• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN DAN RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERMUKIMAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE

Menurut Lyle (1985), aktivitas yang paling dasar dalam pengeloaan lingkungan adalah pengamatan secara terstruktur dan berkala terhadap lingkungan. Berdasarkan informasi yang didapat selanjutnya dilakukan monitoring. Pengelolaan selalu melibatkan redesign secara berkala, umpan balik yang membentuk simpul menjadi hubungan yang kritis dan permanen antara pengeloaan dan desain (Gambar 2). Tanpa pengelolaan yang dimasukan dalam perhitungan, desain terpisah dengan kenyataan. Sedangkan pengelolaan tanpa desain tidak memiliki pandangan kemungkinan masa depan.

Sumber: Lyle (1985)

Gambar 2. Hubungan antara pengelolaan dengan desain

Lyle (1985) mengungkapkan bahwa tugas pengelola lanskap harus kreatif, tanggap terhadap semua bentuk masalah lingkungan termasuk perilaku yang tidak wajar dari kebiasaaan manusia dan proses alam. Pengelola lanskap harus mengarahkan perubahan dan bentuk perubahannya. Dalam mengelola lanskap permukiman perlu mempertimbangkan tata ruang baik untuk zonasi ruang sesuai fungsi, sirkulasi, aksesibilitas, kesatuan antar ruang, dan hubungan antar ruang. Selain itu juga fungsi ekologis meliputi aspek resapan air, area penyangga, kesesuaian habitat, keanekaragaman flora dan fauna, pegendalian iklim mikro. Kemudian pemilihan jenis tanaman untuk penghijauan, preferensi terhadap tumbuhan lokal sebagai identitas daerah, pelestarian tanaman langka, pertimbangan estetika dan nilai ekonomi. Serta didukung oleh pemanfaatan elemen taman untuk memperoleh efisiensi daur ulang dan aspek sosial budaya. Kesehatan dam kebersihan dinilai dari perencanaan drainase, penanganan limbah

16

dan daur ulangnya, dan kesehatan tanaman. Keamanan tentu menjadi aspek yang sangat penting untuk menciptakan rasa aman bagi penghuni. Keamanan ini didapat dari adanya pagar, cul-de-sac, tipe-tipe perumahan/apartemen, condominium, dan kesesuaian lahan. Terakhir, hal yang sangat penting dalam pengelolaan lanskap permukiman yaitu kegiatan pemeliharaan baik fisik maupun ideal dalam upaya menjaga bentuk sesuai dengan desain semula.

Menurut Arifin (2005), terdapat empat tahapan dalam proses pengelolaan : 1. menetapkan tujuan pegelolaan,

2. merencanakan bentuk pelaksanaan, 3. pelaksanaan,

4. pemantauan pelaksanaan dan perencanaan kembali.

Penetapan tujuan merupakan langkah pertama yang paling penting bagi pengelola dalam mengarahkan pemeliharaan berada dalam jalur yang benar. Tujuan dalam membuat sebuah karya lanskap sangat banyak dan beragam sedangkan taman dan ruang terbuka biasanya memiliki satu tujuan. Biasanya pengelolaan dibuat untuk kenyamanan dan menyediakan:

1. tempat yang menyenangkan, 2. tabir atau naungan,

3. konservasi alam,

4. keahlian dalam hortikultur,

5. ruang untuk kegiatan olah raga dan rekreasi, 6. kreasi kerja pada waktu luang.

Beberapa dari tujuan tersebut akan berubah dari rancangan semula mulai dari pertama taman tersebut terbentuk. Kapanpun program pemeliharaan dibuat harusnya sesuai dengan kegunaan dan fungsi dari lanskap.

Sejarah dan Pengembangan Bogor Nirwana Residence

Bogor Nirwana Residence adalah area yang diperuntukkan dan dipergunakan sebagai suatu kawasan perumahan berupa hunian tempat tinggal, usaha niaga, dan daerah komersil beserta fasilitas pendukungnya. BNR terletak di wilayah Pemerintahan Daerah Kotamadya Bogor-Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan akta perikatan kesepakatan bersama No.10 tanggal 18 Oktober 1996,

17

PT Aliyah Panca Ha Fat diakuisisi oleh PT Sanggraha Pelita Sentosa. Kemudian sesuai dengan akta-akta jual beli No 132, No. 133, dan No. 134 tanggal 30 Mei 1997 seluruh saham dan Asset PT Sanggraha Pelita Sentosa diambil alih oleh PT Graha Andrasentra Propertindo yang merupakan anak perusahaan PT Bakrieland Development Tbk dengan kepemilikan saham 99,4%. Permukiman Bogor Nirwana Residence yang sebelumnya bernama Graha Bogor Indah berada dalam pengembangan PT Graha Andrasentra Propertindo.

Pada masa pengembangan oleh PT Aliyah Panca Ha Fat dibangun pengembangan tahap 1 seluas 30 hektar yang seluruhnya berupa perumahan. Selanjutnya pada pengembangan oleh PT Graha Andrasentra Propertindo mulai berkembang menjadi kawasan permukiman berskala kota yang menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung perumahan. Fasilitas-fasilitas tersebut adalah sarana rekreasi, sarana hiburan, area komersial, hotel, dan villa. Saat ini, pembangunan fasilitas selesai dan sudah beroperasi sesuai dengan target pembangunan. Beberapa kawasan masih dalam tahap pembangunan seperti hotel, pengembangan waterpark, dan pembangunan cluster baru.

Pengelolaan Lahan

Kawasan BNR sebelumya merupakan pesawahan dengan kondisi tanah dan kemiringan yang sesuai untuk kegiatan pertanian. Pemerintah Kota mengijinkan PT GAP mengembangkannya menjadi kawasan permukiman sehingga terjadi alih fungsi lahan secara besar-besaran. Lahan yang relatif sudah terbentuk sehingga tidak banyak mengalterasi lahan secara signifikan. Adapun kebijakan dalam mengelola lahan yaitu lahan sawah yang relatif datar diperuntukkan sebagai kawasan perumahan sedangkan lahan yang relatif miring hingga terjal dikelola menjadi area penghijauan dan taman-taman publik.

Sesuai dengan konsep dasar BNR bahwa empat puluh persen lahan untuk bangunan dan enam puluh persen berupa lahan hijau. Konsep ini diaplikasikan oleh Bogor Nirwana Residence ke dalam tata guna lahan yang terangkum pada Tabel 3.

18

Tabel 3. Tata guna lahan di BNR

Area Luas (ribu m2) Persentase (%)

Kavling rumah 149,1 58,2

Prasarana jalan dan saluran 69,3 27,1

Fasum dan fasos 37,2 14,7

Total luas kawasan tahap 1 255,6 100,0

Kavling rumah 280,4 40,4

Prasarana jalan dan saluran 170,4 24,5

Fasum dan fasos 90,7 13,1

Taman dan penghijauan Danau Gedung sebaguna Sarana pendidikan Sarana olahraga Sarana ibadah Area komersial 149,7 21,6 Orchard walk Perkantoran/ruko Waterpark 1 Waterpark 2 Area pengembangan 3,4 0,5

Total luas kawasan tahap 2 694,6 100,0

Sumber: Bogor Nirwana Residence

Berdasarkan tabel di atas, BNR mengklaim 60% area hijau adalah fasilitas selain bangunan rumah. Termasuk di dalamnya prasarana jalan dan saluran, fasilitas umum dan sosial, area komersial, dan area pengembangan. Hal tersebut tidak bisa dibenarkan karena area hijau atau ruang terbuka hijau (RTH) harus terbebas dari perkerasan. Sehingga komposisi yang ada di dalam tabel tidak bisa dijadikan pedoman.

