TINJAUAN PUSTAKA
1) Good Corporate Governance
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1) Good Corporate Governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah
keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal
dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana
yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance
diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG
mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh
karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat
penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang
berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya
pemerintah dalam menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa.
commit to user
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance,
menggunakan pengertian dari Cadbury Committee dalam mendefinisikan
Corporate Governance, yaitu:
“seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate Governance
merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai
partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks
dan Minow, 2001). Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey, menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor menganggap keterbukaan
informasi mengenai penerapan corporate governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang dipublikasikan. Apalagi secara empiris memang
terbukti bahwa penerapan corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001):
a) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
commit to user
b) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan corporate value.
c) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
d) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme yang digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer bekerja untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang saham atau
shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan terhadap pelaksanaan
good corporate governance dalam suatu perusahaan karena mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap investasi yang mereka lakukan
dapat dikelola secara baik oleh tim manajemen yang hdanal. Melihat pentingnya
penerapan good corporate governance tersebut, BAPEPAM sejak tahun 2000 telah terlibat aktif untuk menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Bapepam adalah dengan mewajibkan emiten atau perusahaan publik
untuk memiliki komisaris independen, CEO direktur independen, komite audit, dan
sekretaris independen.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) adalah sebagai berikut:
commit to user
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang
sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
b) Disclosure/Transparency
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
c) Accountability
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan
yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai
commit to user
lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
d) Responsibility
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban
kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan
dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional
dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini layak
disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara efektif dan
efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat mewujudkan
pelaksanaan kelima prinsip dasar tersebut, maka perusahaan diwajibkan untuk
mempunyai komisaris independen (board of directors), presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai pengawas proses pelaporan
keuangan dan melakukan pengawasan terhadap informasi keuangan .yang
seharusnya tidak diketahui oleh publik.
commit to user
Pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia terutama yang menyangkut keberadaan dewan komisaris dalam perusahaan di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 yang mengatur tentang Perseroan
Terbatas. Undang-undang ini merupakan kerangka paling penting untuk legislasi
Corporate Governance di Indonesia (FCGI, 2003).
Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan adalah
entitas legal yang diwakili oleh dewan direksi dan dewan komisaris. Pernyataan ini
juga tersirat dalam Nasution dan Setiawan (2007), yang menyatakan bahwa
perusahaan di Indonesia harus memiliki dua dewan, yaitu dewan direksi dan dewan
komisaris. Dewan direksi adalah pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola
perusahaan, sedangkan dewan komisaris adalah pihak yang bertanggung jawab
dalam mensupervisi dan memberi nasehat kepada dewan direksi. Sistem yang
mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai dua dewan ini disebut two tier board system.
Penerapan sistem ini memiliki kesamaan dengan sistem yang dijalankan
oleh perusahaan Belanda, alasan kesamaan ini dapat ditelusur pada pendahulu baik
dari Belanda maupun dari Indonesia, keduanya merumuskan undang-undang
dengan mereplikasi Dutch Commercial Code 1838 yang kemudian dijalankan oleh
Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1848 (Tumbuan, 2005).
Undang-Undang No.1 tahun 2005 mensyaratkan bahwa jumlah minimum
dalam dewan direksi maupun dewan komisaris adalah dua orang. Kedua orang ini
diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk jangka waktu tertentu dengan
kemungkinan diangkat kembali. Pihak yang dapat diangkat menjadi komisaris
commit to user
pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang
yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan.
Istilah komisaris independen diperkenalkan baru pada tahun 2000 melalui
peraturan Bursa Efek Jakarta, Kep-315/BEJ/06-2000, yang kemudian direvisi
terakhir tahun 2001 melalui Kep-339/BEJ/07-2001, yang mensyaratkan bagi
perusahaan publik yang listing di BEI untuk menunjuk komisaris independen demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa perusahaan tercatat wajib
memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali
dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari
jumlah seluruh anggota komisaris.
Untuk mendukung independensi yang disyaratkan oleh regulator, keputusan
tersebut menyatakan bahwa yang menjadi komisaris independen perusahaan
tercatat harus tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham
pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan, tidak mempunyai hubungan
afiliasi dengan direktur dan/ atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang
bersangkutan, tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan, dan memahami peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
commit to user
mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memilki akses pada informasi
perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka
dewan direksi bertangung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan
perusahaan kepada dewan komisaris (National Code Corporate Governace, 2001). Selain mensupervisi dan memberi nasehat pada dewan direksi seuai dengan
UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang
dinyatakan dalam National Code for GCG 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan
kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan Good Corporate Governance.
3) Komite Audit
Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit
merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu
komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan
komisaris dengan pihak manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang.
anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain
yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal
commit to user
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan
perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi
dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama
perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas
sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit beranggotakan
minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya adalah ahli
di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus berasal dari anggota
komisaris yang independen, sehingga anggota dewan tersebut merangkap tugasnya
sebagai komite audit.
Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut dan
anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut,
diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut ini.
1. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik, kantor konsultan
hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan atau
jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan
dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
2. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum diangkat
commit to user
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten.
Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa
hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah
diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.
4. Tidak mempunyai:
1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris, direksi,
atau pemegang saham utama emiten, dan atau,
2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsun yang
berkenaan dengan kegiatan usaha emiten.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang
mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:
a. melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya,
b. melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perperundang-undangan lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan perusahaan,
c. melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal,
d. melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan
pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,
e. melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan
commit to user
Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik sebagaimana
ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat mengadakan sesi pertemuan
eksekutif dengan auditor independen dan manajemen Organisasi secara periodik.
Ketua Komite Audit wajib melaporkan aktivitas Komite Audit kepada Dewan.
Komite Audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang ditujukan untuk
perbaikan terus menerus, dan setahun sekali meninjau dan menilai kembali piagam
pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang diperlukan kepada Dewan
Pengawas.
Komite Audit memiliki otoritas untuk meminta jasa pengacara, akuntansi,
dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan untuk mendukung
tugas-tugasnya. Komite Audit memiliki otoritas tunggal untuk menyetujui biaya
terkait dan hak yang berkaitan. Ketua Komite Audit dapat dihubungi secara
langsung oleh auditor independen (1) untuk meninjau hal-hal sensitif yang mungkin
mempengaruhi akurasi pelaporan keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu
signifikan yang berkaitan dengan tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang
mungkin telah dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian
mereka, mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.
4) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang
commit to user
pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas
ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh pihak investor institusional. Menurut Barnae dan Rubin (2005)
bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula
penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka
semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan. Penelitian Smith (1996) menunjukkan bahwa aktivitas monitoring
institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu
meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Kepemilikan institusional memiliki
kelebihan antara lain:
1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat
atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.