commit to user
i
PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, DAN
KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT
KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Disusun guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
ERWIN NUR KUROTIN
F1310038
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
v
Penulis Persembahkan kepada :
o
o Orang Tua ku tercinta
o Kakak ku sekeluarga tersayang serta matahari kecilku
o Sahabat-sahabatku yang selalu membantuku o Pembimbing, dosen, dan staf pengajar o Almamaterku
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaannirrohim...
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillah, untaian kalimat puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT tak ubahnya bagaikan anak sungai yang terus mengalirkan airnya hingga ke tujuan
akhir yakni lautan keridhoan Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan penyusunan Skripsi yang Berjudul “PENGARUH
KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN DAN KARAKTERISTIK
KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA” dengan biak. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam Penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, yang berupa material maupun spiritual, oleh karena itu dengan penuh rasa
cinta dan hormat, penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. DR. Wisnu Untoro, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si, Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bpk. Wartono selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya.
4. Bapak ibu dosen serta Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Sukarno dan Ibu Mariyatun, selaku orang tua, yang telah
memberikan motifasi serta doa yang tak pernah ternilai.
6. Mbak Dewi Nur Rahmawati, ST. selaku kakak yang paling aku sayangi,
commit to user
vii
semangat dan kekuatan pada penulis sehingga penulis memiliki kekuatan
menghadapi berbagai kesulitan yang dialami
7. Radithya Ransi Asraf, mata hari kecilku yang mampu memberikan cahaya
baru dan kekuatan yang luar biasa saat penulis merasa cahaya dalam dirinya
mulai redup
8. Yulia Bunga, mbk Indi, mbk Ainun, Yuanita, Atika, dan teman- teman
seperjuangan Akuntansi Transfer ‘10 yang selalu menemani dalam
perjuangan ini,
9. Bu Nurmalasari sekeluarga, mbk Endah, mbk Darti, mbk Novi, serta
teman-teman Akuntax yang berarti dalam sebagian lembar hidupku
10. Kos ku tercinta Griya Fatimah, lantai atas dan lantai bawah, semoga tetap
ramai dan damai.
11. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku, yang selalu memberikan
dukungan dan semangat yang luar biasa
12. Almamaterku
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang menunjang dari semua pihak untuk perbaikan
dan penyempurnaan Skripsi ini. Kritik dan saran bisa dialamatkan ke
Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya bila terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Tugas Akhir ini
bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, dan bagi semua pihak yang berkesempatan
mempelajarinya. Amin ya robbal ‘alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRACT ... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory ... 10
commit to user
ix
3. Komite Audit ... 16
4. Karakteristik Keuangan Perusahaan ... 20
B. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 22
2. Pengaruh Karakteristik Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 25
C. Kerangka Teoritis ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 28
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengumpulan Data ... 28
C. Jenis dan Sumber Data ... 29
D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 30
E. Metode Analisis Data ... 33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 39
B. Statistik Deskriptif ... 39
C. Uji Asumsi Klasik ... 42
a. Uji Normalitas ... 43
b. Uji Autokorelasi ... 45
c. Uji Heteroskedastisitas ... 46
commit to user
x
D. Pengujian Hipotesis ... 48
a. Uji Signifikansi-f ... 49
b. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji Signifikansi-t) ... 50
c. Uji Koefisien Determinasi ... 53
E. Pembahasan ... 54
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 57
B. Keterbatasan ... 58
C. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ... 39
Tabel IV. 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 40
Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas Sebelum Transformasi Data ... 43
Tabel IV. 4 Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Data ... 45
Tabel IV. 5 Hasil Uji Autokorelasi ... 46
Tabel IV. 6 Hasil Uji Multikolinieritas ... 48
Tabel IV. 7 Hasil Uji Signifikansi-f ... 49
Tabel IV. 8 Hasil Uji Signifikansi-t ... 51
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II. 1 Kerangka Teoritis ... 27
ABSTRACT
ERWIN NUR KUROTIN F1310038
THE INFLUENCE OF FIRM FINANCIAL CHARACTERISTICS, AND CHARACTERISTICS OF AUDIT COMMITTEE RELATED TO FREQUENCY OF THE MEETING AUDIT COMMITTEE IN COMPANIES
LISTED IN THE INDONESIA STOCK EXCHANGE
ABSTRAKSI
ERWIN NUR KUROTIN F1310038
PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT
KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keuangan (ukuran perusahaan, leverage, laba dan rugi perusahaan, dan pertumbuhan perusahaan), dan karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit) terhadap frekuensi rapat komite audit di perusahaan yang terdatar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Dari 670 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan 2010, hanya sebanyak 262 perusahaan saja yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini secara parsial variabel ukuran perusahaan, laba dan rugi perusahaan, pertumbuhan perusahaan, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, sedangkan variabel leverage dan independensi komite audit secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit.
