• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

D. Pengembangan hipotesis

Kualitas pelayanan telah menjadi sebuah topik penelitian yang signifikan dalam pemasaran beberapa tahun terakhir. Sementara itu keberartian kualitas jasa telah menghasilkan perkembangan ajaran-ajaran pemikiran alternatif. Yang menonjol adalah “ajaran diskonfirmasi kualitas pelayanan”pimpinan Parasuraman, Zeithaml and Berry dan”ajaran persepsi kualitas pelayanan” yang dipersonifikasi oleh Cronin dan Taylor. Perbedaan pandangan antara kedua ajaran pemikiran tersebut telah menyulut perdebatan yang hangat dalam kaitannya dengan definisi tentang pengukuran kualitas pelayanan.

Sebuah perdebatan yang penting dalam literatur kepuasan pelanggan adalah apakah kepuasan pelanggan harus dipahami di tingkat transaksional atau tingkat kumulatif. Pendekatan kepuasan kumulatif

commit to user

berasumsi bahwa kepuasan ditentukan dengan pertemuan yang memuaskan atau tidak memauskan dengan sebuah produk atau jasa dari waktu ke waktu sementara pendekatan transaksional menekankan kepuasan pertemuan, yaitu kepuasan dengan produk atau jasa dalam sebuah transaksi tunggal.

Kepuasan pelanggan juga diartikan sebagai sebuah penilaian yang menyeluruh tentang kepuasan atau definisi khusus atribut tertentu. Definisi khusus atribut didasarkan kepada asumsi bahwa kepuasan merupakan hasil dari kualitas jasa. Menurut Sharma dkk (1999) terdapat suatu kecenderungan terhadap pengukuran kepuasan pelanggan di tingkat umum pada saat mengadopsi pandangan kumulatif tentang kepuasan.

Dalam konteks penelitian ini, kepuasan pelanggan dipahami sebagai sebuah konsep keseluruhan (bukan khusus atribut) yang dipahami tentang tingkat kumulatif dan diukur sebagai konsep dua kutub (bukan dua dimensi). Hal ini menyiratkan bahwa kepuasan pelanggan dalam konteks ini dioperasionalisasikan sebagai sebuah penilaian pasca pembelian yang dapat berkisar dari “tidak puas sampai puas”.

Parasuraman dkk (1988) menentukan kualitas pelayanan sebagai “sebuah penilaian global atau sikap yang berkaitan dengan keutamaan atau superioritas pelayanan yang menyeluruh” dan mereka memahami evaluasi konsumen tentang kualitas jasa keseluruhan dengan menerapkan model diskonfirmasi Oliver, sebagai kesenjangan antara harapan dan persepsi tingkat kinerja pelayanan. Selanjutnya, mereka mengusulkan bahwa

commit to user

kinerja kualitas seluruh layanan dapat ditentukan oleh skala pengukuran SERVQUAL yang menggunakan lima dimensi umum:

1. Tangible/nyata (penampilan fasilitas fisik, peralatan, personalia dan materi komunikasi).

2. Reliability/reliabilitas (kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan yang handal dan akurat);

3. Responsiveness/daya tanggap (keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang segera);

4. Assurance/jaminan (kemampuan sistem dan kredibilitasnya dalam menyediakan sebuah layanan yang sopan santun); dan

5. Emphaty/ empati (kemampuan mendekati, kemudahan akses dan upaya yang dilakukan untuk memahami kebutuhan pelanggan). Akan tetapi, SERVQUAL bukan tidak menuai kritikan. Upaya penelitian tertentu yang dilakukan oleh Cronin dan Taylor (1992) menciptakan keraguan tentang validitas paradigma diskonfirmasi yang dianjurkan oleh Parasuraman dkk (1985, 1988). Para peneliti mempertanyakan apakah pelanggan secara rutin menilai kualitas dalam kaitannya dengan harapan dan persepsi. Mereka mengemukakan gagasan bahwa kualitas pelayanan dipengaruhi secara langsung hanya oleh persepsi kinerja jasa. Maka dari itu, mereka membuat sebuah alat kinerja jasa (SERVPERF) yang tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada SERVQUAL.

Terpisah dari perdebatan dikalangan peneliti diatas mengenai kelebihan SERVQUAL dibandingkan dengan SERVPERF dan sebaliknya

commit to user

tampak bahwa literatur yang bermunculan mendukung paradigma berbasis kinerja pada paradigma berbasis diskonfirmasi. Penelitian melahirkan kesimpulan dan menggunakan paradigma SERVPERF berbasis kinerja.

