• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Pengelolaan dan Penilaian Pakar Terhadap Ekowisata Pulau Harapan

Pengembangan berkelanjutan adalah strategi pengembangan yang mengelola seluruh asset, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan jangka panjang (Ross, 2003). Menurut Leuangdee (2001) dalam Ross (2003), dalam konsep pengembangan berkelanjutan kesejahteraan sekarang dan masa yang akan datang datang harus meliputi ketahanan sosial, ketahanan lingkungan dan ketahanan ekonomi.

Menurut Goodwin dan Roe (2001) sekarang ini banyak kegiatan pengembangan wisata alam yang gagal kecuali yang wisata alam yang berbasis konservasi. Untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya hayati maka konservasi juga harus dapat meningkatkan pendapatan penduduk setempat. (Bookbinder dkk., 1998). Sumberdaya pesisir dan lautan yang potensial dikembangkan lebih lanjut yaitu wisata bahari dengan memanfaatkan

43 keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan ekowisata.

Penawaran pariwisata meliputi seluruh areal tujuan wisata yang ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik alam, barang dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong keinginan seseorang untuk berwisata. Hal ini sejalan dengan pendapat Gold (1980), bahwa penawaran rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumber daya yang tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu. Menurut Gunn (1997) dimensi yang harus diperhatikan dalam pembangunan wisata berkelanjutan ada tiga, yaitu:

1. Jenis wisata harus sesuai dengan kondisi sumber daya lokasi wisata tersebut. 2. Ketersediaan sumber daya yang menentukan tingkat dan arah pembangunan

wisata.

3. Perbandingan antara jumlah kunjungan nyata ke lokasi wisata dengan jumlah kunjungan yang potensial.

Sebagai contoh dalam pertimbangan penetapan harga wisata untuk menjamin kelestarian sumberdaya misalnya dengan memasukkan biaya pengelolaan atau perbaikan ekosistem dalam harga wisata tersebut. Terumbu karang merupakan salah satu daya tarik terbesar dalam kegiatan ekowisata bahari di Pulau Harapan, memiliki tingkat kerentanan yang tinggi jika terus-menerus terkena dampak kegiatan ekowisata, misalnya terkena injakan kaki pengunjung atau terkena dampak dari limbah wisata. Berdasarkan data bahwa terumbu karang Indonesia menyumbang 21% kekayaan terumbu karang dunia, dimana luas terumbu karang Indonesia sekitar 60.000 km2. Namun semakin berkembangnya kegiatan ekowisata bahari, kondisi terumbu karang mengalami penurunan secara fisik maupun kualitas. Ancaman yang terjadi terhadap terumbu karang antara lain:

a. Ancaman degradasi yang cukup besar akibat polusi b. Over-fishing (penangkapan ikan secara berlebihan) c. Perubahan iklim, dsb.

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk menaggulangi ancaman-ancaman tersebut ialah melalui Inisiasi Segitiga Karang (Coral Triangle Initiative) yang beranggotakan Negara Indonesia, Timor Leste, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, dan Kepulauan Salomon. Tujuan inisiatif ini untuk menjaga nilai-nilai ketahanan pangan dan perikanan regional. Meskipun hanya meliputi 2% dari

lautan dunia, kawasan ini merupakan “kawasan inti” biodiversitas global, dimana terdapat lebih dari 75% spesies karang, 35% terumbu karang dunia, sekitar 3.000 lebih spesies ikan serta area bakau/mangrove terluas di dunia. Total estimasi nilai terumbu karang di kawasan CTI setiap tahunnya mencapai US 2.3 Milyar.

Parameter kesesuaian wisata bahari yaitu kedalaman perairan, dimana yang lebih disukai untuk wisata pantai berkisar antara 0-3 meter. Hal tersebut karena aktivitas wisata pantai seperti bermain air akan aman dilakukan pada kedalaman kurang dari 3 meter. Tipe pantai yang disukai adalah pantai pasir putih dengan topografi pantai yang landai, kecepatan arus lambat, dan kecerahan perairan tembus dasar (100%). Berdasarkan tingkat kenyamanan wisata pantai sesuai dengan konsep ekowisata, maka jarak antar pengunjung tidak lebih dari 15 meter. Tipe penutupan lahan yang disukai terbuka, tidak terdapat biota berbahaya dan ketersediaan air tawar yang dekat (Tabel 14).

