• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Manajemen Kolaborasi dalam Upaya Konservasi Banteng

5.4.5. Pengembangan Co-management dalam Konservas

Co-management didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian

wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dan stakeholders dalam

mengelola suatu sumberdaya. Co-management terdiri dari beberapa tingkat/tipe

kemitraan serta derajat pembagian wewenang dan tanggung jawab antara

pemerintah dan stakeholders (Sen and Nielsen 1996 diacu dalam Njaya 2007).

Berdasarkan derajat wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki, maka

terbentuk rentang hirarki co-management, mulai dari bentuk dimana pemerintah

hanya memberi tahukan atau menginformasikan kepada masyarakat atau

stakeholders sebelum suatu peraturan pengelolaan sumberdaya dirumuskan dan

dijalankan hingga tingkat/tipe co-management dimana masyarakat merancang,

mengimplementasikan, dan menegakkan hukum dan peraturan tentang pengelolaan sumberdaya dan pemerintah perannya hanya membantu (Nikijuluw 2002; Borrini-Feyerabend 1996).

Tingkat/tipe co-management mulai dari yang terendah sampai yang

tertinggi wewenang dan tanggung jawab dari stakeholders yaitu : 1) Tingkat co-

management instruktif dimana ada sedikit pertukaran informasi antara pemerintah dan stakeholders, 2) Tingkat konsultatif ada mekanisme pemerintah untuk

mengkonsultasikan program dan kegiatan dengan stakeholders, tetapi keputusan

tetap berada di pemerintah, 3) Tingkat kooperatif adalah bentuk pola kemitraan

yang sesungguhnya dimana pemerintah dan stakeholders bekerjasama sebagai

mitra yang setara dalam pengambilan keputusan, 4) Tingkat advokasi

(pendampingan) yaitu stakeholders memberi saran atau usul kepada pemerintah

   

Tingkat informatif dimana pemerintah telah memberikan wewenang dan tanggung

jawabnya kepada stakeholders dalam pengambilan keputusan (Nikijuluw 2002;

Suporahardjo 2005; Sen and Nielsen 1996 diacu dalam Njaya 2007).

Bila suatu wewenang dan tanggung jawab stakeholders atau masyarakat

rendah pada suatu tingkat co-management maka tanggung jawab dan wewenang

pemerintah akan tinggi. Sebaliknya bila tanggung jawab dan wewenang

stakeholders tinggi, maka tanggung jawab dan wewenang pemerintah menjadi

rendah (Nikijuluw 2002). Berdasarkan definisi dan tahapan dalam co-

management dapat ditentukan suatu karakteristik dari masing-masing

tingkat/tipe co-management. Karakteristik serta peran pemerintah dan

stakeholders dalam lima tingkat atau tipe co-management konservasi banteng disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Karakteristik, peran pemerintah dan stakeholders dalam lima tingkat co-

management konservasi banteng

Tingkat

Kolaboratif Karakteristik Peran pemerintah Peran stakeholders Instruktif - Ada pemberitahuan dari

pemerintah tentang pengelolaan kawasan konservasi atau pentingnya konservasi banteng - Pemerintah mendominasi kepentingannya - Pengambilan keputusan di tangan pemerintah - Sumber informasi tentang konservasi - Pengelola kawasan konservasi - Decision maker (pengambil keputusan) terkait pengelolaan kawasan konservasi atau konservasi banteng - Sebagai obyek penerima manfaat konservasi banteng - Seringkali diposisikan sebagai penghalang terhadap kebijakan pengelolaan kawasan konservasi (belum ada kepercayaan) - Tidak ada peran yang

signifikan dalam konteks kegiatan konservasi konsultatif 1.Ada konsultasi pemerintah

kepada stakeholders terkait pengelolaan kawasan konservasi /konservasi banteng 2.Sudah ada kesediaan stakeholders untuk berpartisipasi 3.Pemerintah masih mendominasi dalam kepentingannya 4.Pengambilan keputusan di tangan pemerintah - Sumber informasi tentang konservasi banteng