Literatur pemasaran secara umum membuat kita percaya bahwa kualitas pelayanan pada kenyataannya melahirkan kepuasan pelanggan. Gagasan ini sesuai dengan temuan-temuan dari Cronin dan Taylor. Akan tetapi berdasarkan hasil temuan dari Host dan Andersen (2004) kualitas pelayanan pada kenyataannya belum memberikan rasa puas kepada pelanggan Maka dari itu berdasarkan dua hasil temuan yang berbeda, hipotesis kami:

1. H1a.Dimensi reliability berpengaruh terhadap customer satisfaction.

H1b.Dimensi responsiveness berpengaruh terhadap customer satisfaction.

H1c.Dimensi assurance berpengaruh terhadap customer satisfaction.

H1d.Dimensi empathy berpengaruh terhadap customer satisfaction.

H1e.Dimensi tangible berpengaruh terhadap customer satisfaction.

Sebuah bidang yang akhir-akhir ini menarik dalam literature kepuasan pelanggan adalah peran persepsi tentang harga dan penetapan harga terhadap kepuasan pelanggan. Secara umum telah disepakati bahwa

commit to user

pelanggan tidak perlu membeli kualitas layanan yang tertinggi. Melainkan mereka dapat membeli layanan yang memberikan kepuasan lebih. Faktor-faktor seperti persepsi tentang daya saing harga dan biaya (selanjutnya disebut: ‘harga’) maka dari itu dapat mempengaruhi kepuasan meskipun tidak benar-benar mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan.

Meskipun begitu, pengaruh harga terhadap seluruh kepuasan telah menerima perhatian yang jauh lebih kecil daripada anteseden kepuasan pelanggan. Akan tetapi, teori ekuitas memberikan suatu dasar untuk berasumsi bahwa terdapat suatu hubungan antara harga dengan kepuasan.

Voss dkk (1998) menunjukkan bahwa kegagalan untuk mencantumkan harga sebagai sebuah variabel pada penelitian sebelumnya dapat menghasilkan hubungan yang lemah atau tidak signifikan antara kepuasan pelanggan dengan antesedennya.

Dalam artikel yang diterbitkan akhir-akhir ini, Varki dan Colgate (2001) menemukan suatu hubungan antara persepsi harga dengan kepuasan ketika persepsi harga diukur atas dasar relatif tetapi bukan ketika diukur atas dasar mutlak. Hasil ini ditafsirkan oleh Varki dan Colgate (2001) sebagai bukti tentang harga acuan atau perkiraan harga, berdasarkan hal tersebut konsumen mengevaluasi harga yang mereka bayar. Evaluasi, baik positif maupun negatif tergantung kepada tingkat harganya, mempengaruhi seluruh kepuasan.

Penelitian yang terbagi-bagi mengenai hubungan antara harga dengan kepuasan pelanggan membuat kita percaya bahwa persepsi harga

commit to user

pasca pembelian sesungguhnya memiliki dampak positif terhadap kepuasan pelanggan dan bahwa harga seharusnya diperlakukan sebagai sebuah variabel bebas yang digunakan untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. Pada penelitian kali ini kita menggunakan definisi Zeithaml (1984) tentang persepsi harga sebagai ‘penerjemahan [harga obyektif] kedalam kognisi-kognisi yang bermanfaat dan relevan terhadap konsumen’. Skala yang dihasilkan atas apa yang kita sebut “daya saing harga” sesuai dengan gagasan tentang keterterimaan harga dan memperlihatkan persamaan-persamaan dengan konsep nilai transaksi yaitu kewajaran aspek keuangan dari sebuah bursa (pertukaran). Oleh karena itu hipotesis berikut ini dikemukakan:

H2. Daya saingharga (price) berpengaruh terhadap customer satisfaction.

Menurut pendekatan perilaku, loyalitas pelanggan ditentukan oleh perilaku pelanggan pembelian berulang yang sesungguhnya. Dalam teori ini diduga bahwa struktur pilihan konsumen tercermin dalam perilaku konsumen. Salah satu kekuatan dari pendekatan ini adalah bahwa hal ini menawarkan pengukuran yang relatif obyektif tentang loyalitas manusia. Akan tetapi, sebuah kelemahan adalah bahwa pendekatan tersebut tidak memberikan suatu penjelasan yang tepat mengenai keberadaan loyalitas, bila ada; loyalitas dapat diukur, sesungguhnya, tetapi tidak ada penjelasan yang ditawarkan. Pendekatan perilaku terhadap loyalitas pelanggan sesuai

commit to user

dengan definisi loyalitas pelanggan yang diterapkan dalam literatur manajemen pelayanan.

