor hormon, nutrisi, pH dan tekanan oksigen sekitar menjadi perantara dalam proses diferensiasi sel punca. Hal yang menarik dari fase proliferasi ialah proses re-epitellisasi serta pembentukan sel-sel baru harus dihentikan ketika sudah mencapai normalnya. Hal ini dikarenakan kelebihan sel-sel maupun proses re-epitellisasi dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut.

(63)

maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan penataan serat kolagen sepanjang garis luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir penyembuhan luka ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Bisono dan Pusponegoro dalam Hidayat (2013), menyatakan bahwa fase ini terdapat jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasarnya. Kekuatan jaringan parut bekas luka akan semakin meningkat akibat berubahnya tipe kolagen. Menurut Gurtner dalam Hidayat (2013), pada akhir fase remodeling, jaringan baru hanya akan mencapai 70% dari kekuatan jaringan awal. Lamanya proses penyembuhan luka tergantung pada faktor panjang luka, jenis luka, kedalaman luka serta perlakuan pada luka itu sendiri. Indikator penyembuhan luka juga meliputi pertumbuhan bulu serta perubahan warna luka.

B. Perubahan Warna Luka

(64)

luka sudah mulai mengalami proses penyembuhan. Kandungan lektin yang terdapat pada getah batang semu pisang berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel kulit, sehingga sel kulit cepat berregenerasi sehingga terjadilah perubahan warna disekitar area luka. Perlakuan bioplacenton mengalami perubahan warna yang cepat hal ini dikarenakan bioplacenton mengandung plasenta. Peran plasenta dalam bioplacenton mempercepat regenerasi sel sehingga proses perubahan warna cepat berregenerasi. Salah satu indikator penyembuhan luka ialah perubahan warna pada area luka yang mendekati warna kulit normalnya contohnya pada perlakuan pisang kepok, seperti gambar 4.4.

Pada gambar 4.4 terlihat perbedaan warna yang terjadi dari hari ke-2 hingga hari ke-14. Warna luka pada gambar a berwarna merah sedangkan pada gambar b berwarna kehitaman. Warna kehitaman pada gambar b merupakan tanda-tanda mencit akan mengalami keropeng. Mencit yangmengalami keropeng atau koreng secara alamiah akan mengalami pengelupasan koreng dengan sendirinya serta warna bekas keropeng hampir sama dengan warna kulit normalnya. Proses perubahan warna kulit mencapai

a

a b

Gambar. 4.4. a. warna luka masih merah pada hari ke-2 b. warna luka menghitam pada hari ke-14

(65)

warna kulit normalnya akan membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan berbulan-bulan. Perlakuan pisang kepok juga mengalami percepatan perubaha saponin warna, hal ini dikarenakan getah batang semu pisang kepok mengandung lektin yang dapat menstimulasi sel-sel kulit, sehingga mempercepat proses perubahan warna.

Pada mencit dengan perlakuan pisang ambon dan dengan perlakuan akuades steril mengalami perubahan warna bekas luka yang cukup lama. Perlakuan dengan akuades steril mengalami perubahan warna luka pada hari ke-6, warna luka dari merah berubah menjadi warna merah muda. Mencit dengan perlakuan pisang ambon pada hari ke-5 mengalami perubahan warna luka dari merah berubah menjadi sedikit kehitaman. Warna kehitaman inilah yang nantinya akan menjadi keropeng. Perlakuan akuades steril mengalami perubahan warna pada hari ke-6, perlakuan ini mengalami keterlambatan perubahan warna. Hal ini disebabkan karena kandungan akuades steril yang tidak memiliki senyawa yang mampu menstimulasi sel-sel kulit maupun proses regenerasi sel, sehingga perlakuan ini mengalami keterlambatan perubahan warna.

