• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Belanja Daerah

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

B. Pengelolaan Belanja Daerah

Belanja daerah berdasarkan kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Adapun termasuk jenis belanja tidak langsung adalah belanja pegawai (gaji dan tunjangan), belanja bunga, bunga subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja atau kinerja yang telah ditetapkan, atau hasil yang ingin dicapai. Belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan.

Belanja daerah akan dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten, terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.

Kebijakan Belanja diarahkan dalam bentuk :

a. Pemenuhan belanja pegawai dan mengantisipasi kenaikan gaji PNS.

b. Mengalokasikan anggaran secara proporsional untuk pemenuhan prioritas pembangunan yang tersebar pada urusan wajib dan urusan pilihan.

c. Pemecahan terhadap masalah mendesak antara lain penanganan bencana alam dan kerawanan sosial.

d. Memprioritaskan program dan kegiatan yang belum dapat diselesaikan pada tahun anggaran sebelumnya.

e. Mempercepat capaian target-target program dan kegiatan yang merupakan agenda nasional.

Selain itu juga harus memperhitungkan belanja yang harus dilaksanakan oleh masing-masing SKPD untuk operasional pelaksanaan tupoksinya masing-masing seperti (listrik, air, telepon, honorarium PTT, Rapat-rapat koordinasi, pemeliharaan peralatan/perlengkapan kantor dan kendaraan, dll) yang penggunaannya harus mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran.

Dalam menetapkan kebijakan Belanja Daerah, Pemerintah Daerah tetap mengacu kepada urusan Pemerintahan Daerah dan Tupoksi SKPD.

III - 10 Bab III Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 C. Pembiayaan

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran atau penggunaan dari surplus anggaran. Kebijakan umum pembiayaan daerah untuk Tahun Anggaran berkenaan, sebagian besar masih berasal dari dana kegiatan-kegiatan yang belum terlaksana pada Tahun Anggaran sebelumnya dan efisiensi belanja.

3.2.1. Proporsi Penggunaan Anggaran

Proporsi belanja pemenuhan aparatur terhadap total pengeluaran tahun 2010-2015 menunjukkan penurunan salah satu faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah menurunnya jumlah PNSD kabupaten Tanah Datar. Proporsi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur terlihat pada Tabel 3.5:

Tabel 3.5

Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur

No Tahun

Total belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur (Rp) Total pengeluaran (Belanja + Pembiayaan Pengeluaran) Persentase (Rp) (a) (b) (a) / (b) x 100% 1 2010 430.482.529.526 568.631.590.454 75,70 2 2011 469.253.937.292 670.802.902.264 69,95 3 2012 550.549.688.612 746.273.469.003 73.77 4 2013 615.763.611.480 872.376.208.799 70,58 5 2014 689.834.960.222 987.007.739.987 69,89 6 2015 727.763.918.819 1.123.204.651.014 64,79 Sumber : Badan Keuangan Daerah

*) Data diolah

Berdasarkan tabel tersebut diatas, bahwa persentase belanja aparatur secara rata-rata mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010 (rata-rata sebesar 70,78%) sehingga pengeluaran untuk pelaksanaan belanja pemerintahan, pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat secara bertahap terjadi peningkatan.

Perkembangan realisasi belanja selama periode 2010 sampai 2015 digambarkan pada Tabel 3.6. Rata-rata pertumbuhan belanja Tahun 2010 sampai Tahun 2015 adalah sebesar 14,26 %. Pertumbuhan belanja tidak langsung sebesar 10,64 % dan belanja langsung sebesar 27,23 %. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan belanja langsung lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata pertumbuhan belanja tidak langsung, meskipun porsi belanja langsung lebih rendah dari belanja tidak langsung.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 11 Tabel 3.6

Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Belanja Tahun 2010-2015

No. Uraian 2010 (Rp) 2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) 2014 (Rp) 2015 (Rp)

Rata-rata Pertum- buhan (%)

1 BELANJA 568.631.590.454 661.905.541.056,80 730.081.469.003 856.376.208.798,66 971.007.739.987,00 1.106.204.651.014 14,26 1.1. Belanja Tidak Langsung 456.151.013.206 481.070.006.263,80 546.722.143.731 602.525.325.378,00 684.569.119.624,00 754.692.634.011 10,64

1

1.1.1. Belanja Pegawai 404.385.774.526 435.813.453.510,00 503.082.503.292 553.308.334.810,00 611.719.886.606,00 656.376.435.410 10,21 1.1.2. Belanja Hibah 16.350.580.098 11.448.979.993,00 13.079.606.996 9.764.354.866,00 12.067.884.397,00 25.169.631.753 18,22 1.1.3. Belanja Bantuan Sosial 16.324.268.700 21.839.356.474,80 4.601.178.900 7.949.379.800,00 21.204.348.140,00 105.390.000 18,97 1.1.4. Belanja Bagi Hasil kepada

Pemerintah Nagari 671.090.000 664.308.000,00 624.719.000 440.418.909,00 58.271.500,00 2.491.920.972 810,63 1.2.