Di lain pihak, pendekatan berbasis sikap, mengartikan loyalitas pelanggan sebagai niat untuk membeli lagi. Menurut pendekatan ini, yang hanya menjelaskan perilaku konsumen yang sesungguhnya tidak cukup, tetapi sebuah analisis dan penjelasan yang tepat tentang sikap yang mendasari/struktur pilihan pelanggan jelas diperlukan, jika konsep loyalitas harus memiliki manfaat penjelasan yang nyata dan tidak hanya terjadi secara kebetukan – dalam kasus yang terburuk. Pendekatan berbasis sikap kemudian telah diperluas untuk memadukan konsep tentang ‘sikap relatif”. Sikap relatif mencakup seberapa jauh penilaian seorang konsumen tentang sebuah produk mengesampingkan penilaian tentang produk yang lain.

Sedikit yang diketahui tentang bagaimana niat pembelian kembali dikaitkan dengan perilaku pembelian, karena sebagian besar penelitian yang ada, khususnya dalam konteks kepuasan pelanggan, telah membahas tentang loyalitas sikap dan bukan loyalitas perilaku. Sementara itu, Ajzen dan Fishbein (1977) berpendapat bahwa sikap dan perilaku sesuai dalam kebanyakan situasi dan bahwa sikap merupakan prediktor yang kuat tentang perilaku di masa mendatang. Walaupun tidak ditentang, tampak bahwa sebagian besar penelitian loyalitas berasumsi bahwa niat pembelian kembali pada suatu titik tertentu secara positif terkait dengan perilaku pembelian pada waktu-waktu selanjutnya. Mengakui bahwa loyalitas

commit to user

bukan merupakan sebuah konsep yang tidak membingungkan dan bahwa pendekatan berbasis sikap dan perilaku memang pantas, Dick dan Basu (1994) telah mengembangkan sebuah model untuk loyalitas yang memadukan pendekatan-pendekatan tersebut.

Pada penelitian kali ini, loyalitas pelanggan akan dipahami sebagai suatu niat untuk membeli lagi dari perusahaan gadai yang sama, yang dapat dijelaskan sebagai sebuah pandangan sikap relatif tentang loyalitas pelanggan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif ada antara kepuasan pelanggan dan niat untuk membeli lagi dari supplier tersebut yang bertanggung jawab atas tingkat kepuasan awal. Maka dari itu, kita mengajukan hipotesis bahwa:

H3. Customer satisfaction berpengaruh terhadap customer loyalty.

Konsep awal penelitian ini berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et al (1985) yang telah menjabarkan lima dimensi yang mempengaruhi tinggi-rendahnya kualitas pelayanan. Dimensi – dimensi tersebut di antaranya adalah: reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangible. Adanya kelima dimensi tersebut memiliki kaitan yang erat dengan customer satisfaction (kepuasan pelanggan), dimana pengukuran atau survey kepuasan pelanggan dilakukan dengan cara mengukur bobot berbagai dimensi pelayanan yang mampu medatangkan kepuasan bagi pelanggan. Berikutnyadimensi service quality berpengaruh

commit to user

secara tidak langsung pada loyalitas konsumen (Parasuraman et al., 1996). Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi dimensi service quality, maka semakin tinggi loyalitas konsumen (customer loyalty). Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan:

H4a.Dimensi reliability berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

H4b. Dimensi responsiveness berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

H4c. Dimensi Assuance berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

H4d. Dimensi emphaty berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

H4e. Dimensi tangible berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

Dalam artikel yang diterbitkan akhir-akhir ini, Varki dan Colgate (2001) menemukan suatu hubungan antara persepsi harga dengan loyalitas ketika persepsi harga diukur atas dasar relatif tetapi bukan ketika diukur atas dasar mutlak. Hasil ini ditafsirkan oleh Varki dan Colgate (2001) sebagai bukti tentang harga acuan atau perkiraan harga, berdasarkan hal tersebut konsumen mengevaluasi harga yang mereka bayar. Evaluasi, baik positif maupun negatif tergantung kepada tingkat harganya, mempengaruhi seluruh loyalitas.

commit to user

Penelitian yang terbagi-bagi mengenai hubungan antara harga dengan loyalitas pelanggan membuat kita percaya bahwa persepsi harga pasca pembelian sesungguhnya memiliki dampak positif terhadap loyalitas pelanggan dan bahwa harga seharusnya diperlakukan sebagai sebuah variabel bebas yang digunakan untuk menjelaskan loyalitas pelanggan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan:

H5. Daya saing harga (price) berpengaruh secara tidak langsung terhadap customer loyalty.

commit to user

Dokumen terkait