commit to user
PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, KARAKTERISTIK
DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN
KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
SKRIPSI
Disusun guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
ANGGA MORA
F0306016
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
HALAMAN MOTTO
But what we can do, as flawed as we are, is still see God in other people, and
do our best to help them find their own grace. That's what I strive to do,
that's what I pray to do every day.
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya tulis ini untuk:
Tuhan,
Keluarga
Teman
commit to user
vi
Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang maha tinggi, sujud syukur penulis untuk Tuhan untuk berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang judul “PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI
RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA”, Skripsi ini disusun dan diajukan untuk
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dosen pembimbing
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta..
3. M Syafiqurrahman, SE, Ak. selaku pembimbing akademik
4. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Keluarga
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
Penulis sadar bahwa karya jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak yang memiliki ketertarikan dengan penelitian ini penulis
commit to user
vii
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
commit to user
viii
ABSTRAKSI ... ii
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
4. Kepemilikan Institusional ... 24
5. Kualitas Audit ... 25
B. Pengembangan Hipotesis ... 28
C. Kerangka Teoritis ... 36
commit to user
ix
A. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 37
B. Variabel dan Pengukuran Variabel ... 39
C. Metode Analisis Data ... 42
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Varabel Penelitian ... 48
B. Deskripsi Data ... 49
C. Uji Asumsi Klasik ... 53
D. Uji Hipotesis ... 57
E. Pembahasan Hasil Penelitian... 62
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Keterbatasan ... 67
C. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
commit to user
x
IV.1 Seleksi Perusahaan Berdasarkan Kriteria Sampel ... 50
IV.2 Statistik Deskriptif Perusahaan Sampel ... 51
IV.3 Tabel Uji Kolmogorov-Smirnov ... 54
IV.4 Tabel Uji Multikolinearitas ... 55
IV.5 Tabel Uji Durbin Watson ... 56
IV.6 Tabel Uji Glejser ... 57
IV.7 Tabel Model Regresi ... 59
commit to user
xi
Halaman
2.1 Kerangka Teoritis ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xii
Lampiran 1 ... 71
Lampiran 2 ... 74
Lampiran 3 ... 75
Lampiran 4 ... 76
Lampiran 5 ... 76
Lampiran 6 ... 77
commit to user
PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, KARAKTERISTIK
DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN
KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
ABSTRAKSI
ANGGA MORA
F0306016
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh karakteristik komite audit, karakteristik dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan kualitas audit terhadap frekuensi rapat komite audit. Untuk tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2009. Sampel penelitian ditentukan dengan porpusive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 113 perusahaan. Penelitian ini menggunakan alat analisis model regresi berganda dengan menggunakan bantuan program software komputer untuk statistik berupa SPSS versi 16.00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit, independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit dan independensi komite audit serta ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit. Hasil ini mengindikasikan bahwa proses pengawasan baik internal maupun eksternal terhadap proses operasional perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit.
commit to user
THE INFLUENCE OF CHARACTERISTSIC OF THE AUDIT
COMMITTEE, CHARACTERISTIC OF BOARD COMMISSIONER,
INSTITUSIONAL OWNERSHIP, QUALITY AUDIT TO AUDIT
COMMITTEE MEETING FRQUENCY ON COMPANIES LISTED ON
INDONESIA STOCK EXCHANGE
ABSTRACT
ANGGA MORA
F0306016
The purpose of this research is to examine the influence of characteristics of the audit committee, board characteristics, institutional ownership, and quality audit to audit committee meeting frequency. The hypothesis of the study are (1) the independence, expertise, and size of audit committee influence on the frequency of audit committee meetings, (2) the size and independence of the board of commissioners influence the frequency of audit committee meetings, (3) institutional ownership influences the frequency of committee meetings audit, (4) quality audit influences the frequency of audit committee meetings; data were obtained from the Indonesian Stock Exchange (IDX), a total of 113 companies in 2009. Proxy of audit committee characteristics are independence, expertise, and size bof audit committee, size and independence of the board of commissioners for characteristics of the commissioners, BIG4 for audit quality, the other independent variables are institutional ownership and audit committee meeting frequency as the dependent variable and firm size and profitability as control variable.