44

Tabel 14 Kriteria kesesuaian wisata pantai No Parameter Kategori sangat

sesuai

Kategori tidak sesuai 1. Kedalaman perairan (m) 0-3 >10

2. Tipe pantai Pasir putih Lumpur, berbatu, terjal 3. Lebar pantai (m) > 15 <3

4. Material dasar perairan Pasir Lumpur 5. Kecepatan arus (m/dt) 0-0,17 >0,51 6. Kemiringan pantai (0) <10 >45 7. Kecerahan perairan (m) >10 <2 8. Penutupan lahan pantai Kelapa, lahan

terbuka

Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan

9. Biota berbahaya Tidak ada Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu

10. Ketersediaan air tawar (km) <0,5 >2 Sumber: Yulianda 2007

Pengelolaan suatu lokasi ekowisata laut, sebaiknya dipertimbangkan dalam 3 aspek ekowisata yaitu nilai ekologi, nilai sosial budaya masyarakat, serta nilai ekonomi yang terdapat di dalam kegiatan tersebut. Ketiga nilai ini harus diselaraskan untuk menciptakan keuntungan yang tepat dan pemanfaatan berkelanjutan terhadap sumberdaya alam yang dijadikan objek ekowisata, sehingga keberadaan lokasi ekowisata tetap terjaga baik dengan kondisi sumberdaya dan lingkungan yang tetap lestari pula, serta kontribusi dari para pihak yang terlibat dalam pengelolaan lokasi tersebut (Gambar 21).

Gambar 21 Sektor Ekonomi Pendukung Sektor Ekowisata

Dalam pengelolaan lokasi ekowisata dengan salah satu aspek yang dikelola berupa manfaat ekonomi, masing-masing stakeholder memiliki peran dalam sistem di dalam pengelolaan agar tetap menjaga kualitas lingkungan (sumberdaya alam dan sumberdaya buatan) pada kegiatan ekowisata untuk mencapai social welfare (sosial, ekonomi dan lingkungan), antara lain seperti berikut:

45 1. Pemerintah.

Kebijakan fiskal meliputi perpajakan (dan tarif), investasi, infrastruktur, keamanan atau profesional aparat pemerintah.

2. Sektor Wisata.

Keuntungan dari fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan wisata dan kualitas pelayanan, klub, dan saran kebijakan.

3. Pengunjung atau Wisatawan.

Aliran ekonomi, pengalaman, pendidikan lingkungan, nilai lokal, kepuasan, membentuk opini tentang lingkungan.

4. Penduduk Lokal.

Subyek dan obyek ekowisata, kesejahteraan, kerangka berpikir penduduk lokal digunakan juga untuk saran kebijakan.

5. Lembaga Masyarakat.

Memfasilitasi stakeholder yang terancam, advokasi, fungsi politis untuk mengangkat isu-isu kemiskinan, ketidakadilan dan dampak kerusakan lingkungan agar diperbaiki keadaannya.

Lokasi Pulau Harapan yang berada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) memiliki aturan tertentu yang telah diatur secara legal oleh perundang-undangan. Salah satu hal paling penting dalam aspek legal untuk pengelolaan pemanfaatan kawasan adalah adanya perizinan kegiatan atau perizinan usaha. Izin usaha merupakan bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak yang berwenang atas penyelenggaraan kegiatan pengelolaan. Tujuannya ialah agar terdapat upaya pembinaan, arahan, serta pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan, sehingga pengelolaan tersebut dapat berjalan tertib dan menciptakan pemerataan kesempatan kerja/usaha. Selain itu juga agar terwujudnya keindahan, pembayaran pajak, menciptakan keseimbangan perekonomian dan pengelolaan.