Pada kondisi nyata, penghijauan di BNR dapat dihitung berdasarkan total luas pekarangan, taman-taman lingkungan, berm dan median jalan, taman perkatoran/pertokoan atau bentuk penghijauan lainnya.Hasil perhitungan total luas penghijauan di BNR yaitu sebanyak 400.000 m2. Maka jika dibandingkan luasan BNR tahap 1 da 2 didapatkan rasio RTH dengan area terbangun hampir mencapai 6 : 4.

19

Pengelolaan tanah

Tapak dilintasi oleh Sungai Cisadane dan Sungai Cipinang Gading. Secara umum, sungai yang melewati kawasan BNR masih alami. Keduanya memiliki sempadan yang terjal, berlembah, dan sinusitas (kelokan sungai) tinggi sehingga masih dikategorikan sungai dengan nilai ekologi sangat kuat. Sinusitas tinggi mengakibatkan aliran sungai menempuh jarak yang lebih jauh dan tidak langsung hanyut ke hilir. Saat ini sempadan sungai masih terjaga dan menjadi area penghijauan dengan sinusitas sungai masih dipertahankan seperti pada awalnya. Hal ini menjadikan Sungai Cisadane dan Cipinang Gading rentan mengalami erosi dan longsor. Hal tersebut juga diperkuat dengan sifat tanah latosol cokelat yang remah, menjadikan kawasan BNR sering mengalami erosi hingga longsor terutama pada sempadan sungai. Dalam menjaga form yang telah dibentuk tanah dikelola dengan terrasering, embankment pada bahu-bahu jalan, retaining wall, dan bio-engineering pada sempadan sungai. Peta lokasi dan cara penanggulangannya dapat dilihat pada Gambar 3.

Terrasering bermanfaat mengurangi tekanan dan pergerakan tanah. Infrastruktur ini berupa lahan miring yang dibuat berundak seperti tangga (cascade). Penerapannya sering dijumpai pada taman di lembah sungai. Embankment diaplikasikan pada jalan yang memotong bukit sehingga terbentuk tebing-tebing yang dikuatkan oleh penanaman pohon dan rumput. Retaining wall (Turap) berguna untuk menahan tekanan tanah. Infrastruktur ini dibuat menggunakan material batu kali yang dikuatkan dengan cor. Bentuknya menyerupai terassering dan mengikuti kontur lahan cukup efektif menahan tekanan dari tanah. Dinding penahan ini dibuat selebar jembatan dan ditambah lebih kurang tiga puluh meter pada sisi kiri dan kanan jembatan dan ketinggiannya mencapai empat meter dan berulang pada ujung jembatan yang lain. Keberadaan dinding penahan ini selain untuk mengantisipasi bahaya longsor juga sekaligus memperkokoh keberadaan jembatan. Selain itu, dilihat secara estetika meskipun tidak menggunakan material yang lebih artistik namun penggunaan batu kali dan cor cukup baik karena tekstur dan warnanya mirip dengan visual sungai itu sendiri. Sehingga penampilan dinding penahan cukup baik.

21

Pada bulan Maret 2009 terjadi longsor pada dua titik sempadan sungai tepatnya dekat dengan jembatan sebelum memasuki kawasan BNR dan taman penghijauan cluster Panorama. Longsor terjadi akibat tumbangnya salah satu pohon mengakibatkan longsoran yang cukup besar. Adapun tindakan pengelolaan yang dilakukan adalah dengan membuat penahan yang terbuat dari tumpukan pasir dalam karung. Penanganan dengan sistem ini bersifat semi permanen dan perlu perbaikan pada masa yang akan datang. Hal yang masih bisa dijadikan

solusi antara lain dengan “bio-engineering” yaitu suatu teknik merekayasa lingkungan dengan bantuan mahluk hidup yaitu tanaman. Teknik ini dapat diterapkan yaitu dengan cara memasukan elemen tanaman yang dapat mengikat tanah dengan sangat kuat sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan potensi erosi dan longsor.

