• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user Tabel 5.4. Mata Pencaharian Responden

B. Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

1. Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan alur pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Alur Pengajuan Permohonan untuk Mengelola Lahan Pasang Surut Responden mendaftar kepada pengawas lahan pasang surut, syaratnya: 1. Responden merupakan masyarakat yang tanahnya terkrena genangan air

waduk

2. Responden tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut Pengawas lahan pasang surut kemudian melakukan pendataan dan pengecekan apakah masih terdapat lahan pasang surut yang kosong

Apabila masih terdapat lahan pasang surut yang kosong, pengawas melaporkan kepada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta untuk meminta ijin

Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian oleh responden Perusahaan Umum Jasa Tirta memberikan ijin unuk mengelola lahan pasang surut dengan syarat responden bersedia mematuhi peraturan yang ditetapkan mengenai:

1. Lahan yang boleh ditanami 2. Jenis tanaman yang boleh ditanam 3. Cara penggarapan tanah

4. Responden tidak boleh menyewakan lahan pasang surut kepada pihak lain 5. Responden bersedia membayar sewa lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian

Apabila responden bersedia, maka responden sudah boleh mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

commit to user

Berdasarkan gambar 5.1 sebanyak 40 responden (100%) mengatakan bahwa dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dilakukan dengan cara mendaftar secara langsung kepada pengawas lahan pasang surut. Setelah melakukan pendaftaran, pengawas lahan pasang surut melakukan pendataaan dan pengecekan apakah masih terdapat lahan pasang surut yang kosong. Setelah itu, pengawas melaporkan kepada pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta untuk meminta ijin. Apabila sudah mendapat ijin dari pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta, maka responden sudah dapat mengelola lahan pasang surut tersebut untuk kegiatan pertanian dengan memperhatikan ketentuan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang sudah ditetapkan dan bersedia membayar sewa lahan pasang surut.

Untuk lebih memperjelas mengenai siapa saja yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian, pengawas membuat daftar nama pengelola lahan pasang surut, luas lahan yang dikelola, dan alamat

pengelola sehingga dapat mempermudah dalam pengawasan (monitoring)

pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Pengawasan

(monitoring) pengelolaan lahan pasang surut di Desa Gebang biasanya

dilakukan pada hari kerja, yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat.

Pengawasan (monitoring) dilakukan untuk mengetahui apakah petani

pengelola mengalami kendala dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dan mengawasi agar seresah sisa tanaman yang berada di lahan pasang surut dibuang ke luar wilayah waduk.

2. Daerah yang boleh ditanami

Daerah lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur dibagi menjadi dua, yaitu daerah lahan pasang surut tetap dan daerah lahan pasang surut tidak tetap. Daerah lahan pasang surut tetap terletak pada ketinggian (elevasi) 127 meter - 136 meter di atas permukaan air laut (dpl), sedangkan daerah lahan pasang surut tidak tetap terletak pada ketinggian (elevasi) 136 meter - 138,2 meter di atas permukaan air laut (dpl). Berdasarkan ketentuan

commit to user

yang telah ditetapkan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur yang boleh ditanami merupakan lahan yang terletak pada daerah pasang surut tidak tetap (136 meter- 138,2 meter dpl). Untuk lebih jelasnnya dapat dilihat pada gambar 5.2.

Skala 1: 66.000

Gambar 5.2 Peta Zona Pemanfaatan Daerah Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur Keterangan:

: Daerah Sabuk Hijau (Green Belt)

: Daerah Pasang Surut

commit to user

Daerah lahan pasang surut yang ditanami responden untuk kegiatan pertanian dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Daerah Lahan Pasang Surut yang ditanami Responden untuk Kegiatan Pertanian

Daerah yang boleh ditanami

Sesuai Tidak Sesuai

Jumlah Persentase

(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%) 136 meter - 138,2 meter di

atas permukaan air laut 39 97,5 1 2,5 Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebanyak 39 responden (97,5%) melakukan penanaman di lahan pasang surut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, responden menanam pada lahan pasang surut tidak tetap yaitu pada ketinggian 136 meter – 138,2 meter dpl. Selain itu, sebanyak 1 responden (2,5%) melakukan penanaman tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, selain menanam pada lahan pasang surut tidak tetap (136 meter – 138,2 meter dpl) responden juga melakukan

penanaman pada daerah sabuk hijau (green belt), yaitu pada ketinggian di

atas 138,2 meter dpl, dimana daerah sabuk hijau tersebut tidak boleh ditanami tanaman semusim. Penanaman tanaman semusim pada lahan sabuk hijau masih terjadi disebabkan karena tidak ada sanksi yang tegas bagi yang melanggar ketentuan tentang pengelolaan lahan pasang surut.