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan
masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi
pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi akibat kurang transparannya
pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah.
Selain itu, adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan pada pemegang saham
(keluarga) yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas
pada manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik
kepentingan yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang
baik (Achmad et al., 2009).
Untuk mengurangi konflik di antara pemegang saham dan manajemen,
menurut Mendez dan Gracia (2007) diperlukan adanya tata kelola perusahaan
yang baik. Salah satu mekanisme dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan
yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk
melakukan pengawasan pada perusahaan dapat dilakukan dengan
pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM,
Kep-29/PM/2004, tugas komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi
keuangan, melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan
melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal,
melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan
pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan
melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan
emiten serta menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau
proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan
keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan
oleh auditor eksternal. Regulator percaya dan teori keagenan menjelaskan dan
memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan
ketekunan komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara
efektif sehingga masalah keagenan diminimalkan (Raghundanan dan Rama,
2007).
Menurut Egon Zehnder dalam FCGI (2003), komite audit memberikan
suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat
ini diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan
independensi auditor eksternal perusahaan. Pada umumnya, komite audit
mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan
(financial reporting), tata kelola perusahaan (corporate governance), dan
pengawasan perusahaan (corporate control).
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, komite audit dapat melakukan
karena itu, intensitas atau frekuensi rapat oleh komite audit dapat menujukkan
tingkat kerajinan anggota komite audit dalam melakukan pengawasan
perusahaan (Raghundanan dan Rama, 2007). Namun demikian, jumlah
frekuensi rapat komite audit yang harus dilakukan dalam tiap periodenya
tidak diatur dalam peraturan yang ada dan masih sangat sedikit bukti
penelitian terkait frekuensi rapat komite audit di Indonesia. Kondisi ini
memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian faktor yang diduga
berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk
pelaksanaan tugas pengawasan oleh komite audit.
Beberapa penelitian terkait frekuensi rapat komite audit telah dilakukan,
di antaranya Raghundanan dan Rama (2007) dan Sharma et al., (2009).
Kedua penelitian tersebut menggunakan karakteristik keuangan, struktur
kepemilikan, kualitas audit, karakterisitik komite audit dan dewan komisaris
sebagai faktor-faktor yang mempengengaruhi frekuensi rapat komite audit.
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan
ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem
terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas
dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat
dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Selain itu, proses
pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang
terjadi hubungan yang positif antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran
perusahaan. Di samping itu, tingkat leverage yang tinggi pada sebuah
perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang
lebih besar oleh penyedia utang karena perusahaan dengan tingkat leverage
yang tinggi mempunyai risiko kebangkrutan yang tinggi sehingga
menyebabkan risiko yang tinggi pula bagi penyedia utang.
Perusahaan-perusahaan dengan leverage yang tinggi memerlukan pengawasan internal
lebih dekat karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam
manipulasi laba dan aset, sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering
terjadi rapat komite audit (Raghundanan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam
pandangan teori keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan
untuk memastikan bahwa persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan
demikian, pengawasan internal seperti rapat komite audit akan mengalami
penurunan.
Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian
cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Dechow et al., 1996) yang
menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan
internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa rugi yang dialami dan
dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan
frekuensi rapat. Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa
perusahaan yang menginginkan tingkat pertumbuhan melebihi infrastruktur
dan pengendalian internal perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang
(Dechow et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan dengan kondisi tersebut
membutuhkan pengawasan yang lebih besar sehingga meningkatkan
frekuensi rapat oleh komite audit perusahaan.
Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan proksi karakteristik
komite audit meliputi ukuran, keahlian akuntansi dan keuangan dan
independensi menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit. Ukuran komite audit yang lebih besar
memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial,
sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat
mengurangi permintaan frekuensi rapat. Sebaliknya, ukuran komite audit
yang lebih besar mungkin membentuk pengelolaan yang tidak efisien,
sehingga meningkatkan frekuensi rapat komite audit (Vafeas, 1999). Komite
audit yang memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman
prespektif yang lebih nyata dalam diskusi. Ukuran komite audit dapat
dinyatakan dengan jumlah anggota komite audit dalam sebuah perusahaan
(Raghundanan dan Rama, 2007).
Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi dan keuangan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit,
karena anggota komite audit tersebut memberikan pengawasan yang lebih
efektif terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan (Raghundanan dan
Rama, 2007). Selain itu keberadaan seseorang yang ahli dibidang akuntansi
dan keuangan dalam komite audit dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam
komite audit yang mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan tersebut
berhubungan negatif dengan pelaporan keuangan dan frekuensi rapat anggota
komite audit.
Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi
monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996;
Carcello dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002;
Abbott et al., 2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan
monitoring dijelaskan oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite
audit independen memberikan pengawasan yang efektif terhadap manajemen.
Oleh karena itu, penelitian ini mengharapkan terdapat hubungan positif di
antara independen komite audit dan frekuensi rapat komite audit.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Raghundanan dan Rama
(2007) dengan perbedaan seperti berikut ini.
1. Sampel penelitian
Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan sampel perusahaan S & P
SmallCap pada tahun 2003 dengan jumlah total 319 perusahaan, sementara
penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010 dengan jumlah perusahaan 670.
2. Variabel penelitian
Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan variabel independen terdiri
dari market value, insider ownership, block holdings, laverage, loss,
market to book value, litigiousness, financing, AC size, % Accounting
(Board Meetings), sementara penelitian ini menggunakan variabel
penelitian yang terdiri dari karakteristik keuangan perusahaan (ukuran
perusahaan, leverage, rugi dan laba, perusahaan dan pertumbuhan
perusahaan) dan karakteristik komite audit (independensi komite audit,
keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit).
3. Periode penelitian
Raghundanan dan Rama (2007) menggunakan periode penelitian tahun
2003, sementara penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2009
dan 2010 dengan alasan untuk memperoleh gambaran terkini atas
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian.
Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh
karakteristik keuangan perusahaan, dan karakteristik komite audit terhadap
frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan judul penelitian “PENGARUH KARAKTERISTIK
KEUANGAN PERUSAHAAN DAN KARAKTERISTIK KOMITE
AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA
PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1. Seberapa besar pengaruh karakteristik keuangan yang terdiri dari ukuran
perusahaan, leverage, rugi dan laba perusahaan dan pertumbuhan
perusahaan terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
2. Seberapa besar pengaruh karakterisik komite audit yang terdiri dari
independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran
komite audit terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti
berikut ini.
1. Untuk mengetahui pengaruh karakterisik keuangan perusahaan yang terdiri
dari ukuran perusahaan, leverage, rugi dan laba perusahaan dan
pertumbuhan perusahaan terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh karakterisik komite audit yang terdiri dari
independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran
komite audit terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil
penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak berikut ini.
1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM)
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris terkait
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit
sebagai bentuk pengawasan perusahaan dalam melaksanakan Good
kebijakan yang mendukung pelaksanaan Good Corporate Governance
untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi investor
Hasil penelitian dapat digunakan sebgai informasi yang dapat dijadikan
bahan dalam keputusan berinvestasi terutama terkait dengan informasi
komite audit perusahaan dan pengawasan yang dilakukan, sehingga
investor dapat memperoleh gambaran efektifitas pengelolaan perusahaan
dalam rangka mencapai kinerja dan dapat mengoptimalisasikan
keuntungan atas investasi yang dilakukan.
3. Bagi perusahaan
Hasil penelitian dapat memberikan input atau masukan untuk menelaah
lebih lanjut mengenai pengaruh pengaruh karakteristik keuangan
perusahaan, dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite
audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga
perusahaan dapat mengambil kebijakan terkait pengawasan guna
pencapaian kinerja yang maksimal.
4. Bagi kalangan akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan
tambahan bukti empiris dalam bidang akuntansi keuangan terutama yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi rapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Agency Theory
Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen)
dan principal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu
kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain
(agen) untuk melakukan sesuatu jasa atas nama prinsipal dan memberi
wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi
prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Pihak prinsipal juga dapat
membatasi divergensi tingkat kepentingannya dengan memberikan tingkat
insentif yang layak kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya
pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah moral hazard agen.
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari
risiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut
manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan
kepentingan pribadinya (Jensen dan Meckling, 1976).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons
Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan
bertumpu pada agency theory dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi
dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan
penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang
menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk
mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan
peningkatan biaya enforcement-nya.
