TINJAUAN PUSTAKA
B. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite
Audit
Komite Audit bertugas mewakili dan membantu Dewan Direksi untuk
mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan, audit laporan keuangan
dan pengendalian internal, dan fungsi-fungsi audit. Manajemen bertanggung
jawab atas (a) persiapan, penyajian, dan integritas laporan keuangan; (b)
prinsip-prinsip pelaporan akuntansi dan keuangan; (c) pengendalian internal
dan prosedur organisasi yang sesuai dengan stdanar akuntansi keuangan serta
hukum dan peraturan yang berlaku. Kantor akuntan publik independen, yang
ditunjuk untuk memeriksa organisasi, bertanggung jawab untuk melakukan
audit secara independen atas laporan keuangan konsolidasi berdasarkan stdanar
auditing yang berlaku umum dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan
konsolidasi berdasarkan audit mereka.
Komite Audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik
sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri. Komite dapat mengadakan
sesi pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan manajemen
Organisasi secara periodik. Ketua Komite Audit wajib melaporkan aktivitas
Komite Audit kepada Dewan.
Komite Audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan yang
commit to user
menilai kembali piagam pendiriannya, dan merekomendasikan perubahan yang
diperlukan kepada Dewan Pengawas. Komite Audit memiliki otoritas untuk
meminta jasa pengacara, akuntansi, dan konsultasi independen lainnya,
sebagaimana diperlukan untuk mendukung tugas-tugasnya. Komite Audit
memiliki otoritas tunggal untuk menyetujui biaya terkait dan hak yang
berkaitan. Ketua Komite Audit dapat dihubungi secara langsung oleh auditor
independen (1) untuk meninjau hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi
akurasi pelaporan keuangan atau (2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang
berkaitan dengan tanggung jawab Dewan secara keseluruhan yang mungkin
telah dikomunikasikan dengan manajemen namun, menurut penilaian mereka,
mungkin memerlukan tindak lanjut oleh Komite Audit.
Kalbers & Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi
keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan
formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi
anggota komite audit (Effendi, 2005). Selain itu, Effendi juga menambahkan
masalah komunikasi dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal
serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite
audit.
Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi
melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi
dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat
mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang
oportunistik. Raghundanan et al. (2003) menggunakan karakteristik komite
commit to user
terhadap kualitas laba yang terbagi menjadi independensi anggota komite audit,
keahlian di bidang akuntansi dan keuangan dari anggota komite audit, dan
frekuensi rapat anggota komite audit. Karakteristik komite audit juga
digunakan dalam penelitian Sharma et al. (2009), hanya saja karakteristik
komite audit yang digunakan meliputi ukuran komite audit, keahlian anggota
komite audit di bidang akuntansi dan keuangan, dan independensi komite audit.
Karakeristik komite audit meliputi ukuran komite audit, keahlian akuntansi
komite audit, independensi komite audit. Raghundanan dan Rama (2007)
menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit dapat meningkatkan atau
menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan direksi yang
lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih
besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan yang lebih
efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering.
Sebaliknya, dewan dan komite audit yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite
audit (Vafeas 1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi. Raghundanan dan Rama,
2007 (2007) melaporkan bahwa keberadaan seorang ahli akuntansi dalam
komite audit berkaitan dengan frekuensi rapat komite audit karena ahli tersebut
memberikan pengawasan yang lebih efektif pelaporan keuangan.
Atas dasar uraian di atas, hipotesis penelitian ini dapat dinyatakan
seperti berikut ini.
commit to user frekuensi rapat komite audit
H1b = Terdapat pengaruh keahlian akuntansi dan keuangan komite
audit terhadap frekuensi rapat komite audit
H1c = Terdapat pengaruh ukuran komite audit terhadap frekuensi
rapat komite audit
2. Pengaruh karakterisitik dewan komisaris terhadap Frekuensi Rapat
Komite Audit
Karasterik dewan komisaris (yang dapat di-proxy-kan dengan ukuran dan independensi dewan komisaris) merupakan variabel penting yang
dapat mengpengaruhi variabel lainnya, salah satunya nilai perusahaan seperti
dalam Kusumawati dan Riyanto (2005) menemukan bahwa tingkat transparansi
good corporate governance dan jumlah komisaris berpengaruh positif dengan nilai perusahaan. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa jumlah
dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sehingga
membutuhkan pengawasan yang lebih besar. Beiner et al (2003)
menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari
mekanisme corporate governance.