Lahan pasang surut yang dikelola oleh responden sudah ditentukan oleh pengawas lahan pasang surut sehingga responden tinggal mengelola lahan tersebut tanpa melakukan pengukuran berapa tinggi lahan di atas permukaan air laut. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian sudah berlangsung sejak Waduk Gajah Mungkur dan sekitarnya termasuk di dalamnya adalah daerah sabuk hijau dan daerah pasang surut berada di bawah pengelolaan Balai Besar Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo. Lama responden mengelola lahan pasang surut berbeda-beda antara responden yang satu dengan responden yang lain. Lama responden mengelola lahan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 5.6.

commit to user

Tabel 5.6 Lama Reponden Menglola Lahan Pasang Surut Lama Responden Mengelola Lahan Pasang Surut

(Tahun) Jumlah responden (Orang)

4 7 5 6 6 7 7 10 8 5 10 4 15 1 Jumlah 40

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan oleh responden paling lama adalah 15 tahun yaitu sebanyak 1 orang. Lama pengelolaan lahan pasang surut tidak dibatasi, selama responden (petani pengelola) masih mampu mengelola lahan pasang surut tersebut. Tetapi apabila sewaktu-waktu lahan tersebut akan digunakan atau dibutuhkan oleh pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta, responden (petani pengelola) wajib menyerahkan lahan yang dikelola tanpa ada ganti rugi.

3. Jenis tanaman

Jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan adalah jenis tanaman semusim yang berumur pendek (3-4 bulan) dan panennya tidak dicabut, antara lain jagung, kacang panjang, padi dan kedelai. Penanaman dilakukan pada awal musim kemarau dan panen dilakukan pada awal musim penghujan. Jenis tanaman yang ditanam responden pada lahan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 5.7.

commit to user

Tabel 5.7 Jenis Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut

Aspek Tanaman Jumlah Persentase Sesuai Tidak Sesuai

(orang) (%) Jumlah Persentase (orang) (%) Jenis tanaman semusim

yang berumur pendek (3-4 bulan)

40 100 0 0 Cara panen dengan

disabit atau dibabat 40 100 0 0 Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa jenis tananam yang ditanam dan cara panen yang dilakukan responden yaitu sebanyak 40 responden (100%) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, yaitu jenis tanaman semusim yang berumur pendek (3-4 bulan) dan panennya dengan cara disabit atau dibabat. Tanaman yang ditanam responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut

Tanaman Jumlah (orang) Persentase (%)

Padi 40 100

Jagung - -

Kacang panjang - -

Kedelai - -

Jumlah 40 100

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebanyak 40 responden (100%) menanam tanaman padi pada lahan pasang surut yang mereka kelola. Padi yang ditanam oleh responden adalah jenis IR64 dan Ciherang. sebanyak 36 responden (90%) menanam jenis IR64 dan sebanyak 4 responden (10%) menanam jenis Ciherang. Alasan responden menanam tanaman padi adalah untuk mencukupi kebutuhan pangan yaitu untuk makan sehari-hari sebanyak 32 responden (80%) dan sebanyak 8 responden (20%) beralasan apabila dijual padi mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan menanam komoditas lain seperti jagung dan kacang panjang, serta menanam padi merupakan cocok tanam yang turun temurun.

commit to user

Penanaman yang dilakukan responden pada lahan pasang surut adalah secara monokultur dengan dua kali musim tanam dalam satu tahun. Pola tanam yang dilakukan responden dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian adalah padi-padi-bero. Pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun. Musim tanam pertama biasanya dilakukan pada bulan Oktober-November, musim tanam kedua dilakukan pada bulan Maret-April, dan bero pada bulan Agustus.

Pemanenan dilakukan apabila tanaman sudah mulai menguning dan berisi, yaitu 3-4 bulan seteah tanam. Cara panen tanaman padi pada pada lahan pasang surut berbeda dengan cara panen tanaman padi di sawah (bukan lahan pasang surut). Panen tanaman padi pada lahan pasang surut dilakukan dengan cara memangkas batang padi tepat di atas permukaan tanah, sedangkan panen tanaman padi bukan dilahan pasang surut dilakukan dengan cara memangkas batang padi 5-15 cm dari permukaan tanah. Pemangkasan batang padi tepat di atas permukaan tanah dilakukan agar bekas batang padi (seresah) yang ada di lahan pasang surut tidak masuk ke waduk pada saat air pasang.