2. Good Corporate Governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal
dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam
hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana
sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak
diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan
sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan
untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi
pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik
terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha
di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang
oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan
GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam
menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat
ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate
governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang
bersih dan berwibawa.
Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI,
2003).
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate
Governancemerupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan
antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan
kinerja perusahaan. Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey,
menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance
dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor
menganggap keterbukaan informasi mengenai penerapan corporate
dipublikasikan. Apalagi secara empiris memang terbukti bahwa penerapan
corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta
meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001):
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme
yang digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer
bekerja untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang
saham atau shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan
terhadap pelaksanaan good corporate governance dalam suatu perusahaan
karena mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap
investasi yang mereka lakukan dapat dikelola secara baik oleh tim
governance tersebut, BAPEPAM sejak tahun 2000 telah terlibat aktif untuk
menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan
oleh Bapepam adalah dengan mewajibkan emiten atau perusahaan publik
untuk memiliki komisaris independen, CEO direktur independen, komite
audit, dan sekretaris independen.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang
dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
adalah sebagai berikut:
a. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi
seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan
yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan
kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
b. Disclosure/Transparency
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
c. Accountability
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem
pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara
komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring,
evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan
bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
d. Responsibility
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus
dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban
dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis
dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional
dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan
memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini
layak disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara
efektif dan efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat
mewujudkan pelaksanaan kelima prinsip dasar tersebut, maka perusahaan
diwajibkan untuk mempunyai komisaris independen (board of directors),
presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai
pengawas proses pelaporan keuangan dan melakukan pengawasan terhadap
informasi keuangan yang seharusnya tidak diketahui oleh publik.
3. Komite Audit
Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam
sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai
penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak
manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak
satu orang. anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan
komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite
audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus
berasal dari pihak eksternal yang independen.
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan
karyawan perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah
pihak di luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan
hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan
pemegang saham utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan
pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesioanalnya,
tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit
beranggotakan minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan
salah satunya adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite
audit harus berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga
anggota dewan tersebut merangkap tugasnya sebagai komite audit.
Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut
dan anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM
tersebut, diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut
a. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik, kantor konsultan
hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan
atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh
komisaris.
b. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum
diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.
c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu
peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan
setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.
d. Tidak mempunyai:
1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris,
direksi, atau pemegang saham utama emiten, dan atau,
2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkenaan dengan kegiatan usaha emiten.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan
yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit
a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya,
b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,
c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal,
d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan
dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,
e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan
f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik
sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat
mengadakan sesi pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan
manajemen Organisasi secara periodik. Ketua Komite Audit wajib
melaporkan aktivitas Komite Audit kepada Dewan. Komite Audit
melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang ditujukan untuk perbaikan
terus menerus, dan setahun sekali meninjau dan menilai kembali piagam
pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang diperlukan kepada
Komite Audit memiliki otoritas untuk meminta jasa pengacara,
akuntansi, dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan
untuk mendukung tugas-tugasnya. Komite Audit memiliki otoritas tunggal
untuk menyetujui biaya terkait dan hak yang berkaitan. Ketua Komite Audit
dapat dihubungi secara langsung oleh auditor independen (1) untuk
meninjau hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi akurasi pelaporan
keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang berkaitan dengan
tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang mungkin telah
dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian mereka,
mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.
4. Karakteristik Keuangan Perusahaan
Karakteristik Keuangan Perusahaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ukuran perusahaan, leverage, rugi, dan pertumbuhan
perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dengan
total aset perusahaan. Perusahaan besar yang lebih kompleks dan memiliki
dispersi kepemilkan yang lebih besar menciptakan potensi masalah
keagenan yang lebih besar terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi
masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan
lebih luas dari proses pelaporan keuangan mereka, yang dapat dicapai
melalui audit eksternal (Carcello et al, 2002). Selain itu, perusahaan besar
membutuhkan pengawas internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama,
Leverage yang Tinggi menunjukkan masalah yang lebih besar dan
pemantauan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan dengan
leverage tinggi memerlukan pengawasan internal lebih tinggi karena
perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan
aset, sehingga memberi kesan lebih sering pertemuan komite audit
(Raghundanan dan Rama, 2007). Teori keagenan berpendapat bahwa
penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan
utang tidak dilanggar dengan demikian, permintaan untuk pengawasan
internal seperti rapat komite audit lebih besar menurun. Manajemen
perusahaan yang mengalami rugi cenderung untuk terlibat dalam
manajemen laba (Beasley 1996) yang menempatkan permintaan yang lebih
besar pada pengawasan internal. Raghundanan dan Rama, (2007)
menyatakan bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin
melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk manipulasi dan manajemen laba (Beasley
1996). Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen di
perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung tinggi
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pengawasan perusahaan melalui
B.Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi
Rapat Komite Audit.