- Pengelola kawasan dan populasi banteng - Decision maker (pengambil keputusan) terkait pengelolaan kawasan konservasi atau konservasi banteng - Sebagai obyek pelaksana konservasi - Masih diposisikan sebagai penghalang pelaksanaan pengelolaan kawasan konservasi (belum ada /kepercayaan) - Belum ada peran

yang signifikan dalam konteks kegiatan konservasi banteng - Sudah ada kesediaan

stakeholders untuk berpartisipasi

Tabel 21 Lanjutan-1

Tingkat

Kolaboratif Karakteristik Peran pemerintah Peran stakeholders Kooperatif - Pemerintah tidak

mendominasi kepentingannya

- Pengambilan keputusan dalam konservasi banteng dilakukan secara bersama antara pemerintah dan stakeholders

- Sudah ada kesetaraan antara pemerintah dan stakeholders dalam pengambilan keputusan konservasi banteng - Ada proses negosiasi dalam

konservasi banteng - Ada konsensus yang

dihasilkan dari proses negosiasi

- Ada pembagian

kewenangan dan tanggung jawab yang seimbang antara pemerintah dan stakeholders - Berbagi informasi tentang konservasi kawasan dan konservasi banteng dengan stakeholders - Melakukan negosiasi

dan konsensus dengan stakeholders dan berbagi kontribusi dalam pengelolaan kawasan dan konservasi banteng - Berbagi kewenangan

dan tanggung jawab secara seimbang - Mengambil keputusan

terkait pengelolaan kawasan konservasi dan konservasi banteng secara bersama-sama dengan stakeholders - Berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan konservasi banteng - Sebagai mitra yang

sejajar dalam pengelolaan konservasi banteng - Berbagi informasi dengan pemerintah tentang konservasi kawasan dan konservasi banteng - Melakukan negosiasi dan konsensus dengan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengelolaan kawasan konservasi dan /konservasi banteng - Berbagi kewenangan dan tanggung jawab secara seimbang - Mengambil keputusan terkait konservasi banteng secara bersama-sama dengan pemerintah Advokasi 1. Saran/usulan dalam

pengambilan keputusan konservasi banteng lebih didominasi oleh

Stakeholders 2. Inisiasi, ide, inovasi

perencanan dan program/kegiatan konservasi banteng berasal dari stakeholders 3. Pertimbangan

pengambilan keputusan oleh pemerintah berdasarkan usulan dari stakeholders

4. Pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar dari

pemerintah kepada stakeholders - Mempertimbangkan dan melegalisasi saran/usulan dari stakeholders - Bertindak sebagai pendamping bagi stakeholders dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan konservasi banteng - Membuat usulan yang penting dalam pengambilan keputusan pengelolaan konservasi banteng kepada pemerintah - Bertanggung jawab pada saran/usulannya yang sudah dilegalisasi oleh pemerintah - Melaksanakan program kegiatan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada pemerintah

   

Tabel 21 Lanjutan-2

Tingkat

Kolaboratif Karakteristik Peran pemerintah Peran stakeholders Informatif 1. Ada usul , ide, inovasi,

dalam pengambilan keputusan mulai dari perencanaan sampai implementasi di inisiasi oleh stakeholders 2. Ada pendelegasian

kewenangan dan tanggung jawab cukup besar dari pemerintah kepada stakeholders dalam konservasi banteng (transfer otoritas dan tanggung jawab secara formal) 3. Pemerintah menempatkan representasinya untuk membantu stakeholders 4. Pengambilan keputusan konservasi banteng dilakukan oleh stakeholders - Memberikan /mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada stakeholders - Pemerintah menempatkan representasinya untuk membantu stakeholders terutama dalam hal aturan main dalam konservasi bantneg - Melakukan monitoring dan evaluasi - Membuat keputusan mulai dari perencanaan sampai implementasi dalam kegiatan pengelolaan konservasi banteng - Memberitahukan kepada pemerintah tentang keputusan yang diambil mulai dari perencanaan sampai implementasi - Bertanggung jawab

pada keputusan yang diambil dan dalam pelaksanaan kegiatan serta melaporkan program kegiatan dan implementasinya kepada pemerintah