Biaya produksi pengelolaan lahan pasang surut untuk setiap 1000 m2

dalam satu kali musim tanam dengan menanam tanaman padi kurang lebih adalah Rp 912 550,- dan hasil produksi yang diperoleh untuk setiap 1000

m2 dalam satu kali musim tanam kurang lebih adalah 500 kg gabah. Waktu

penanaman pada lahan pasang surut yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Waktu Penanaman pada Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden Waktu Oktober-November Jumlah Persentase Maret-April (orang) (%) (orang) (%) Jumlah Persentase Musim Tanam I 40 100 - - Musim Tanam II - - 40 100

Jumlah 40 100 40 100

commit to user

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebanyak 40 responden (100%) melakukan penanaman musim tanam pertama pada bulan Oktober-November dan sebanyak 40 responden (100%) melakukan penanaman musim tanam kedua pada bulan Maret-April.

Budidaya padi yang dilakukan responden pada lahan pasang surut mulai dari pengolahan tanah sampai dengan pasca panen adalah sebagai berikut:

a. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan responden sebelum penanaman dimulai. Sebelum melakukan pengolahan tanah, tanah yang akan diolah digenangi air terlebih agar tanah menjadi gembur sehingga tanah mudah diolah. Air yang digunakan responden untuk mengolah tanah berasal dari air bendungan dengan cara dipompa. Pompa yang digunakan responden merupakan pompa sewaan. Tarif sewa pompa adalah Rp

12.500,-/jam, biasanya untuk luas lahan 1000 m2 membutuhkan waktu 3

jam. Alat yang digunakan responden dalam pengolahan tanah adalah traktor. Traktor yang digunakan responden juga merupakan traktor

sewaan, tarif sewa traktor adalah Rp 70.000,-/1000 m2. Kedalaman

pengolahan tanah kurang lebih 20 cm – 25 cm.

b. Benih

Benih yang digunakan responden adalah benih yang berasal dari varietas IR64 (36 responden) dan Ciherang (4 responden). Jumlah benih

yang digunakan responden tiap 1000 m2 adalah 5 kg. Harga satu

kilogram benih adalah Rp 7600,- sampai dengan Rp 7800,- tergantung tempat pembelian.

c. Persemaian

Persemaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian yang dilakukan oleh responden adalah persemaian basah. Cara responden melakukan persemaian yaitu: benih direndam selama 24 jam kemudian diangkat dan

commit to user

dibiarkan berkecambah selama 1 hari sampai 2 hari; persemaian dibuat pada lahan yang berair dan tidak terluapi air pada saat pasang; luas lahan

persemaian untuk setiap 1000 m2 lahan yang dikelola adalah 50 m2;

lahan persemaian harus bersih dari rumput, sisa-sisa tanaman, kayu dan

batu; pemberian pupuk untuk 50 m2 persemaian adalah 500 gram Urea,

500 gram SP 36 dan 500 gram Ponska.

d. Penanaman

Penanaman pada lahan pasang surut dilakukan pada saat air mulai surut. Lahan pasang surut dengan ketinggian 136 meter – 138,2 meter di atas permukaan air laut bisa dua kali musim tamam. Musim tanam pertama biasanya dilakukan pada bulan Oktober – November dan musim tanam kedua dilakukan pada bulan Maret – April. Responden melakukan penanaman dengan jarak 20 cm x 20 cm dengan jumlah bibit 2 batang sampai 3 batang tiap lubang.

e. Penyiangan dan penyulaman

Penyiangan hanya dilakukan satu kali, yaitu dilakukan pada waktu tanaman berumur 15 hari. Penyiangan dilakukan dengan cara dicabut dengan menggunakan tangan atau dengan menggunakan obat. Responden yang melakukan penyiangan dengan menggunakan obat adalah responden yang mengelola lahan pasang surut dengan luas 3000

m2 sampai dengan 6000 m2, yaitu sebanyak 9 responden (22,5%).Obat

yang biasa digunakan untuk penyiangan adalah Rabit. Setiap 1000 m2

memerlukan 5 gram Rabit dengan harga Rp 7500,-. Sedangkan penyulaman dilakukan pada waktu tanaman berumur 25 hari. Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang masih tersedia atau dengan cara menyapih tanaman yang sudah tumbuh.

commit to user

f. Pemupukan

Pemupukan dilakukan tiga kali dalam satu kali musim tanam, yaitu pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari dengan menggunakan pupuk SP 36 dan Urea, pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari dengan menggunakan pupuk Ponska dan Urea, dan pemupukan yang ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur 45 hari dengan menggunakan pupuk Ponska dan Urea. Pupuk yang diperlukan untuk setiap pemupukan pada lahan seluas