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan
ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem
terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi
pengawasan dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai
laporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih
luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud
dapat dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Dengan
mekanisme audit eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka
kewajaran laporan keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor
eksternal juga dapat menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta
dapat memberi assurance atas kewajaran laporan keuangan secara
professional.
Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan
dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan
Rama, 2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh
dewan direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan
kewenanganya. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka
sebaliknya, semakin kecil ukuran perusahaan tersebut maka semakin jarang
pula untuk diadakannya rapat komite audit. Oleh karena itu dimungkinkan
terjadi hubungan yang positif antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran
perusahaan. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut.
H1a = ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat
komite audit
Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan
juga dapat ditunjukkan dengan leverage (Raghundanan dan Rama, 2007).
Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah
ekuitas perusahaan. Leverage mengambarkan besarnya risiko keuangan
perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban
dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah
perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang
lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage
yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan
tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga
memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit
(Raghundanan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori
keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk
memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian,
permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar
H1b = leverage perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian
cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et
al., 1996; Abbott et al., 2003) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang
lebih besar terhadap pengawasan internal. Begitu juga sebaliknya
perusahaan yang tidak mengalami dan tidak melapor kerugian, kebutuhan
akan pengawasan internal juga akan semakin rendah. Oleh karena itu, dapat
dinyatakan bahwa kerugian dan laba yang dialami dan dilaporkan oleh
perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat.
H1c = Rugi dan laba yang dilaporkan perusahaan berpengaruh
terhadap frekuensi rapat komite audit
Raghundanan dan Rama (2007) berpendapat bahwa perusahaan
menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian
internal, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penipuan
(Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et
al., 1996). Semakin besar pertumbuhan suatu peusahaan maka, semakin
jarang pula frekwensi rapat komite audit, begitu pula sebaliknya, semakin
rendah pertumbuhan perusahaan maka frekwensi rapat komite audit pun
juga semakin sering. Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh
manajemen dalam pertumbuhan perusahaan yang tinggi menunjukkan
frekuensi rapat komite audit. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis
dirumuskan sebagai berikut.
H1d = pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
2. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat
Komite Audit
Kalbers dan Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang
mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu
1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas
atau kompetensi anggota komite audit. Dengan kewenangan, independensi,
kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan
pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa
berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan
adanya praktek manajemen laba yang oportunistik. Semakin independen
suatu komite audit maka semakin besar frekuensi rapat komite audit, begitu
pula sebaliknya. Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dirumuskan
sebagai berikut.
H2a = independensi komite audit berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
Raghundanan dan Rama (2007) menyatakan bahwa ukuran dewan dan
komite audit baik dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk
rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit
sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat
mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering. Sebaliknya, dewan dan
komite audit yang lebih besar mungkin membentuk pegelolaan yang tidak
efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite audit (Vafeas,
1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman
perspektif yang lebih nyata dalam diskusi.
H2b = ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat
komite audit
Keberadaan seorang ahli akuntansi dan keuangan dalam komite audit
dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat
menurunkan frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit yang
mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan dapat mengurangi tingkat
kesalahan pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et al., 1996;
Raghundanan dan Rama, 2007). Atas dasar uraian di atas, hipotesis
penelitian ini dapat dinyatakan seperti berikut ini.
H2c = keahlian akuntansi dan keuangan komite audit berpengaruh
C.Kerangka Teoritis
Gambar 2.1
Kerangka Teoritis
Variabel Independen Variabel Dependen
Karakteristik Keuangan
Perusahaan
§ Ukuran perusahaan § Leverage
§ Rugi dan laba perusahaan § Pertumbuhan Perusahaan
Karakteristik Komite Audit
§ Independensi komite audit § Ukuran komite audit
§ Keahlian akuntansi dan keuangan
Frekuensi Rapat Komite
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian empiris karena
bertujuan untuk menguji variabel bebas (independen) terhadap variabel
terikat (dependen). Melalui penelitian ini penulis berusaha memberikan bukti
mengenai pengaruh karakteristik keuangan perusahaan dan karakteristik
komite audit terhadap Frekuensi rapat komite audit yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
B.Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang melakukan pengujian
hipotesis dan bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Varaibel independen yang diuji dalam
penelitian ini meliputi karakteristik keuangan perusahaan (ukuran perusahaan,
leverage, rugi dan laba perusahaan dan pertumbuhan perusahaan) dan
karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan
keuangan dan ukuran komite audit). Sementara variabel dependen dalam
penelitian ini adalah frekuensi rapat komite audit dalam satu periode pelaporan
keuangan atau satu tahun.