Meskipun secara teori memang baiknya tidak ada pembangunan pada sempadan sungai, namun terdapat potensi untuk menciptakan area yang lebih bernilai dari kondisi saat ini. Lokasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu sempadan yang berada di belakang marketing office yang masih berupa open lawn. Pada area tersebut sangat tepat untuk area foodcourt atau area relaksasi pada saat waktu istirahat. Daerah penghijauan ini masih cukup luas dan potensi alam berupa aliran dan suara air yang relatif belum terpolusi oleh pencemaran sehingga belum terlihat maupun tercium bahan-bahan pencemar. Potensi ini tidak akan ditemukan pada kawasan lain terutama Kota Tanggerang dan Jakarta yang air sungainya sudah tidak layak untuk dinikmati. Jika fasilitas tersebut dapat dibangun, pengunjung ataupun karyawan akan mendapatkan kenyamanan pada tempat tersebut karena lingkungan disekitar kawasan masih terasa sejuk dan tenang. Selain itu pengunjung dapat menikmati panorama alam yang menyenangkan dengan suara air yang menenangkan.

Pengelolaan air

Adanya air dalam sebuah lingkungan memberikan manfaat. Seperti yang dijelaskan oleh Booth (1983), air dapat digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, irigasi/penyiraman taman, pengendali iklim dengan mengubah suhu udara dan permukaan tanah, pengontrol kebisingan, dan sarana rekreasi. Badan air yang

22

terdapat di kawasan BNR berupa sungai dan danau. Air hujan yang jatuh dipermukaan tanah sebagian terserap oleh tanah dan mengalir menjadi air tanah sedangkan air berlebih dialirkan melalui saluran drainase berupa parit-parit yang terdapat pada seluruh kawasan. Secara sistematik, air berasal dari arah Selatan yang letaknya lebih tinggi kemudian mengalir ke arah Utara. Air dari saluran yang terletak di perumahan berkumpul pada saluran utama yang letaknya sejajar dengan jalan utama. Sebagian air yang mengalir pada saluran dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman dan pengadukan bahan bangunan, dialirkan pada danau cluster Tirta Nirwana, danau taman jajan, dan kolam minum rusa. Pada akhirnya air tersebut masuk ke dalam aliran sungai. Secara umum, air yang mengalir pada saluran masih baik. Meskipun belum didapatkan hasil evaluasi kualitas airnya, namun dari ciri fisik air yaitu air berwarna jernih, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan sampah untuk sementara dapat diasumsikan air tersebut layak dimanfaatkan untuk penggunaan yang telah disebutkan.

Menurut Arsyad (2006), tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan manusia seperti mengairi tanaman, minuman ternak, minum, mandi, mencuci, dan sebagainya ditentukan oleh kandungan sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang terlarut di dalam air tersebut. Sifat air yang sesuai untuk kebutuhan irigasi yaitu (1) konsentrasi total garam terlarut, (2) perbandingan natrium terhadap kation lainnya, (3) konsentrasi unsur-unsur secara potensial yang merupakan racun bagi tanaman, (4) konsentrasi bikarbonat sehubungan dengan konsentrasi kalsium dan magnesium.

Selain air yang berada dipermukaan juga terdapat air yang berada dalam tanah. Berdasarkan informasi yang didapat, pihak BNR tidak memanfaatkan air yang ada dalam tanah. Air untuk pemenuhan kebutuhan penghuni, karyawan, dan pengunjung pada seluruh kawasan BNR menggunakan jasa air dari perusahaan air minum daerah (PDAM). Jika dibandingkan dengan kawasan perumahan lain seperti Bumi Serpong Damai City (BSD) dalam laporan Herlina (2000) memenuhi kebutuhan air yang sangat besar. Pihak BSD menyediakan 3 alternatif sumber air yaitu air yang bersumber dari sumur gali, air penyaringan, dan dari PDAM. Sistem penyediaan air pertama kali menggunakan sumur. Selanjutnya menerapkan teknologi penjernihan air dengan water treatment plant (WTP) melalui