Berdasarkan hasil penelitian dari aspek ekologi , sosial , ekonomi, dan

hasil analisis stakeholders, AHP dan SWOT didapatkan bahwa ada empat

program kegiatan utama yang dapat dilakukan secara kolaboratif dalam menyelesaikan konflik banteng dengan masyarakat di TNAP dan TNMB. Empat program kegiatan dimaksud yaitu : 1) peningkatan kualitas habitat padang penggembalaan, 2) pengembangan penangkaran banteng, 3) pengembangan ekowisata banteng dan 4) pengembangan tanaman obat dan buah.

Hasil penelitian yang terkait dengan ekologi banteng dimaksud dapat dilihat pada (Tabel 7 dan 8), kondisi sosial ekonomi masyarakat (Tabel 16 dan 17) yang telah dibahas sebelumnya. Dari program kegiatan yang telah dilaksanakan

pihak taman nasional yang diuji dengan karakteristik co-management (Tabel 21)

diketahui posisi tingkat/tipe co-management faktual dan harapan di TNAP dan

TNMB. Hasil identifikasi posisi tingkat/tipe co-management, argumentasi,

program kegiatan, upaya dan kendala dalam pencapaian dan prediksi waktu yang dibutuhkan masing-masing kegiatan dalam konservasi banteng disajikan pada

Tabel 22 Kondisi faktual dan harapan tingkat co-management program kegiatan konservasi banteng

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala

Peningkatan Kualitas Habitat (Padang Penggembalaan)

faktual

konsultatif

- Sudah ada konsultasi dengan

stakeholders (Perum Perhutani dan Perkebunan) dan ada ketersediaan dari masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembinaan padang

penggembalaan

- Masyarakat dipekerjakan dalam memberantas tanaman jenis invasif , menanam dan memelihara rumput serta membuat percobaan pemberantasan jenis invasif

- Semua keputusan dalam pelaksanaan pengelolaan padang penggembalaan ada pada TN

- Telah ada program perlindungan dan konservasi sumberdaya alam hayati di TN - Fokus kegiatan pada

pengelolaan

keanekaragaman hayati dan ekosistemnya atau pemeliharaan habitat secara umum tidak hanya habitat banteng sehingga dana terbagi untuk beberapa kegiatan

- Minat untuk bekerja sama masih perlu ditingkatkan karena kurangnya sosialisasi dari TN kepada stakeholders - Persepsi masyarakat/stakeholde rs terhadap banteng masih rendah - Dana pelaksanaan kegiatan terbatas Harapan kooperatif

- Dapat dilakukan secara kooperatif atau dikerjasamakan dengan perkebunan dan perum perhutani

- Minat untuk bekerjasama dari

stakeholders sudah ada tapi masih rendah karena TN kurang aktif dalam menginisiasi

- Kerjasama dapat berupa sharing dana dari Perhutani atau Perkebunan dengan melibatkan pihak ketiga

- Teknis pengelolaan padang penggembalaan tetap ada pada TN karena padang penggembabalaan berada pada zona rimba

- Program kegiatan penyuluhan, sosialisasi peraturan dan manfaat konservasi banteng , perlu ditingkatkan untuk meningkatkan persepsi

stakeholders terhadap banteng

- Koordinasi dan kolaborasi dengan Perhutani dan Perkebunan perlu ditingkatkan

- Permenhut P.19/Menhut- II/2004 dapat dijadikan landasan kolaborasi dalam pembinaan habitat dan populasi - Sosialisasi tentang konservasi dan manfaat banteng sangat minim - Kurangnya konsultasi, koordinasi serta sosialisasi kebijakan konservasi banteng yang dilakukan TN - Inisiasi TN dalam mengajak stakeholders untuk bekerjasama masih rendah Pemerintah Stakeholder Exsisting Harapan

Instruktif     Konsultatif      Kooperatif Advokasi Informatif

   