Belanja Bantuan keuangan kepada Pemerintahan Nagari

17.004.300.100 11.303.908.286,00 24.714.714.227 31.015.659.539,00 39.245.228.981,00 70.536.497.466 43,38 1.2.1. Belanja Tidak Terduga 1.414.999.782 - 421.619.316 47.177.454,00 93.500.000,00 12.758.410 -15,40 1.2.2. Belanja Langsung 112.480.577.248 180.835.534.793,00 183.359.325.272 253.850.883.420,66 286.438.620.363,00 351.512.017.003 27,23 1.2.3. Belanja Pegawai 22.820.395.486 29.808.501.714,00 21.413.505.418 26.656.871.765,00 34.957.476.143,00 42.911.374.548 16,17 1.3. Belanja Barang dan jasa 53.234.566.238 73.237.699.654,00 75.460.618.628 99.130.652.782,66 128.434.437.611,00 171.565.780.917 27,02 1.3.1 Belanja Modal 36.425.615.524 77.789.333.425,00 86.485.201.226 128.063.358.873,00 123.046.706.609,00 137.034.861.538 36,05

III - 12 Bab III Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 3.2.2. Analisis Pembiayaan

Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun tahun anggaran berikutnya.

Pembiayaan daerah terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pada tahun 2010-2015 realisasi APBD menunjukkan terjadinya surplus anggaran sebagaimana terlihat pada Tabel 3.7 dan 3.8. Pada tahun 2010 dan tahun 2011 terjadi defisit realisasi anggaran dalam APBD, sedangkan mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 realisasi pendapatan lebih besar dibandingkan dengan belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan. Defisit anggaran tahun 2010 dan tahun 2011 tersebut diatas ditutupi dengan penerimaan pembiayaan tahun sebelumnya.

Berdasarkan tabel 3.7 dan 3.8 dapat disimpulkan bahwa defisit riil dapat ditutupi oleh realisasi penerimaan pembiayaan sehingga pada akhir tahun masih terdapat Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) anggaran tahun berkenaan.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 13 Tabel 3.7

Surplus/Defisit Riil Anggaran

NO Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1 Realisasi Pendapatan Daerah 562.315.338.339 670.664.870.823 760.003.786.356 893.108.389.961 1.004.720.140.166 1.151.898.266.369 Dikurangi realisasi: 2 Belanja Daerah 568.631.590.454 661.905.541.057 730.081.469.003 856.376.208.799 971.007.739.987 1.106.204.651.014 3 Pengeluaran Pembiayaan Daerah - 8.897.361.208 16.192.000.000 16.000.000.000 16.000.000.000 17.000.000.000 Surplus/Defisit riil (6.316.252.115) (138.031.441) 13.730.317.353 20.732.181.162 17.712.400.179 28.693.615.355 Sumber : Badan Keuangan Daerah

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 14 Tabel 3.8

Penutup Defisit Riil Anggaran

NO Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Realisasi Pendapatan Daerah 562.315.338.339 670.664.870.823 760.003.786.356 893.108.389.961 1.004.720.140.166 1.151.898.266.369

Dikurangi realisasi:

2 Belanja Daerah

568.631.590.454 661.905.541.057 730.081.469.003 856.376.208.799 971.007.739.987 1.106.204.651.014 3 Pengeluaran Pembiayaan Daerah - 8.897.361.208 16.192.000.000 16.000.000.000 16.000.000.000 17.000.000.000 A Defisit riil (6.316.252.115) (138.031.441) 13.730.317.353 20.732.181.162 17.712.400.179 28.693.615.355

Ditutup oleh realisasi penerimaan

pembiayaan

4

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya

68.811.313.152 63.128.131.037 66.148.408.214 80.760.473.967 101.587.196.329 119.355.861.587

5 Pencairan Dana Cadangan - - - - 6 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang di Pisahkan - - - - 7 Penerimaan Pinjaman Daerah - - - - 9 Penerimaan Piutang Daerah - 3.154.344.758 127.748.400 79.341.200 56.265.079 4.250.000 10 Penarikan Investasi (Divestasi) 633.070.000 750.000.000

B Total Realisasi Penerimaan

Pembiayaan 69.444.383.152 66.286.439.655 67.030.156.614 80.855.015.167 101.643.461.408 119.360.111.587 A - B Sisa Anggaran Tahun Berkenaan 63.128.131.037 66.148.408.214 80.760.473.967 101.587.196.329 119.355.861.587 148.053.726.942 Sumber : Badan Keuangan Daerah

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 15 Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun 2010 sampai dengan 2015 bersumber dari Pelampauan penerimaan PAD, dana perimbangan dan sisa penghematan belanja atau akibat lainnya. Kontribusi terbesar dari SILPA bersumber dari sisa penghematan belanja atau akibat lainnya diikuti pelampauan penerimaan PAD sebagaimana terlihat pada Tabel 3.9; dan Sisa lebih pembiayaaan anggaran tahun berkenaan yang akan digunakan untuk penghitungan kapasitas pendanaan pembangunan daerah masih terdapat saldo pada neraca daerah sebagaimana tercantum pada tabel 3.10.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 16 Tabel 3.9

Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Rp./% dari SiLPA Rp./% dari SiLPA Rp./% dari SiLPA Rp./% dari SiLPA Rp./% dari SiLPA Rp./% dari SiLPA 1 Jumlah SiLPA 63.128.131.037 66.148.408.214 80.760.473.967 101.587.196.329 119.355.861.587 148.053.726.942

100 100 100 100 100 100

2 Pelampauan penerimaan PAD (3.559.130.748) (270.673.644) 661.383.653 728.691.711 2.364.509.491 7.397.948.313 (5,64) (0,41) 0.82 0,72 1,98 5,00 3 Pelampauan penerimaan dana

perimbangan 2.811.629.950 (6.556.549.345) 17.532.240 42.362.206 924.783.793 (4.797.104.153) 4,45 (9,91) 0,02 0,04 0,77 (3,24) 4 Pelampauan penerimaan lain-lain

pendapatan daerah yang sah (132.107.025) - (537.078.888) (2.742.332.560) (3.336.723.956) 11.118.767.712 (0,21) (0,67) (2,70) (2,60) 7,51 5 Sisa penghematan belanja atau akibat lainnya 60.801.676.493 72.201.730.604 79.736.888.562 103.558.474.973 119.403.292.259 134.334.115.070 96,31 109,15 98,78 101,94 100,04 90,73

6

Kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan

- - - -

7 Kegiatan lanjutan - - - -

8 Lain-lain Pembiayaan 3.206.062.367,00 773.900.599,42 881.748.400 - - - 5,08 1,17 1,09

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 17 Tabel 3.10

Sisa Lebih (Riil) Pembiayaan Tahun Berkenaan

No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

Rp Rp Rp Rp Rp

1 Saldo Neraca Daerah 69.255.816.997,97 80.805.154.210,85 101.632.048.288,27 120.228.875.751,96 149.494.186.958,85

Dikurangi : - - - - -

2. Kewajiban kepada pihak ketiga sampai

dengan akhir tahun belum terselesaikan - - - - -

3 Kegiatan lanjutan - - - - -

Sisa Lebih (Rill) Pembiayaan Anggaran 69.255.816.997,97 80.805.154.210,85 101.632.048.288,27 120.228.875.751,96 149.494.186.958,85 Sumber : Badan Keuangan Daerah

III - 18 Bab III Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 3.3. Kerangka Pendanaan

Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas riil keuangan daerah yang akan dialokasikan untuk pendanaan program jangka menengah daerah periode tahun 2016-2021. 3.3.1. Analisis Pengeluaran Periodik Wajib Mengikat serta Prioritas Utama

Dalam penyelenggaraan pemerintahan diperlukan pendanaan untuk membiayai pengeluaran daerah, baik berupa belanja maupun pembiayaan. Belanja daerah yang harus dibiayai tersebut diantaranya belanja wajib dan mengikat yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah. Untuk mengetahui perkembangan pengeluaran periodik, wajib dan mengikat serta pengeluaran periodik prioritas utama dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 19 Tabel 3.11

Pengeluaran Periodik, Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama

No Uraian

2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Pertum- buhan (%) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

A Belanja Tidak Langsung 382.428.090.349 418.127.159.222 492.135.345.144 547.489.029.385 605.738.168.818 684.478.749.978 12,38 1 Belanja Gaji dan Tunjangan 310.354.707.949 337.704.186.596 374.180.200.817 396.442.926.837 418.899.696.779 449.875.825.841 7,72 2 Belanja Penerimaan Anggota dan

Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH

1.182.000.000 1.220.968.000 2.154.224.000 2.129.000.000 2.117.320.000 2.099.586.000 15,44

3 Insentif Pemungutan Pajak Daerah - - - - 374.707.972 447.609.423 19,46 4 Insentif Pemungutan Retribusi

Daerah

- - - - 261.169.104 292.632.607 12,05 5 Tunjangan Profesi Guru PNSD 33.337.167.300 60.228.538.340 84.360.422.100 114.058.024.100 142.195.218.732 157.004.165.169 38,20 6 Tambahan Penghasilan Guru PNSD 19.878.825.000 7.039.000.000 6.101.065.000 3.403.000.000 2.406.555.750 1.730.512.500 (35,90)

7 Belanja Bunga - - - - - - -

8 Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

671.090.000 630.558.000 624.719.000 440.418.909 58.271.500 2.491.920.972 810,63

9 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa dan Partai Politik

17.004.300.100 11.303.08.286 24.714.714.227 31.015.659.539 39.425.228.981 70.536.497.466 43,33

B Belanja Langsung 13.748.542.363 18.271.689.726 20.798.343.363 24.805.085.574 49.761.319.350 68.661.029.805 40,92 1 Belanja Honorarium PNS khusus

untuk guru dan tenaga medis

499.944.980 1.021.183.597 1.446.885.423 2.159.554.791 2.618.260.061 1.262.778.230 32,93 2 Belanja Kegiatan Penyediaan biaya

operasional dan pemeliharaan (BLUD)

8.374.880.246 10.016.759.878 12.436.517.780 13.575.673.250 29.100.725.343 41.133.277.014 41,73

3 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Puskesmas (JKN)

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 20 No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Pertum- buhan (%) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

4 Belanja Beasiswa Pendidikan PNS - - - - 101.200.000 131.341.500 29,78 5 Belanja jasa kantor (khusus

tagihan bulanan kantor seperti listrik, air, telepon dan sejenisnya

4.873.717.137 7.223.746.251 6.914.946.160 9.069.857.533 10.726.874.098 13.991.060.442 24,78

6 Belanja sewa gedung kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya)

- - - - - - -

7 Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya)

- - - - - - -

C Pembiayaan Pengeluaran - - - - - - -

1 Pembentukan Dana Cadangan - - -

2 Pembayaran Pokok Hutang - - -

TOTAL (A+B+C) 396.176.632.712 436.398.848.948 512.933.694.507 572.294.114.959 655.499.488.168 753.139.779.783 13,74 Sumber : Badan Keuangan Daerah

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 21 Berdasarkan Tabel 3.11 dapat dijelaskan bahwa rata-rata pertumbuhan belanja pengeluaran periodik dan wajib mengikat prioritas utama tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 adalah 12,38%. 3.3.2. Penghitungan Kerangka Pendanaan

Perhitungan kerangka pendanaan berpedoman pada analisa penerimaan dan pengeluaran APBD pada 6 (enam) tahun terakhir dan juga memperhatikan kebijakan pembangunan pemerintah dan pemerintah provinsi, angka rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah masa lalu, asumsi dan indikator makro ekonomi (PDRB/laju pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lain-lain), kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah, kebijakan di bidang keuangan negara.

Secara umum, proyeksi penerimaan pendapatan daerah tahun 2016-2021 tumbuh rata-rata sebesar 6,01%, yang terdiri dari pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah sebesar 16,67%, Dana Perimbangan sebesar 4,47% dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 6,10%, dengan uraian sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Proyeksi pertumbuhan PAD ini didasarkan pada realisasi penerimaan tahun 2015 dan potensi masing-masing objek PAD. Untuk mencapai target PAD tersebut akan dilakukan intensifikasi objek PAD, terutama untuk penerimaan retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan untuk peningkatan pajak daerah diupayakan untuk melakukan pemutakhiran data objek pajak setiap tahun.