Pada faktanya di lapangan, segala ketentuan terkait pengelolaan ekowisata sebagian besar diatur oleh masyarakat setempat selaku agen wisata. Harga wisata yang ditetapkan hanya dihitung berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan akomodasi pengunjung, sedangkan besaran biaya untuk pengelolaan sumberdaya alam yang dijadikan objek wisata belum dipertimbangkan sebagai biaya yang harus dibayar. Padahal obyek yang ditawarkan ialah daya tarik sumberdaya alam seperti terumbu karang, ikan hias, dan pasir putih serta keindahan view alam kepulauan dan laut di TNKpS.

Sumberdaya alam tersebut merupakan sumberdaya alam yang rentan terhadap gangguan dan waktu pertumbuhan yang tidak cepat, serta berada pada kawasan yang dilindungi. Sehingga untuk menjaga kelestariannya, maka diperlukan upaya pengelolaan dan perlindungan yang membutuhkan waktu dan biaya tertentu. Sebagai contoh, kegiatan perlindungan dan pelestarian terumbu karang dapat dilakukan dengan upaya transplantasi terumbu karang, hal ini juga dilakukan di kawasan TNKpS. Biaya untuk transplantasi terumbu karang dalam petak kecil sekitar Rp 5.000.000,00 per bulan, dan kisaran pertumbuhan terumbu karang tersebut hanya 6-24 cm/bulan. hal tersebut membuktikan bahwa upaya pelestarian membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak murah, karena titik wisata yang dijadikan objek wisata untuk snorkeling maupun diving berada pada beberapa pulau wisata. Hal ini seperti yang dikemukakan Gaol (2008)

46

bahwa penurunan jumlah pengunjung dapat dipengaruhi oleh pengelolaan yang belum dilaksanakan secara maksimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan ketidakpuasan pengunjung.

Menurut Springuel (2000) perencanaan ekowisata yang baik harus meliputi empat hal, yaitu:

a. Kerja sama antara pemerintah dengan lembaga non profit untuk melaksanakan pendidikan bagi masyarakat, pengawasan terhadap lingkungan yang sehat dari pengunjung serta penerapan dari perencanaan perlindungan habitat.

b. Identifikasi daya dukung sosial dan daya dukung ekologi.

c. Penetapan duta lingkungan yang bertujuan untuk mempromosikan sesuatu yang berhubungan dengan menjaga lingkungan seperti: “pergi tanpa sampah”.

d. Inovasi dari pengusaha setempat agar pasar ekowisata semakin bertambah. LIPI COREMAP II (2005) memaparkan orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Aspek kultural dan fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pulau Harapan menjadi lokasi wisata yang berada di zona pemukiman TNKpS dengan potensi sumberdaya alam abiotik (23,43%), alga (19,66%), karang keras (50,07%), karang lunak (0,00%), karang mati (3,24%), dan biota lainnya (3,60%). Namun yang menjadi objek utama untuk kegiatan wisata di Pulau Harapan yaitu keindahan laut, terumbu karang, dan ikan hias sebagai daya tarik wisata bahari dan wisata pesisir yang diminati oleh pengunjung. Berdasarkan hasil penelitian, data terakhir di TNKpS diketahui bahwa terdapat 36 jenis terumbu karang dan 56 jenis ikan hias di Pulau Harapan. 2. Kesediaan pengunjung untuk membayar kegiatan ekowisata di Pulau Harapan

yaitu diperoleh angka rata-rata sebesar Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00 yang mana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan biaya rata-rata yang mereka habiskan secara faktual saat ini yaitu sebesar Rp 300.000,00-Rp 500.000,00. Kondisi ini cenderung baik untuk pengembangan sistem pengelolaan, karena tarif kegiatan di Pulau Harapan masih dapat ditingkatkan lagi untuk mencapai pendapatan yang lebih maksimal, dan tidak akan menurunkan minat pengunjung, karena persepsi dan kesiapan pengunjung merespon positif akan hal tersebut.