Tabel 22 Lanjutan-1

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala - Perum Perhutani sebagai BUMN

Kemenhut dapat mendukung kegiatan pembinaan habitat dalam kawasan TN dan konservasi banteng, sehingga banteng tidak keluar dan tanaman di hutan produksinya tidak diganggu banteng

- Perkebunan Bandealit yang arealnya berbatasan langsung dengan kawasan TN dapat berkontribusi dalam pengelolaan habitat di kawasan TN sehingga pakan di dalam kawasan mencukupi dan banteng tidak mengganggu tanaman perkebunan - Masyarakat sekitar kawasan dilibatkan

dalam pelaksanaan kegiatan teknis pemeliharaan tumbuhan sumber pakan banteng di lapangan

- Prediksi waktu yang dibutuhkan dari tingkat konsultatif ke kooperatif membutuhkan waktu dua tahun (koordinasi, membangun negosiasi dan kesepakatan, persiapan dalam kontribusi dana, SDM, dan teknologi) - Program kegiatan

pembinaan padang penggembalaan banteng membutuhkan waktu empat tahun yang dilakukan secara berkala melalui :

- (1) pemberantasan jenis invasif dilakukan selama satu tahun (2) penanaman jenis-jenis rumput unggul dan disukai banteng selama satu tahun (3) perluasan padang penggembalaan dan penanaman rumput pada lokasi perluasan

memerlukan waktu selama dua tahun

- Kegiatan akan berjalan sesuai rencana jika dana tersedia, negosiasi dan kesepakatan sudah terbangun - Inisiasi TN dalam mengajak stakeholders untuk bekerjasama masih rendah - Tingginya kecepatan tumbuh jenis invasif yang menurunkan kualitas habitat dan daya dukung

Tabel 22 Lanjutan-2

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala

Pengembangan penangkaran banteng (Pemanfaatan genetik banteng) Faktual

Instruktif

- Banteng satwa dilindungi (PP no 7 tahun 1999)

- Perlindungan terhadap banteng yang ada dalam kawasan TN merupakan tanggung jawab pemerintah (TN) - Di TN ada kegiatan peminjaman

banteng kepada TSI untuk

dikembangkan yang mengarah pada kegiatan pemanfaatan plasma nutfah banteng

- Belum dibangun konsultasi, partisipasi , negosiasi dan kesepakatan dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya genetik banteng dengan masyarakat

- Program perlindungan dan konservasi sumberdaya di TN khusus untuk banteng hanya sebatas pada kegiatan inventarisasi populasi dan pemeliharaan padang penggembalaan tetapi tidak teratur (kontinue)

- Belum dibangun kelembagaan khusus - Belum ada koordinasi

dengan stakeholders

- Belum ada program kegiatan penangkaran yang mengarah pada pemanfaatan genetik banteng untuk masyarakat - Keterbatasan dana Harapan Informatif

- Banteng hasil penangkaran dapat dimanfaatkan (PP no 8 tahun 1999) - Adanya beberapa instansi pemerintah

yang mau berkoordinasi dan

bekerjasama (BBIB, Dinas Peternakan) - Teknologi pengambilan dan

pemanfaatan semen sudah ada di BBIB - Program IB sapi Bali masyarakat sudah

ada dan dilaksanakan oleh Dinas Peternakan

- Kemungkinan untuk dikerjasamakan dengan pihak swasta terbuka.

- Permenhut Nomor P.19/ Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

- Telah ada program pemanfaatan hewan diluar ternak dari BBIB Kementerian Pertanian - Prediksi waktu yang

dibutuhkan dalam

pengembangan penangkaran dari tingkat instruktif ke kooperatif dan advokasi membutuhkan waktu tiga tahun selanjutnya sampai ke informatif tambah empat tahun , total waktu selama tujuh tahun dengan tahapan kegiatan :

- Inisiasi dari TN untuk berkoordinasi dan berkolaborasi masih rendah

- Pembuatan aturan yang memerlukan waktu lama - Dana TN terbatas   Pemerintah Stakeholder Exsisting Harapan