C. Pertumbuhan Bulu Mencit (Mus musculus)

Pertumbuhan bulu merupakan salah satu indikator kesembuhan luka. Tanda-tanda kesembuhan luka meliputi:

1. Area pada luka mengering

(66)

3. Tumbuhnya bulu

Pada hari ke-4, mencit dengan perlakuan bioplacenton dan perlakuan pisang kepok pertumbuhan bulu sudah dimulai. Perlakuan akuades steril dan perlakuan pisang ambon, pada hari ke-6 dimulainya pertumbuhan bulu. Perbedaan waktu pertumbuhan bulu disebabkan karena pada perlakuan bioplacenton mengandung plasenta yang dapat meningkatkan proses pembentukan jaringan baru. Ketika jaringan baru sudah terbentuk maka pertumbuhan bulu akan segera dimulai serta area luka sudah mengering sehingga pertumbuhan bulu dapat dimulai. Perlakuan pisang kepok tidak jauh berbeda dengan perlakuan bioplacenton. Pada perlakuan bioplacenton dan perlakuan pisang kepok, mengalami pertumbuhan bulu dengan baik dan cepat. Pada hari ke-4 bulu mencit perlakuan bioplacenton dan perlakuan pisang kepok sudah mulai tumbuh bulu. Pada hari ke-10 bulu pada perlakuan bioplacenton sudah hampir tumbuh setengah dari luas area luka. Pada perlakuan bioplacenton area luka pada hari ke-12 sudah mengalami keropeng sedangkan perlakuan pisang kepok mengalami keropeng pada hari ke-14.

Namun, antara perlakuan pisang kepok dan pisang ambon terjadi perbedaan, perlakuan pisang ambon lebih lama mengalami pertumbuhan bulu. Mencit dengan perlakuan pisang ambon mengalami keterlambatan tumbuhnya bulu pada area luka disebabkan karena beberapa faktor, seperti:

1. Area luka yang masih basah

(67)

3. Psikologis mencit

Pada perlakuan pisang ambon keropeng terjadi lebih dari 14 hari yang melebihi waktu pengamatan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena area luka masih sedikit basah dan belum terbentuk keropeng serta kandungan getah batang semu pisang yang tercampur air, menyebabkan kandungan senyawa kimia yang terdapat pada getah pisang, kurang efektif dalam proses penyembuhan luka bakar.

Perlakuan mencit dengan akuades steril mengalami keterlambatan dalam proses pertumbuhan bulu, pengeringan luka serta perubahan warna luka. Hal ini dikarenakan luka hanya diolesi dengan akuades steril yang tidak memiliki kandungan antiseptik maupun senyawa kimia yang menstimulasi pembentukan sel-sel baru. Proses kesembuhan luka menjadi lambat. Faktor area luka yang masih basah dan warna luka masih merah tua juga menjadi penyebab lamanya pertumbuhan bulu. Mencit perlakuan akuades steril juga belum menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Pada perlakuan akuades steril, keropeng terjadi lebih dari hari ke-14 sama halnya dengan perlakuan pisang ambon. Namun, perlakuan akuades steril lebih mengalami keropeng daripada perlakuan pisang ambon. Hal ini disebabkan karena kandungan akuades steril yang tidak memiliki senyawa kimia yang menstimulasi sel-sel kulit.

(68)

dengan sendirinya, di bawah ini gambar 4.5 merupakan foto keadaan area luka yang mengalami keropeng dan akan mengelupas:

`

Gambar 4.6. a. mencit perlakuan pisang ambon b. mencit perlakuan pisang kepok c. mencit perlakuan kontrol (+) d. mencit perlakuan kontrol (-)

Pada gambar 4.6 terlihat bahwa pertumbuhan bulu sudah berlangsung. Pertumbuhan bulu juga dipengaruhi beberapa faktor seperti, jenis luka, kedalaman luka serta perlakuan pada luka. pada gambar 4.6 juga terlihat adanya jaringan parut yang berwarna merah pucat, licin serta lemas. Pada gambar 4.6 ada yang tidak memperlihatkan adanya jaringan parut, contohnya

Gambar 4.5. Mencit mengalami keropeng

(69)

pada gambar B terlihat area luka berwarna coklat kehitaman yang mengalami keropeng, saat keropeng mengelupas area tersebut akan terbentuk jaringan parut. Area tersebut dapat mengalami jaringan parut yang abnormal yang biasanya disebut dengan keloid jika proses pembentukan kolagen berlebihan.