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian, atau peristiwa yang
digunakan sebagai sample frame penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang
go public di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan
2010.
Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen
yang diharapkan memiliki karakteristik yang mewakili populasinya (Sekaran,
2003). Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian dipilih secara
purposive sampling dimana sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria-kriteria
yang sudah ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel
adalah sebagai berikut ini.
1. Perusahaan go public dan terdaftara di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari
2009 dan 2010.
2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan
laporan keuangan tahunan (financial report) untuk tahun 2009 dan 2010.
3. Perusahaan tersebut menyajikan seluruh data dan informasi yang diperlukan
dalam pengukuran variabel pada laporan tahunan dan laporan keuangan
tahunan.
C.Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang
diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data sekunder
dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki
dipertanggungjawabkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari
data seperti berikut ini.
a. Daftar perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2009 dan
2010 yang diperoleh dari www.idx.co.id.
b. Laporan tahunan (annual report) dan laporan keaungan tahunan (financial
report) perusahaan yang terpilih menjadi sampel yang diperoleh dari
www.idx.co.id., Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan website
perusahaan yang terpilih sebagai sampel penelitian.
D.Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang diuji secara sistematis,
yaitu seperti berikut ini.
1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel-variabel seperti
berikut ini.
a. Karakteristik keuangan perusahaan
Karakteristik keuangan perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan
variabel berikut ini.
(1) Ukuran perusahaan (SIZE)
Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan
total aset perusahaan. Menurut Sharma et al., (2009) variabel ini
diukur dengan menggunakan nilai logaritma natural (Ln) atas jumlah
total aset perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian.
hasil output yang lebih mudah diinterpretasikan karena variabel ini
menggunakan data absolute, sementara data untuk variabel lain
menggunakan angka rasio.
(2) Leverage (LEV)
Leverage keuangan merupakan penggunaan sumber dana yang
memiliki biaya tetap bagi perusahaan, yaitu utang pokok (untuk
membayar bunga), saham preferen (membayar deviden), dan sewa
(membayar sewa). Leverage didefinisikan sebagai nilai buku total
hutang jangka panjang dibagi dengan total ekuitas Sharma et al.,
(2009). Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio sebagai
proksi Leverage keuangan perusahaan.
LEV =
(3) Rugi dan Laba perusahaan (LOSS and Gain)
Variabel Rugi dan Laba dalam penelitian ini dinyatakan dengan
menggunakan dummy variable. Untuk perusahaan yang melaporkan
rugi dalam laporan keuangan tahunannya dilambangkan dengan
angka 0, dan sebaliknya untuk perusahaan yang melaporkan laba
dalam laporan keuangannya dilambangkan dengan angka 1.
(4) Pertumbuhan perusahaan (GROWTH)
Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan
Market to book value ratio (MBVER). Penggunaan MBVER sebagai
proksi pertumbuhan ini berdasar pada pemikiran bahwa harapan
dalam harga saham, sehingga perusahaan bertumbuh akan memiliki
nilai pasar lebih tinggi relatif terhadap ekuitas yang dimiliki
(Pagalung, 2002). Market to book value ratio dinilai dengan jumlah
lembar saham beredar dikalikan dengan harga penutupan saham
dibagi dengan total ekuitas perusahaan. Data jumlah saham beredar
dan harga penutupan saham diambil dari ICMD. Data total equity
diambil dari neraca laporan keuangan perusahaan. Adapun rumus
penentuan MBVER adalah sebagai berikut ini (Pagalung, 2002).
MBVER =
b. Karakteristik komite audit
Karakteristik komite audit dalam penelitian ini dinyatakan dengan tiga
variabel berikut ini.
(1) Independensi komite audit (INDP)
Proporsi komite audit independen merupakan perbandingan antara
jumlah anggota komite audit independen dengan total jumlah total
anggota komite audit dalam sebuah perusahaan. Variabel ini
dinyatakan dalam bentuk persentase yang dihitung dengan rumus
seperti berikut ini.