The results showed that the expertise and size of audit committee, independence of the board of directors, institutional ownership, audit quality significantly influence the audit committee meeting frequency and independence of the audit committee and board size does not significantly influence the frequency of audit committee meetings.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan masyarakat bisnis. Iskandar dan Chamlou (2000) menyatakan bahwa krisis
ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan negara lain terjadi bukan
hanya akibat faktor ekonomi makro, namun juga karena lemahnya corporate governance yang ada di negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Booz dan Hamilton (1998),
dan McKinsey (2001) menunjukkan betapa buruknya penilaian pasar terhadap
implementasi corporate governance di Indonesia dan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93) Malaysia (7,72) dan Thaildan (4,89).
Survey pada tahun 2002 yang dilakukan McKinsey juga menunjukkan hal yang serupa. McKinsey dalam survey ini menempatkan Indonesia termasuk sebagai negara terburuk (very poor) dalam kualitas penerapan GCG.
Pengungkapan good corporate governance dapat berperan sebagai sebuah sinyal positif yang dapat digunakan oleh manajemen untuk memberitahu
investor bahwa manajemen telah berusaha dengan keras menerapkan
commit to user
menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien
dan sustainable di sektor korporat. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham,
manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (Forum Corporate Governance Indonesia (FCGI), 2003). Sistem corporate governance yang dijalankan di Indonesia meliputi beberapa poin penting yang harus diterapkan
dalam operasional perusahaan. Poin ini tertuang dalam Code for Good Corporate Governance 2001 yang mengatur tentang pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan, stakeholders, pengungkapan, confidentiality, insider information, etika bisnis dan korupsi, donasi, kepatuhan terhadap peraturan perlindungan kesehatan, keselamatan, dan
lingkungan, serta kesempatan kerja yang sama.
Komponen-komponen corporate governance tersebut diatur dalam Surat Edaran Bursa Efek Jakarta tahun 2001 dan Peraturan Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM) tahun 2004. Khusus untuk dewan komisaris,
keberadaannya dalam perusahaan publik telah diatur terlebih dahulu dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Tugas dewan
komisaris mengawasi dan memberi nasehat kepada dewan direksi (GCG Code,
2001). Berdasarkan keputusan Direktur BEJ (Kep-339/BEJ/07-2001), bahwa
tiap perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan
tata kelola perusahaan yang baik. Komisaris independen berjumlah sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali dengan
commit to user
anggota komisaris. Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris dibantu oleh
beberapa komite khusus yang dibentuk olehnya dan komite tersebut bertanggung
jawab terhadap dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya. Salah satu
komite tersebut adalah komite audit.
Sesuai dengan definisi yang dipaparkan dalam peraturan BAPEPAM,
Kep-29/PM/2004, bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite
audit dianggap sebagai penghubung antara pihak pemegang saham dan dewan
komisaris dan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Tugas
komite audit tercantum dalam peraturan ini adalah: melakukan penelaahan atas
informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan
keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya, melakukan penelaahan atas
ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal dan paraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan, melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal, melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan
dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan
melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan
emiten serta menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Sebagai penjembatan hubungan komunikasi antara manajemen dan internal
maupun eksternal auditor maka komite audit perlu memainkan perannya dengan
melakukan tanggung jawabnya secara tekun (Sharma et al, 2009), ketekunan
komite audit dapat didefinisikan sebagai "kesediaan anggota komite untuk
commit to user
dan mendapatkan jawaban ketika berhadapan dengan manajemen, auditor
eksternal, auditor internal, dan unsur terkait lainnya" (DeZoort et al, 2002).
Karena sangat sulit mengukur ketekunan, maka penelitian menggunakan
frekuensi rapat komite audit sebagai proxy ketekunan (Raghunandan dan Rahma, 2007). Hal ini diyakini bahwa hanya jika komite audit bertemu secara
teratur, dapat secara memadai menangani secara tepat waktu semua masalah
akuntansi dan audit di masa yang akan datang (Thissen et al, 2009). Menurut
Komite Nasional Good Corporate Governance (2002) dalam makalah Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif rapat dan pertemuan Komite Audit
harus direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Ketua komite harus
bertanggungjawab atas agenda dengan bahan-bahan pendukung yang diperlukan.
Komite Audit harus mengadakan rapat paling sedikit setiap tiga bulan.
Selanjutnya, Anggota komite audit harus menghadiri rapat-rapat ini, termasuk
rapat dengan pihak luar yang diundang sesuai keperluan. Pihak-pihak luar
tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan
audit eksternal, dan hal penting lainnya hasil rapat-rapat harus direkam dalam
notulen, dan dibagikan kepada para peserta rapat semuanya.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang.
anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota
lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak
commit to user
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan
perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi
dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama
perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas
sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada kepentingan
siapapun.
Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit
beranggotakan minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah
satunya adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit
harus berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan
tersebut merangkap tugasnya sebagai komite audit.
Menurut Egon Zehnder dalam FCGI (2001), komite audit memberikan
suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat ini
diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan
independensi auditor eksternal perusahaan. Komite audit mempunyai tanggung
jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan (financial reporting), tata kelola perusahaan (corporate governance), dan pengawasan perusahaan (corporate control).
Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau
proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan
commit to user
auditor eksternal. Regulator percaya, dan teori keagenan menjelaskan dan
memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan ketekunan
komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif sehingga
masalah keagenan diminimalkan (Raghundanan dan Rama, 2007).
Karakeristik komite audit meliputi ukuran komite audit, keahlian
akuntansi komite audit, independensi komite audit. Raghundanan dan Rama
(2007) menguraikan bahwa ukuran dewan dan komite audit dapat meningkatkan
atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan komisaris
yang lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih
besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan yang lebih
efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering. Hasil
yang berlawanan, dewan dan komite audit yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite
audit (Vafeas, 2000). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi. Raghundanan dan Rama
(2007) menyertakan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit diukur
sebagai jumlah anggota dan berhubungan dengan frekuensi rapat komite audit.
Keberadaan seorang ahli akuntansi dalam komite audit berhubungan negatif
dengan tingkat kesalahan pelaporan keuangan. Dechow et al., (1996), dan
Raghundanan dan Rama (2007) melaporkan bahwa keberadaan seorang ahli
akuntansi dalam komite audit berkaitan dengan frekuensi rapat komite audit
karena ahli tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif pelaporan
commit to user
Pengawasan eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme
kepemilikan saham oleh pihak institusional dan audit laporan keuangan oleh
kantor akuntan publik yang kompeten dan biasanya dinyatatakan dengan kantor
akuntan publik yang termasuk dalam kelompok atau kaegori Big 4 audit. Pemegang saham institusional memiliki insentif untuk memonitor secara ketat
terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah menerapkan
mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara efektif (Smith,
1996). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara kepemilikan institusional dan rapat komite audit frekuensi.
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini
dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan
besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai melalui
audit eksternal (Carcello et al., 2003). Selain itu, proses pengawasan juga dapat
dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghundanan dan Rama, 2007). Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif
antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al
(2009), yang meneliti tentang pengaruh multiple directorships, independensi komite audit dan dewan komisaris, auditor big4, growth oppurtunities, peraturan terkait, ukuran komite audit dan dewan komisaris, kepemilikan
commit to user
terhadap frekuensi rapat komite audit. Hasil penelitian mereka menunjukkan
pengaruh signifikan multiple directorships, independensi komite audit dewan komisaris, auditor big4, growth oppurtunities peraturan terkait, ukuran komite audit, kepemilikan manajemen dan institusional, keahlian akuntansi dan
keuangan komite audit dengan ROE, sedangkan ukuran dewan komisaris tidak
signifikan.
Dibanding acuan, penelitian yang dilakukan peneliti lebih menitik
beratkan pada variabel variabel yang mempengaruhi frekuensi rapat komite
audit dalam rangka pengawasan, baik internal maupun eksternal dalam
perspektif good corporate governance terhadap perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE
AUDIT, KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI
RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA”
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1. Apakah karakterisik komite audit yang terdiri dari independensi, keahlian
akuntansi dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap jumlah frekuensi
commit to user
2. Apakah karakterisik dewan komisaris yang terdiri dari ukuran dewan
komisaris dan indepedensi dean komisaris berpengaruh terhadap jumlah
frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
3. Apakah struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap jumlah frekuensi rapat komite
audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti berikut
ini.
1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik komite audit
yang terdiri dari independensi, keahlian akuntansi dan ukuran komite audit
terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik dewan
komisaris yang terdiri dari ukuran dewan komisaris dan independensi
dewan komisaris terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur kepemilikan
yang terdiri dari kepemilikan institusional terhadap jumlah frekuensi rapat
commit to user
4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kualitas audit
berpengaruh terhadap jumlah frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil penelitian
yang dapat bermanfaat bagi pihak berikut ini.