1000 m2 adalah sebanyak 10 kg pupuk SP 36, 10 kg pupuk Ponska, dan

10 kg pupuk Urea. Harga pupuk SP 36 adalah Rp 2000,-/kg, pupuk Urea Rp 1700,-/kg, dan pupuk Ponska Rp 2400,-/kg.

g. Perlindungan tanaman

Pengendalian hama tanaman padi yang biasa dilakukan oleh responden adalah dengan menggunakan obat seperti Furadan dan Spontan. Hama yang menyerang tanaman padi antara lain wereng, keong mas, walang sangit dan burung. Menurut pengawas lahan pasang surut Desa Gebang wereng dan keong mas merupakan hama yang paling banyak menyerang tanaman padi di Desa Gebang dan hama tersebut merupakan hama yang sulit untuk dikendalikan. Pemakaian obat sudah tidak mampu lagi untuk mengendalikan hama tersebut. Pengendalian hama yang sekarang dilakukan adalah dengan menggunakan wewangian, seperti minyak wangi atau pewangi pakaian. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan pengalaman responden tanaman padi yang berbau wangi tidak akan diserang wereng dan keong mas.

h. Panen dan pasca panen

Panen dilakukan pada saat tanaman padi sudah menguning (90%), berisi dan apabila gabah digigit akan patah. Alat yang digunakan untuk memanen tanaman padi adalah sabit. Cara memanen tanaman padi pada lahan pasang surut adalah dengan memangkas batang tepat di atas permukaan tanah. Hal tersebut dilakukan agar sisa batang padi (seresah)

commit to user

yang ada di lahan pasang surut tidak masuk ke bendungan pada saat air pasang. Setelah tanaman padi disabit, dilakukan perontokan padi dengan

menggunakan alat power thresher.

Hasil panen yang didapat untuk tiap 1000 m2 luas lahan adalah 25

kresek gabah, 1 kresek berisi kurang lebih 20 kg gabah kering. Responden biasanya menjual hasil panen dalam bentuk gabah. Harga 1 kg gabah berkisar antara Rp 2800,- sampai dengan Rp 3100,- tergantung kualitas gabah.

i. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan responden dalam budidaya tanaman padi di lahan pasang surut mulai dari pengolahan tanah sampai dengan

panen untuk setiap 1000 m2 lahan adalah sebagai berikut:

1) Untuk pengolahan tanah membutuhkan tenaga kerja sebanyak 2

orang dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja laki-laki

2) Untuk mencabut bibit membutuhkan tenaga kerja 2 orang dalam

waktu satu hari, yaitu tenaga kerja laki-laki

3) Untuk penanaman membutuhkan tenaga kerja sebanyak 4 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

4) Untuk penyiangan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 4 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

5) Untuk penyulaman membutuhkan tenaga kerja sebanyak 2 orang

dalam waktu satu hari, yaitu tenaga kerja wanita

6) Untuk pemanenan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang

dalam waktu satu hari, yaitu 3 orang tenaga kerja laki-laki dan 2 orang tenaga kerja wanita.

Jumlah upah tenaga kerja yang harus diberikan kepada tenaga kerja laki-laki dan wanita dalam berbeda. Upah untuk tenaga kerja laki-laki adalah Rp 30000,-/hari dengan 2x makan ditambah 1 bungkus rokok, apabila tidak menggunakan makan upahnya adalah Rp 40000,-/hari. Sedangkan upah untuk tenaga kerja wanita adalah Rp 25000,-/hari

commit to user

dengan 2x makan ditambah dengan makanan kecil (snack) dan apabila

tidak menggunakan makan upahnya sebesar Rp 30000,-/hari.

Biaya produksi yang dikeluarkan untuk pengelolaan lahan pasang surut, hasil produksi dan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian untuk satu kali musim tanam dengan menanam komoditas padi dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Rata-rata Biaya Produksi, Hasil Produksi dan Pendapatan Responden dalam Satu Kali Musim Tanam

Luas Lahan

(m2) Biaya Produksi (Rp) Hasil Produksi (Rp) Pendapatan (Rp)

500 474 750 775 000 300 250 1000 912 550 1.550 000 637 450 1500 1.050 350 2.294 000 1.243 650 2000 1.185 100 3.100 000 1.914 900 2500 1.319 850 3.844 000 2.524 150 3000 2.097 650 4.588 000 2.490 350 4000 2.370 200 5.332 000 2.961 800 5500 2.776 550 7.626 000 4.849 450 6000 2.915 300 8.370 000 5.454 700

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

4. Masyarakat pengelola lahan pasang surut

Masyarakat pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian berdasarkan ketentuan yang ditetapkan adalah masyarakat bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk yang masih bertempat tinggal disekitar waduk dan masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan, dan lain-lain sesuai ijin pihak yang berwenang serta masyarakat yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak boleh menyewakan lahan yang dikelola kepada orang lain. Pengelola lahan pasang surut dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.11.

commit to user

Tabel 5.11 Pengelola Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian (Responden) No Pengelola Lahan Pasang Surut

Sesuai Tidak Sesuai

Jumlah Persentase

(orang) (%) (orang) (%) Jumlah Persentase 1. Masyarakat yang

tanahnya terkena

genangan air waduk 17 42,5 23 57,5 2. Masyarakat yang

tidak mempunyai

lahan garapan

selain lahan pasang surut 32 80 8 20 3. Masyarakat mengelola lahan pasang surut luasnya kurang dari/sama dengan 5000 m2 38 95 2 5 4. Masyarakat tidak menyewakan lahan pasang surut yang

dikelola kepada

orang lain

40 100 0 0 Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Sebanyak 17 responden (42,5%) merupakan masyarakat yang lahannya terkena genangan air waduk, sebanyak 32 responden (80%) merupakan masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut, sebanyak 38 responden (95%) mengelola lahan pasang surut

tidak lebih dari 5000 m2 dan sebanyak 40 responden (100%) tidak

menyewakan lahan pasang surut yang dikelola kepada orang lain.

Responden yang tanahnya tidak terkena genangan air waduk termasuk dalam responden yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut, sedangkan responden yang mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut termasuk dalam responden yang tanahnya terkena genangan air waduk. Jadi, yang boleh mengelola lahan pasang surut tidak harus masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut,

commit to user

tetapi bisa masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk saja, masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut saja, dan bisa keduanya yaitu masyarakat yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan selain lahan pasang surut.

Responden yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan

pertanian yang luasnya lebih dari 5000 m2 dikarenakan responden tersebut

mempunyai kemampuan untuk mengelola lahan pasang surut lebih dari

5000 m2 dan sudah mendapat ijin dari pihak yang berwenang yaitu

Perusahaan Umum Jasa Tirta melalui pengawas lahan pasang surut, sedangkan alasan responden tidak menyewakan lahan yang mereka kelola kepada orang lain yaitu karena lahan yang mereka kelola hanya sedikit sehingga mereka merasa mampu untuk mengelolanya sendiri. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa lahan pasang surut yang dikelola tidak boleh disewakan kepada orang lain. Luas lahan pasang surut yang dikelola oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Luas Lahan Pasang Surut yang dikelola Responden untuk Kegiatan Pertanian

No Luas Lahan Pasang Surut

(m2) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 500 1 2,50 2. 1000 15 37,50 3. 1500 2 5,00 4. 2000 11 27,50 5. 2500 2 5,00 6. 3000 3 7,50 7. 4000 4 10,00 8. 5500 1 2,50 9. 6000 1 2,50

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa luas lahan yang dikelola responden berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian disesuaikan dengan kemampuan masing-masing responden. Awalnya luas lahan yang dikelola

commit to user

keluarga, hal tersebut dilakukaan agar masyarakat (responden) yang ingin mengelola bisa kebagian lahan. Tetapi apabila masih ada lahan yang kosong masayarakat (responden) boleh menambah lahan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tarif sewa lahan pasang surut untu kegiatan

pertanian adalah Rp 50,-/m2/tahun.

Sebenarnya, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Divisi Jasa Air dan Sumber Air V (Jasa ASA V) Perusahaan Umum Jasa Tirta, tarif sewa lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dengan masa tanam satu kali

adalah sebesar Rp 50,-/m2/tahun, untuk masa tanam dua kali sebesar Rp

100,-/m2/tahun, dan untuk masa tanam tiga kali sebesar Rp 150,-/m2/tahun.

Menurut pengawas pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta belum berani sepenuhnya menetapkan peraturan tersebut karena mengingat kondisi ekonomi sebagian masyarakat yang mengelola lahan pasang surut (responden) adalah menengah ke bawah (kurang mampu). Saat ini tarif

sewa yang sudah ditetapkan adalah sebesar Rp 50,-/m2/tahun baik untuk

masa tanam satu kali, masa tanam dua kali maupun masa tanam tiga kali. Tarif sewa lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tersebut dibuat pada akhir tahun 2009 dan ditetapkan pada awal tahun 2010.

5. Cara penggarapan tanah

Cara penggarapan tanah pada lahan pasang surut berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan adalah tanah yang digarap harus datar, tidak boleh membuat batas lahan garapan dengan tanaman hidup, penggarapan tanah dilakukan secara terasering, pengelola wajib membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk, dan pembatasan