INDP =
(2) Keahlian akuntansi dan keuangan (COMPET)
Kompetensi anggota komite audit dalam penelitian ini dinyatakan
dalam hal latar belakang pendidikan anggota komite audit. Anggota
komite audit yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi (Jumlah lembar saham beredar x Harga penutupan saham)
mempunyai kompetensi yang lebih tinggi dibdaning dengan anggota
komite audit independen yang berlatar belakang non akuntansi.
Variabel ini diukur berdasarkan perbdaningan antara jumlah anggota
komite audit independen yang berlatar belakang pendidikan
akuntansi dan jumlah total anggota komite audit dalam sebuah
perusahaan. Untuk menentukan variabel ini digunakan formula
seperti berikut ini.
COMPET =
(3) Ukuran komite audit (ACSIZE)
Ukuran komite audit merupakan jumlah anggota komite audit dalam
sebuah perusahaan. Variabel ini diukur dengan jumlah anggota
komite audit dalam sebuah perusahaan.
2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekuensi rapat komite audit
(ACMEET) dalam satu tahun atau satu periode pelaporan keuangan.
Variabel ini dinyatakan dengan jumlah rapat yang dilakukan oleh komite
audit perusahaan dalam satu tahun
E.Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini meliputi uji asumsi klasik yang
dilakukan sebagai persyaratan hipotesis, descriptive statistic, dan pengujian
hipotesis menggunakan analisis regresi berganda. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan bantuan software SPSS versi 17. Berikut ini dijelaskan
1. Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Statistik
Deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi
dan perilaku data sampel tersebut.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang bertujuan untuk
memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang
digunakan secara teori adalah tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien
regresinya efisien (Ghozali, 2009). Uji asumsi klasik merupakan prasyarat
dilakukannya analisis regresi. Ada empat macam uji asumsi klasik yang
dipakai dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut ini.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
dengan membagi model regresi, variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Untuk menguji normalitas,
peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah nilai p-value. apabila nilai -value > 0,05, maka dapat
dinyatakan bahwa data berdistribusi normal, dan apabila -value < 0.05,
maka dapat dinyatakan bahwa data tidak berdistribusi normal.
Multikolineritas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan
yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen dalam
model regresi. Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah di
dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
di antara variabel independen (Ghozali, 2009).
Multikolinearitas antar variabel independen dapat dilihat dari nilai
tolerance dan variances inflation factor (VIF) (Ghozali, 2009). Kedua
ukuran tersebut menunjukkan setiap variabel independen yang satu yang
dijelaskan oleh variabel independen yang lain. Nilai tolerance yang
rendah sama artinya dengan nilai VIF yang tinggi (Ghozali, 2009). Jika
nilai tolerance lebih besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10, maka
tidak terjadi multikoliniearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji suatu model regresi linear, untuk
melihat keberadaan korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t
dengan periode t-1 (Ghozali, 2009). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan alat uji run
test. Kriteria pengujian didasarkan pada nilai asymp.sig dalam uji runs
autokorelasi dan sebaliknya jika asymp. sig. lebih kecil 5% maka terjadi
gejala aoutokorelasi dalam model regresi (Ghozali, 2009).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas. Sebuah model regresi yang baik
adalah model regresi yang mempunyai data yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heterokedastisitas. Kebanyakan data cross section
mengandung situasi heterokedastisitas karena data ini menghimpun data
yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, atau besar) (Ghozali,
2009). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam
model, peneliti akan menggunakan uji Glejser dengan bantuan program
SPSS. Apabila koefisien parameter beta > 0.05 maka tidak ada masalah
heteroskedastisitas (Ghozali, 2009). Jika ternyata dalam model terdapat
heteroskedastisitas, maka cara memperbaiki dapat dilakukan:
1) Transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model
regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam
model tersebut.
3. Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda. Adapun persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis
dalam penelitian ini adalah seperti berikut:
ACMEET = 0 1 2 3 4GROWTH 8
9 10
Notasi:
ACMEET = jumlah rapat komite audit.
SIZE = ukuran perusahaan
LEV = risiko perusahaan
LOSSES = rugi perusahaan
GROWTH = pertumbuhan perusahaan
INDP = proporsi anggota komite audit independen terhadap total anggota
komite audit.
COMPET = proporsi anggota komite audit seorang ahli akuntansi dan atau
keuangan.
ACSIZE = jumlah anggota komite audit.
