• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Nilai Ekonomi Ekowisata Laut Di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Tnkps).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Nilai Ekonomi Ekowisata Laut Di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Tnkps)."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI EKOWISATA LAUT DI PULAU HARAPAN

TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

MEYLIANA ASTRIYANTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MEYLIANA ASTRIYANTIKA. Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Dibimbing oleh HARNIOS ARIEF dan TUTUT SUNARMINTO.

Pulau Harapan merupakan kawasan pulau yang berada di zona pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Melimpahnya sumberdaya alam laut dan keindahan pemandangan alam menjadi daya tarik wisatawan ke lokasi ini, sehingga terlihat adanya nilai manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dengan kesediaan pengunjung untuk membayar sejumlah uang hanya untuk melihat keindahan berbagai potensi sumberdaya di Pulau Harapan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi sumberdaya alam yang menjadi objek kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS), kesediaan pengunjung untuk membayar dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan, serta menghitung nilai ekonomi kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015, dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui persepsi pengunjung dan kesediaan membayar, serta perhitungan nilai ekonomi langsung di Pulau Harapan. Sumberdaya alam di Pulau Harapan didominasi oleh sumberdaya abiotik (23,34%). Kesediaan pengunjung untuk membayar (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) ternyata lebih tinggi dibandingkan jumlah yang selama ini mereka bayarkan dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan (Rp 300.000,00-Rp 500.000,00). Kegiatan ekowisata di Pulau Harapan secara garis besar dipesan pengunjung dengan sistem paket kepada agen wisata, dan berdasarkan perhitungan nilai ekonomi langsung diperoleh bahwa nilai ekonomi dalam penawaran wisata paket akan semakin rendah jika jumlah rombongan wisata semakin banyak tiap kelompoknya, begitu juga sebaliknya akan semakin tinggi jika jumlah orang dalam rombongan semakin sedikit.

(5)

SUMMARY

MEYLIANA ASTRIYANTIKA. The Economic Value of Marine Ecotourisme in Harapan Island, Kepulauan Seribu Marine National Park (TNKpS). Supervised by HARNIOS ARIEF and TUTUT SUNARMINTO.

Harapan Island is the area of the island situated in the settlement of the Kepulauan Seribu Marine National Park (TNKpS). The abundance of natural resources of the sea and the beauty of the natural landscape into a tourist attraction to this location, so it looks the existence value of benefits and high economic value. It can be seen by the visitor's willingness to pay a sum of money just to see the beauty of the various resource potential in the Harapan island. This research was conducted to examine the potential of natural resources becomes the object of ecotourism activities in Harapan island, TNKpS, the visitor's willingness to pay for ecotourism activities in Harapan island, as well as calculating the economic value of ecotourism activities in Harapan island, TNKpS.

The research was conducted in December 2014 until April 2015, using a questionnaire to find out the perception of visitors and the willingness to pay as well as economic calculation of the value of direct in Harapan island. Natural

resources in Harapan island is dominated by resources abiotik (23,34 %).Visitor’s

willingness to pay (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) is actually higher than the number of which have so far they pay in ecotourism activities in Harapan island (Rp 300.000,00-Rp 500.000,00 ). Ecotourism activities in Harapan island as a broad outline ordered visitors with a system of packages to tourist agent, and based on the calculation of economic value obtained that direct economic value in bidding package tourism will be more low if the number of tourist a troupe of the more every their group, so also in contrast to the higher if the number of people in a procession of the less.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

NILAI EKONOMI EKOWISATA LAUT DI PULAU HARAPAN

TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS)

Nama : Meyliana Astriyantika NIM : E352140126

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Harnios Arief, MScF Ketua

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai April 2015 ini ialah ekowisata, dengan judul Nilai Ekonomi Ekowisata Laut di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF dan Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis selama di jenjang pendidikan Magister, serta Bapak Dr Ir Adjat Sudrajat, MS selaku penguji luar komisi pada sidang tesis. Di samping itu, penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, masyarakat Pulau Kelapa Dua dan masyarakat Pulau Harapan, yang telah membantu dan bekerja sama selama pengumpulan data penelitian ini.

Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya dan secara khusus penulis mempersembahkan karya ilmiah tesis ini kepada Ayahanda Masrun Dani, SE, Mama Hermaini dan adik-adikku tersayang Intan Saraswati, Trima Relisa Andani, dan Maharani Pratiwi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan yang tidak pernah terhenti.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga Nepenthes Rafflesiana KSHE 47, DKSHE, HIMAKOVA, FAHUTAN IPB, Kelompok Pemerhati Ekowisata, KEMALA IPB, Agit Permana Ramadan, Andika Septiana Suryaningsih, Rifanti Diana Lutfi, Anggita Puspitasari, Rahmi Nur Khairiah, Ade Surahman, Widia Dwi Mentari, dan Achmad Fauzi, serta seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semua kebersamaan dan kekeluargaan yang erat selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Sejarah, Legalitas, dan Status Kawasan TNKpS 3 Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan 6

Ekowisata TNKpS 7

Pengembangan Wisata Perairan Berkelanjutan 9

Konsep Nilai Ekonomi Ekowisata 10

Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu 12

Kerjasama dan Kemitraan 13

Konsep Persepsi 15

3 METODE 16

Kerangka Pikir Penelitian 16

Waktu dan Tempat 17

Alat dan Obyek 18

Jenis Data 18

Prosedur Pengambilan Data 19

Analisis Data 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Kondisi Umum dan Potensi Pulau Harapan 21

Potensi Ekowisata di Pulau Harapan 22

Persepsi dan Kesediaan Pengunjung untuk Membayar 26 Pendugaan Nilai Ekonomi Ekowisata di Pulau Harapan 38

5 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 53

(12)

DAFTAR TABEL

1 Batas Wilayah Kerja RPW Pulau Harapan 6

2 Produk Domestik Bruto Sektor Pariwisata Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Pada Tahun 2010-2012 8

3 Daftar Mitra Balai TNKpS 14

4 Prosedur Penelitian 19

5 Jumlah Penduduk di Tiap Pulau Pemukiman Kelurahan Pulau Harapan 21 6 Kegiatan Ekowisata Bahari yang Dapat Dikembangkan 24

7 Zonasi di Kawasan Ekowisata Bahari 24

8 Potensi Sumberdaya Pulau Harapan 24

9 Contoh Paket Wisata yang Ditawarkan di Lokasi Pulau Harapan 38

10 Nilai Ekonomi Paket Wisata di Pulau Harapan 40

11 Nilai Ekonomi Obyek Wisata Pulau Harapan 41

12 Perbandingan Harga Wisata Pulau Harapan dan Tanjung Benoa 41 13 Perbedaan Fasilitas Ekowisata di Pulau Harapan dan Tanjung Benoa 42

14 Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai 44

DAFTAR GAMBAR

1 Presentase Zonasi TNKpS 5

2 Kerangka Pikir Penelitian 16

3 Peta Lokasi Penelitian 17

4 Potensi Objek Daya Tarik Wisata Laut Pulau Harapan 24

5 Gerbang Taman 25

6 Saung di Taman Terpadu 25

7 Jenis Kelamin dan Pekerjaan Responden 26

8 Aspek Motivasi Pengunjung 27

9 Jenis Kegiatan Ekowisata yang Disukai 28

10 Estimasi Waktu Berkunjung 29

11 Waktu Aktivitas per hari 30

12 Penilaian Pengunjung Terhadap Ketersediaan Objek di Pulau Harapan 31 13 Penilaian Pengunjung Terkait Ketersediaan Sarana Penunjang 32

14 Papan Selamat Datang 33

15 Pelabuhan Pulau Harapan 33

16 Persepsi Pengunjung Terkait Pengelolaan Wisata 33 17 Biaya Wisata yang Dihabiskan Pengunjung di Pulau Harapan 34 18 Jumlah Biaya yang Dihabiskan Pengunjung di Pulau Harapan 35 19 Biaya yang Sanggup Dikeluarkan dengan Melihat Potensi Sumberdaya

di Pulau Harapan 36

20 Posisi Biaya yang Dihabiskan Pengunjung dan Kesediaan Membayar 37

21 Sektor Ekonomi Pendukung Sektor Ekowisata 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis Karang di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTK TNKpS 49 2 Jenis Ikan Hias di Pulau Harapan Berdasarkan Hasil PPTKP TNKpS 50

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepulauan Seribu ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002. Penetapan zonasi di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) didasarkan pada Keputusan Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.05/VI-KK/2004 yang membagi kawasan TNKpS ke dalam 4 zona, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Pemukiman.

