PANDANGAN UMUM TENTANG PEMANASAN GLOBAL
B. Cara Menanggulangi Pemanasan Global dalam Al-Qur’an
3. Pengelolaan yang Berkelanjutan
Alam dengan segala sumberdayanya diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna menunjang kehidupannya ini harus dilakukan secara wajar (tidak boleh berlebihan). Demikian pula tidak diperkenankan pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk memenuhi kebutuhan bagi generasi saat ini sementara hak-hak pemanfaatan bagi generasi mendatang terabaikan. Manusia dilarang pula
32
melakukan penyalahgunaan pemanfaatan dan atau perubahan alam dan sumberdaya alam untuk kepentingan tertentu sehingga hak pemanfatatannya bagi semua kehidupan menjadi berkurang atau hilang.
Pengelolaan lingkungan adalah salah satu kegiatan sekaligus tugas manusia dalam kehidupanya di muka bumi. Manusia diciptakan oleh Allah dengan sempurna. Ia diberi kelengkapan berupa akal pikiran, hati dan perasaan serta kelengkapan fisik biologis supaya dapat menjalankan fungsi dan tugasnva sebagai khalifah di muka bumi.33 Manusia diberi peran besar sebagai khalifah di muka sebagaimana disebutkan di dalam surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi sebagai berikut:
☺
⌧
⌧
⌧ ☺
☺
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-Baqarah: 02/30)
Sebagai wakil Allah, maka manusia harus bisa merepresentasikan peran Allah terhadap alam semesta termasuk bumi seisinya antara lain memelihara (al
33
53
rabb) dan menebarkan rakhmat ( rahmatan) di alam semesta. Oleh karena itu kewajiban manusia terhadap alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah swt adalah melakukan pemeliharaan terhadap alam (termasuk pemeliharaan kehidupan diri = hifdzun nafs) untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di alam. Untuk mempertahankan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia diperkenankan oleh Tuhan untuk memanfaatkan segala sumberdaya alam secara wajar (sesuai dengan kebutuhan) dan bertanggungjawab. Segala sikap, perilaku atau perbuatan manusia (lahir dan batin) yang berkaitan dengan pemeliharaan alam harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan setelah kehidupan dunia ini berakhir. Islam melarang pemanfaatan alam (sumberdaya alam) yang melampaui batas atau berlebihan atau isyraf.34 Dalam durat al-An’am Allah berfirman:
⌧
⌧
⌧
⌧
☺
☺
☺
☺
☺
⌧
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
3434
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-An’am: 06/141-142)
Pengelolaan lingkungan hidup yang berupa pendayagunaan dan peningkatan kualitas hidup ini adalah tugas yang dibebankan kepada manusia sebab Allah menciptakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikan manusia sebagai pemakmurnya. Hal demikian sebagaimana firman Allah pada surat Hud ayat 61 sebagai berikut:
☺
☯
⌧
☺
“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS. Hud: 11/61).
Kata ﺮﻤ ﺘﺳا terambil dari kataﺮﻤ yang berarti memakmurkan. Kata tersebut juga dipahami sebagai antonim dari kata, yang berarti kehancuran. Ada juga sebagian ulama yang memahaminya sebagai bentuk perintah, sehingga kata
55
Imam Thabathaba’I, menmaknai kata (ضر ا ﻰﻓ ﻢآﺮﻤ ﺘﺳا dalam arti ) mengelola bumi sehingga menjadi tempat dan lahan yang dapat memberikan manfaat, seperti membangun pemukiman untuk dihuni, masjid untuk tempat ibadah, tanah untuk pertanian. Ayat ini baik secara langsung amupun tidak mengandung perintah kepada manusia untuk membangun bumi dalam kedudukanya sebagai khalifah.36
Pemanfaat berkelanjutan bisa pahami dari kata ﺮﻤ ﺘﺳا. Jika dicermati bahwa kata ﺮﻤ ﺘﺳا merupakan kata kerja atau fiil. Dalam kaidah bahasa arab fiil
menunjukan terhadap makna terus menerus (istimrar). Dengan demikian kata
ista’mara dapat diarti pemanfaatan secara merus menerus atau keberlanjutan. Dalam wacana lingkungan lingkungan hidup kata istimrar pada ayat di atas merefrensikan dari suatu konsep pembangunan yaitu yang disebut pembengunan berkelanjutan (sustainable development).