2. Dana Perimbangan

a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

Berdasarkan pertumbuhan penerimaan bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak tahun 2010-2015 rata-rata pertumbuhan sebesar minus 7,80%. Pada tahun 2016 realisasi penerimaan bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp.15.431.802.000,-. sementara, pada tahun 2017 terjadi kenaikan menjadi Rp.17.189.152.000,- atau 11%. Mengingat kondisi perekonomian nasional, terutama tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak negara pada periode ini, penerimaan dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak pada tahun 2018 – 2021 diproyeksikan tidak mengalami pertumbuhan dari realisasi tahun 2017, yaitu tetap sebesar Rp.17.189.152.000,-.

b. Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan pertumbuhan penerimaan DAU 2 (dua) tahun terakhir, yaitu sebesar 2,55% pada tahun 2015, 6,12% pada tahun 2016, dan pada tahun 2017 tidak terjadi peningkatan DAU dari tahun 2016. Namun DAU untuk tahun 2018 – 2021 diproyeksikan naik sebesar 6% dalam rangka antisipasi kenaikan belanja pegawai yang merupakan formula dalam penetapan DAU. c. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Proyeksi pertumbuhan penerimaan DAK tahun 2016-2021 diperkirakan sebesar 3,87%, atau lebih rendah dari realisasi pertumbuhan penerimaan DAK tahun 2010-2015 sebesar 13,58%. Hal ini disebabkan karena kondisi keuangan negara, bahkan penerimaan DAK tahun 2016 sesuai dengan kebijakan pemerintah dikurangi sebesar 12%.

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Proyeksi rata-rata penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah tahun 2016-2021 diperkirakan naik sebesar 6,1%. Sumbangan terbesar bersumber dari penerimaan bagi hasil pajak dari provinsi dan dana desa/nagari yang bersumber dari APBN. Khusus dana desa/nagari yang bersumber dari APBN sesuai dengan kebijakan pemerintah kenaikannya hanya sampai tahun 2019 yaitu sebesar 1 (satu) milyar per desa/nagari, dan selanjutnya diperkirakan tahun 2020 dan 2021 tidak terjadi kenaikan. Disamping itu ada juga penerimaan dari pemerintah provinsi yang sulit diprediksi, yaitu dana hibah dari pemerintah dan bantuan keuangan yang bersifat khusus dari provinsi.

Proses pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi seperti pengalihan kewenangan untuk pendidikan menengah, tidak mempengaruhi perubahan pendapatan daerah karena DAU sebelum dan sesudah pengalihan kewenangan besarnya sama, dan proyeksi penambahan pendapatan berdasarkan asumsi kenaikan pendapatan negara.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 22 Tabel 3.12

Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Tanah Datar Tahun 2016 – 2021

No. Uraian

Proyeksi

2016 (apbd-p 2016) 2017 2018 2019 2020 2021

1 PENDAPATAN 1,241,491,032,825.00 1,233,929,672,601.00 1,329,143,433,770.00 1,426,975,681,233.05 1,535,982,348,563.60 1,658,331,724,275.24 1.1 Pendapatan Asli Daerah 117,484,614,929.00 128,397,031,000.00 150,189,034,800.00 177,306,919,374.90 211,132,554,807.60 253,278,186,380.80 1.1.1 Pajak daerah 12,379,061,602.00 12,932,920,000.00 15,519,504,000.00 18,933,794,880.00 23,099,229,753.60 28,874,037,192.00 1.1.2 Retribusi daerah 8,009,619,000.00 7,472,406,000.00 12,284,297,622.17 15,244,813,349.11 18,918,813,366.24 23,478,247,387.51 1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan 22,121,008,827.00 28,132,959,000.00 28,132,959,000.00 34,040,880,390.00 37,615,172,830.95 42,317,069,434.82 1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 74,974,925,500.00 79,858,746,000.00 94,233,320,280.00 112,137,651,133.20 134,565,181,359.84 161,478,217,631.81 1.2 Dana Perimbangan 1,016,082,100,400.00 986,642,878,000.00 1 ,048,732,013,890.00 1,114,840,641,358.15 1,185,231,990,656.00 1,260,186,740,406.94 1.2.1 Dana bagi hasil pajak /bagi

hasil bukan pajak 15,431,802,000.00 17,189,152,000.00 17,189,152,000.00 17,189,152,000.00 17,189,152,000.00 17,189,152,000.00 1.2.2 Dana alokasi umum 707,992,904,000.00 707,992,904,000.00 750,472,478,240.00 795,500,826,934.40 843,230,876,550.46 893,824,729,143.49 1.2.3 Dana alokasi khusus 292,657,394,400.00 261,460,822,000.00 281,070,383,650.00 302,150,662,423.75 324,811,962,105.53 349,172,859,263.45 1.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah

yang Sah 107,924,317,496.00 118,889,763,601.00 130,222,385,080.00 134,828,120,500.00 139,617,803,100.00 144,866,797,487.50 1.3.1 Hibah 7,623,260,000.00 5,453,241,601.00 3,000,000,000.00 3,000,000,000.00 3,000,000,000.00 3,000,000,000.00 1.3.2 Dana darurat - - - - - - 1.3.3

Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya **)

39,509,220,496.00 36,335,150,000.00 39,968,665,000.00 43,965,531,500.00 48,362,084,650.00 53,198,293,115.00

1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi

khusus***) 53,999,837,000.00 69,969,772,000.00 79,765,540,080.00 80,000,000,000.00 80,000,000,000.00 80,000,000,000.00 1.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi

atau Pemerintah Daerah lainnya 6,792,000,000.00 7,131,600,000.00 7,488,180,000.00 7,862,589,000.00 8,255,718,450.00 8,668,504,372.50 Sumber : Badan Keuangan Daerah

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 23 Periode tahun 2016 – 2021, Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Tanah Datar diharapkan meningkat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa laju pertumbuhan pendapatan daerah diproyeksikan sedikit mengalami peningkatan dan terjadi peningkatan efektifitas penggunaan belanja daerah. Perkiraan kapasitas kemampuan riil keuangan daerah dapat disajikan secara indikatif, yaitu tidak kaku, dan disesuaikan dengan kondisi informasi terbaru pada saat perencanaan dan penganggaran setiap tahunnya.

Kapasitas riil kemampuan keuangan daerah adalah total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib dan mengikat serta prioritas utama. Hal ini berati semakin besar kapasitas riil kemampuan keuangan daerah, semakin leluasa daerah mengalokasikan penerimaan daerah untuk membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat sebagai wujud dari pelaksanaan otonomi daerah. Berdasarkan Tabel 3.13 terlihat Kapasitas riil kemampuan keuangan daerah secara nominal diproyeksikan meningkat dari tahun 2016-2021, serta rencana penggunaan Kapasitas riil kemampuan keuangan daerah tahun 2016-2021:

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 24 Tabel 3.13

Rencana Penggunaan Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah

No Uraian Proyeksi

2016 (Rp.) 2017 (Rp.) 2018 (Rp.) 2019 (Rp.) 2020 (Rp.) 2021 (Rp.) I Kapasitas riil kemampuan keuangan 457,628,702,788.00 510,290,260,115.00 528,854,726,744.93 544,465,472,510.85 563,115,437,669.62 586,225,068,595.32

Rencana alokasi pengeluaran prioritas I

II.a Belanja Langsung 470,062,558,000.00 498,713,991,842.00 527,590,297,299.70 584,393,534,293.55 628,892,115,863.10 691,446,104,111.83 II.b Pembentukan dana cadangan dan

Penyertaan Modal 7,206,955,000.00 20,000,000,000.00 30,000,000,000.00 35,000,000,000.00 40,000,000,000.00 45,000,000,000.00 Dikurangi:

II.c Belanja langsung yang wajib dan

mengikat serta prioritas utama 89,941,223,945.00 78,388,765,902.00 94,066,519,082.40 112,879,822,898.88 135,455,787,478.66 162,546,944,974.39 II.d Pengeluaran pembiayaan yang wajib

mengikat serta prioritas utama - 10,000,000,000.00 15,000,000,000.00 17,500,000,000.00 20,000,000,000.00 22,500,000,000.00 II Total rencana pengeluaran prioritas

I (II.a+II.b-II.c-II.d) 387,328,289,055.00 430,325,225,940.00 448,523,778,217.30 489,013,711,394.67 513,436,328,384.44 551,399,159,137.44 Sisa kapasitas riil kemampuan

keuangan daerah setelah menghitung alokasi pengeluaran prioritas I (I-II)

70,300,413,733.00 79,965,034,175.00 80,330,948,527.63 55,451,761,116.18 49,679,109,285.18 34,825,909,457.88

Rencana alokasi pengeluaran prioritas II

III.a Belanja Tidak Langsung 912,275,246,766.85 807,499,369,760.00 847,874,338,248.00 890,268,055,160.40 934,781,457,918.42 981,520,530,814.34 Dikurangi:

III.b Belanja tidak langsung yang wajib

dan mengikat serta prioritas utama 841,974,833,033.85 727,534,335,585.00 767,543,389,720.38 834,816,294,044.22 885,102,348,633.24 946,694,621,356.46 III Total rencana pengeluaran prioritas

II (III.a-III.b) 70,300,413,733.00 79,965,034,175.00 80,330,948,527.63 55,451,761,116.18 49,679,109,285.18 34,825,909,457.88 Surplus anggaran riil atau

