• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT

DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP)

Oleh :

AISYAH MUNAWAROH H 0406011

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT

WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN NGUNTORONADI

KABUPATEN WONOGIRI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Aisyah Munawaroh

H0406011

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Ir. Sutarto, MSi NIP. 195304051983031002

Anggota I

D. Padmaningrum SP, MSi NIP. 197209151997022001

Anggota II

Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP. 195611191983031002

Surakarta, Juli 2011

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan karuniaNya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri”. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ir. Sutarto, MSi selaku pembimbing utama penulisan skripsi dan Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku pembimbing akademik dan pembimbing pendamping penulisan skripsi

4. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi

5. Kepala Devisi Jasa Air dan Sumber Air V Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Bapak Sutardi selaku pengawas lahan pasang surut Desa Gebang terima kasih atas segala bantuannya

6. Kepala Kesbangpol dan Limnas Kabupaten Wonogiri yang telah mempermudah perijinan pengumpulan data

7. Kepala Desa Gebang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di Desa Gebang

8. Segenap responden yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Ngalim dan Ibu Mutmainah, kakakku, adikku, dan keponakanku tersayang terima kasih atas segala doa, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis

(4)

commit to user

iv

11.Sahabat- sahabat penulis Esti, Harsi, Siska dan semua teman-teman Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian angkatan 2006 dan 2007 atas kebersamaan dan kerjasamanya

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011

(5)

commit to user

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 5

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Berfikir ... 21

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 26

B. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian ... 26

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 27

D. Jenis dan Sumber Data ... 29

E. Metode Pengumpulan Data ... 30

(6)

commit to user

vi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Wilayah ... 31

1. ... Le tak Geografis dan Topografi ... 31

2. ... Lu as Wilayah dan Tata Guna Lahan ... 31

B. Keadaan Penduduk ... 33

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 33

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 33

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 35

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 36

C. Keadaan Pertanian dan Peternakan ... 38

D. Keadaan Sarana Perekonomian ... 39

E. Keadaan Sarana Transportasi dan Komunikasi ... 39

F. Gambaran Umum Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 43

B. Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian ... 47

1. ... Pe ngajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiataan pertanian ... 47

2. ... Da erah yang boleh ditanami ... 48

3. ... Je nis tanaman ... 51

4. ... M asyarakat pengelola lahan pasang surut ... 58

5. ... Ca ra penggarapan tanah ... 61

C. Permasalahan dalam Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian ... 64

D. Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian ... 68

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

(7)

commit to user

vii
(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang

Surut di Kabupaten Wonogiri ... 26

Tabel 3.2 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kecamatan Nguntoronadi ... 27

Tabel 3.3 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi ... 27

Tabel 3.4 Data Jumlah Sampel Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi ... 28

Tabel 3.5 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 29

Tabel 4.1 Luas Lahan Desa Gebang menurut Penggunaan Tanah ... 32

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Gebang ... 33

Tabel 4.3 Kelompok Penduduk Menurut Umur di Desa Gebang... 34

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gebang ... 36

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Gebanng ... 37

Tabel 4.6 Luas Tanam Menurut Komoditas Tanaman Pangan dan Palawija di Desa Gebang ... 38

Tabel 4.7 Jumlah Ternak Menurut Jenisnya di Desa Gebang ... 39

Tabel 4.8 Luas Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri ... 41

Tabel 5.1 Umur Responden Waktu Penelitian ... 43

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ... 44

Tabel 5.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 45

Tabel 5.4 Mata Pencaharian Responden ... 46

Tabel 5.5 Daerah Lahan Pasang Surut yang ditanami Responden untuk Kegiatan Pertanian ... 50

Tabel 5.6 Lama Responden Mengelola Lahan Pasang Surut ... 51

Tabel 5.7 Jenis Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut ... 52

Tabel 5.8 Tanaman yang ditanam Responden pada Lahan Pasang Surut ... 52

Tabel 5.9 Waktu Penanaman pada Lahan Pasang Surut yang dilakukan Responden ... 53

(9)

commit to user

ix

Tabel 5.11 Pengelola Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian ... 59 Tabel 5.12 Luas Lahan Pasang Surut yang dikelola Responden untuk Kegiatan

Pertanian ... 60 Tabel 5.13 Cara Penggarapan Tanah Lahan Pasang Surut yang dilakukan

Responden ... 62 Tabel 5.14 Permasalahan yang dialami Responden dalam Mengajukan

Permohonan Mengelola Lahan Pasang Surut, Menentukan Lahan Pasang Surut yang Boleh ditanami, Menentukan Jenis Tanaman yang Boleh ditanam pada Lahan Pasang Surut, dan Permasalahan dalam Menggarap Tanah ... 65 Tabel 5.15 Manfaat Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk Kegiatan Pertanian

terhadap Kehidupan Sosial Responden, Ekonomi Responden dan Lingkungan ... 68 Tabel 5.16 Keuntungan Rata-rata Pengelolaan Lahan Pasang Surut yang diperoleh

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ... 21 Gambar 5.1 Alur Pengajuan Permohonan untuk Mengelola Lahan Pasang

Surut... 47 Gambar 5.2 Peta Zona Pemanfaatan Daerah Pasang Surut Waduk Gajah

Mungkur... 49 Gambar 5.3 Alur Sosialisasi Pengelolaan Lahan Pasang Surut untuk

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 74

Lampiran 2: Identitas Responden ... 81

Lampiran 3: Daftar Penggarap Lahan Pasang Surut Desa Gebang ... 82

Lampiran 4: Struktur Organisasi Perusahaan Umum Jasa Tirta ... 94

Lampiran 5: Daftar Pengawas Sabuk Hijau dan Lahan Pasang Surut ... 95

Lampiran 6: Analisis Usahatani Lahan Pasang Surut... 96

Lampiran 7: Surat Perijinan Penelitian ... 101

Lampiran 8: Peta Daerah Penelitian ... 102

(12)

commit to user

xii

RINGKASAN

Aisyah Munawaroh, H 0406011. “PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT WADUK GAJAH MUNGKUR UNTUK KEGIATAN PERTANIAN

OLEH MASYARAKAT DI DESA GEBANG KECAMATAN

NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI”. Di bawah bimbingan Ir.Sutarto, MSi dan Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Waduk merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung dan menabung air yang berlebih pada musim hujan, sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri merupakan waduk serba guna yang selesai dibangun pada tahun 1981. Dalam rangka pengelolaan dan pelestarian Waduk Gajah Mungkur, daerah genangan Waduk Gajah Mungkur dibagi atas daerah genangan tetap, daerah pasang surut, dan daerah sabuk hijau. Daerah pasang surut dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah pasang surut tetap dan daerah pasang surut tidak tetap. Dalam pengelolaan lahan pasang surut tidak tetap terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh masyarakat karena kelestarian daerah pasang surut sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara masyarakat mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian yang meliputi pengajuan permohonan mengelola lahan pasang surut, daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman, masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan tanah. Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian mulai dari pengajuan permohonan mengelola lahan pasang surut sampai dengan pengelolaan lahan pasang surut. Mengetahui manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survai. Penentuan lokasi dengan cara purposive yaitu di Desa Gebang dengan pertimbangan bahwa Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai lahan pasang surut terluas dan lahan pasang surut tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian. Pengambilan sampel menggunakan teknik proposional random sampling yaitu sebanyak 40 orang. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara dan pencatatan. Metode analisis data yang digunakan adalahanalisis deskriptif.