Secara konseptual, pengertian pembangunan berke1anjutan berasal dan ilmu ekonomi yang terutama dikaitkan dengan persoalan efisiensi dan keadilan (equity) yang menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga dilatarbelakangi oleh ilmu
35
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Vol. IV, h. 284-285 36
biologi yang membahas keberlanjutan dan segi kemampuan dan kesesuaian (capability and suitability) suatu lokasi dengan potensi lingkungan hidupnya.37
Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development didefinisikan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan sebagai: “…pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mernenuhi kehutuhan mereka sendiri’.38
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Pembangunan berkelanjutan tidak diniscayakan terjadinnya potong generasi umat manusia penghuni planet bumi ini melainkan harus terjadi kesinambungan. Definisi ini mempunyai wawasan jangka panjang antar generasi. Untuk dapat rnencapai pembangunan berkelanjutan persyaratannya tidak hanya pada fisik saja, yaitu tidak terjadinya kerusakan pada ekosistem tempat kehidupan manusia. melainkan juga harus adanya pemerataan hasil dan biaya pembangunan yang adil. Upaya untuk menciptakan pemerataan tidak hanya terjadi di dalarn satu generasi. melainkan juga antargenerasi.39
Pembangunan berkelanjutan ini juga pernah diangkat dan dijadikan tema pokok dalarn Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pemhangunan (UNCED) di Rio de Janeiro Brazil tahun 1992. Konferensiinmi juga terkenal dengan sebutan: “Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Buini karena yang hadir adalah para kepala negara dan pernerintahan dan yang dibicarakan adalah masalah
37
Kusdwiratri setiono, dkk, ed. Manusia, Kesehatan, dan Lingkungan: Kualitas lingkungan hidup dalam Perspektif Perubahan Lingkungan global, (Bandung: PT.Alumi, 2007), Cet. 2, H. 304.
38
Daud Efendi, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan…, h. 28 39
57
Kriteria ‘keberlanjutan’ mengandung arti efisiensi yang dinamis, karena lingkungannya juga bersifat dinamis. Apabila hal ini dirumuskan dalam konteks pembangunan, maka pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak mengurangi kemampuan berproduksi secara ekonomi di masa depan. Kemampuan berproduksi tergantung pada penyediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi serta dapat diwariskan pada generasi yang akan datang.41
Dengan memperhatikan dan mentaati konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development, maka sejatinya pembangunan industri, penggunaan transportasi yang merupakan penyumbang besar dalam menghasilkan gas efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim tidak akan terjadi. Atau setidaknya dapat mengurangi dan dapat dijadikan solusi dalam menghadapi bahaya perubahan iklim dan global warming.
Aplikasi dari pengelolaan yang berkelanjutan contohnya seperti penggunaan pupuk yang menggunakan bahan kimia (fertilizer) untuk pertanian
40
Agenda 21 memberikaii kerangka terperinci untuk melakukan kerjasama pengembangan strategi pembangun berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan di tingkat global. Walaupun Prinsip-prinsip ketentnan dalam konvensj mi tidak Inengikat secara hokum sistem hukum lingkungan internasjonal namun sebagai suatu pernyataan politik (political Colninitments) yang apabila disajikan momentum yang tepat dapat mendorong dilaksanakannya programprogr mi melalui Komisi Pembangunan Berkelanjutan Organisasi Internasjonal Lembaga Swadaya Masyarakat ke dalam program nasional yang lebih efektif, termasuk Indonesia. Lihat Kusdwiratri Setiono, dkk, ed. Manusia, Kesehatan, dan Lingkungan…, h. 308 dan 317-319.
41
Kusdwiratri Setiono, dkk, ed. Manusia, Kesehatan, dan Lingkungan…, h. 308 dan 317-319.
yang tidak berlebihan karena akan merusak tanah menjadi tidak subur. Begitu juga dalam pengelolaan barang tambang dan pengelolaan laut terutama ketika penangkapan ikan banyak menggunakan dinamit atau racun ikan (seperti portas) yang dapat menyebabkan penunahan kekayaan laut dan mencemari lingkungan air.
Alam semesta termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan diciptakan dalam kesetimbangan, proporsional dan terukur atau mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
☺
⌧
☺
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS. Ar-Ra’du: 13/8).
⌧
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”. (QS. Al-Hijr: 15/19).
Bumi merupakan planet tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen dengan keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya. Berbagai unsur dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi, sekaligus merupakan bukti ke Mahakuasaan dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan Pemelihara alam.
59
⌧
☺
☯
☯
⌧
☺
☯
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal”. (QS. Thaha: 20/53-54).
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian penulis lakukan terhadap ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang semangat pemeliharaan lingkungan, yang kemudian penulis simpulkan sebagai . ada beberapa hal yang penulis dapat simpulkan, diantaranya: 1. Nilai-nilai dasar sebagai solusi al-Quran terhadap pemanasan global tersebar
dalam berbagai ayat. Akar krisis ekologi bersifat aksiomatik dan multi dimesi, yakni terletak pada kepercayaan dan struktur nilai yang membentuk hubungan manusia dengan alam, dengan yang lain, dan dengan gaya hidup manusia. Islam merupakan agama yang memandang lingkungan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap Tuhan. Dengan kata lain, prilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan seseorang. Oleh karena itu nilai-nilai agama (ad-diin) yang juga bersifat multidimesi bisa digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan. Selama perspektif ini tidak dirubah dan kita tidak memberikan upaya pada dimesi spritual lingkungan, tidak akan banyak harapan untuk mengembangkan lingkungan hidup. Manusia harus kembali pada akar spiritualnya. Hanya dengan pendekatan inilah penanggulangan Pemanasan global bisa diatasi. Inilah nilai penting untuk kembali kepada keimanan dan ketakwaan. 2. Berbagai cara telah dilakukan untuk menanggulangi pemanasan global. Karena
hal ini menyangkut masalah dunia, maka negara-negara internasional telah
60
membuat suatu pertujuan untuk menangani masalah pemanasan global ini. Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca.