3. Nilai ekonomi dalam penawaran wisata paket akan semakin rendah jika jumlah rombongan wisata semakin banyak tiap kelompoknya, begitu juga sebaliknya akan semakin tinggi jika jumlah orang dalam rombongan semakin sedikit. Pada paket 21-50 orang diperoleh nilai rupiah sebesar Rp 3.400.000.000,00 per tahun, sedangkan untuk paket 2-3 orang diperoleh nilai ekonomi Rp 11.000.000.000,00 per tahun. Selain harga paket, terdapat juga

47 nilai ekonomi dari harga kegiatan wisata reguler yang ditawarkan sebagai biaya transportasi dan alat untuk kegiatan tersebut, diperoleh nilai ekonomi wisata piknik Rp 3.500.000.000,00 per tahun, snorkeling Rp 3.500.000.000,00 per tahun, jelajah pulau Rp 5.000.000.000,00 per tahun, diving Rp 4.000.000.000,00 per tahun, wisata pantai Rp 3.500.000.00,00 per tahun, memancing Rp 2.000.000.00,00 per tahun, dan wisata budaya masyarakat Rp 0,00 karena pengunjung dibebaskan untuk berkeliling pemukiman untuk melihat aktivitas dan budaya masyarakat di Pulau Harapan. Untuk peningkatan harga suatu lokasi ekowisata, harus didukung berbagai hal yang menunjang kepuasan pengunjung dan kelestarian sumberdaya, misalnya disediakan asuransi pengunjung dan perhitungan nilai pengelolaan sumberdaya dalam penentuan harga.

Saran

1. Sumberdaya alam yang berada di kawasan Pulau Harapan dapat terjaga dengan baik apabila didukung dengan kegiatan kontrol serta inventarisasi yang baik agar diketahui perkembangannnya setiap tahap. Karena kegiatan wisata yang terus menerus dikembangkan seperti di Pulau Harapan sangat rentan dan dapat berdampak buruk terhadap kondisi sumberdaya baik pesisir maupun bahari yang menjadi objek daya tarik ekowisata.

2. Penetapan harga yang ditawarkan di Pulau Harapan dapat ditingkatkan lagi menyesuaikan harga suatu obyek untuk dinikmati pengunjung, misalnya nilai terumbu karang atau ikan hias. Hal tersebut juga karena berdasarkan hasil penelitian ternyata pengunjung masih merasa harga wisata di Pulau Harapan cenderung murah dan terjangkau, dan pengunjung menilai kesediaan membayar mereka diatas harga yang saat ini ditawarkan.

3. Harga wisata yang ditetapkan oleh agen wisata di Pulau Harapan selama ini hanya mempertimbangkan biaya transportasi, peminjaman alat, dan jasa pemandu saja. Seharusnya dipertimbangkan pula biaya sumberdaya yang dinikmati oleh pengunjung, biaya perbaikan sumberdaya misalnya transplantasi karang dan biaya konservasi penyu sebagai obyek wisata. Sehingga keuntungan ekonomi yang diperoleh sebagian dapat digunakan untuk pemulihan kondisi sumberdaya alam agar daya tariknya sebagai potensi yang diminati pengunjung tetap tersedia dengan baik di alam.

49

DAFTAR PUSTAKA

Avenzora, R. 2008. EKOTURISME-Teori dan Praktek. BRR NAD-Nias. Banda Aceh.

Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 2008. Dokumen Rencana Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 1999-2019.

Barbier, E.B. 1995. The Economics of Forestry and Conservation: Economic Values and Policies. Commonwealth Forestry Review. Vol 74.

Bishop, C.E dan WD Toussant. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Penerjemah: Wisnuaji, Harsojono, dan Suparmoko. Mutiara. Jakarta.

Bookbinder, M.P., A. Rijal, H. Cauley, A. Rajouris, dan E. Dinerstein. 1998. Ecotourism’s Supports of Biodiversity Conservation. Conservation Biology, Vol 12, Issue 6. 1399-1404.

Constanza, R.(eds). 1991. Ecological Economics: The Science and Management of Sustainability. Columbia University Press. N.Y.

Davis, L.S. and K. N. Jhonson. 1987. Forest Management Mc Graw Hill Book Compani. New York.

Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati. 2001. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Ekowisata [internet]. [diacu 14 Oktober 2014]. Tersedia dari: http//ekowisata.info/tujuan_dan_sasaran_ekowisata. Douglass, R.W. 1982. Forest Recreation. Pargamon Press, New York.

Durkheim, E. 1966. Suicide. Translated by Jhon A. Spaulding and George Simpson and edited by Goerge Simpson. New York: Free Press.