(13)

commit to user

xiii

SUMMARY

Aisyah Munawaroh, H 0406011. "TIDE LAND MANAGEMENT OF GAJAH MUNGKUR RESERVOIR FOR AGRICULTURAL ACTIVITY BY THE COMMUNITY IN VILLAGE GEBANG SUB DISTRICT NGUNTORONADI WONOGIRI". Under the guidance of Ir.Sutarto, MSi and Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi Faculty of Agriculture. Sebelas Maret University Surakarta.

Reservoir is a place to accommodate and save excess water during the rainy season, so water can be utilized in the dry season. Gajah Mungkur Reservoir in an all-purpose dam wich was built in 1981. In order to manage and conserve Gajah Mungkur Reservoir, Gajah Mungkur Reservoir inundation area is divided into permanent inundation area, tidal area, and green belt area. Tidal area is divided into two parts, the permanent tidal area and non-permanent tidal area. In the management non-permanent tidal area there are provisions that must be obeyed by community because the preservation of the tidal area is strongly influenced by how people manage the tidal land for agricultural activities.

This study aims to determine the tidal land management of Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities that include the proposal for tidal land management permit, areas that may be planted, the type of plant, people who manage the tidal lands, and ways of cultivating the soil. Knowing the problems faced by communities in tidal land management Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities from applying for tidal land management permit to tidal land management. Knowing social, economic and environmental benefit tidal land management Gajah Mungkur Reservoir for agricultural activities in the Village District Gebang Nguntoronadi Wonogiri.

The basic method used is descriptive method with survey techniques. Determination of locations was done by purposive in the Gebang Village because Gebang Village is one of the villages in the district Nguntoronadi which has the largest tidal lands and tidal lands are managed for agricultural activities. The sampling used proposional random sampling techniques as many as 40 people. The type of data used are primary data and secondary data. Methods of data collection are interview and record keeping. Data analysis methods used is descriptive analysis.

(14)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh makhluk hidup di semesta termasuk manusia. Namun, masih banyak manusia yang tidak sadar bahwa perilaku mereka justru mengancam kelestarian dan kemurnian air. Perilaku manusia yang dapat mengancam kelestarian dan kemurnian air contohnya adalah penebangan hutan secara liar, pembuangan limbah secara sembarangan, penambangan pasir ilegal, pertanian dan perkebunan yang tidak memperhatikan kondisi dan lokasi lahan, serta sistem tata ruang kota dan pendirian bangunan yang tidak menempatkan konservasi lingkungan sebagai pertimbangan utama. Undang-undang Sumber Daya Air No.7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini adalah air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Salah satu contoh air permukaan adalah air waduk (Kodoatie, 2008).

(15)

commit to user

Waduk Gajah Mungkur yang telah mengalami pendangkalan karena tingginya laju sedimentasi (Wuryanta et al, 2002).

Sedimentasi yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur berasal dari erosi sungai-sungai yang bermuara ke waduk yang meliputi Sungai Keduang, Wiroko, Solo Hulu, Alang dan Sungai Wuryantoro. Dari ke lima sungai tersebut sungai Keduang merupakan penyumbang sedimen terbesar yaitu 1.218.580 m3/tahun, kemudian sungai Solo Hulu mencapai 604.990 m3/tahun. Tingginya sedimentasi yang berasal dari Sungai Keduang bahkan sampai membentuk permukaan tanah yang memanjang dan membelah Waduk Gajah Mungkur dengan panjang lebih dari satu kilometer. Seluruh sedimen dari sungai-sungai yang bermuara ke waduk bergerak perlahan lahan menuju pusat waduk, sehingga sedimen mengganggu aliran air yang masuk ke turbin sebagai penggerak pembangkit listrik tenaga air/PLTA (Makupella, 2009). Oleh karena itu, diperlukan penggalian sedimen di depan intake secara rutin untuk menjaga kelancaran debit air yang melewati PLTA.

(16)

commit to user

Dalam pengelolaan lahan pasang surut terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat yang mengelola daerah pasang surut merupakan masyarakat yang bekerjasama dengan Perusahaan Umum Jasa Tirta. Perusahaan Umum Jasa Tirta adalah Perusahaan Milik Negara yang ditunjuk untuk mengelola Waduk Gajah Mungkur. Kelestarian daerah pasang surut sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara masyarakat mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti tentang Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Kecamatan Nguntoronadi merupakan kecamatan yang mempunyai lahan pasang surut terluas dibandingkan dengan Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Baturetno, Giriwoyo, Wuryantoro dan Eromoko, yaitu seluas 378,2229 hektar. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi, karena Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai lahan pasang surut terluas yaitu 102 hektar dan lahan pasang surut tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian (PJT Ib, 2010).

B. Rumusan Masalah

Perbedaan iklim yang tegas (penghujan dan kemarau) akan menyebabkan fluktuasi muka air waduk. Hal tersebut akan menghasilkan bentangan lahan dengan berbagai kemiringan yang cukup luas. Selama periode surut, daerah surutan waduk yang landai akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ditanami dengan jenis tanaman umur pendek. Lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur dapat dikelola untuk kegiatan pertanian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi waduk.

(17)

ketentuan-commit to user

ketentuan tentang pengelolaan lahan pasang surut yang telah ditetapkan. Selama ini masih banyak masyarakat yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik itu ketentuan tentang daerah yang boleh ditanami, ketentuan tentang jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut, ketentuan bagi masyarakat lahan pasang surut dan ketentuan tentang cara penggarapan lahan pasang surut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian yang meliputi pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut, daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman, masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan tanah di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ? 2. Permasalahan apa yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan lahan

pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri yang meliputi permasalahan dalam mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut, permasalahan dalam menentukan lahan yang boleh ditanami, permasalahan dalam menentukan jenis tanaman, dan permasalahan dalam menggarap tanah ?

3. Bagaimana manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

commit to user

masyarakat yang mengelola lahan pasang surut, dan cara penggarapan tanah di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri 2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan

lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri yang meliputi permasalahan dalam mengajukan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut, permasalahan dalam menentukan lahan yang boleh ditanami, permasalahan dalam menentukan jenis tanaman, dan permasalahan dalam menggarap tanah

3. Mengetahui manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar yang ditempuh sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk menambah pengalaman serta menambah pengetahuan tentang pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang sejenis 4. Bagi pengelola lahan pasang surut, dapat dijadikan sebagai sarana untuk

(19)

commit to user

6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasang Surut

Lahan merupakan ruang yang ada di permukaan bumi yang digunakan oleh manusia sebagai tempat tinggal dan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidup (Daryanto, 2007). Lahan merupakan sumber daya permanen yang tidak menurun nilainya atau tidak using, selama kesuburan lahan dijaga dan langkah konservasi yang tepat digunakan. Pengelolaan lahan yang baik tidak hanya akan menjaga produktifitas lahan tapi juga dapat meningkatkannya (Kay dan Edwards, 1999). Salah satu lahan yang harus dijaga kesuburannya adalah lahan pasang surut.

Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil (Dronkers, 1964 dalam Suardi, 2009). Lahan pasang surut adalah lahan yang pada musim penghujan permukaan air akan naik dan musim kemarau air akan surut (LIPI Kalimantan, 1994 dalam Anonim, 2010).

(20)

commit to user

Berdasarkan siklus bulanan dan tingginya genangan air pasang di lahan pasang surut dapat dibedakan menjadi empat tipe luapan, yaitu: a. Tipe luapan A, lahan terluapi air baik saat pasang kecil maupun pasang

besar

b. Tipe luapan B, lahan terluapi hanya saat pasang besar

c. Tipe luapan C, lahan tidak pernah terluapi air baik saat pasang besar maupun pasang kecil, tetapi kedalaman air tanahnya kurang dari 50 cm dari permukaan tanah

d. Tipe luapan D, lahan tidak terluapi air pasang sementara kedalaman air tanahnya lebih dari 50 cm dari permukaan tanah

(Sianturi, 2010).

Menurut Widjaja et al (1997), dalam tanah lahan pasang surut terdapat pirit. Pirit merupakan zat yang hanya ditemukan pada tanah di daerah pasang surut . Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Tetapi, apabila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Pirit dapat terkena udara apabila tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran) dan permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau).

(21)

commit to user

2. Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian

Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin kompleks. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang benar, lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta

pengembangan agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto, 2000 dalam Suriadikarta dan Teddy, 2007).

Pengembangan lahan pasang surut untuk pertanian di samping memiliki prospek yang baik juga mempunyai berbagai kendala, baik aspek biofisik maupun sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam, pengembangan pertanian lahan pasang surut dalam suatu kawasan luas memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat dan hati-hati. Kekeliruan dalam membuka dan mengelola lahan ini membutuhkan biaya besar untuk merehabilitasinya dan sulit untuk memulihkan kondisi seperti semula (Widjaja, 1992 dalam Suriadikarta dan Teddy, 2007).

Menurut Sularjanto (1988), daerah pasang surut Waduk Gajah Mungkur dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah pasang surut tetap dan daerah pasang surut tidak tetap. Daerah pasang surut tetap terletak pada elevasi 127 meter di atas permukaan air laut (dpl)-136 meter di atas permukaan air laut (dpl), daerah ini merupakan daerah yang pada musim hujan banyak tergenang air. Sedangkan, daerah pasang surut tidak tetap terletak pada elevasi 136 m dpl-138,2 m dpl, daerah ini merupakan daerah yang jarang tergenang air walaupun pada saat musim hujan.

(22)

commit to user

penggarapan tanah umumnya dimulai pada waktu air turun yaitu sekitar bulan Juli-Agustus, sedangkan hasilnya sudah dapat dipanen pada saat air mulai naik yaitu sekitar bulan Desember-Januari. Tanaman yang biasa ditanam di lahan pasang surut waduk adalah jenis palawija seperti ubi jalar, kedelai, kacang tanah, jagung dan ada juga yang menanam padi (Winata dan Susanto, 2001).

Daerah pasang surut Waduk Gajah Mungkur dapat dijumpai di tujuh kecamatan yang mengelilingi waduk tersebut, yaitu: Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko dan Wuryantoro (Daryanto, 2007). Sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 611/22/1984, ketentuan-ketentuan pengelolaan daerah pasang surut Waduk Gajah Mungkur untuk kegiatan pertanian adalah sebagai berikut:

a. Daerah yang boleh ditanami ialah daerah pada ketinggian 136 m di atas permukaan air laut sampai ketinggian 138,2 m di atas permukaan air laut.

b. Ketentuan jenis tanaman

1) Jenis tanaman yang semusim dan panennya tidak dicabut, untuk menjaga erosi. Tanaman semusim yang dimaksud adalah tanaman yang berumur pendek (3-4) bulan, yaitu jenis tanaman padi, jagung, kacang panjang, kedelai

2) Jenis tanaman yang meninggalkan seresah sedikit. Jenis tanaman yang meninggalkan seresah sedikit adalah tanaman yang memanennya dengan cara menyabit/membabat

3) Penanaman dimulai pada awal musim kemarau dan panennya pada awal musim hujan

c. Ketentuan masyarakat pengelola

(23)

commit to user

Wonogiri (desa yang berbatasan dengan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri)

2) Penduduk sekitar yang tidak memiliki tanah dan tidak mampu. Penduduk sekitar yang tidak memiliki tanah dan tidak mampu yang dimaksud adalah:

a) Penduduk desa yang berbatasan dengan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

b) Penduduk desa yang tidak mempunyai tanah garapan. c) Lain-lain sesuai peraturan/ijin pihak berwenang 3) Berdasarkan asas pemerataan, yaitu:

a) Luas lahan yang diolah sesuai dengan kemampuan masyarakat setiap desa (misalnya satu orang mampu mengelola lahan seluas 0,5 ha dan tidak lebih)

b) Masyarakat (pengelola lahan) tidak boleh menyewakan kepada orang lain

d. Ketentuan cara penggarapan tanah

1) Tanah yang akan digarap harus yang landai

2) Tidak boleh membuat batas tanah garapan dengan pagar hidup, cukup dengan galengan kecil saja

3) Penggarapan tanah secara terasering

4) Daerah pada radius 4 km dari tubuh Bendungan Wonogiri tidak boleh digarap/diolah untuk menjaga adanya pelumpuran

5) Pengelola wajib membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk

6) Pembatasan penggunaan bahan kimia antara lain pupuk dan pestisida

(24)

commit to user

a. Umum

1) Mengamankan daerah sekitar waduk terhadap erosi dan pencemaran waduk

2) Memelihara tanaman sabuk hijau yang telah ada 3) Pengawasan terhadap tanah yang menjadi penguasaan.