Instruktif       Konsultatif      Kooperatif Advokasi    Informatif

   

Tabel 22 Lanjutan-3

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala - - Membangun kelembagaan

konsultasi, partisipasi, koordinasi, negosiasi dan kesepakatan kerjasama , pembuatan juknis, juklak dengan para stakeholders

selama satu tahun

- Pemanfaatan semen banteng jantan dari TN dan uji coba IB dengan banteng betina, uji coba IB banteng jantan dengan sapi bali selama satu tahun

- Membangun bank semen dan implementasi kegiatan IB dengan sapi bali masyarakat untuk meningkatkan produktivitas sapi Bali selama satu tahun - Hasil F1 dari penangkaran

selama empat tahun - Program ke depan

pemanfaatan secara langsung F2 dari hasil penangkaran dapat dimanfaatkan pada tahun ke delapan

-

   

Tabel 22 Lanjutan-4

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala

Pengembangan Ekowisata Banteng

faktual

konsultatif

- Sudah ada konsultasi dengan

stakeholders/ masyarakat

- Keputusan kegiatan ekowisata dalam kawasan TN diputuskan dan dikelola langsung oleh TN

- Masyarakat/stakeholders sudah tahu ada kegiatan ekowisata di TN termasuk ekowisata banteng

- Masyarakat/ stakeholders berpartisipasi dalam menyediakan hasil home industry

seperti tanaman obat, kripik nangka - Pelibatan masyarakat dalam kegiatan

ekowisata baru pada sebatas sebagai penjual hasil tanaman obat dan buah

- Program kegiatan pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam di TN

- Dana yang tersedia tidak hanya untuk kegiatan ekowisata banteng tetapi untuk seluruh kegiatan jasa lingkungan

- Belum ada kolaborasi dan koordinasi dengan

stakeholders , belum adau program paket ekowisata banteng dengan obyek wisata lainnya seperti

agrowisata perkebunan, tanaman obat dan buah, obyek pantai, penyu serta jasa lingkungan lainnya.

Harapan

Advokasi - Kegiatan ekowisata banteng dapat dikolaborasikan dengan Perum Perhutani di TNAP, dengan Perkebunan di TNMB, lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata

- Permenhut Nomor P.19/ Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam

-

- Program pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam TN ditingkatkan

- Prediksi waktu yang dibutuhkan dari konsultatif ke advokasi selama enam tahun dengan tahapan kegiatan :

- Peningkatan persepsi, sikap/budaya masyarakat untuk pengembangan ekowisata selama satu tahun

- Rendahnya komunikasi antara TN dan

stakeholders

- Ketersediaan dana yang terbatas di TN - Ketersediaan dana yang

terbatas di PEMDA untuk membangun sarana prasarana seperti jalan

Pemerintah

Stakeholder

Exsisting Harapan

Instruktif         Konsultatif        Kooperatif Advokasi    Informatif

   

Tabel 22 Lanjutan-5

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala - Usul, inisiasi, ide, inovasi kolaborasi

ekowisata banteng di areal perhutani dan perkebunan datang dari stakeholders

(Perhutani, Perkebunan dan Lembaga Masyarakat)

- Keinginan mengembangkan ekowisata banteng yang dipadukan dengan agrowisata dan obyek lainnya sehingga meningkatkan keragaman obyek daya tarik wisata (ODTWA).

- Masyarakat dapat dilibatkan sebagai pendukung kegiatan ekowisata seperti

guide, pembuatan cendera mata, menyediakan produk hasil home industry tanaman obat dan buah seperti temu lawak, kunyit, wedang jahe, kedawung, kripik nangka yang sekarang sudah berjalan tetapi belum optimal - LSM melakukan pendampingan bagi

masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam menunjang ekowisata

- Membangun koordinasi, negosiasi dan kesepakatan dengan stakeholder terkait (Dinas Pariwisata, PEMDA setempat) selama satu tahun - Perkebunan (di TNMB) atau