1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM)
Hasil penelitian ini diharapkan mempu memberikan bukti empiris
tentang efektifitas penerapan kimite audit dalam suatu perusahaan.
Diharapkan dengan adanya bukti tersebut guna mendukung praktik
pelaksanaan komite audit dalam pelaksanaan Good Corporate Governance dan memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangana pasar modal.
2. Bagi investor
Hasil penelitian dapat digunakan sebgai informasi yang dapat dijadikan
bahan dalam keputusan berinvestasi terutama terkait dengan ketekunan
komite audit yang dapat dilihat dari frekuensi rapat komite audit dan
variabel yang mempengaruhinya, sehingga bisa menjadi pertimbangan
yang lebih rasional ketika berinvestasi.
3. Bagi perusahaan
Hasil penelitian dapat memberikan input atau masukan untuk menelaah
lebih lanjut mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite
commit to user
kesadaran manajemen perusahaan untuk mengoptimalkan peran mereka
dalam penerapan Good Corporate Governance yang baik dan transparan.
4. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan
tambahan bukti empiris dalam bidang akuntansi keuangan terutama
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1) Good Corporate Governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah
keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal
dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana
yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance
diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG
mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh
karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat
penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang
berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya
commit to user
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance,
menggunakan pengertian dari Cadbury Committee dalam mendefinisikan
Corporate Governance, yaitu:
“seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate Governance
merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai
partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks
dan Minow, 2001). Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey, menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor menganggap keterbukaan
informasi mengenai penerapan corporate governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang dipublikasikan. Apalagi secara empiris memang
terbukti bahwa penerapan corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001):
a) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
commit to user
b) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan corporate value.
c) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
d) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme yang digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer bekerja untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang saham atau
shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan terhadap pelaksanaan
good corporate governance dalam suatu perusahaan karena mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap investasi yang mereka lakukan
dapat dikelola secara baik oleh tim manajemen yang hdanal. Melihat pentingnya
penerapan good corporate governance tersebut, BAPEPAM sejak tahun 2000 telah terlibat aktif untuk menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Bapepam adalah dengan mewajibkan emiten atau perusahaan publik
untuk memiliki komisaris independen, CEO direktur independen, komite audit, dan
sekretaris independen.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) adalah sebagai berikut:
commit to user
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang
sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
b) Disclosure/Transparency
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
c) Accountability
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan
yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai
commit to user
lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
d) Responsibility
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban
kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan
dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional
dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini layak
disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara efektif dan
efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat mewujudkan
pelaksanaan kelima prinsip dasar tersebut, maka perusahaan diwajibkan untuk
mempunyai komisaris independen (board of directors), presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai pengawas proses pelaporan
keuangan dan melakukan pengawasan terhadap informasi keuangan .yang
seharusnya tidak diketahui oleh publik.
commit to user
Pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia terutama yang menyangkut keberadaan dewan komisaris dalam perusahaan di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 yang mengatur tentang Perseroan
Terbatas. Undang-undang ini merupakan kerangka paling penting untuk legislasi
Corporate Governance di Indonesia (FCGI, 2003).
Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan adalah
entitas legal yang diwakili oleh dewan direksi dan dewan komisaris. Pernyataan ini
juga tersirat dalam Nasution dan Setiawan (2007), yang menyatakan bahwa
perusahaan di Indonesia harus memiliki dua dewan, yaitu dewan direksi dan dewan
komisaris. Dewan direksi adalah pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola
perusahaan, sedangkan dewan komisaris adalah pihak yang bertanggung jawab
dalam mensupervisi dan memberi nasehat kepada dewan direksi. Sistem yang
mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai dua dewan ini disebut two tier board system.
Penerapan sistem ini memiliki kesamaan dengan sistem yang dijalankan
oleh perusahaan Belanda, alasan kesamaan ini dapat ditelusur pada pendahulu baik
dari Belanda maupun dari Indonesia, keduanya merumuskan undang-undang
dengan mereplikasi Dutch Commercial Code 1838 yang kemudian dijalankan oleh
Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1848 (Tumbuan, 2005).
Undang-Undang No.1 tahun 2005 mensyaratkan bahwa jumlah minimum
dalam dewan direksi maupun dewan komisaris adalah dua orang. Kedua orang ini
diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk jangka waktu tertentu dengan
kemungkinan diangkat kembali. Pihak yang dapat diangkat menjadi komisaris
commit to user
pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang
yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan.