3. tanpa nilai-nilai standar tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu, atau cara pandangnya sendiri. Kecenderungan manusia dengan super ego yang dimilikinya cenderung eksploitatif terhadap alam.
B.Rekomendasi
1. Adanya penelitian lebih lanjut terhadap solusi al-Quran terhadap masalah-masalah kontemporer yang berkaitan langsung dengan kesalamatan umat manusia, semisal malasah pemanasan global.
2. Apa yang dilakukan penulis dalam tulisan ini masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, di kemudian hari diharapkan ada tulisan yang lebih mendalam dan komprehensif yang membahas masalah pemanasan global.
Al-Qur’an dan Terjemahannya, DEPAG R I., 1997.
Abdushamad, Muhammad Kamil, Mikjizat lmiah dalam al-Qur’an, (Jakarta: Akbar Edia Eka Sarana, 2003).
Al Gore, Bumi Dalam Keseimbangan; Ekologi Dan Semangat Manusia,
Penerjemah Hira Jhamtani (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994). Ashfahani, al, al-Mufradât fi al-Gharîb al-Qur’an, (Beirut: Dârul Ma’rifah, tth). Bucaille, Maurice, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984).
Chapman, dll, ed, Bumi yang Terdesak: Perspektif Ilmu dan Agama Mengenai Konsumsi,Pupulasi dan Keberlanjutan, penerjemah, Dian Basuki dan Gunawan Admiranto, (Bandung: Mizan, 2000).
Fasha, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-Qur’an, (Solo: Tiga Serangkai, 2006).
Efendi, Daud, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan: Prospektus Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008).
Ghazali, M. Bahri, Lingkungan Hidup Dalam Pemahaman Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakarta: LKiS, 2000).
Jauzy, Ibn al-Faraj Jamâluddîn ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad al, Zâd al-Masîr fi‘Ilmi al-Tafsîr, (Beirut: Dârul Fikri, 1987).
Kerap, A.Sonny, Etika Lingkungan, (Jakarta:Kompas, 2006).
Lajnah Pentashihan Mushap Al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Lajnah pentashihan al-Qur’an, 2009), Vol. 4. Mangunjaya, Fachruddin M, Konservasi Alam dalam Islam, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005).
Mansur, BA, Pandangan Islam Terhadap Pengembangan dan Kelestarian Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001).
Miri, Sayyed Mohsen, Prinsip-Prinsip Islam dan Filsafat Mula Sudra sebagai Basis Etis dan Kosmologis Lingkungan Hidup, dalam M. Mangunwijaya, dkk, ed, Menanam Sebelum KIamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup, (Jakarta: ICAS, 2009).
Salim, Ismail, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara, 1983). Setiono, Kudwiratri, dkk, ed, Manusia Kesehatan Dan Lingkungan: Kualitas
Hidup Dalam Perspektif Perubahan Lingkungan Global, (BAndung: P.T. Alumni, 2007).
Shihab, M. Quraish, wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997).
---, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
Showy, Ahmad al-, Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang IPTEK, (Jakarta: GIP, 1995).
Soerjani, Moh, dkk.. Lingkungan : Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan., (Jakarta: UI-Press, 1987).
Gore, Al, Bumi dalam Keseimbangan: Ekologi dan Semangat Manusia, (terj. Hira Jhamtani, (Jakarta: Yayasan Obor, 1994).
Murdiyarso, Dadel, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim, (Jakarta: Kompas, 2003).
Firor, John, Perubahan Atmosfer: Sebuah Tantangan Global, Terj. Yuliani Lipoto, ( Bandung: Rosda Jaya Putra, 1995).
Murdianto, Daniel, Konvensi Perubahan Iklim, (Jakarta: Kompas, 2003).
Pratikno, Widi Agus, dkk.. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut, (Yogyakarta:. BPFE, 1997).
Keniscayaan Pertobatan Ekologis, artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari http://www.korantempo.com/korantempo/2008/06/05/Opini/krn,2008060 5,74.id.ht
Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern, artikel diakses pada 2 Januari 2010dari
http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim/070605_pmnsnglobl_hrli ngk2007/
http://id.wikipedia.org/wiki/efek rumah kaca.
Efek Rumah Kaca, Perubahan Iklim, dan Pemanasan Global, diakses pada 17 Januari 2010 dari http://www.iatpi.org/isi.php?item=artikel&rec=7