Eagles, P. 2002. Sustainable Tourism in Protected Areas Guidelines for Planning and Management. Adrian Phillips, series editor. IUCN-The World Conservation Union.

English, S., C. Wilkinson & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources.

Fandeli, C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dan Unit Konservasi Sumber Daya Alam D. I. Yogyakarta. Yogyakarta.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gaol, H.L. 2008. Kajian potensi daya tarik wisata Gua Terawang dan Loko Wisata Hutan Jati, Cepu Kabupaten Blora dan kemungkinan pengembangannya. Jurnal Kepariwisataan Indonesia III (3).

Garrod, B dan J.C Wilson. 2004. Nature on The Edge? Marine Ecotourism in Peripheral Coastal Areas. Journal of Sustainable Tourism Vol 12, No 2, 2004.

Gray, R., Kouhy, R. and Lavers, S. 1995. “Corporate Sosial and Environmental

Reporting: A Review of The Literature and a Longitudinal Study of UK

Disclosure”. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. 8 (2), PP.

44-47.

Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw-hill. New- York. hlm. 134-144.

50

Gunn, C.A. 1997. Vacationscape : Developing Tourist Areas. Ed ke-3. Taylor & Francis Pr. Washington DC. hlm. 1-47.

Hakim, D.B. 2004. The Implication of The ASEAN Free Trade Area on Agricultural Trade: A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis. PHD Dissertation. Institut Fur Agroeconomic George. August-Universitat Gottingen, Gottingen.

Hall, C. Michael. 2001. Trends in Ocean & Coastal Tourism: The End of The Last Frontier?. Ocean & Coastal Management 44 (2001). 601-681.

Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Air Sungai (Kasus di DAS Kaligarang, Jawa Tengah) [Disertasi]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ho-Sung, O.H. 1993. Role of environmental economics in ESSD in Asia and Pasific. Training in Environmental Economics in The Asia-Pasific Region and Repor of The First NETTLAP Resources Development Workshop for Education and Training and Tertiary Level in Environmental Economics. United Nations Environment Programme Regional Officer for Asia and The Pasific.

Hufschmidt, M.M., et al. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan. Terjemahan. UGM Press.

Hutabarat, D.B.P. 2008. Persepsi dan Sikap Masyarakat Kota Bogor terhadap Anggrek Hitam (Studi Kasus: Pedagang Tanaman Hias Kota Bogor). Bogor: IPB.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012. Ranking Devisa Periwisata.

http://www.budpar.go.id/budpar/asp/ringkasan.asp?c=117. Diakses pada 11

Desember 2014

Kriyantono, R. 2009. Teknis Praktis-Riset Komunikasi. Prenada Media Group. Jakarta.

Kurnianto, I.R. 2008. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban, Kabupaten Tegal. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

LIPI COREMAP II. 2005. Studi Pengembangan Ekowisata Bahari di Perairan Pulau Abang Kecamatan Galang, Kerjasama LIPI COREMAP II dengan UIB Batam. LIPI. Jakarta.

Lindberg. 2001. Tourism and Ecotourism. McGraw-Hill. New York. hlm. 1- 45 Nurdini. 2004. Analisis Permintaan Ekoturism Hutan Mangrove Muara Angke

Dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Porteous, M. 1997. Occupational psychology. London: Prentice Hall.

Purwanto, Y. 2000. Etnobotani dan Konservasi Plasma Nutfah Holtikultura: Peran Sistem Pengetahuan Lokal pada Pengembangan dan Pengelolaannya. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Laboratorium Etnobotani, puslitbang Biologi-LIPI dan Lembaga Etnobotani Indonesia. Bogor. Hal 308-322.

Reksohadiprojo, S, Brodjonegoro. 2000. Ekonomi Lingkungan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Rachman, S. 2012. Peran Hutan Konservasi dan Hutan Lindung dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. http://www.scbfwm.org/2013/03/31/ [31 Maret 2015].

51 Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Reynolds, P.C. dan D. Brainthwaite. 1999. Towards a Conceptual Framework for Wildlife Tourism. Tourism Management 22 (2001) 31-42.

Robbins, S.P. 2005. Essentials of Organizational Behavior. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.