Istilah komisaris independen diperkenalkan baru pada tahun 2000 melalui
peraturan Bursa Efek Jakarta, Kep-315/BEJ/06-2000, yang kemudian direvisi
terakhir tahun 2001 melalui Kep-339/BEJ/07-2001, yang mensyaratkan bagi
perusahaan publik yang listing di BEI untuk menunjuk komisaris independen demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa perusahaan tercatat wajib
memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali
dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari
jumlah seluruh anggota komisaris.
Untuk mendukung independensi yang disyaratkan oleh regulator, keputusan
tersebut menyatakan bahwa yang menjadi komisaris independen perusahaan
tercatat harus tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham
pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan, tidak mempunyai hubungan
afiliasi dengan direktur dan/ atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang
bersangkutan, tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan, dan memahami peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
commit to user
mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memilki akses pada informasi
perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka
dewan direksi bertangung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan
perusahaan kepada dewan komisaris (National Code Corporate Governace, 2001). Selain mensupervisi dan memberi nasehat pada dewan direksi seuai dengan
UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang
dinyatakan dalam National Code for GCG 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan
kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan Good Corporate Governance.
3) Komite Audit
Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit
merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu
komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan
komisaris dengan pihak manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang.
anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain
yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal
commit to user
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan
perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi
dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama
perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas
sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit beranggotakan
minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya adalah ahli
di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus berasal dari anggota
komisaris yang independen, sehingga anggota dewan tersebut merangkap tugasnya
sebagai komite audit.
Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut dan
anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut,
diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut ini.
1. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik, kantor konsultan
hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan atau
jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan
dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
2. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum diangkat
commit to user
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten.
Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa
hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah
diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.
4. Tidak mempunyai:
1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris, direksi,
atau pemegang saham utama emiten, dan atau,
2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsun yang
berkenaan dengan kegiatan usaha emiten.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang
mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:
a. melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya,
b. melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perperundang-undangan lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan perusahaan,
c. melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal,
d. melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan
pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,
e. melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan
commit to user
Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik sebagaimana
ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat mengadakan sesi pertemuan
eksekutif dengan auditor independen dan manajemen Organisasi secara periodik.
Ketua Komite Audit wajib melaporkan aktivitas Komite Audit kepada Dewan.
Komite Audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang ditujukan untuk
perbaikan terus menerus, dan setahun sekali meninjau dan menilai kembali piagam
pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang diperlukan kepada Dewan
Pengawas.
Komite Audit memiliki otoritas untuk meminta jasa pengacara, akuntansi,
dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan untuk mendukung
tugas-tugasnya. Komite Audit memiliki otoritas tunggal untuk menyetujui biaya
terkait dan hak yang berkaitan. Ketua Komite Audit dapat dihubungi secara
langsung oleh auditor independen (1) untuk meninjau hal-hal sensitif yang mungkin
mempengaruhi akurasi pelaporan keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu
signifikan yang berkaitan dengan tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang
mungkin telah dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian
mereka, mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.
4) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang
commit to user
pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas
ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh pihak investor institusional. Menurut Barnae dan Rubin (2005)
bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula
penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka
semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan. Penelitian Smith (1996) menunjukkan bahwa aktivitas monitoring
institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu
meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Kepemilikan institusional memiliki
kelebihan antara lain:
1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat
atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
5) Kualitas Audit
De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas
audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi
kliennya. Kemungkinan auditor akan menemukan salah saji tergantung pada
commit to user
saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat penting karena
kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus
memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002: 47) ada 8 prinsip
yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu:
1. Tanggung jawab profesi.
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas.
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
intregitas setinggi mungkin.
4. Objektivitas.
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
commit to user
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
6. Kerahasiaan.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7. Perilaku Profesional.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
dalam hal ini adalah standar auditing.
Auditor Big 4 sering dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya
kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan (Dechow et al, 1996). Auditor
Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas
pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup. Dalam teori
commit to user
keuangan klien mereka benar benar mencerminkan transaksi yang mendasar.
Kantor audit yang termasuk Big 4 adalah PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu Ernst & Young, KPMG.
B. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite
Audit
Komite Audit bertugas mewakili dan membantu Dewan Direksi untuk
mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan, audit laporan keuangan
dan pengendalian internal, dan fungsi-fungsi audit. Manajemen bertanggung
jawab atas (a) persiapan, penyajian, dan integritas laporan keuangan; (b)
prinsip-prinsip pelaporan akuntansi dan keuangan; (c) pengendalian internal
dan prosedur organisasi yang sesuai dengan stdanar akuntansi keuangan serta
hukum dan peraturan yang berlaku. Kantor akuntan publik independen, yang
ditunjuk untuk memeriksa organisasi, bertanggung jawab untuk melakukan
audit secara independen atas laporan keuangan konsolidasi berdasarkan stdanar
auditing yang berlaku umum dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan
konsolidasi berdasarkan audit mereka.
Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik
sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat mengadakan
sesi pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan manajemen
Organisasi secara periodik. Ketua Komite Audit wajib melaporkan aktivitas
Komite Audit kepada Dewan.
Komite Audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang
commit to user
menilai kembali piagam pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang
diperlukan kepada Dewan Pengawas. Komite Audit memiliki otoritas untuk
meminta jasa pengacara, akuntansi, dan konsultasi independen lainnya,
sebagaimana diperlukan untuk mendukung tugas-tugasnya. Komite Audit
memiliki otoritas tunggal untuk menyetujui biaya terkait dan hak yang
berkaitan. Ketua Komite Audit dapat dihubungi secara langsung oleh auditor
independen (1) untuk meninjau hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi
akurasi pelaporan keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang
berkaitan dengan tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang mungkin
telah dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian mereka,
mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.
Kalbers & Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi
keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan
formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi
anggota komite audit (Effendi, 2005). Selain itu, Effendi juga menambahkan
masalah komunikasi dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal
serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite
audit.
Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi
melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi
dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat
mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang
oportunistik. Raghundanan et al. (2003) menggunakan karakteristik komite
commit to user
terhadap kualitas laba yang terbagi menjadi independensi anggota komite audit,
keahlian di bidang akuntansi dan keuangan dari anggota komite audit, dan
frekuensi rapat anggota komite audit. Karakteristik komite audit juga
digunakan dalam penelitian Sharma et al. (2009), hanya saja karakteristik
komite audit yang digunakan meliputi ukuran komite audit, keahlian anggota
komite audit di bidang akuntansi dan keuangan, dan independensi komite audit.
Karakeristik komite audit meliputi ukuran komite audit, keahlian akuntansi
komite audit, independensi komite audit. Raghundanan dan Rama (2007)
menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit dapat meningkatkan atau
menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang
lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih
besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan yang lebih
efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering.
Sebaliknya, dewan dan komite audit yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite
audit (Vafeas 1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi. Raghundanan dan Rama,
2007 (2007) melaporkan bahwa keberadaan seorang ahli akuntansi dalam
komite audit berkaitan dengan frekuensi rapat komite audit karena ahli tersebut
memberikan pengawasan yang lebih efektif pelaporan keuangan.
Atas dasar uraian di atas, hipotesis penelitian ini dapat dinyatakan
seperti berikut ini.
commit to user frekuensi rapat komite audit
H1b = Terdapat pengaruh keahlian akuntansi dan keuangan komite
audit terhadap frekuensi rapat komite audit
H1c = Terdapat pengaruh ukuran komite audit terhadap frekuensi
rapat komite audit
2. Pengaruh karakterisitik dewan komisaris terhadap Frekuensi Rapat
Komite Audit
Karasterik dewan komisaris (yang dapat di-proxy-kan dengan ukuran dan independensi dewan komisaris) merupakan variabel penting yang
dapat mengpengaruhi variabel lainnya, salah satunya nilai perusahaan seperti
dalam Kusumawati dan Riyanto (2005) menemukan bahwa tingkat transparansi
good corporate governance dan jumlah komisaris berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa jumlah
dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sehingga
membutuhkan pengawasan yang lebih besar. Beiner et al (2003)
menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari
mekanisme corporate governance.
Merujuk pada Keputusan Ketua BAPEPAM No: Kep-29/PM/2004
menunjukan bahwa komite audit bertanggung jawab, diangkat dan
diberhentikan kepada dan oleh dewan komisaris, dan bahwa anggota komite
audit didalamnya harus ada sekurang-kurangnya satu orang anggota komisari
independen. Dalam menyimpulkan ada atau tidaknya pengaruh karasteristik
commit to user
penelitian Raghundanan dan Rama (2007) yang menyimpulkan bahwa ukuran
dewan dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih
sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar memberikan akses ke sumber
daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan
yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih
sering. Hasil yang berlawanan, dewan yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite
audit (Vafeas, 1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi, proxy lainnya dalam
karasteristik dewan komisaris seperti dalam penelitian yang dilakukan Sharma
et al, (2009) terhadap perusahaan perusahaan di Selandia Baru menunjukan
adanya pengaruh positif independensi dari dewan terhadap frekuensi rapat
komite audit. Kami menyertakan ukuran dan independensi dewan komisaris
berhubungan dengan frekuensi rapat komite audit.
H2a = Terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap frekuensi
rapat komite audit
H2b = Terdapat pengaruh independensi dewan komisaris terhadap
frekuensi rapat komite audit
3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Frekuensi Rapat Komite
Audit
Kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang
beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank,
commit to user
akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Wahidawati, 2001). Peningkatan
kepemilikan institusional dapat menyebabkan kinerja manajer diawasi secara
optimal dan terhindar dari perilaku opportunistic. Kepemilikan institusional juga dianggap lebih dapat dengan tepat memperkirakan keuntungan di masa
mendatang daripada kepemilikan noninstitusional (Jiambalvo et al., 2002).
Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki
sumber daya yang lebih besar bila dibdaningkan dengan pemegang saham
lainnya.
Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat
menekan biaya keagenan. Waddock dan Graves (1994) menemukan hubungan
yang positif dan signifikan antara jumlah institusi yang memiliki saham dan
kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dan dikuatkan oleh penelitian
Mahoney dan Robert (2003) yang menemukan hubungan positif dan signifikan
antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah kepemilikan institusional.
Kircmaier dan Grant (2006) melakukan penelitian tentang struktur
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
commit to user
saham yang meningkat. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur kepemilikan
perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan nilai perusahaan.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) melakukan penelitian tentang
mekanisme corporte governance, manajemen keuangan dan nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta 2002-2004. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan
institusional, dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba sehingga membutuhkan pengawasan yang
lebih besar.
Pemegang saham institusional memiliki insentif untuk memonitor
secara ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah
menerapkan mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara
efektif (Shleifer dan Vishny 1986; kopi 1991; Smith 1996). Menurut Sharma et
al (2009) kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap frekuensi
rapat komite audit. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara kepemilikan institusional dan rapat komite audit frekuensi.
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat dinyatakan
seperti berikut ini.
H3 = Terdapat pengaruh kepemilikan istitusional terhadap frekuensi
rapat komite audit
commit to user
Dalam praktiknya tugas komite audit berkaitan dengan auditor
eksternal, seperti dalam Kep-29/PM/2004 komite audit bertugas untuk
melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal dan
sebaliknya kinerja auditor eksternal berkaitan secara subsitusi dengan fungsi
audit internal yang dalam pelaksanaannya oleh auditor internal bekerja sama
dengan komite audit.
Auditor Big 4 dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas
tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya
kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan (Dechow et al, 1996).
Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani pekerjaan
audit untuk perusahaan publik. Dalam penelitian Sharma (2009) Auditor big 4
memiliki pengaruh negatif dengan frekuensi rapat komite audit, sejalan dengan
peneliti dan terkait tugas dan wewenang komite audit dan auditor eksternal,
Sehingga peneliti memasukan unsur kualitas audit (diproxykan dengan audit big 4) terkait dengan frekuensi rapat komite audit .
H4 = Terdapat pengaruh kualitas audit terhadap frekuensi rapat komite
commit to user C. KERANGKA TEORITIS
Gambar 2.1
Kerangka Teoritis
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Kontrol
Ukuran Perusahaan Karakteristik dewan komisaris
· Ukuran
· Independensi
Struktur kepemilikan Karakteristik komite audit
· Independensi
· Keahlian akuntansi dan keuangan
· Ukuran
Kualitas audit eksternal
Profitabilitas
commit to user
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang melakukan pengujian
hipotesis dan bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Varaibel independen yang diuji dalam
penelitian ini meliputi karakteristik komite audit (independensi, keahlian
akuntansi dan keuangan, ukuran komite audit), karakterisitik dewan komisaris
(ukuran dan indepedensi dewan komisaris), kepemilikan institusional, kualitas
audit. Sementara variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekuensi rapat
komite audit dalam satu periode pelaporan keuangan atau satu tahun.
Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol, dengan Profitabilitas dan
Ukuran perusahaan sebagai variabel pengontrol.
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian, atau peristiwa yang
menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2004). Populasi yang
digunakan sebagai sample frame penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang
go public di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009.
Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen
yang diharapkan memiliki karakteristik yang mewakili populasinya (Sekaran,
2004). Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian dipilih secara
commit to user
yang sudah ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel
adalah sebagai berikut ini.
1. Perusahaan go public dan terdaftara di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari 2009 sampai dengan per 31 Desember 2009.
2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan
laporan keuangan tahunan (financial report) untuk tahun 2009.
3. Perusahaan tersebut menyajikan seluruh data dan informasi yang
diperlukan dalam pengukuran variabel pada laporan tahunan dan laporan
keuangan tahunan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang
diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2004). Alasan menggunakan data sekunder
dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki
waktu yang lebih luas serta mempunyai validitas data yang dapat
dipertanggung jawabkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari
data seperti berikut ini:
a. Daftar perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2009 yang diperoleh dari www.idx.co.id.
b. Laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan tahunan (financial report) perusahaan yang terpilih menjadi sampel yang diperoleh dari www.idx.co.id., Indonesian Capital Market Directory
commit to user
B. Variabel dan pengukuran variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang diuji secara sistematis,
yaitu seperti berikut ini.
1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel-variabel seperti
berikut ini.
a) Karakteristik komite audit
Karakteristik komite audit dalam penelitian ini dinyatakan dengan tiga
variabel berikut ini.
(1) Independensi komite audit (ACINDP)
Proporsi komite audit independen merupakan perbandingan antara
jumlah anggota komite audit independen dengan total jumlah total
anggota komite audit dalam sebuah perusahaan. Variabel ini dinyatakan
dalam bentuk persentase yang dihitung dengan rumus seperti berikut
ini.
INDP =
(2) Keahlian akuntansi dan keuangan (ACEXPERT)
Kompetensi anggota komite audit dalam penelitian ini dinyatakan
dalam hal latar belakang pendidikan anggota komite audit. Anggota
komite audit yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi
mempunyai kompetensi yang lebih tinggi dibanding dengan anggota
commit to user
Variabel ini diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah anggota
komite audit independen yang berlatar belakang pendidikan akuntansi
dan jumlah total anggota komite audit dalam sebuah perusahaan. Untuk
menentukan variabel ini digunakan formula seperti berikut ini.
ACEXPERT =
(3) Ukuran komite audit (ACSIZE)
Ukuran komite audit merupakan jumlah anggota komite audit dalam
sebuah perusahaan. Variabel ini diukur dengan logaritma natural jumlah
anggota komite audit dalam sebuah perusahaan.
b) Karakteristik dewan direksi
Karakteristik dewan komisaris dalam penelitian ini dinyatakan dengan dua
variabel berikut ini.
(1) ukuran dewan komisaris (BOARDSIZE)
Ukuran dewan komisaris diukur berdasarkan Abdelsalam dan
El-Masry (2008) yaitu dengan menghitung jumlah anggota dewan direksi
yang dimiliki oleh setiap perusahaan.
(2) Independensi dewan komisaris (BOARDIND)
Independensi dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah
anggota dewan komisaris independen dibanding jumlah dewan
commit to user c) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional (INSTOWN) dalam penelitian ini
menggunakan presentase kepemilikan saham oleh pihak institusi yang
dilihat dalam laporan tahunan perusahaan. besaran kepemilikan institusional
dinyatakan dengan proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi
terhadap saham perusahaan yang beredar. dengan menghitung jumlah
anggota dewan komisaris independen dibanding jumlah dewan komisaris
yang dimiliki oleh setiap perusahaan.
INST =
d) Kualitas Audit
Kualitas audit (BIG4) dalam penelitian ini menggunakan skala 1 untuk
perusahaan perusahaan yang menggunakan jasa auditor eksternal dan skala
0 untuk perusahaan yang menggunakan jasa auditor non big 4.
2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekuensi rapat komite audit
(ACMEET) dalam satu tahun atau satu periode pelaporan keuangan.
Variabel ini dinyatakan dengan jumlah rapat yang dilakukan oleh komite
audit perusahaan dalam satu tahun.
3. Variabel Kontrol
a) Profitabilitas
Variabel profitabilitas (PROFIT) dalam penelitian ini menggunakan