4) Pengembangan dan penyempurnaan sabuk hijau yang sudah ada 5) Pengawasan keamanan terhadap gangguan dari luar, seperti

pencurian, kebakaran, hewan dan pengrusakan 6) Menjaga kelestarian daerah sabuk hijau

7) Membersihkan sampah bekas tanaman/kotoran yang berada di daerah sabuk hijau/menjaga jangan sampai ada kotoran tanaman yang tergenang hanyut ke waduk, dan mengawasi agar sampah bekas tanaman berada di daerah pasang surut dibuang ke luar wilayah waduk

b. Administrasi

1) Pemeliharaan fasilitas kantor/rumah jaga pengawas waduk dan tanaman sabuk hijau serta perlengkapannya

2) Inventarisasi tanaman yang ada di batas daerah yang menjadi tanggung jawabnya

3) Inventarisasi kegiatan yang ada di daerah yang menjadi tanggung jawabnya

4) Laporan kegiatan, program dan evaluasi mingguan/bulanan c. Teknis

1) Pengumpulan biji untuk keperluan persemaian

2) Pembuatan persemaian sebagai persediaan untuk penyulaman dan pengembangan

3) Pembuatan program kerja bulanan/tahunan 4) Pembinaan/penyuluhan terhadap masyarakat

(25)

commit to user

Masyarakat yang mengelola lahan pasang surut mempunyai kewajiban untuk menjaga kelestarian waduk, antara lain:

a. Masyarakat harus mentaati peraturan-peraturan yang berlaku

b. Menanam/memelihara tanaman sabuk hijau di masing-masing daerah yang dikelola

c. Masyarakat harus menjaga tanaman sabuk hijau dari perusakan hewan maupun lain-lainnya

d. Pelaksanaan tersebut di atas di bawah pengawasan pengawas waduk e. Apabila sampai terjadi hal-hal di luar dugaan yang mengakibatkan

kerusakan tanaman sabuk hijau yang menyebabkan pencemaran air waduk, menjadi tanggung jawab masyarakat. Apabila sewaktu-waktu tanah digunakan/dibutuhkan oleh Proyek Bengawan Solo, tidak ada ganti rugi/menjadi resiko petani

f. Masyarakat harus membakar/membuang sisa-sisa/seresah tanaman hasil panen keluar lokasi pasang surut.

Selain itu, masyarakat juga mempunyai hak dalam mengelola lahan pasang surut, yaitu hak untuk memperoleh kesempatan mengelola lahan pasang surut dan mendapatkan pemberitahuan apabila lahan akan digunakan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta. Apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan dalam pengelolaan lahan pasang surut dan menjaga kelestarian waduk, maka masyarakat akan mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut antara lain:

a. Tidak boleh memindahkan/mengalihkan hak pengelolaan lahan pasang surut kepada orang lain, kecuali ada pertimbangan/persetujuan dari pihak yang berwenang

b. Apabila ternyata ada yang memindahkan hak pengelolaan lahan pasang surut kepada orang lain tanpa sepengetahuan yang berwenang, maka hak pengolahannya akan dicabut untuk seterusnya

(26)

commit to user

Pengelolaan lahan pasang surut yang telah dilakukan dengan melibatkan masyarakat di sekitar waduk adalah dengan memperhatikan adanya Surat Keputusan Gubergur Jawa Tengah Nomor 611/22/1984 tentang Pemberian Ijin Penanaman Tanaman di Daerah Genangan Air Waduk Wonogiri dan Bendungan Colo yang selanjutnya diikuti dengan Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor 611/01/289/1987 tentang Pengaturan Pelaksanaan Penanaman Tanaman di Daerah Genangan Waduk Wonogiri dan Bendungan Colo (PJT Ia, 2005).

Daerah pasang surut merupakan milik Negara di bawah pengelolaan Perusahaan Umum Jasa Tirta I. Agar masyarakat dapat mengelola lahan pasang surut, maka harus dibuat surat perjanjian sewa lahan antara Perusahaan Umum Jasa Tirta I dengan masyarakat. Dalam surat perjanjian Perusahaan Umum Jasa Tirta I sebagai pihak pertama dan masyarakat sebagai pihak kedua. Perjanjian tersebut berisi tentang kewajiban dan hak masyarakat, kewajiban dan hak Perusahaan Umum Jasa Tirta I, larangan, lokasi dan luas lahan, tarif dan jumlah nilai sewa, pembayaran, keadaan kahar, berlakunya perjanjian, sanksi, perselisihan, dan lain-lain.

(27)

commit to user

Beberapa permasalahan yang selama ini terjadi dalam pengelolaan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur Wonogiri adalah masih banyak dijumpai praktek penggarapan lahan untuk usaha pertanian yang belum sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam hal budidaya tanaman, penggarapan tanah dan adanya pembuangan limbah pertanian ke waduk yang menyebabkan meningkatnya sedimentasi maupun biaya operasional pemeliharaan waduk. Selain itu, petani penggarap lahan pasang surut belum terkoordinir dengan baik dan diduga terjadi praktek penyewaan lahan diantara petani tanpa mempedulikan ketentuan-ketentuan yang semestinya harus dipatuhi (PJT Ia, 2005).

Hal tersebut di atas diduga dapat terjadi karena:

a. Dari aspek teknis; petani merasa kesulitan untuk memenuhi ketentuan persyaratan teknis yang telah ditentukan, karena sudah terbiasa dengan pengelolaan lahan sebelumnya

b. Dari aspek sosial; rendahnya tingkat pengetahuan/pendidikan masyarakat setempat sehingga lamban dalam mengadopsi teknologi yang mereka pandang di luar kebiasaan atau komoditas yang diperbolehkan untuk ditanam tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat

c. Dari aspek ekonomi; komoditas yang diperbolehkan untuk diusahakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena nilai ekonomisnya tidak menarik bagi petani, sulit untuk dipasarkan di daerah setempat atau masyarakat tidak membutuhkan tanaman tersebut (misalnya, karena tidak mempunyai ternak maka tidak mau menanam rumput) d. Dari aspek pembinaan, sosialisasi, dan pengawasan; petugas dari pihak

(28)

commit to user

3. Masyarakat

Masyarakat adalah unit politik atau kesatuan dari organisasi sosial yang menumbuhkan rasa memiliki bagi rakyatnya. Bentuk masyarakat sudah sangat jauh berubah sepanjang sejarah, yaitu dari masyarakat berburu dan meramu hingga menjadi kota post industri modern (Schafer, 2005), sedangkan menurut Phillips (1969), masyarakat merupakan sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah, kebanyakan masyarakat tinggal menetap dan diturunkan dari kondisi sebuah ikatan solidaritas yang kuat diantara mereka.

Menurut Koentjaraningrat (1980) dalam Basrowi (2005), masyarakat adalah sekelompok manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Masyarakat merupakan kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya

sendiri dan menurut pola perkembangan tersendiri (Syani, 1987 dalam Basrowi, 2005).

Masyarakat bukanlah hanya sekedar penjumlahan individu, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar anggota masyarakat sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri. Ciri-ciri masyarakat menurut Soekanto (1986) dalam Basrowi (2005) adalah sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama

b. Bercampur dalam waktu yang cukup lama c. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan d. Mereka merupakan suatu sistem yang hidup bersama

(29)

commit to user

hidupnya sebagai bagian dari masyarakat, karena karakteristik utama masyarakat merupakan kumpulan yang terorganisir dari orang-orang yang berinteraksi yang aktivitasnya menjadi terpusat pada tujuan umum yang sama dan cenderung untuk berbagi keyakinan, perilaku dan aksi yang sama (Krech et al, 1962).

Perilaku masyarakat pertanian merupakan sebuah kesatuan tingkah laku dan pemikiran suatu komunitas masyarakat terhadap pola pertanian yang dilakukan guna mengoptimalkan hasil pertanian serta potensi yang ada dalam kegiatan pertanian. Beberapa perilaku masyarakat pertanian yang meliputi pola tanam, pemanfaatan lahan yang tersedia, mekanisme penggarapan lahan dan perlakuan terhadap lahan, perilaku masyarakat pertanian juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kesuburan tanah, ketersediaan air, kemampuan pemilik tanah, budaya masyarakat setempat, kebijakan pimpinan, lokasi lahan pertanian serta kecenderungan pasar. Dalam perilaku pertanian masyarakat dibutuhkan sebuah pemahaman tentang jenis tanah, jenis tanaman, perlakuan lahan, lokasi tanah serta pemahaman tentang akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku yang dilakukan dalam bidang pertanian. Pemahaman akan perilaku yang tepat akan sangat bermanfaat untuk meminimalkan akibat yang ditimbulkan dari perilaku pertanian bagi lingkungan dan masyarakat sendiri (Ilham, 2008).

4. Waduk Gajah Mungkur

(30)

commit to user

dan air hujan langsung. Terdapat tiga sumber air dalam hubungannya dengan pengisian waduk, yaitu: air tanah yang keluar sebagai mata air dan kemudian mengalir menjadi sistem sungai yang dibendung, curahan atau endapan atmosfer langsung di atas waduk yang berupa hujan, serta penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga sumber ini saling terkait sebagai suatu daur hidrologi dan sangat menentukan ketersediaan potensial air yang tersimpan dalam waduk. Kapasitas penyusutan waduk dapat disebabkan karena penyempitan luas permukaan waduk dan/atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat menyempit karena terjadi pengendapan atau guguran dinding waduk, sedangkan pendangkalan dasar waduk disebabkan karena terjadinya pengendapan dasar waduk yang berasal dari bahan suspensi yang masuk bersama dengan aliran air pengisi waduk.

(31)

commit to user

Pada tahap perencanaan, laju sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur direncanakan sebesar 1,2 mm/tahun. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan sedimentasi adalah dengan cara pembuatan dam pengendali dan penahan sedimen. Selain itu, juga dilakukan penghijauan di daerah sabuk hijau pada sekeliling waduk. Namun pada kenyataannya, berdasarkan laporan dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh beberapa instansi pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1993 laju sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur lebih besar dari yang direncanakan. Sampai tahun 2000 atau selama kurang lebih 20 tahun, akumulasi volume sedimentasi yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur telah melampui dari yang diperkirakan, sehingga volume air waduk untuk keperluan pengendalian banjir telah berkurang menjadi 67% dibandingkan volume rencana sebesar 220 juta m3 (Mulyadi et al, 2004).

Waduk memiliki bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Menurut Ritohardoyo (1999) dalam Daryanto (2007), wilayah waduk dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: wilayah perairan waduk, wilayah pasang surut waduk dan wilayah sempadan waduk. Wilayah perairan waduk ialah wilayah yang senantiasa tergenang oleh air sepanjang tahun baik musim penghujan maupun musim kemarau. Wilayah pasang surut waduk adalah wilayah yang senatiasa mengalami perubahan wujud lahan dimana pada saat musim penghujan saat air waduk mengalami pasang maka daerah tersebut akan terendam air sedangkan pada saat musim kemarau saat air waduk mengalami surut maka daerah tersebut akan berubah menjadi lahan tanah yang terbuka. Adapun wilayah sempadan waduk adalah wilayah pinggir waduk yang relatif tidak terlalu berinteraksi langsung dengan keadaan perairan waduk.

(32)

commit to user

kemarau, terjadi penyusutan air waduk yang cukup drastis sehingga memunculkan lahan-lahan kosong di sekitar waduk. Lahan-lahan kosong yang merupakan lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur ini dapat dijumpai pada tujuh kecamatan yang mengelilingi waduk tersebut, yaitu: Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko dan Wuryantoro. Lahan-lahan pasang surut di sekitar waduk merupakan lahan yang subur sehingga banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk menanam tanaman pangan seperti: padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, dan kedelai. Diantara tujuh kecamatan yang mengelilingi Waduk Gajah Mungkur, daerah yang memiliki lahan pasang surut terluas dan banyak digunakan oleh penduduk untuk ditanami tanaman pangan tersebut adalah di Kecamatan Nguntoronadi (Daryanto, 2007).

B. Kerangka Berfikir

Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri merupakan waduk serba guna yang salah satu fungsinya adalah untuk pengairan. Saat ini Waduk Gajah Mungkur sudah mengalami sedimentasi, dimana sedimentasi tersebut berasal dari erosi sungai-sungai yang bermuara ke waduk, sehingga waduk tidak dapat berfungsi secara maksimal. Agar erosi yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara ke waduk tidak langsung masuk ke waduk, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian Waduk Gajah Mungkur adalah dengan mengelola lahan pasang surut dengan benar. Pengelolaan lahan pasang surut oleh masyarakat hanya untuk kegiatan pertanian dan kegiatan tersebut harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan guna menjaga kelangsungan fungsi utama waduk sebagai sarana pengairan.

(33)

commit to user

(34)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka berfikir sebagai berikut :

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

Sedimentasi Waduk Gajah Mungkur

1. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian:

a. Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

b. Daerah yang boleh ditanami c. Jenis tanaman yang boleh ditanam d. Masyarakat pengelola lahan pasang

surut untuk kegiatan pertanian e. Cara penggarapan tanah

2. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian:

a. Permasalahan dalam pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut

b. Permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang meliputi permasalahan dalam menentukan daerah yang boleh ditanami, jenis tanaman yang boleh ditanam dan cara penggarapan tanah Pengelolaan lahan pasang surut yang tidak memperhatikan ketentuan yang ditetapkan

Erosi sungai-sungai yang bermuara ke waduk

Manfaat pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian:

a. Manfaat sosial b. Manfaat ekonomi

[image:34.612.126.504.133.645.2]
(35)

commit to user

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian adalah pola pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dilakukan oleh responden. Aspek-aspek yang diteliti adalah:

a. Pengajuan permohonan pengelolaan lahan pasang surut, merupakan proses pengajuan permohonan yang dilaksanakan oleh responden untuk dapat mengelola lahan pasang surut. Diukur dengan melihat pernyataan responden tentang bagaimana pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

b. Daerah yang boleh ditanami, merupakan daerah pasang surut yang boleh dikelola untuk kegiatan pertanian oleh responden. Diukur dengan melihat kesesuaian antara pernyataan responden mengenai lahan yang ditanami oleh responden dengan ketentuan yang ditetapkan. Kesesuaian pengelolaan lahan pasang surut mengenai daerah yang boleh ditanami dikategorikan sebagai berikut:

- Sesuai: apabila responden menanam pada ketinggian 136 meter – 138,2 meter di atas permukaan air laut

- Tidak sesuai: apabila responden menanam tidak pada ketinggian 136 meter – 138,2 meter di atas permukaan air laut.

c. Jenis tanaman, merupakan jenis tanaman yang boleh ditanam pada lahan pasang surut. Diukur dengan melihat kesesuaian antara pernyataan responden mengenai jenis tanaman yang ditanam dengan ketentuan yang ditetapkan. Kesesuaian pengelolaan lahan pasang surut mengenai jenis tanaman yang boleh ditanam dikategorikan sebagai berikut:

(36)

commit to user

- Tidak sesuai: apabila responden tidak menanam tanaman semusim, responden menanam tanaman yang panennya dicabut, responden menanam jenis tanaman yang tidak meninggalkan seresah sedikit, dan responden melakukan penanaman tidak pada awal musim kemarau dan panennya tidak pada awal musim hujan.

d. Masyarakat pengelola lahan pasang surut, merupakan orang yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Diukur dengan melihat kesesuaian antara pernyataan responden yang menggarap lahan pasang surut dengan ketentuan yang ditetapkan. Kesesuaian mengenai masyarakat pengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dikategorikan sebagai berikut:

- Sesuai: apabila responden merupakan penduduk bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masih bertempat tinggal disekitar waduk, responden merupakan penduduk sekitar waduk yang tidak memiliki tanah garapan, responden mengelola lahan pasang surut tidak lebih dari 5000 m2 (asas pemerataan), responden tidak boleh menyewakan lahan yang dikelola kepada orang lain dan lain-lain sesuai ijin pihak yang berwenang

- Tidak sesuai: apabila responden bukan merupakan penduduk bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena genangan air waduk dan masih bertempat tinggal disekitar waduk, responden bukan merupakan penduduk sekitar waduk yang tidak memiliki tanah garapan, responden mengelola lahan pasang surut lebih dari 5000 m2, responden menyewakan lahan yang dikelola kepada orang lain. e. Cara penggarapan tanah, merupakan cara yang dilakukan untuk

(37)

commit to user

- Sesuai: apabila tanah yang digarap oleh responden datar, responden membuat batas tanah garapan dengan galengan kecil, responden menggarap tanah dengan cara terasering, tanah yang digarap oleh responden berjarak lebih dari 4 km dari waduk, responden membuang sampah/seresah sisa tanaman keluar wilayah waduk, responden membatasi penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida kimia

- Tidak sesuai: apabila tanah yang digarap oleh responden tidak datar (miring), responden membuat batas tanah garapan tidak dengan galengan kecil, responden menggarap tanah tidak dengan cara terasering, tanah yang digarap responden berjarak kurang dari 4 km dari waduk, responden membuang sampah/seresah sisa tanaman tidak keluar wilayah waduk, responden tidak membatasi penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida kimia.

2. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian, merupakan permasalahan yang dihadapi responden dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Diukur dengan pernyataan responden mengenai ada tidaknya permasalahan dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian mulai dari pengajuan permohonan untuk mengelola lahan pasang surut sampai dengan pengelolaan lahan pasang surut.

3. Manfaat pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian, merupakan manfaat yang dirasakan oleh responden dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yaitu manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan:

(38)

commit to user

atau tidak manfaat yang dirasakan responden dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian terhadap kehidupan sosial

b. Manfaat ekonomi merupakan manfaat dari pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian yang dirasakan responden terhadap ekonomi responden yang berkaitan dengan ada atau tidak keuntungan yang diperoleh responden dalam mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian dan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari hasil pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian. Diukur dengan pernyataan responden mengenai ada atau tidak manfaat yang dirasakan responden dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian terhadap kehidupan ekonomi c. Manfaat bagi lingkungan merupakan manfaat dari pengelolaan lahan

(39)

commit to user

26

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan data, kemudian data tersebut dianalisis dan diinterpretasi (Narbuko dan Achmadi, 2007), sedangkan teknik pelaksanaan penelitian dilakukan dengan teknik survei, yaitu teknik penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 2006).

B. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian

[image:39.612.154.507.500.645.2]

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2006). Lokasi yang dipilih adalah di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Alasan memilih Kecamatan Nguntoronadi karena kecamatan tersebut mempunyai lahan pasang surut terluas di Kabupaten Wonogiri dan lahan pasang surut tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri

No Kecamatan Luas Lahan (ha) Jumlah Pengelola (orang)

1. Baturetno 279,0558 2300

2. Nguntoronadi 378,2229 2606

3. Eromoko 132,5159 1738

4. Giriwoyo 45,0919 668

5. Wuryantoro 173,2530 1031

6. Ngadirojo 8,3830 138

7. Wonogiri 68,6365 527

Jumlah 1085,1590 9008

(40)

commit to user

Alasan memilih di Desa Gebang karena Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi yang mempunyai lahan pasang surut terluas dibandingkan dengan desa yang lain dan lahan tersebut dikelola untuk kegiatan pertanian (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Kecamatan Nguntoronadi

No Desa Luas Lahan (ha) Jumlah Pengelola (orang)

1. Ngadiroyo 7,8170 127

2. Gebang 102,0000 332

3. Pondoksari 78,9608 339

4. Kedungrejo 70,0779 703

5. Wonoharjo 51,6723 431

6. Setrorejo 2,1376 14

7. Kedungombo 20,2692 197

8. Bulurejo 31,4507 313

9. Bumiharjo 13,8374 150

Jumlah 378,2229 2606

Sumber: Data Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) Kabupaten Wonogiri, Tahun 2009

C. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi

[image:40.612.132.506.210.465.2]

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang mengelola lahan pasang surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Tabel 3.3 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi

No Dusun Luas Lahan (ha) Jumlah Pengelola (orang)

1. Kedungbalar 16,8000 58

2. Belikrejo 9,6500 32

3. Tanjung 17,6500 66

4. Lemahbang 25,7000 59

5. Pagutan 12,5000 22

6. Tenggar Lor 7,1000 30

7. Tenggar Kidul 6,3500 35

8. Luar Desa Gebang 6,3500 30

Jumlah 102,0000 332

(41)

commit to user

2. Sampel

Sampel diambil dari masyarakat yang mengelola lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian di masing-masing dusun di Desa Gebang. Adapun jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden dari 332 populasi (Tabel 3.2) dengan menggunakan rumus:

ni = n N nk

Keterangan: ni = jumlah responden di masing-masing dusun nk = jumlah penggarap di masing-masing dusun N = jumlah populasi

n = jumlah responden yang diinginkan

[image:41.612.168.508.210.588.2]

Penentuan sampel jumlah sampel tiap-tiap dusun dilakukan dengan menggunakan teknik proposional random sampling yaitu pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut (Narbuko dan Achmadi, 2007). Jumlah sampel tiap-tiap dusun dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Data Jumlah Sampel Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi

No Dusun Jumlah Pengelola (orang) Jumlah Sampel (orang)

1. Kedungbalar 58 7

2. Belikrejo 32 4

3. Tanjung 66 8

4. Lemahbang 59 7

5. Pagutan 22 3

6. Tenggar Lor 30 4

7. Tenggar Kidul 35 4

8. Luar Desa Gebang 30 3

Jumlah 332 40

(42)

commit to user

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat sebagai responden dan pengamatan langsung di lapang.

[image:42.612.150.516.209.660.2]

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Tabel 3.5 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Jenis Data P S Kn Sifat Data Kl Sumber

Data Pokok:

1. Identitas responden

a. Nama responden Responden

b. Umur Responden

c. Alamat Responden

d. Jenis kelamin Responden

c. Pendidikan terakhir Responden

d. Pekerjaan Responden

2. Pengelolaan lahan pasang surut a. Ketentuan daerah yang boleh

ditanami Responden

b. Ketentuan jenis tanaman Responden

c. Ketentuan bagi masyarakat

(petani) penggarap Responden

d. Ketentuan cara penggarapan

tanah Responden

3. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

Responden

4. Manfaat (sosial, ekonomi, lingkungan) pengelolaan lahan pasang surut untuk kegiatan pertanian

Responden

Data pendukung:

1. Monografi Desa Gebang Instansi

2. Data Penggarap lahan pasang surut

Waduk Gajah Mungkur Instansi

Keterangan:

P : Primer Kn : Kuantitatif

(43)

commit to user

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara, pengumpulan data primer dengan mengajukan pertanyaan

yang sistematis dan langsung kepada responden dengan menggunakan alat bantu kuisioner

2. Pencatatan, pengumpulan data dengan mengutip dan mencatat sumber-sumber informasi dari pustaka-pustaka maupun instansi-instansi yang terkait dengan penelitian

F. Metode Analisis Data

(44)

commit to user

31

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Wilayah

1. Letak Geografis dan Topografi

Desa Gebang merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Desa Gebang berjarak 7 km dari Kecamatan Nguntoronadi dan berjarak 24 km dari Kabupaten Wonogiri. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai beikut:

a. Sebelah Utara : Desa Pondoksari b. Sebelah Timur : Desa Bumiharjo

c. Sebelah Selatan : Waduk Gajah Mungkur d. Sebelah Barat : Waduk Gajah Mungkur

Desa Gebang terbagi menjadi 8 dusun, yaitu Dusun Pagutan, Dusun Belikrejo, Dusun Lemahbang, Dusun Karangjati, Dusun Tanjung, Dusun Kedungbalar, Dusun Tenggar lor, dan Dusun Tenggar Kidul.

2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan

Luas wilayah merupakan potensi yang dimiliki masyarakat yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Tata guna lahan dapat menggambarkan sejauh mana penduduk disuatu wilayah dapat mendayagunakan luas lahan yang ada agar lebih bermanfaat bagi masyarakat setempat.

(45)
[image:45.612.169.507.117.463.2]

commit to user

Tabel 4.1. Luas Lahan Desa Gebang menurut Penggunaan Tanah

No Jenis Tanah Luas

(ha) Persentase (%)

1. Tanah Sawah a. Irigasi teknis - - b. Irigasi 1/2 teknis 18,6630 4,59 c. Tadah hujan 71,8115 17,68

Jumlah 90,4745 22,27

2. Tanah Kering a. Pemukiman 64,3365 15,83 b. Tegal/ ladang 48,1255 11,85 c. Perkantoran

d. lain-lain 0,4500 3,4000 0,11 0,84

3.

4. Tanah Basah Tanah Hutan

Jumlah

Pasang surut Hutan produksi

116,3120

102,0000 97,5000

28,63

25,11 23,99

Jumlah total 406,2865 100,00

Sumber: Data Potensi Desa Gebang dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa tanah sawah di Desa Gebang paling banyak menggunakan sistem tadah hujan yaitu seluas 71,8115 ha (17,68%), dengan demikian dalam pengelolaan tanah sawah para petani sangat menggantungkan air hujan. Selain menggunakan sistem tadah hujan, para petani juga ada yang menggunakan irigasi ½ teknis untuk pengelolaan tanah sawah yaitu seluas 18,6630 ha (4,59%), sehingga pada musim kemarau para petani tidak begitu kesulitan dalam mendapatkan air untuk mengairi lahannya dan usaha taninya dapat terus berjalan.

(46)

commit to user

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin

[image:46.612.163.514.146.591.2]

Penduduk merupakan sejumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat menunjukkan sex ratio, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan (Mantra, 1995). Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Desa Gebang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Gebang

No. Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. Laki-laki 1.048 51,96

2. Perempuan 969 48,04

Jumlah 2.017 100,00 Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Gebang adalah 2.017 jiwa yang terdiri dari 1.048 jiwa penduduk laki-laki (51,96%) dan 969 jiwa penduduk perempuan (48,04%). Dengan demikian dapat dihitung sex ratio sebagai berikut:

Sex Ratio = X100

perempuan penduduk

laki ki pendudukla

 

= 1.048 x 100 969

= 108,15

(47)

commit to user

2. Keadaan Penduduk menurut Umur

[image:47.612.164.507.172.459.2]

Penduduk menurut umur dapat digambarkan menurut jenjang yang berhubungan dengan kehidupan produktif manusia, yaitu umur 0-14 tahun merupakan kelompok umur non produktif, umur 15-64 tahun merupakan kelompok umur produktif dan penduduk umur 65 tahun ke atas adalah kelompok umur sudah non produktif (Mantra, 1995). Keadaan penduduk menurut jenis umur di Desa Gebang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kelompok Penduduk menurut Kelompok Umur di Desa Gebang No Umur (th) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

0 – 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 ≥65 85 141 128 137 128 149 174 195 165 147 110 99 94 265 4,21 6,99 6,35 6,79 6,35 7,39 8,63 9,67 8,18 7,29 5,45 4,91 4,66 13,13 Jumlah 2.017 100,00 Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

(48)

commit to user

ABT = X100

produktif umur

penduduk

produktif non

umur penduduk

= 619 x 100 1398 = 44,28

Berdasarkan analisis perhitungan ABT di atas dapat diketahui bahwa nilai ABT sebesar 44,28 artinya dari 100 penduduk umur produktif menanggung 44 penduduk umur non produktif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan di Desa Gebang dapat dikatakan cukup sejahtera karena jumlah penduduk yang produktif atau bekerja lebih banyak daripada jumlah penduduk yang non produktif atau tidak bekerja sehingga penduduk yang produktif harus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan bagi penduduk non produktif yang menjadi tanggungan mereka, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan yang lain.

3. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

(49)
[image:49.612.162.510.119.472.2]

commit to user

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gebang

No Uraian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Tidak/Belum Sekolah 313 15,52 2. Tidak/Belum Tamat SD 265 13,14

3. Tamat SD 552 27,37

4. Tamat SLTP 443 21,96

5. Tamat SLTA 406 20,13

6. Tamat Diploma/Perguruan Tinggi 38 1,88

Jumlah 2.017 100,00

Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

Penilaian mengenai pendidikan didasarkan atas persentase jumlah penduduk yang telah tamat SD ke atas jika berjumlah kurang dari 30% maka termasuk golongan tingkat rendah, jika berjumlah 30% sampai 60% maka termasuk golongan tingkat sedang dan jika 60% ke atas maka golongan tingkat tinggi. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Gebang adalah tergolong rendah yaitu dengan prosentase tertinggi pada penduduk tamat SD sebesar 27,37%. Hal ini berarti tingkat kesadaran akan pendidikan penduduk Desa Gebang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan wilayah, sebab dengan pendidikan yang rendah biasanya masyarakatnya akan lebih sulit dalam menerima suatu inovasi dan perubahan.

4. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian

(50)
[image:50.612.167.506.113.466.2]

commit to user

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gebang No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Belum/Tidak bekerja Petani Pedagang Nelayan/Perikanan Karyawan swasta Tukang batu Konstruksi

Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta Industri Transportasi TNI/Polri Pensiunan Lain-lain 314 762 84 2 55 1 2 20 37 47 16 6 11 660 15,57 37,77 4,16 0,10 2,73 0,05 0,10 0,99 1,83 2,33 0,80 0,30 0,55 32,72 Jumlah 2.017 100,00 Sumber: Data Kantor Desa Gebang, Tahun 2011

(51)

commit to user

C. Keadaan Pertanian dan Peternakan [image:51.612.147.510.141.459.2]

Kondisi sektor pertanian merupakan salah satu indikator kamampuan suatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan pangan warganya. Kemampuan tersebut tentunya harus didukung oleh tersedianya lahan pertanian yang potensial, teknologi yang mendukung, serta sumber daya manusia yang berkualitas. Luas tanam menurut komoditas tanaman pangan dan palawija di Desa Gebang dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Luas Tanam menurut Komoditas Tanaman Pangan dan Palawija di Desa Gebang

No Komoditas Luas lahan (ha) Prod Produktivitas (ton/ha) 1.

2. Padi Jagung 102 5,5 6,5 7

Sumber: Data Kantor Desa Mengenai Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang kebanyakan dibudidayakan oleh petani di suatu wilayah dan berfungsi sebagai sumber makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan suatu wilayah dapat menggambarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut serta kemampuannya dalam menghasilkan makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pertanian terbesar adalah padi yaitu seluas 102 ha dengan produksifitas 6,5 ton/ha, sedangkan penggunaan lahan pertanian terkecil yaitu digunakan untuk menanam jagung yaitu seluas 5,5 ha dengan produksifitas 7 ton/ha.

(52)
[image:52.612.133.509.208.461.2]

commit to user

Tabel 4.7 Jumlah Ternak menurut Jenisnya di Desa Gebang

No Jenis Ternak Jumlah (ekor) 1.

2. 3. 4.

Sapi Babi Ayam Kambing

268 17 879 161

Sumber: Data Kantor Desa Mengenai Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Gebang, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jumlah ternak yang banyak dimiliki masyarakat Desa Gebang adalah ayam yaitu sebesar 879 ekor. Ternak unggas lebih diminati penduduk di Desa Gebang karena perawatannya cukup mudah dibandingkan dengan memelihara hewan ternak lainnya. Potensi pertanian dan peternakan tersebut dapat menjadi salah satu alternatif petani dalam memperoleh penghasilan tambahan.

D. Keadaan Sarana Perekonomian

Keberadaan sarana perkonomian di suatu wilayah merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk mendukung laju kegiatan perekonomian penduduk. Sarana perkonomian merupakan tempat dimana terjadi kegiatan jual beli atau pemindahan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yang merupakan kegiatan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Sarana perekonomian yang ada di Desa Gebang adalah warung kelontong sebanyak 11 unit, sedangkan lembaga perekonomian yang ada di Desa Gebang adalah koperasi sebanyak 7 unit.

E. Keadaan Sarana Transportasi dan Komunikasi

Angkutan masyarakat merupakan faktor yang dapat membantu masyarakat dan memperlancar perkembangan suatu wilayah. Sarana tranportasi merupakan salah satu indikator modernisasi suatu wilayah. Dampak dari modernisasi diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Mantra, 1995).

(53)

commit to user

ada terbatas. Kegiatan masyarakat Desa Gebang untuk mengakses informasi, pusat kegiatan ekonomi, kesehatan, ataupun pemerintahan biasanya dilakukan dengan mengendarai sepeda, sepeda motor, truk. Keadaan jalan sebagian sudah di aspal, meskipun ada beberapa daerah yang sudah rusak. Dengan demikian dalam mengangkut hasil panen maupun barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak ke pasar atau kemanapun cukup mudah.

Sarana komunikasi yang ada di Desa Gebang berupa televisi, radio, telepon seluler (HP) dan parabola. Tingkat kepemilikan telepon seluler cukup rendah, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki. Selain itu, di Desa Gebang tidak terdapat pusat layanan komunikasi umum. Keadaan tersebut membuat warga lambat dalam menerima informasi. Keadaan tersebut sedikit tertolong dengan adanya budaya ”Gethok Tular” yang masih sangat kental di Desa Gebang. Adanya budaya tersebut sangat menguntungkan yaitu informasi yang didapat oleh sebagian warga dapat menyebar ke warga yang lainnya dengan cepat.

F. Gambaran Umum Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

(54)
[image:54.612.150.508.120.462.2]

commit to user

Tabel 4.8 Luas Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri

No Kecamatan Luas Lahan (ha)

1. Baturetno 279,0558

2. Nguntoronadi 378,2229

3. Eromoko 132,5159

4. Giriwoyo 45,0919

5. Wuryantoro 173,2530

6. Ngadirojo 8,3830

7. Wonogiri 32,3819

Jumlah 1085,1590

Gambar

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir Pengelolaan Lahan Pasang Surut Waduk Gajah Mungkur untuk Kegiatan Pertanian oleh Masyarakat di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri
Tabel 3.1 Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut  di Kabupaten Wonogiri
Tabel 3.3  Data Luas Lahan Pasang Surut dan Jumlah Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang Kecamatan Nguntoronadi
Tabel 3.4  Data Jumlah Sampel Pengelola Lahan Pasang Surut di Desa Gebang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya pada waktu hibah dilaksanakan. Tidak sah dihibahkan barang yang belum jelas statusnya, seperti rumah yang

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh dukungan manajemen puncak, ukuran organisasi,

Tercacat sebanyak 31.678 jiwa atau jika dipresentase maka 81,64% masyarakat memiliki tetapi belum ruang terbuka hijau yang dapat menampung aktivitas ruang

[r]

Jaringan kista lutein berdarah dengan tampilan IHK CD 10 positif karena pada pasien tersebut, ia juga mengalami kehamilan ektopik, sehingga ditemukan jaringan stroma

Berdasarkan Gambar 2.3 menjelaskan bahwa penelitian ini dimulai dengan pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sebelum diterapkan metode PBI, penelitian ini melakukan

Pada peramalan data time series hirarki berdasarkan model ARIMA dapat diketahui pendekatan yang terbaik untuk setiap variabel di level 0 dan 1 dengan

Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk mengetahui apakah tiap–tiap variabel bebas yaitu penerapan absensi sidik jari (X1) dan motivasi kerja (X2) saling