PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada Kabupaten/Kota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan
memperhatikan potensi keanekaragaman daerah.36
Realita menunjukkan pembangunan di daerah dihadapkan pada permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak
36
Indra JPiliang, Dkk, Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi, (Jakarta : CV. Trio Rimba Persada, 2003), hal. 13.
negatif pada ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kecenderungan ini tercermin dari meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam. Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, dan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan rakyat.
Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata hanya memberikan manfaat dalam jangka pendek.
Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangkan panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.
Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi yang ada untuk menunjang biaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat dan bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses pengolahan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat
yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju pertambahan penduduk.
Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini dengan melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah perkotaan di Indonesia. Melihat kecenderungan perkembangan dan tantangan pembangunan daerah-daerah perkotaan dimasa yang akan datang, perlu juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin, salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, didalam pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam.
Kekuatiran ini juga didukung oleh Santoso, dimana dalam pengamatannya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekuatiran munculnya pembangunan yang eksploitatif di era otonomi daerah, diantaranya :
2. tingkat penataan lingkungan sangat rendah;
3. sumberdaya alam masih diperlakukan sebagai asset penopang perolehan PAD.
4. masih terbatasnya sumberdaya alam manusia yang handal;
5. tidak adanya strategi.37
Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah.
Untuk itulah kebijakan dan program pembangunan nasional ditetapkan sesuai dengan amanat konstitusi berdasarkan visi bangsa Indonesia yang ingin dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan.
37
Mas Achmad Santoso, Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Penegakan Hukum
Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup dalam Konteks Otonomi Daerah, Makalah (Jakarta :
Dalam rangka mewujudkan visi yang dimaksud di atas telah ditetapkan salah satu misi pembangunan ekonomi nasional, yaitu pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.
Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan pengelolaan atas dasar batas sistem ekologi suatu kawasan akan menjadi tidak efektif karena adanya batasan administratif masing-masing daerah otonom. Pembagian batas wilayah pengelolaan yang dipaksakan tersebut memunculkan dilema yang saat ini sedang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota. Dilema pengelolaan sumber daya alam dalam lingkup satu wilayah administratif relatif lebih kecil dibandingkan pengelolaan sumber daya alam yang lintas batas administratif, bahkan pengelolaan sumber daya alam lintas batas tersebut merupakan salah satu sumber konflik antara beberapa wilayah kabupaten/kota.
Bertitik tolak dari kondisi yang sedang terjadi di atas, perlu segera dirumuskan sebagaimana menyikapi penerapan otonomi daerah dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam baik yang berada dalam batas administratif satu daerah otonom maupun sumberdaya alam yang lintas batas administratif. Forum dialog merupakan wahana yang tepat untuk menselaraskan kembali, antara kerangka kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
lingkungan di satu-sisi dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah kabupaten/kota.
Untuk mengatasi berbagai masalah di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, telah ditetapkan salah satu prioritas pembangunan ekonomi nasional, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam bab ini menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama dalanl rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan
sumber daya. alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan.
Otonomi daerah merupakan potensi utama dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan lebih baik, dalam perwujudan pemerintahan yang baik, tuntutan kualitas sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam rangka implementasi otonomi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan adanya :
1. Visi dan orientasi yang menghargai keterbatasan daya dukung lingkungan (pro
nature). Visi yang demikian diharapkan mampu memadukan aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
2. Profesional, terbuka, akuntabel. Syarat inin diperlukan dalam menciptakan
pemerintahan yang kuat (profesional) tetapi responsif terhadap kepentingan, aspirasi dan tuntutan masyarakat.
3. konsisten dan memiliki integritas, hal ini diperlukan dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum mempersyaratkan lembaga peradilan yang independen dan tidak memihak.
4. Berpikir dalam kerangka sistem dan holistic (bukan parsial dan ego daerah).
5. Daya kritis dan partisipatif dari masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah
satu pendorong penataan lingkungan (environmental complience) adalah adanya tekanan masyarakat.juga merupakan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Karena itu diperlukan daya kritis dan peran aktif masyarakat dalam penyusunan kebijakan dan implementasi. Daya kritis tentang lingkungan seharusnya perlu dilarutkan dalam agenda politik, kinerja wakil
rakyat dan parpol harus dievaluasi dari aspek lingkungan.38
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.
Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan inheren dalam perilaku sehari-hari. Jika terjadi penyimpangan, akan mendapat teguran dari yang melihatnya. Perilaku yang demikian ini merupakan bagian penting dari self
regulation dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kemudian sistem hukum yang baik juga sangat diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup, dimana hukum lingkungan harus memiliki perspektif berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance).
Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam yang terdapat pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik
38
dan hak-hak masyarakat adat.
Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan dibanyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang, tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Dalam memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :
a. Mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat
diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
b. Penegakan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan
dan/atau pencemaran lingkungan hidup;
c. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah
daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup secara bertahap;
d. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan
lokal;
e. Menerapkan secara efektif, penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
f. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan
konservasi bagi di wilayah tertentu;
g. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal.
Pembangunan nasional di bidang lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, 1999-2004 mengamanatkan ;
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat baik. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran pembangunan yangmerupakan cerminan dari prioritas program bidang SDA dan lingkungan hidup, telah disusun beberapa kegiatan yang saling terkait satu sama lain dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan berkelanjutan dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin baik. Program dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan upaya peningkatan diberbagai hal antara lain :
a. Akses informasi
b. Efektifitas pengelolaan
c. pencegahan perusakan dan/atau pencemaran
d. Penataan kelembagaan dan penegakan hukum
e. Peran serta masyarakat.
Selanjutnya untuk mendukung penerapan otonomi dalam rangka terwujudnya kemandirian daerah, pemerintah daerah dapat melakukan sebagai bebrapa hal sebagai berikut :
a. Mengembangkan otonomi daerah secara luas nyata dan bertanggungjawab dalam
rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga masyarakat dan seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia.
b. Melakukan pengkajian terhadap berlakunya otonomi daerah bagi daerah
propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa.
c. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan, system agrobisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan,penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam.
d. Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan
mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya alam.
e. Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna memantapkan penyelenggarakan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggungjawab.
f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di daerah sesuai dengan potensi dan
kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran yang memadai.
g. Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama di kawasan timur
Indonesia daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Kemudian dalam rangka penerapan otonomi daerah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup juga diatur dalam kerangka Protokol Kyoto, yang merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (KKPI). Protokol Kyoto memiliki 3 (tiga) mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim yaitu :
1. Implementasi Patungan (IP) atau Joint Implementation (JI) antara negara Annex
I;
2. Mekanisme Pembangunan Bersih (MBP) atau Clean Development Mechanism
(CDM) antara negara Annex I dan negara non-Annex.
3. Perdagangan Emisi Internasional (PEI) atau International Emmisions Trading
(IET) antara negara Annex I.39
Ketiga mekanisme ini bersifat lentur (flexible) sehingga terbuka untuk badan pemerintah maupun swasta.
39
Otto Soermawoto, Konsep Atur Diri Sendiri Dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pada
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Seminar Nasional, Diadakan di Yogyakarta, Tanggal 9-11
MBP merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan dengan negara sedang berkembang (negara non-Annex). MPB pada satu pihak bertujuan untuk membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya stabilisasi kadar Gerakan Rumah Kaca (GRK) dalam atmosfer. Bantuan itu berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju ke negara sedang berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Pada lain pihak MPB juga untuk membantu Annex 1 untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mereduksi emisi GRK mereka dengan demikian MPN tidak menghambat usaha pembangunan Negara non-Annex 1 melainkan justru membantu.
Dalam konteks otonomi daerah Protokol Kyoto memberi kesempatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun kebijakan yang diatur dalam Protokol Kyoto dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam rangka Gerakan Rumah Kaca adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten yang mempunyai hutan lindung dan taman nasional yang luas dengan
memperbaiki pengelolaan hutan lindung dan taman nasionalnya serta rehabilitasi hutan dan reboisasi untuk menanggulangi lahan kritis.
2. Kotamadya, terutama yang besar, dengan mengurangi emisi CO2 dari
peningkatan efisiensi sistem transpornya, misalnya dengan menggariskan kebijakan dengan mengurangi transport terpadu yang mencakup kenderaan bermotor dan transport tak bermotor, seperti berjalan kaki untuk jarak perjalanan sangat pendek sampai 1 Km dan sepeda untuk perjalanan pendek sampai 5 Km. Bersamaan dengan itu meningkatkan penanaman pohon lindung untuk
meningkatkan rosot karbon.
3. Mengurangi emisi CO2 dengan mengembangkan energi terperbarukan biomassa,
surya (photovoltaic) dan angin. Teknologi untuk ketiga jenis tersebut telah tersedia.
4. Mengurangi emisi metan dengan mengurangi penanaman dan konsumsi beras
melalui penganekaragaman pangan sehingga luas sawah sebagai penghasil metan berkurang.
5. Mengurangi emisi metan dengan memperbaiki pengelolaan peternakan sapi.
6. Mengurangi emisi metan dari tempat pembuangan sampah (TPA)
7. Industri dengan melakukan usaha penghematan energi dengan eko-efisiensi.
Usaha pengelolaan yang diatur dalam Protol Kyoto dalam rangka otonomi daerah dapat dijadikan dasar dalam penyusunan pedoman dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang disetujui bersama berdasarkan nilai-nilai lokal yang terdapat disetiap daerah.
Dengan telah tersedianya instrument pengelolaan lingkungan hidup dan didukung dengan adanya otonomi daerah maka program pembangunan di setiap daerah dapat dilakukan dengan tetap berlandaskan kepada pembangunan ramah lingkungan yang memberi keuntungan yang lebih besar daripada pembangunan yang merusak lingkungan hidup.
Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah adalah Pertama, adanya peraturan perundang-undangan pemerintah yang tegas dan jelas, Kedua, adanya kode
praktek pengelolaan lingkungan hidup berbagai organisasi, misalnya International
Standardization Organization (ISO) dan asosiasi perusahaan, juga kode praktek
yang disusun oleh masyarakat, dimana kode praktek ini menjadi pedoman yang mengikat untuk mencapai kebutuhan, Ketiga, adanya pengawasan juga sangat diperlukan, dimana pengawasan ini yang dahulunya didominasi oleh pemerintah, sekarang telah bergeser kearah pengawasan oleh masyarakat sendiri, baik secara sendiri-sendiri, maupun sebagai anggota organisasi, misalnya LSM, Universitas, anggota asosiasi perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang efektif maka pengelolaan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik dan kewenangan ini diberikan sepenuhnya dalam otonomi daerah agar dapat dimanfaatkan oleh daerah sebaik mungkin.
B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah Berdasarkan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
Mengenai wewenang pengelolaan lingkungan hidup di daerah menurut UUPLH diatur pada Pasal 12 dan 13 UUPLH, yang bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUPLH melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan kepada perangkat di wilayah dan mengikutsertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan di Daerah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 12).
Dengan rumusan Pasal 12 UUPLH, seolah-olah Pemerintah Daerah belum memiliki wewenang pengelolaan lingkungan. Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf a UUPLH antara lain menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu ... kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi". Penjelasan huruf b menetapkan: "... Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggungjawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.
Mengingat kaburnya rumusan dan Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UUPLH, wajarlah apabila menurut ayat (2) ketentuan lebih lanjut pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan. Kita tunggu dengan sabar apalagi yang mau diatur, karena sudah tujuh betas tahun lebih Pemerintah Daerah berwenang di bidang pengelolaan lingkungan atas dasar Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH), bahkan sudah dibentuk pula BAPEDAL Daerah.
Pasal 13 UUPLH menetapkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah (ayat 1) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (ayat 2). Penjelasan ayat (1) menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang, tugas dan
tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi". Namun, oleh karena menurut Pasal 13 ayat (2) UUPLH, penyerahan urusan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, berarti wewenang pengelolaan lingkungan di Daerah masih harus menunggu terbentuknya Peraturan Pemerintah. Tidak jelas, mengapa kelembagaan yang sudah lama diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UULH, yaitu pengelolaan lingkungan di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah masih perlu menunggu