23

flokulasi/koagulasi, sedimentasi, filtrasi, dan klorinasi. Dengan memanfaatkan dari air Sungai Angke, BSD mendapatkan air yang cukup. Sedangkan air yang berasal dari PDAM hanya untuk memenuhi kekurangannya saja. Dengan terpenuhinya kebutuhan oleh pengelola sendiri BSD dapat dikatakan telah mampu menjadi kota mandiri.

Bagi BNR, WTP masih dalam tahap perencanaan baiknya segera direalisasikan. Jika dibandingkan dengan BSD, sistem tersebut lebih menguntungkan bagi BNR karena kondisi air sungainya jauh lebih bersih dibandingkan Sungai Angke yang dipakai oleh BSD. Sehingga diasumsikan biaya untuk penjernihan air akan lebih rendah. Selain itu juga keuntungannya akan mengurangi permintaan air kepada pemerintah daerah untuk memasok air bagi BNR.

Pengelolaan batuan

Lokasi BNR yang berada di kaki Gunung Salak memberikan corak bagi lanskapnya berupa batuan yang sangat banyak baik pada permukaan dan di dalam tanah maupun di sungai yang melintasi BNR. Batuan tersebut berasal dari letusan Gunung Salak yang meningkatkan kandungan batu pada kawasan BNR. Hal ini menjadi potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola seperti oleh pemborong pekejaan bangunan untuk bahan bangunan. Pemborong mendapatkan keuntungan dengan berkurangnya biaya pembelian batu dalam membangun.

Selain itu juga dengan banyaknya batu juga dapat dimanfaatkan sebagai ciri khas kawasan. Saat ini, batu selalu menjadi elemen yang digunakan sebagai elemen desain. Penggunaan batu menjadikan taman-taman menjadi lebih menarik. Misalnya saja batu menjadi pengarah suatu lokasi (Gambar 4). Sayangnya, pada pembangunan taman sebelumnya batu-batu tidak memanfaatkan yang ada melainkan membuat batu artifisial yang jauh lebih mahal.

24

Gambar 4. Desain yang memanfaatkan batu

Pengelolaan Ruang

BNR mengusung tema “Simply paradise inspired by nature” yaitu sebuah konsep untuk menyediakan lingkungan yang asri dan nyaman dengan view Gunung Salak dan Gede-Pangrango. Kawasan ditata menjadi ruang penerimaan, ruang transisi, area perumahan dan area komesial sebagai ruang utama serta didukung dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung perumahan (Gambar 5).

Ruang Penerimaan

Ruang penerimaan yaitu area yang berfungsi sebagai ruang penyambutan para pengguna yang akan memasuki kawasan. Area penerimaan BNR terletak pada Jalan Dreded sejauh 200 m dari jalan Pahlawan. Area ini ditandai dengan adanya sculpture berupa taman bundaran yang bertuliskan “BNR” sebagai signage. Taman tersebut didesain menjadi unik dengan siluet rusa sebagai ikon BNR dan bangunan pergola yang cukup monumental mengelilingi taman bundaran. Signage tersebut memberi kesan ketika memasuki BNR (Gambar 6).