0…. 10 = koefisien regresi
Atas dasar model regresi berganda tersebut di atas, maka dilakukan
analisis dengan menggunakan langkah sebagai berikut ini.
1.Pengujian Koefisien Regresi Simultan (F-hitung)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kelayakan model penelitian yang
digunakan dalam penelitian dengan kriteria: jika p-value lebih besar dari
5%, maka dapat dinyatakan bahwa model penelitian tidak layak untuk
digunakan dalam pengujian data, namun apabila p-value lebih kecil dari 5%,
maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak untuk
digunakan dalam pengujian data penelitian.
2.Pengujian Koefisien Regresi Parsial (t-hitung)
Merupakan pengujian masing-masing variabel independen yang dilakukan
untuk melihat apakah masing-masing variabel independen berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel independen. Uji signifikansi-t dalam
penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%.
3. Pengujian koefisien determinasi
Pengujian ini untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel independen. Tingkat ketepatan regresi
dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R2) yang nilainya antara
0 sampai dengan 1. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
lebih dari dua variabel independen, maka lebih baik menggunakan nilai
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh karakteristik keuangan
perusahaan dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite
audit. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
keuangan (annual report) perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama tahun 2009 dan 2010 yang dipublikasikan di internet melalui website
resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) serta data dari Indonesia Capital
Market Directory (ICMD). Metode pengambilan sampel dengan purposive
sampling. Berikut ini disajikan hasil pengambilan sampel penelitian.
Tabel IV. 1
Hasil Pengambilan Sampel
Keterangan Jumlah
Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2009 dan 2010 670 Perusahaan yang annual report 2009 dan 2010 nya tidak
tersedia di website IDX dan perusahaan
(188)
Perusahaan yang annual report tidak mempublikasikan jumlah rapat komite audit
(220)
Total Sampel 262
Sumber: www.idx.co.id
B. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif penelitian ini dilakukan guna mencari nilai minimum,
maksimum, mean dan standar deviasi dari variabel-variabel penelitian,
Tabel IV.2
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Sumber: Hasil pengolahan data
Nilai INDP yang paling tinggi adalah 1,0, yang paling rendah adalah 0,3
sedangkan rata-ratanya adalah 0,643. Dengan standar deviasi 0,1544 dapat
dinyatakan bahwa penyebaran data INDP berada di antara 0,7974 sampai
dengan 0,4886 Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan di Bursa Efek
Indonesia telah memenuhi peraturan di BAPEPAM yang mensyaratkan
bahwa anggota komite auditnya lebih dari 50% adalah pihak yang
independen.
Nilai COMPET yang tertinggi adalah 1,0, sedangkan yang terendah 0,00.
Untuk rata-rata sebesar 0,574. Dengan standar deviasi 0,2084 dapat
dinyatakan bahwa penyebaran data COMPET berada di antara 0,7824 sampai
dengan 0,3656. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan di Bursa Efek
Indonesia telah memenuhi peraturan di BAPEPAM yang mensyaratkan
bahwa salah satu anggota komite audit adalah seseorang yang mempunya
keahlian akuntansi dan keuangan.
Nilai SIZE yang paling tinggi adalah 7, yang paling rendah adalah 1
sedangkan rata-ratanya adalah 3,34. Dengan standar deviasi 0,808 dapat
dinyatakan bahwa penyebaran data SIZE berada di antara 4,148 sampai
dengan 2,532 Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan di Bursa Efek
Indonesia telah memenuhi peraturan di BAPEPAM.
Nilai LOSS and GAIN yang tertinggi adalah 1, sedangkan yang terendah
0,00. Untuk rata-rata sebesar 0,92. Dengan standar deviasi 0,278 dapat
dinyatakan bahwa penyebaran data LOSS berada di antara 1,198 sampai
dengan 0,642. Hal ini menunjukkan bahwa perusahan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia yang melaporkan rugi dalam laporan keuangannya di tahun
2009 sebanyak 18 perusahaan, sedangkan perusahaan yang melaporan laba
dalam laporan keuangannya sebanyak 113 perusahaan dan di tahun 2010
perusahan yang melaporkan rugi dalam laporan keuangannya sebanyak 4
perusahaan dan perusahaan yang melaporkan laba sebanyak 127 perusahaan.
Nilai LEV yang paling tinggi adalah 14,332, yang paling rendah adalah
-2,247 sedangkan rata-ratanya adalah 1,207. Dengan standar deviasi 2.289
dapat dinyatakan bahwa penyebaran data LEV berada di antara 3,496 sampai
dengan -1,082. Angka tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang