• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mysis II: Tunas kaki renang mulai nampak nyata, belum beruas-ruas

2.10.3. Pengelolaan Kualitas Air

Air merupakan media hidup bagi larva udang dan organisme lainnya yang penting untuk diperhatikan. Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan larva udang vaname secara optimal. Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan larva udang vaname dilakukan dengan beberapa cara, yaitu monitoring, pengecekan kualitas air, water exchange, dan penyiponan. Syarat kualitas air untuk larva dan waktu pengukuran menurut (SNI, 7311:2009), dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kualitas Air pada Pemeliharaan Larva

No. Kriteria Satuan Ukuran Waktu pengukuran

1. Suhu oC 29-32 2 kali sehari 2. Salinitas ppt 29-34 Setiap hari 3. pH - 7,5-8,5 Setiap hari

4. Oksigen terlarut, min mg/l 5 Maksimum 3 kali sehari 5. Nirit, maks. mg/l 0,1 Setiap hari

6. Bakteri pathogen (Vibrio, sp.),

maks Cfu/ml 10

3 Maksimum 3 hari sekali

19 Selain pengukuran parameter kualitas air, juga dilakukan pergantian dan penambahan air secara sirkulasi dengan cara melihat air secara visual, bila di permukaan air telah banyak gelembung busa yang telah menumpuk dan gelembung tersebut tidak dapat pecah kembali, ini diasumsikan air pada kondisi jenuh dan telah terjadi banyak perombakan gas di dalam air (Subaidah dan Pramudjo, 2008).

Udang vaname memiliki toleransi lebih luas terhadap perubahan lingkungan seperti salinitas dan temperatur. Udang vaname dapat hidup pada salinitas 0,1-60 ppt dan suhu 12-37oC, tumbuh dengan baik pada suhu 24-34oC dan ideal pada suhu 28-31oC (Kordi, 2008). Sedangkan menurut (Sutaman, 1992) Pengelolaan kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva. Kualitas air pada bak pemeliharaan larva harus dipertahankan sebaik mungkin. Beberapa variabel kunci didalam menentukan mutu air media pemeliharaan larva adalah suhu dan kekeruhan yang merupakan variabel fisik, sedangkan variabel kimia yang terpenting adalah salinitas atau kadar garam, pH, oksigen terlarut (DO), amoniak dan hasil-hasil buangan dari proses metabolisme lainnya seperti H2S.

a. Suhu

Suhu optimal pertumbuhan udang antara 29-32°C (SNI, 7311:2009). Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Maka dari itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air.

20 Hal ini agar proses metabolisme dan proses moulting pada masa pemeliharaan berjalan dengan lancar (Haliman dan Adijaya, 2005). Sedangkan menurut Effendi (2003) dalam Suastika (2013) menyatakan suhu sangat mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak pada tingginya salinitas. Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan meningkatkan salinitas. Proses evaporasi (penguapan) dalam siklus hidrologi air tawar dan air laut sekitar 30%.

Suhu air mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan kehidupan larva yang dipelihara baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum, dalam batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan larva meningkat sejalan dengan kenaikan suhu air, namun kelangsungan hidupnya akan menurun pada suhu tinggi. Suhu air yang terbaik bagi pertumbuhan larva udang berkisar antara 28oC sampai 32oC (Sutaman, 1993).

b. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air yang dinyatakan dalam satuan permil (o/oo) atau ppt (part per thousand) atau gr/l. Kandungan salinitas terdiri dari garam-garam mineral yang bermanfaat, salah satunya adalah kalsium yang berfungsi mempercepat proses pengerasan tulang. Kisaran salinitas yang baik untuk budidaya udang vaname antara 15-30 ppt (Haliman dan Adijaya, 2008).

Selanjutnya pada kondisi tertentu, salinitas sumber air dapat menjadi sangat tinggi. Hal ini dapat menyebabkan proses osmoregulasi terganggu yang akhirnya menghambat pertumbuhan udang. Salinitas yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kesulitan bagi udang berganti kulit karena kulit cenderung keras,

21 meningkatnya kebutuhan energi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, lumutan pada karapaks dan udang mudah terserang white spot pada musim kemarau.

c. pH (Derajat Keasaman)

pH merupakan parameter kualitas air untuk mengetahui derajat keasaman. pH air untuk pemeliharaan udang yang ideal antara 7,5-8,5. Perubahan pH air dapat dipengaruhi oleh sifat tanah dasar perairan. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari akibat adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami yang menyerap CO2 (Haliman dan Adijaya, 2008). Selanjutnya, untuk keperluan pemeliharaan sebaiknya pH air selalu diukur pada titik kritis yaitu pukul 04.00-05.00 atau pagi hari dan pukul 14.00-15.00 atau siang hari. Sejalan dengan bertambahnya umur pemeliharaan larva, maka penumpukan bahan organik akan bertambah banyak yang berakibat semakin rendahnya pH air terutama pada bagian dasar perairan.

Menurut Sutaman (1993) pH air yang rendah dapat secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang yang dipelihara. pH air serendah 6,4 dapat menurunkan laju pertumbuhan sebesar 60%. Pada pH yang tinggi, persentase amonia yang tidak terionisasi akan lebih besar sebaliknya, persentase hidrogen sulfida (H2S) yang tidak terionisasi justru lebih kecil.

d. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (Dissolved Oksigen) yang sering disingkat DO merupakan parameter kimia dan dianggap sangat penting karena merupakan kebutuhan primer bagi larva dalam proses metabolisme. Oleh karena itu ketersediaan oksigen

22 bagi udang menentukan lingkaran aktivitasnya, konversi pakan yang akhirnya akan mempengaruhi juga pada pertumbuhan larva, periode moulting, dan sistem kekebalan tubuh (Kordi, 2008).

Selain untuk respirasi, oksigen juga berguna untuk menetralisir gas-gas beracun dan mencegah pertumbuhan bakteri yang merugikan. Semakin tinggi suhu dan salinitas, semakin kecil pula kelarutan oksigen di dalamnya. Air dengan oksigen terlarut hingga 200% jenuh dapat menyebabkan timbulnya gas bubble disease. Adapun tingkat ini ditentukan oleh suhu dan salinitas air. Semakin tinggi suhu air maka kapasitas jenuh oksigen akan semakin besar, sebaliknya semakin tinggi salinitas kapasitas jenuh oksigen di air menurun. Kandungan oksigen pada air pemeliharaan larva diperoleh dari difusi udara, aerasi, pergantian air dan proses fotosintesa pada fitoplankton (Kordi, 2008).

23

BAB III. METODOLOGI

Dokumen terkait