Merujuk pada Keputusan Ketua BAPEPAM No: Kep-29/PM/2004
menunjukan bahwa komite audit bertanggung jawab, diangkat dan
diberhentikan kepada dan oleh dewan komisaris, dan bahwa anggota komite
audit didalamnya harus ada sekurang-kurangnya satu orang anggota komisari
independen. Dalam menyimpulkan ada atau tidaknya pengaruh karasteristik
commit to user
penelitian Raghundanan dan Rama (2007) yang menyimpulkan bahwa ukuran
dewan dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih
sering. Ukuran dewan direksi yang lebih besar memberikan akses ke sumber
daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan
yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih
sering. Hasil yang berlawanan, dewan yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite
audit (Vafeas, 1999). Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi, proxy lainnya dalam
karasteristik dewan komisaris seperti dalam penelitian yang dilakukan Sharma
et al, (2009) terhadap perusahaan perusahaan di Selandia Baru menunjukan
adanya pengaruh positif independensi dari dewan terhadap frekuensi rapat
komite audit. Kami menyertakan ukuran dan independensi dewan komisaris
berhubungan dengan frekuensi rapat komite audit.
H2a = Terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap frekuensi rapat komite audit
H2b = Terdapat pengaruh independensi dewan komisaris terhadap
frekuensi rapat komite audit
3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Frekuensi Rapat Komite
Audit
Kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang
beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank,
commit to user
akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Wahidawati, 2001). Peningkatan
kepemilikan institusional dapat menyebabkan kinerja manajer diawasi secara
optimal dan terhindar dari perilaku opportunistic. Kepemilikan institusional juga dianggap lebih dapat dengan tepat memperkirakan keuntungan di masa
mendatang daripada kepemilikan noninstitusional (Jiambalvo et al., 2002).
Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki
sumber daya yang lebih besar bila dibdaningkan dengan pemegang saham
lainnya.
Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat
menekan biaya keagenan. Waddock dan Graves (1994) menemukan hubungan
yang positif dan signifikan antara jumlah institusi yang memiliki saham dan
kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dan dikuatkan oleh penelitian
Mahoney dan Robert (2003) yang menemukan hubungan positif dan signifikan
antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah kepemilikan institusional.
Kircmaier dan Grant (2006) melakukan penelitian tentang struktur
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
commit to user
saham yang meningkat. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur kepemilikan
perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan nilai perusahaan.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) melakukan penelitian tentang
mekanisme corporte governance, manajemen keuangan dan nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta 2002-2004. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan
institusional, dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba sehingga membutuhkan pengawasan yang
lebih besar.
Pemegang saham institusional memiliki insentif untuk memonitor
secara ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah
menerapkan mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara
efektif (Shleifer dan Vishny 1986; kopi 1991; Smith 1996). Menurut Sharma et
al (2009) kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap frekuensi
rapat komite audit. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara kepemilikan institusional dan rapat komite audit frekuensi.
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat dinyatakan
seperti berikut ini.
H3 = Terdapat pengaruh kepemilikan istitusional terhadap frekuensi
rapat komite audit
commit to user
Dalam praktiknya tugas komite audit berkaitan dengan auditor
eksternal, seperti dalam Kep-29/PM/2004 komite audit bertugas untuk
melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal dan
sebaliknya kinerja auditor eksternal berkaitan secara subsitusi dengan fungsi
audit internal yang dalam pelaksanaannya oleh auditor internal bekerja sama
dengan komite audit.
Auditor Big 4 dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas
tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya
kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan (Dechow et al, 1996).
Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani pekerjaan
audit untuk perusahaan publik. Dalam penelitian Sharma (2009) Auditor big 4
memiliki pengaruh negatif dengan frekuensi rapat komite audit, sejalan dengan
peneliti dan terkait tugas dan wewenang komite audit dan auditor eksternal,
Sehingga peneliti memasukan unsur kualitas audit (diproxykan dengan audit big 4) terkait dengan frekuensi rapat komite audit .
H4 = Terdapat pengaruh kualitas audit terhadap frekuensi rapat komite
commit to user C. KERANGKA TEORITIS
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Kontrol
Ukuran Perusahaan Karakteristik dewan komisaris
· Ukuran
· Independensi
Struktur kepemilikan Karakteristik komite audit
· Independensi
· Keahlian akuntansi dan keuangan
· Ukuran
Kualitas audit eksternal
Profitabilitas
Frekuensi rapat komite audit
commit to user
35