Roos, G.F. 1998. Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Ross, S.A., Wester Field, R.W., Jordan, B.D. 2003. Fundamentals of Corporate Finance Sixth Edition, MC Graw-Hill Higher Education. Singapore.

Roscoe, J.T. 1975. Fundamental Research Statistic For The Behavior Sciencess (2nd, ed) Holt, Rinehart and Winston. New York.

Ruitenbeck, H.J. 1991. Mangrove Management: An economic Analysis of Management Options with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya, Environmental Managemen Development in Indonesia (EMDI) Project. EMDI Environmental Reports No. 8. Jakarta.

Sabda, A. 2003. Aplikasi Metode Biaya Perjalanan Untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Manfaat Rekreasi Di Objek Wisata Pasir Putih Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sihombing. 2011. Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Skripsi. Jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Springuel, N. 2000. Planning for Ecotourism on The Coast of Marine. Marine Policy Review. Fall.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Undang-undang Nomor 5. 1990. Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.

Wahab S. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Penerjemah Frans Gromang. Pradnya Paramita, Jakarta.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatn Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Bogor (ID): FPIK IPB.

Yunus, L. 2005. Evaluasi Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Hulu dan Akibatnya di Hilir. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

53 Lampiran 1 Jenis Karang di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTK TNKpS

pada Tahun 2013 No Jenis Karang 1 Acropora sp. 2 Alveopora 3 Astreopora 4 Ctenactis 5 Diploastrea 6 Echinopora 7 Euphyllia 8 Favia 9 Favites 10 Fungia 11 Galaxea 12 Goniastrea 13 Goniopora 14 Heliofungia 15 Heliopora 16 Herpolitha 17 Leptastrea 18 Leptoria 19 Leptoseris 20 Lobophyllia 21 Merulina 22 Millepora 23 Montastrea 24 Montipora 25 Moseleya 26 Oxypora 27 Pachyseris 28 Pavona 29 Pectinia 30 Platygyra 31 Pocillopora 32 Porites 33 Sandalolitha 34 Seriatopora 35 Symphyllia 36 Turbinaria

54

Lampiran 2 Jenis Ikan Hias di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTK TNKpS pada Tahun 2013

No Jenis Ikan Hias

1 Abudefduf leucogaster 2 Abudefduf sexfasciatus 3 Abudefduf vaigiensis 4 Aeoliscus strigatus 5 Amphiprion ephippium 6 Amphiprion ocellaris 7 Amphiprion perideraion 8 Apogon chrysopomus 9 Apogon compressus 10 Bodianus mesothorax 11 Bolbometopon muricatum 12 Caesio caerulaureus 13 Caesio cuning 14 Chaetodon octofasciatus 15 Chaetodontoplus mesoleucus 16 Cheilinus digrammus 17 Cheilinus fasciatus 18 Cheilinus trilobatus 19 Cheilodipterus lineatus 20 Cheiloprion labiatus 21 Chelmon rostratus 22 Choerodon anchorago 23 Chrysiptera leucopoma 24 Cirrhilabrus filamentosus 25 Diproctacanthus xanthurus 26 Dischistodus prosopotaenia 27 Gymnothorax javanicus 28 Halichoeres chloropterus 29 Halichoeres hortulanus 30 Halichoeres purpurescens 31 Hemiglyphidodon plagiometopon 32 Labroides dimidiatus 33 Lethrinus erythropterus 34 Lethrinus harak 35 Lethrinus obsoletus 36 Lutjanus carponotatus 37 Lutjanus fulviflamma 38 Myripristis hexagona 39 Neoglyphidodon melas 40 Neoglyphidodon nigroris

55

No Jenis Ikan Hias

41 Neoglyphidodon sp 42 Plectorhinchus goldmanni 43 Pomacentrus coelestis 44 Pomacentrus moluccensis 45 Pomacentrus reidi 46 Premnas biaculeatus 47 Pseudodax moluccanus 48 Sargocentron rubrum 49 Scarus ghobban 50 Scarus rivulatus 51 Scolopsis bilineata 52 Scolopsis lineata 53 Stethojulis trilineata 54 Synodus ulae 55 Thalassoma jansenii 56 Thalassoma lunare

56

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Dokumen terkait