• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit.

Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem

terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi pengawasan dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai laporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan- perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Dengan mekanisme audit eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka kewajaran laporan keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor eksternal juga dapat menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta dapat memberi assurance atas kewajaran laporan keuangan secara professional.

Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan kewenanganya. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka dimungkinkan semakin sering diadakan rapat komite audit, begitu

sebaliknya, semakin kecil ukuran perusahaan tersebut maka semakin jarang pula untuk diadakannya rapat komite audit. Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut.

H1a = ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat

komite audit

Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan juga dapat ditunjukkan dengan leverage (Raghundanan dan Rama, 2007).

Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah ekuitas perusahaan. Leverage mengambarkan besarnya risiko keuangan perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage

yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit (Raghundanan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian, permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar menurun.

H1b = leverage perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Abbott et al., 2003) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan internal. Begitu juga sebaliknya perusahaan yang tidak mengalami dan tidak melapor kerugian, kebutuhan akan pengawasan internal juga akan semakin rendah. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kerugian dan laba yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat.

H1c = Rugi dan laba yang dilaporkan perusahaan berpengaruh

terhadap frekuensi rapat komite audit

Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996). Semakin besar pertumbuhan suatu peusahaan maka, semakin jarang pula frekwensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya, semakin rendah pertumbuhan perusahaan maka frekwensi rapat komite audit pun juga semakin sering. Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen dalam pertumbuhan perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara peluang pertumbuhan perusahaan dan

frekuensi rapat komite audit. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut.

H1d = pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

2. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit

Kalbers dan Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas atau kompetensi anggota komite audit. Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan pihak- pihak terkait, diharapkan fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik. Semakin independen suatu komite audit maka semakin besar frekuensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut.

H2a = independensi komite audit berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

Raghundanan dan Rama (2007) menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit baik dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial,

sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering. Sebaliknya, dewan dan komite audit yang lebih besar mungkin membentuk pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite audit (Vafeas, 1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi.

H2b = ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat

komite audit

Keberadaan seorang ahli akuntansi dan keuangan dalam komite audit dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat menurunkan frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit yang mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan dapat mengurangi tingkat kesalahan pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et al., 1996; Raghundanan dan Rama, 2007). Atas dasar uraian di atas, hipotesis penelitian ini dapat dinyatakan seperti berikut ini.

H2c = keahlian akuntansi dan keuangan komite audit berpengaruh

Dokumen terkait