Pada gambar 4.6 terlihat berbeda-beda hal ini dapat terjadi dikarenakan beberapa hal seperti pada gambar B luka bakar mengalami gosong, pada gambar A pencukuran bulu tidak merata, pada gambar C pencukuran bulu kurang pendek dan pada gambar D luka bakar terbentuk dengan baik. Pertumbuhan bulu akan terus berjalan hingga pertumbuhan bulu menutupi area luka meski membutuhkan waktu yang lama.

D. Kendala dan Keterbatasan Penelitian

(70)

1. Dalam penelitian ini, terjadi perbedaan panjang luka yang berbeda

Hal ini disebabkan saat pembuatan luka bakar, mencit memberontak sehingga skalpel tidak tepat dalam membentuk luka.

2. Kadar air dalam getah batang semu pisang

Hal ini disebabkan karena saat pengambilan getah pisang ambon, getah bercampur dengan air dari tetesan daun yang terkena guncangan saat menekan getah pada batang semu pisang.

3. Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas perubahan panjang luka bakar pada mencit yang diberi perlakuan dengan getah batang pisang kepok dan getah batang pisang ambon dengan indikator hanya mendeskripsikan perubahan warna luka dan pertumbuhan bulu pada mencit.

4. Pengukuran panjang luka bakar kurang tepat

(71)

53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan serta hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata) dan getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) berperan terhadap proses penyembuhan luka bakar mencit (Mus musculus) karena getah pisang mempercepat pengecilan panjang luka, mempercepat perubahan warna luka dan mempercepat pertumbuhan bulu mencit.

2. Berdasarkan rata-rata panjang luka bakar getah batang semu pisang kepok (Musa balbisiana) lebih cepat dalam memperkecil panjang luka bakar pada mencit (Mus musculus) dibandingkan getah batang semu pisang ambon (Musa acuminata).

B. Saran

1. Saat pembuatan luka bakar pada mencit, usahakan mencit dalam keadaan tenang

2. Saat pengambilan getah batang semu pisang sebaiknya getah tidak tercampur oleh air

(72)

4. Saat pengukuran panjang luka bakar, usahakan mencit dalam keadaan tenang

5. Perlu dilakukan penelitian tentang membandingkan jenis getah pisang lainnya pada luka bakar

(73)

55 BAB VI

IMPLEMENTASI PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN

Hasil penelitian ini dapat diimplemetasikan dalam pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI semester ganjil, pada materi sistem ekskresi melalui kegiatan presentasi dan diskusi kelompok. Materi terkait sistem ekskresi ini terdapat dalam Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:

1. 3.9. : memahami struktur, fungsi dan gangguan pada kulit

2. 4.10. : Melakukan pengukuran pengecilan panjang luka bakar pada mencit menggunakan jangka sorong dan mempresentasikannya.

Sub bab ini dapat dilakukan dengan kegiatan presentasi dan diskusi kelompok. Hasil yang diharapkan berdasarkan kompetensi dasar tersebut, siswa mampu menyebutkan struktur penyusun kulit, menjelaskan struktur fungsi pada kulit serta mampu menjelaskan gangguan pada kulit.

(74)

1. Pertemuan I

- Diskusi kelompok mengenai struktur kulit, fungsi struktur kulit dan gangguan pada kulit

- Presentasi kelompok mengenai struktur kulit, fungsi kulit dan gangguan pada kulit

- Penjelasan mengenai LKS 2. Pertemuan II

- Presentasi dari hasil mengerjakan LKS 3. Pertemuan III

(75)

57

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press. Jakarta.

Balqis, Ummu, Rasmaidar, dan Marwiyah, 2014, Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias dulcis f.) dan Minyak Kelapa Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus), Jurnal Medika Veterinaria, Universitas Syiah kuala, Banda Aceh, Vol.8 No.1 February 2014.

Fitriyah, Laili. 2011. Pengaruh Getah Pohon Pisang Ambon (Musa Acuminate, L) Terhadap Waktu Perdarahan, Koagulasi Dan Penutupan Luka Pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hanani, Endang, 2015, Analisis Fitokimia, Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Harbone,J.B., 1984. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerbit ITB. Bandung

Hidayat, Taufiq Sakti Noer. 2013. Peran Topical Ekstrak Gel Aloe Vera Pada Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dalam Pada Tikus, Skripsi, Universitas Airlangga. Surabaya

Isrofah, Sagiran, Moh. Afandi. 2013. Efektifitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (ten) S) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal Pada Tikus Putih (Rattus novergicus). Muhammadiyah Journal of Nursing. Vol 1 No 3. 2013

Lino, B.Priscila, Cleber F. Correa, Marcia E. D. L. Archondo, and Deise C. A. L. Dellova, 2011, Evaluation Of Post-Surgical Healing In Rats Using A Topical Preparation Based On Extract Of (Musa sapientum) Epicarp, Brazilian Journal of Pharmacognosy, 21(3): 491-496, May/Jun. 2011 Ningsih, Ayu Putri, Nurmiati dan Anthoni Agustien. 2013. Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Kental Tanaman Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca Linn.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2(3) – September 2013: 207-213.

Oputu, Arifin. 2012. Efektivitas Getah Pisang Dalam Penyembuhan Luka. Makalah. Universitas Negeri Gorontalo.

(76)

proses penyembuhan luka pada mencit. Jurnal Veteriner. Vol 11 No. 2 : 70-73

Perdana, Bagus. 2013. Perbandingan Efektifitas Pemberian Getah Jarak Cina (Jatropha curcas Linn) Dengan Povidone Iodine 10% Secara Topical Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Punggung Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Skripsi. Universitas Malahayati Bandar Lampung.

Rosanti, Dewi., 2013. Morfologi Tumbuhan, Erlangga, Jakarta.

Sari, Etika Julita. 2016. Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Teki (Cyperus rotundus). Skripsi. Universitas Lampungss

Sumoza, Nelsy Sucidayana, Efrizal, dan Resti Rahayu. 2014. Pengaruh Gambir (Uncaria gambir R) Terhadap Penyembuhan Luka Bara Pada Mencit Putih (Mus musculus L) Jantan. Jurnal. Biologi Universitas Andalas. Vol 3 No. 4. Desember 2014.

Sundari, Lilis. 2015. Pengaruh Getah Pelepah Pisang Kepok (Musa balbisiana) Terhadap Waktu Penyembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo.

Suprapti, M. Lies., 2005. Aneka Olahan Pisang. Kanisius, Yogyakarta

Surahman, Agus, Hendra Ermawan dan Zwageri Argo Pitoyo. 2009. Pemanfaatan Getah Bonggol Pisang Sebagai Obat Oles Alternatif Penyembuh Luka Lecet. Makalah. Universitas Negeri Malang.

Sutrian, Yayan., 2011, Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan Tentang Sel dan Jaringan, Rineka Cipta, Jakarta

Tjitrosoepomo, Gembong. 2013. Morfologi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

(77)

59

SILABUS PEMINATAN MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM MATA PELAJARAN BIOLOGI SMA

Satuan Pendidikan : SMA

Kelas : XI

KI 1 : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2 : 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 : 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentangilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Gambar

Tabel 4.1. Rata-Rata Panjang Luka Bakar Mencit (Mus musculus) ………...39
Gambar 2.1. Pisang
Gambar 2.2 A. getah pisang kepok B. getah pisang ambon
Gambar 2.3. Luka Bakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Syarief Hasan Lutfie-” Pusat Pelayanan Terpadu Kesehatan Haji dan umrah (P2TKHU) tentu tidak terlepas dari kegiatan publikasi yang di lakukan oleh humas Rumah

Keuntungan dan kerugian aktuarial yang timbul dari program imbalan pasti diakui sebagai pendapatan atau beban apabila akumulasi keuntungan atau kerugian aktuarial

Kemandirian keluarga dalam memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung- jawab serta memelihara pola komunikasi terbuka merupakan salah satu aspek yang

Salah satu upaya meningkatkan kemampuan konsep bilangan yaitu dengan menggunakan permainan kaleng indah di dapat dari hasil pengamatan dan observasi pembelajaran bahwa

Gasifikasi biomassa adalah salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil, selain karena ramah lingkungan, di Indonesia bahan utama

Gasifikasi dengan bahan bakar limbah padat aren akan menghasilkan laju kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan dengan proses gasifikasi dengan bahan

Meskipun ia sudah tidak anak-anak dan tidak remaja lagi, bahkan ia sudah sangat berumur, tetapi ia ingin dilepas kedua orang tuanya layaknya seorang anak

Slameto (2010: 61) mengatakan orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anknya, tidak