Berimbang (I-II-III)* - - - - - - Sumber : Badan Keuangan Daerah

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 25 Proporsi penggunaan belanja pemenuhan kebutuhan aparatur selama tahun 2010-2015 secara rata-rata sebesar 70,78% dan selama 4 tahun terakhir belanja aparatur menunjukkan trend penurunan, hal ini berarti proporsi belanja langsung atau belanja publik mengalami peningkatan. Persentase alokasi pemenuhan kebutuhan belanja aparatur terlihat pada tabel 3.14

Tabel 3.14

Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur

No Uraian

Total belanja untuk pemenuhan kebutuhan

aparatur (Rp)

Total pengeluaran (Belanja + Pembiayaan Pengeluaran) Prosentase (Rp) (a) (b) (a) / (b) x 100% 1 2010 430.482.529.526 568.631.590.454 75,70 2 2011 469.253.937.292 670.802.902.264 69,95 3 2012 550.549.688.612 746.273.469.003 73,77 4 2013 615.763.611.480 872.376.208.799 70,58 5 2014 689.834.960.222 987.007.739.987 69,89 6 2015 727.763.918.819 1.123.204.651.014 64,79

Sumber : Badan Keuangan Daerah

Defisit riil anggaran selama tahun 2010-2015 dapat ditutupi dari penerimaan pembiayaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya, penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah, penerimaan piutang daerah dan penarikan investasi (Divestasi). Penutup defisit riil anggaran terbesar bersumber dari Sisa Lebih Perhitugan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebagaimana terlihat pada tabel 3.15.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab III III - 26 Tabel 3.15

Komposisi Penutup Defisit Anggaran

No. Uraian

Proporsi dari total defisit riil

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Rp Rp Rp Rp Rp Rp.

1

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran

sebelumnya

68.811.313.152 63.128.131.037 66.148.408.214 80.760.473.967 101.587.196.329 119.355.861.587

2 Pencairan Dana Cadangan - - - -

3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah

Yang di Pisahkan - - - - - -

4 Penerimaan Pinjaman Daerah - - - - 5 Penerimaan Kembali Pemberian

Pinjaman Daerah - 3.963.860 4.000.000 15.200.000 - - 6 Penerimaan Piutang Daerah - 3.154.344.758 127.748.400 79.341.200 56.265.079 4.250.000 7 Penarikan Investasi (Divestasi) 633.070.000 750.000.000

III - 27 Bab III Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021

Berdasarkan perkiraan kapasitas kemampuan keuangan daerah, direncanakan alokasi kapasitas kemampuan keuangan daerah sesuai dengan prioritas pembangunan daerah dengan mempertimbangkan Kebijakan Nasional dan Pemerintah Provinsi yaitu:

1. Pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang undangan yaitu: a. Belanja yang wajib dan mengikat

b. Pemenuhan urusan pendidikan c. Pemenuhan urusan kesehatan

d. Pemenuhan alokasi dana Desa/Nagari

2. Pembangunan iman dan taqwa menuju masyarakat madani. 3. Pengetasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.

4. Reformasi birokrasi dan peningkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Aparatur Pemerintah Nagari. 5. Pembangunan infrastruktur daerah yang berwawasan lingkungan hidup.

6. Peningkatan perekonomian masyarakat melalui sektor-sektor pertanian, peternakan, pendidikan, pariwisata dan Pemberdayaan UKM.

Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021 Bab IV IV - 1 BAB IV

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Kebijakan desentralisasi bertujuan untuk membangun kemandirian daerah agar dapat mendukung pembangunan secara nasional. Kemandirian lokal merupakan paradigma pembangunan yang sedang digalakkan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Dengan visi kemandirian lokal, maka paradigma pembangunan yang sedang dijalankan daerah bertujuan untuk mengurangi ketergantungan baik terhadap pusat, daerah lain bahkan negara-negara lain. Dalam aspek perencanaan pembangunan daerah, dapat dikatakan bahwa otonomi daerah mengandung pengertian sebuah kemampuan yang dimiliki untuk merancang, merumuskan dan mengatasi permasalahan pembangunan yang dihadapi melalui pengembangan suatu tatanan yang mandiri dan tetap terbingkai pada semangat persatuan dan kesatuan dalam NKRI.

Permasalahan pembangunan merupakan “gap expectation” antara kinerja pembangunan yang saat ini dicapai dengan apa yang direncanakan serta apa yang ingin dicapai di masa mendatang dengan kondisi riil pada saat perencanaan dibuat. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan daerah yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan acaman yang tidak diantisipasi.

Sedangkan isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang. Adapun ciri-ciri permasalahan yang menjadi isu strategis adalah: 1) Permasalahan terjadi dalam jangka panjang, bersifat kompleks, dan berdampak luas;

2) Permasalahan yang bukan given (seperti: daerah berbukit, lahan tidak luas, daerah dekat laut); 3) Permasalahan yang harus diselesaikan secara year, melibatkan beberapa SKPD, dan

multi-institusi;

4) Permasalahan yang harus diselesaikan dengan program-program yang menghasilkan multiplier effect;

5) Permasalahan yang harus diselesaikan dengan beberapa program;

6) Permasalahan yang dapat diselesaikan dengan satu program tetapi dengan beberapa kegiatan; Menurut Bryson (1995) terdapat empat pendekatan dasar untuk mengenali isu strategis, yaitu:

a. Pendekatan langsung (direct approach), meliputi kajian atas hubungan langsung antara kewenangan (mandat), misi dan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan/ancaman (SWOT) dengan identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan langsung dapat diterapkan pada hampir semua organisasi pemerintah atau organisasi nirlaba dengan karakteristik/kondisi yang plural, partisan, terpolitisasi dan cenderung terfragmentasi selama ada kekuatan (koalisi dominan) yang cukup kuat dan mempunyai kepentingan yang sama. Penerapan metode pendekatan langsung sangat sesuai pada kondisi:

1) Tidak ada kesepakatan tentang tujuan yang akan dicapai, atau tujuan yang dirumuskan terlalu abstrak/kabur (tidak jelas);

2) Belum mempunyai visi, sementara untuk merumuskan visi tersebut kendalanya sangat besar; 3) Tidak ada struktur hirarkis yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan tujuan bersama; 4) Lingkungan organisasi yang sangat bergejolak sehingga tidak memungkinkan untuk

merumuskan tujuan; yang paling memungkinkan adalah tindakan/kebijakan yang bersifat parsial/sesaat untuk merespon kondisi tersebut.

b. Pendekatan tidak langsung (indirect approach), dapat diterapkan pada situasi dan kondisi yang sama dengan pendekatan langsung, dan biasanya dilakukan bersama dengan pendekatan langsung, hanya tidak dibentuk tim khusus. Pendekatan tidak langsung bisa diterapkan pada keadaan yang menuntut perubahan strategis yang signifikan, sementara sebagian besar personil belum memandang hal tersebut diperlukan. Sama dengan pendekatan langsung, pendekatan tidak langsung paling banyak digunakan untuk organisasi pemerintah dan organisasi nirlaba. c. Pendekatan sasaran (goals approach), lebih sejalan dengan teori pendekatan konvensioanal, yang

menetapkan bahwa organisasi harus menciptakan sasaran dan tujuan bagi dirinya sendiri dan kemudian mengembangkan strategi untuk mencapainya. Pendekatan ini dapat diterapkan jika ada kesepakatan yang lebih luas dan mendalam tentang sasaran dan tujuan organisasi, serta jika sasaran dan tujuan itu cukup terperinci dan spesifik untuk memandu pengembangan strategi. d. Pendekatan visi keberhasilan (vision of success), dimana organisasi mengembangkan suatu

gambaran yang terbaik atau ideal mengenai dirinya sendiri di masa depan sebagai organisasi yang berhasil memenuhi misinya. Pendekatan ini lebih mungkin bekerja dalam organisasi nirlaba ketimbang organisasi sektor publik.

IV - 2 Bab IV Perubahan RPJMD Tahun 2016 - 2021

Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) membutuhkan kerangka analisis isu-isu strategis yang didukung oleh kemampuan untuk menangkap setiap interaksi sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi interaksi tersebut, antara lain situasi global, meliputi aspek-aspek yang terjadi melampaui batas-batas administrasi negara, situasi nasional, dan situasi regional. Keterkaitan antar isu strategis dapat mendorong penguatan dan penerapan prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah berdasarkan data dan fakta-fakta yang ada. Karena itu, penyusunan rencana jangka menengah daerah akan bergerak dari suatu realitas yang mencakup pembangunan di segala bidang secara lokal dengan memperhatikan perkembangan dan realitas lain di lingkungan sekitar sehingga mampu mengatasi berbagai masalah dan mencapai tujuan pembangunan.

Dinamika Lingkungan Strategis

Kajian isu strategis didasarkan pada situasi dan kondisi lingkungan strategis suatu daerah. Lingkungan strategis adalah lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan pembangunan. Dinamika yang terjadi mencakup lingkungan dinamika dunia internasional, nasional, regional maupun lokal yang harus dipahami dan disikapi dalam melakukan tindakan kebijakan

Dokumen terkait