Perum Perhutani ( di TNAP), Dinas Pariwisata setempat membuat usulan rencana jangka panjang dengan penyediaan dana, SDM dan sarpras penunjang ekowisata selama satu tahun

- Pembangunan /peningkatan SDM termasuk SDM masyarakat sekitar sebagai

guide, pembuat cendera mata dan hasil home industry, sarpras penunjang ekowisata, dan promosi ekowisata selama tiga tahun - Dapat didukung dengan

Pemda - Terbatasnya biaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat     149

Tabel 22 Lanjutan-6

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala

Pengembangan Tanaman Obat dan Buah

faktual

kooperatif

- Sudah dibangun kolaborasi (partisipasi, negosiasi dan kesetaraan, kesepakatan, pembagian kewenangan dan tanggung jawab yang dimulai sejak tahun 1999 dan

kesepakatan formal tahun 2003 - Masyarakat diijinkan untuk menggarap

lahan di zona rehabilitasi , tanaman yang dikembangkan adalah MPTS seperti tanaman obat dan buah yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,

- Di bawah tegakan pohon masyarakat diijinkan menanam tanaman semusim, sambil melakukan pemeliharaan tanaman pokok

- LSM melakukan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, - TN menyediakan bibit dan menentukan jenis

pohon yang dikembangkan yaitu jenis pohon MPTS setempat

- TN, LSM dan masyarakat dengan kelompok taninya melakukan monitoring dan evaluasi secara bersama

- Ada koordinasi dengan BPDAS dalam kegiatan penanaman - Kegiatan pengayaan tanaman di zona rehabilitasi i TN - Kegiatan membangun kelembagaan HHBK dengan Perguruan Tinggi - Kegiatan koordinasi

dengan BPDAS penanaman di zona rehabilitasi

- Hasil produksi dan pemasarannya belum optimal - Dibutuhkan stakeholders pendukunglainnya untuk meningkatkan produksi dan teknologi diversifikasi hasil untuk meningkatkan hasil produksi dan harga jual - Keinginan atau ide

stakeholders belum diprogramkan dan dilaksanakan secara optimal   Pemerintah Stakeholder Exsisting Harapan

Instruktif         Konsultatif      Kooperatif Advokasi  Informatif

   

Tabel 22 Lanjutan-7

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala

Harapan

Advokasi

- Sudah terlibat bentuk kolaborasi dalam tingkat kooperatif

- Stakeholders sudah bekerjasama dan berbagi peran dan tanggung jawab dengan TN

- Kegiatan yang berjalan belum dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara optimal

- Stakeholders berkeinginan /

mengusulkan peningkatan kewenangan dalam pemilihan jenis komoditi yang dikembangkan di zona rehabilitasi - Stakeholders sudah dapat meningkatkan

kapasitasnya dalam diversifikasi produk seperti produk kripik nangka, pisang dan tanaman obat dengan kemasan yang lebih baik

- Permenhut Nomor P.19/ Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam

- Prediksi waktu yang dibutuhkan dari tingkat kooperatif ke advokasi selama empat tahun dengan tahapan :

- Stakeholders diberi kewenangan dalam menentukan jenis komoditi sesuai aturan yang lebih bernilai ekonomi dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistem TN - TN meningkatkan koordinasi

dengan Dinas Perindustrian , Dinas Perdagangan dan LSM untuk meningkatkan

keterampilan masyarakat selama satu tahun

- Program kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan hasil panen tanaman semusim dan tanaman obat dan buah oleh penyuluh terkait (Dinas Pertanian, Kehutanan dan Pertanian) selama satu tahun - Peningkatan sarana

pengolahan hasil panen, promosi dan pemasaran produk hasil panen selama dua tahun - Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat masih rendah/belum optimal - Masih ada kekhawatiran dari TN jika stakeholder diberi kewenangan yang lebih tinggi