26

Ruang Transisi

Ruang transisi yaitu ruang yang memberi jeda sehingga terjadi kesan berbeda terhadap ruang. Ruang tersebut berupa area yang penggunaan ruangnya tidak sebanyak ruang utama. Area transisi yang terasa di BNR yaitu berupa jalur jalan (paths) sepanjang 625 m sebelum memasuki kawasan utama BNR. Area ini ditandai dengan kondisi lanskap yang didominasi oleh vegetasi dan sedikit hard material dibandingkan dengan ruang utama yang didominasi bangunan. Pada sepanjang jalur tersebut terdapat tegakan pohon pinus (Pinus merkusii) yang membentuk dinding. Selain itu terdapat pula barisan pohon palem raja (Roystonea regia) yang berkesan mengarahkan pengguna untuk memasuki area utama BNR. Karakter lainnya tidak ditemui pula fasilitas umum maupun bangunan fungsional karena aktivitas pada ruang ini relatif kecil atau tidak ada sama sekali. Hard material yang ada hanya billboard yang menjelaskan fasilitas-fasilitas yang ada di BNR dan umbul-umbul promosi produk.

Gambar 7. Area transisi berupa jalur (kiri) dan pos jaga (kanan)

Ruang Utama

Ruang utama adalah tujuan akhir dan pusat aktivitas pada kawasan. Ruang utama di BNR terbagi dalam 3 area yaitu area untuk perumahan, area komersial, dan area untuk fasilitas umum. Karakter ruang utama yang ditemui yaitu intensitas penggunaannya yang tinggi dan terdapat fasilitas yang lengkap bagi aktivitas pengguna.

27

Area Perumahan

Bogor Nirwana Residence merupakan kawasan permukiman dengan konsep minimalis dan modern. Perumahan terbagi menjadi dua area yaitu perumahan tahap 1 dan tahap 2. Perumahan tahap 1 yaitu perumahan yang dibangun pengembang sebelum dibeli PT GAP. Sedangkan perumahan tahap 2 yaitu perumahan yang dibangun oleh PT GAP. Total jumlah kavling sebanyak 1.444 pada lahan seluas 429.498,22 m². Pada perumahan tahap 2 terbagi dalam tujuh kelompok cluster yakni Bukit Nirwana, Bayu Nirwana, Tirta Nirwana, Padma Nirwana, dan Arga Nirwana. Kawasan ini masih dalam pembangunan cluster baru yaitu Cendana, Harmoni, dan cluster Excellent.

Jenis perumahan yang dikembangkan di BNR adalah sebagai berikut: a. Tipe regular

Bangunan rumah tipe regular yaitu rumah yang memiliki bentuk dan ukuran yang standar. Tipe rumah ini yang paling banyak ditawarkan pada konsumen baik kelas menengah maupun bagi kelas atas.

b. Tipe irregular

Bangunan rumah tipe irregular yaitu rumah yang memiliki bentuk yang kurang teratur namun berada dalam barisan rumah teratur. Rumah ini biasanya berada pada sudut-sudut blok. Tipe ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tipe regular dan mempunyai desain yang berbeda.

c. Tipe hoek

Bangunan rumah tipe hoek yaitu rumah yang bentuknya tidak beraturan dan letaknya berada pada ujung blok atau persimpangan jalan. Ukuran rumah tipe ini bermacam-macam sehingga menjadi tipe rumah dengan desain yang khusus.

Secara keseluruhan bangunan yang ditampilkan adalah bertema minimalis dan modern. Perbedaan dari masing-masing cluster adalah bentuk, model bangunan, pola paving, pola taman lingkungan, dan penciri lain. Jenis permukiman yang dikembangkan di BNR adalah sebagai berikut:

1. Lanskap Perumahan Tahap 1

Cluster Tahap 1 merupakan perumahan yang diambil alih oleh PT GAP dari pengembang sebelumnya. Perumahan ini termasuk ketegori perumahan menengah atas dengan jumlah rumah sebanyak 398 unit dan semua telah dihuni.

28

Lahan yang terpakai untuk bangunan rumah seluas 149.137,91 m2 atau 58% dari total lahan. Keunikan dari perumahan tahap 1 yaitu bentuk bangunannya yang cukup khas mencirikan perumahan warga keturunan Arab. Hal ini dikarenakan sejarah kawasan merupakan teritori warga Arab. Rincian tipe bangunan yaitu:

1. Tipe 350/800 sebanyak 7 unit 2. Tipe 260/450 sebanyak 116 unit 3. Tipe 200/240 sebanyak 152 unit 4. Tipe 145/180 sebanyak 123 unit

Sebagai permahan yang terpadu, pada mulanya perumahan direncanakan memiliki bangunan fasilitas sosial seperti 2 unit Taman kanak-kanak, 1 unit Sekolah Dasar, 1 masjid lingkungan, 2 unit tempat pembuangan sampah sementara, dan area komersial. Namun, semua fasilitas yang direncanakan tidak terlaksana dan semua ruang menjadi area penghijauan. Fasilitas-fasilitas tersebut menjadi pendukung dalam lingkungan perumahan. Setelah bergabung dengan BNR, kebutuhan fasilitas tersebut kembali direncanakan dan direalisasikan oleh PT GAP.

Bentuk ruang terbuka di perumahan Tahap 1 berupa taman lingkungan dan penghijauan. Sebagian besar taman tidak diperuntukkan bagi penggunaan aktif melainkan hanya taman-taman yang bernilai estetika dan menjaga kondisi lingkungan. Taman-taman banyak terdapat di sempadan sungai untuk menjaga agar tidak terjadi longsor. Vegetasi yang dominan pada lanskap tahap 1 pada mulanya yaitu jenis Angsana (Pterocarpus indicus). Namun, karena usia yang sudah terlalu tua telah ditebang. Jenis yang dominan saat ini yaitu pohon Palm putri (Veitchia merrilii) yang ditanam pada median jalan. Sedangkan jenis-jenis yang dipakai untuk pencegah erosi antara lain pinus (Pinus merkusii). Semua rumah memiliki taman rumah dengan desain yang berbeda.

Fasilitas umum yang tersedia di perumahan tahap 1 yaitu club house yang memiliki dua unit kolam renang dan dua unit lapangan tenis. Club house tersebut dilengkapi dengan ruangan serba guna, ruang ganti pakaian, gazebo, kantin, dan toilet. Kondisi taman pada club house ini cukup baik dengan dominasi pohon kelapa (Cocos nucifera capitata). Sebagai tempat publik memerlukan privasi, sekeliling club house ini diberi screening berupa pohon bambu (Bambusa

29

multiplex) pada area yang bersekatan dengan wilayah perumahan. Sedangkan pada area penghijauan jenis tanaman yang dipakai dari jenis dadap merah (Erithrina cristagali) dan sengon (Samanea saman). Sketsa lingkungan perumahan tahap 1 dapat dilihat pada Gambar 8.

2. Lanskap Bayu Nirwana

. Cluster Bayu Nirwana merupakan cluster pertama dibangun dan dipasarkan. Bayu Nirwana merupakan cluster dengan tingkat kepadatan sedang. Jumlah hunian sebanyak 143 rumah pada luas keseluruhan 41.837 m² semua kavling telah terbangun dan terjual. Rincian tipe bangunan yaitu:

1. Kavling khusus rumah Bali, 1 unit

2. Salak , 3 unit dengan tipe rumah 80/120 m² 3. Gede A, 5 unit dengan tipe rumah 100/150 m² 4. Gede B, 88 unit dengan tipe rumah 100/180 m² 5. Ceremai, 37 unit dengan tipe rumah 210/240 m² 6. Pangrango, 9 unit dengan tipe rumah 290/450 m²

Semua cluster yang dibangun pada tahap dua selalu mempunyai signage di depannya. Pada cluster Bayu Nirwana, tulisannya menggunakan bahan alumunium dengan latar marmer. Signage tersebut menjadi penciri masing-masing cluster. Bagian perumahan yang khas dari cluster Bayu Nirwana yaitu pada sisi kiri dan kanan gerbang masuk di taman pohon flamboyan (Delonix regia)

Dokumen terkait