Tabel 22 Lanjutan-8

Bentuk kegiatan Tingkat

kolaborasi Argumentasi/justifikasi

Program/kegiatan/upaya/tahun

pencapaian Kendala Pengembangan tanaman obat dan buah di TNAP (Faktual) Instruktif - Kasus di TNAP: Kerjasama antara TN,

masyarakat dan LSM dalam pengelolaan zona rehabilitasi ( kawasan bekas penyangga) telah selesai. Tahun 2011, masyarakat dilarang berkegiatan di zona bekas penyangga

- Belum dibangun kembali kolaborasi - Masyarakat masih sangat berkeinginan

untuk kembali mengelola kawasan bekas penyangga dengan tanaman MPTS - Semua keputusan dalam pengelolaan

zona rehabilitasi ada di TN

- Status tanaman jati pada kawasan bekas penyangga masih dalam pembahasan dengan Perum Perhutani yang sebelumnya diberi tanggung jawab dan kewenangan sebagai pengelola kawasan bekas penyangga

- Masih belum ada kesepakatan yang tertulis antara Perum dan TN

 

Berdasarkan hasil AHP dan hasil pengamatan di lapangan terhadap tingkat

co-management program kegiatan terdapat sedikit perbedaan dalam menentukan

tingkat/tipe/bentuk co-management. Berdasarkan AHP tingkat co-management

untuk kegiatan pembinaan habitat berada pada tingkat instruktif padahal secara faktual berada pada tingkat konsultatif dan harapannya dapat ditingkatkan lagi sampai pada tingkat kooperatif. Selanjutnya program kegiatan pengembangan penangkaran dari instruktif dapat dilakukan secara kooperatif, bahkan pengembangan penangkaran dapat ditingkatkan pada tingkat/tipe informatif.

Perbedaan dalam menentukan tingkat co-management tersebut terjadi karena

dalam AHP hanya didasarkan pada definisi dan konsep dari masing-masing

tingkat co-management tanpa melihat karakteristik dan faktual di lapangan. Tetapi

hasil AHP tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan banteng pada prinsipnya harus dilakukan secara kolaboratif

Dari hasil analisis stakeholders, AHP dan analisis SWOT di TNMB dan

TNAP dihasilkan matrik teknis kelembagaan co-management konservasi banteng.

Kepentingan stakeholders, fungsi dan mekanisme serta aturan yang dibutuhkan

dalam kelembagaan co-management disajikan pada Tabel 23.

Kesepakatan co-management yang akan dibangun dalam pelaksanaannya

harus dikawal dan dievaluasi secara terus menerus. Hal ini dimaksudkan untuk

memperbaiki jika ada kekurangan karena co-management merupakan proses

saling belajar yang hasilnya dapat diterapkan untuk perbaikan ke depan dalam

pengelolaan sumberdaya alam (Borrini-Feyerabend et al. 2000). Co-management

tidak mudah diterapkan jika para stakeholders tidak konsisten dengan komitmen

dan kesepakatan yang sudah dibangun, sehingga partisipasi penuh stakeholders

akan menentukan keberhasilan co-management (Rodgers et al. 2002). Lemahnya

partisipasi dan komitmen dalam co-management seperti di TN Kayan Mentarang,

menyebabkan pengelolaan kolaboratif yang dibangun selama sepuluh tahun belum berjalan secara optimal (Rukman 2009).

Tabel 23 Matrik teknis pengelolaan dalam kelembagaan co-management di TNMB dan TNAP

No Stakeholder Kepentingan

Utama Peran/Fungsi Mekanisme Aturan 1 Masyarakat Memenuhi kebutuhan hidup dari pemanfaatan SDA Taman Nasional Pemelihara sekaligus memanfaatkan SDA dari zona pemanfaatan • Melalui pendampingan oleh LSM dan BTN • Ikut dalam pembinaan habitat sebagai pelaksana di lapang, pengembangan tanaman obat dan buah melalui penanaman dan pemanfaatan, ekowisata sebagai pelaksana kegiatan (guide dan penyedia cendera mata) serta pemanfaat semen banteng melalui IB SK Dirjen PHKA, MOU, aturan kelompok masyarakat contoh :

Dokumen terkait