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) tersusun oleh ekosistem pulau-pulau kecil dan perairan laut dangkal, yang terdiri dari gugus kepulauan dengan 78 pulau kecil, 86 gosong pulau, hamparan laut dangkal, terumbu karang tipe karang tepian (fringing reef), mangrove dan lamun. Ekosistem-ekosistem yang terdapat di TNKpS antara lain mangrove, terumbu karang, lamun, gosong dan lagun. TNKpS memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik dari tumbuhan laut, terumbu karang dan potensi alam lainnya seperti jenis-jenis burung air, ikan hias, dan biota laut lainnya. TNKpS juga sebagai habitat bagi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi (BTNKpS 2008).

Sumberdaya alam pesisir yang melimpah menjadikan kawasan TNKpS sangat diminati masyarakat luas sebagai tujuan wisata bahari. Pengelola memanfaatkan hal tersebut untuk pengembangan kegiatan ekowisata pada zona yang diperbolehkan dan batasan yang ditetapkan. Lokasi wisata tidak hanya di zona pemanfaatan wisata, tetapi juga di zona pemukiman, sebagai contoh yaitu di Pulau Harapan. Keindahan sumberdaya alam yang menjadi objek daya tarik ekowisata di kawasan ini memiliki nilai manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dengan kesediaan pengunjung untuk membayar sejumlah uang hanya untuk melihat keindahan berbagai potensi sumberdaya di lokasi Pulau Harapan.

(14)

2

Perumusan Masalah

Kawasan Pulau Harapan memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat tersebut, diantaranya yaitu sebagai objek wisata, habitat satwa, sumber air dan kawasan konservasi berbagai sumberdaya alam. Dalam penelitian ini, fokus yang dikaji mengenai kegiatan ekowisata. Manfaat ekowisata terutama dalam aspek ekonomi, belum terlalu optimal dikembangkan, terutama yang menyangkut nilai ideeal suatu sumberdaya alam yang menjadi objek daya tarik. Berbagai biaya yang ditawarkan oleh pengelola wisata hanya sekedar berpatokan pada biaya transportasi, namun tidak memperhatikan besar kandungan nilai ekonomi obyek tersebut dan besarnya nilai yang harus dikeluarkan untuk menjaga kelestarian sumberdaya agar tetap tersedia baik di kawasan wisata. Untuk itu pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini, diantaranya: a. Apakah sumberdaya alam yang menjadi potensi ekowisata di Pulau Harapan

sudah optimal dimanfaatkan?

b. Bagaimana kesesuaian nilai ekonomi ekowisata di Pulau Harapan dilihat dari kesediaan pengunjung untuk membayar atau WTP dengan pengeluaran real pengunjung?

c. Apakah nilai ekonomi ekowisata di Pulau Harapan mampu mencukupi kebutuhan biaya pengelolaan dan berdampak pada masyarakat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengkaji potensi sumberdaya alam yang menjadi objek kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

2. Mengkaji kesediaan pengunjung untuk membayar dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

3. Menghitung pendugaan nilai ekonomi kegiatan ekowisata di Pulau Harapan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS).

Manfaat Penelitian

(15)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Ditinjau dari aspek kewilayahan, ruang lingkup penelitian berada di kawasan Pulau Harapan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Dengan pengambilan lokasi penelitian hanya pada 1 pulau, maka potensi ekowisata, nilai ekonomi dan faktor pengambilan keputusan untuk pengelolaan oleh masyarakat akan berbeda dengan kawasan pulau-pulau lainnya. Hal ini karena adanya perbedaan kondisi sosial masyarakat, keunikan sumberdaya alam, sistem pengelolaan taman nasional dan status zonasi kawasan taman nasional.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah, legalitas, dan status kawasan TNKpS

Kawasan pelestarian alam (KPA) TNKpS terbentuk sejak tahun 2002, namun memiliki sejarah yang panjang hingga mencapai bentuk Taman Nasional seperti saat ini. Berdasarkan statistik BTNKpS (2012) tercatat bahwa kawasan konservasi ini mengalami dua kali perubahan fungsi kawasan konservasi dengan 13 point penting yang memicu terjadinya perubahan fungsi kawasan. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, TNKpS merupakan kawasan dengan intensitas pengambilan material laut yang tinggi seperti batu karang, pasir laut, serta eksploitasi keanekaragaman hayati laut secara tidak ramah lingkungan oleh masyarakat setempat maupun diluar masyarakat sekitar. Sehingga dibuat aturan-aturan yang mengatur kegiatan tersebut seperti Perda Kotapraja Jakarta Raya No. 7 tahun 1962, Keputusan Gubernur No. Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969, Keputusan Gubernur/Kepala DKI Jakarta Nomor: Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970. Peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi kawasan Kepulauan Seribu dari kerusakan, hingga pada pada tahun 1982 ditetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan suaka alam (KSA) dengan status Cagar Alam Laut Pulau Seribu berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982.

Kegiatan selanjutnya yakni dilakukan penataan kawasan yang di mulai sejak tahun 1986 melalui kegiatan pembagian zonasi kawasan (Zona Inti, Zona Pelindung, Zona Pemanfaatan Intensif, serta Zona Penyangga) (Data statistik BTNKpS 2012). Kegiatan penataan wilayah selanjutnya adalah kegiatan pemasangan pelampung suar, titik referensi dan papan nama Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu pada tahun 1999. Pada tahun 2000 dilakukan kegiatan penunjukan kawasan TNKpS dengan luas daratan 39,50 ha dan perairan: 108.000 ha.

(16)

4

kepentingan konservasi dan ekonomi masyarakat berdasarkan Keputusan Kementerian Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan kawasan pelestarian alam sendiri didefinisikan sebagai kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun laut yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Penetapan pembagian zonasi disahkan pada tahun 2004 yang meliputi Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona Pemukiman (Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Departemen Kehutanan Nomor : SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004) selanjutnya pada tahun 2006 dibentuklah 20 taman nasional model yang salah satunya adalah TNKpS (Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006). Legalitas kawasan dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang memuat undang-undang serta peraturan lain yang mengatur penunjukan, penetapan, alih fungsi kawasan pada Kepulauan Seribu. Berdasarkan penelusuran dokumen di Balai TNKpS, terdapat 14 dokumen penting yang berkaitan dengan legalitas kawasan dan perubahan-perubahannya.

Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 disebutkan bahwa, kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari:

1. Zona Inti

Zona inti merupakan zona dengan persyaratan yang ketat, yaitu bagian yang mutlak harus dilindungi dan dilestarikan. Perubahan sekecil apapun akibat campur tangan manusia harus dicegah. Dengan demikian zona ini tertutup untuk umum.

2. Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan merupakan zona yang mempunyai bentuk kegiatan paling luas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan adalah kegiatan pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pemulihan jenis tumbuhan dan satwa asli, dan kegiatan penunjang budi daya. Selain itu pembangunan sarana pariwisata alam boleh dilakukan di dalam zona pemanfaatan.

3. Zona lainnya sesuai dengan keperluan

Zona di luar kedua zona tersebut yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi, dan zona lainnya.

(17)

5 konservasi dan ekonomi masyarakat yang realisasinya merupakan pengalihan fungsi kawasan menjadi kawasan taman nasional dengan empat zona (inti, perlindungan, pemanfaatan wisata, dan pemukiman).

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu memiliki luas 107.489 ha yang dibagi kedalam empat zonasi (Gambar 1) berdasarkan fungsi dan peruntukannya. Zonasi yang terdapat di TNKpS meliputi zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan wisata, dan zona pemukiman (zona khusus). Dasar-dasar penetapan zonasi kawasan berdasarkan pada urgensi tipologi kawasan tersebut sesuai dengan karakteristik dan potensi yang terkandung pada area tersebut. Adapun presentase zonasi TNKpS ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1 Persentase Zonasi TNKpS

Pada kawasan zona inti yang memiliki fungsi perlindungan total kawasan dan tidak memperbolehkan perubahan lanskap dan aktivitas manusia, memiliki keanekaragaman yang harus dilindungi salah satunya adalah habitat Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) seperti pada Pulau Peteloran Barat dan Timur, terdapatnya ekosistem mangrove alami, serta ekosistem terumbu karang alami. Zona inti menjadi area yang mendukung sistem esensial kehidupan serta pengendalian masalah seperti intrusi air laut, abrasi bibir pantai. Zona penyangga difungsikan sebagai daerah pendukung dan pelindung zona inti.

Zona perlindungan mencakup kegiatan yang berkaitan dengan fungsi perlindungan kawasan dan ekosistemnya serta keanekaragaman yang terkandung di dalamnya. Zona pemanfaatan wisata ditujukan untuk jenis pemanfaatan wisata bahari, wisata pendidikan dan wisata lain yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Zona pemanfaatan ditetapkan sebagai area pemanfaatan wisata karena memiliki keindahan alami yang dapat dijadikan obyek dan daya tarik wisata sehingga mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, namun tetap dalam pengawasan dan pengawalan dari pihak Taman Nasional. Sedangkan zona pemukiman yang merupakan zona khusus dalam perundang-undangan, ditetapkan karena merupakan pusat pemerintahan, pemukiman dan aktivitas manusia yang ada sebelum adanya Taman Nasional. Hal tersebut dilakukan untuk

Zona Inti

4% Zona

Perlindungan 24%

Zona Pemanfaatan Wisata

56% Zona

(18)

6

menyeimbangkan antara kepentingan konservasi dan kebutuhan akan tempat tinggal serta ruang untuk beraktivitas bagi masyarakat.

Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan

Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan terletak di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. RPW Pulau Harapan mempunyai wilayah kerja dengan luas 9.210 Ha yang meliputi perairan Pulau Harapan, Pulau Opak Besar, Gosong Opak Besar, Pulau Pamegaran, Gosong Pamegaran, Pulau Bulat, Pulau Kuburan Cina/ Rosa, Pulau Bira Besar, Pulau Bira Kecil, Gosong Bira Besar, Pulau Kayu Angin Bira, Pulau Belanda, dan Gosong Belanda.

Batas wilayah kerja Resort Pengelolaan Wilayah (RPW) Pulau Harapan yaitu sebelah Utara berbatasan dengan RPW Pulau Perak, sebelah Selatan berbatasan dengan RPW Pulau Kotok dan RPW Pulau Pramuka pada SPTN Wilayah III Pulau Pramuka, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Alur Lalu Lintas Kapal Indonesia, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan RPW Pulau Kelapa pada SPTN Wilayah I Pulau Kelapa. Batas wilayah tersebut ditunjukkan dengan titik-titik batas dengan koordinat sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Batas wilayah kerja RPW Pulau Harapan

No Batas Titik Batas Koordinat

Bujur Timur Lintang Selatan

1 2 3 4 5

1. Sebelah utara Titik 17 106033’ 47,003” 5° 35' 59,846" Titik 18 106040’ 0,008” 5° 35' 58,871" 2. Sebelah selatan Titik 10 106034’ 27,689” 5° 40' 37,875" Titik 11 106036’ 10,000” 5° 40' 37,720" Titik 12 106040’ 0,012” 5040’ 37,000” 3. Sebelah barat Titik 10 106034’ 27,689” 5° 40' 37,875" Titik 13 106033’ 46,868” 5° 37' 45,148" Titik 14 106033’ 27,690” 5° 37' 44,875" Titik 16 106033’ 47,000” 5° 36' 34,000" Titik 17 106033’ 47,003” 5° 35' 59,846" 4. Sebelah timur Titik 12 106040’ 0,012” 5° 40' 37,000" Titik 18 106040’ 0,008” 5° 35' 58,871" Sumber: Peta Pembagian Wilayah Kerja Resort Tahun 2013

(19)

7 RPW Pulau Harapan dipimpin oleh Kepala Resort yang merupakan Jabatan Non Struktural yang ditunjuk/ditetapkan oleh Kepala Balai. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, maka ditetapkan Susunan Organisasi Resort sesuai dengan Keputusan Kepala Balai Nomor SK.29/BTNKpS-1/2013 tanggal 22 November 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Resort pada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, yang terdiri dari :

1. Kepala Resort

2. Koordinator Urusan Perlindungan 3. Koordinator Urusan Pengawetan 4. Koordinator Urusan Pemanfaatan

5. Koordinator Urusan Pengelolaan Daerah Penyangga 6. Kelompok Jabatan Fungsional (Polhut/ PEH/ Penyuluh)

Ekowisata TNKpS

Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat (TIES 1990). Ekowisata yang dimaksud dalam kriteria ini adalah ecological tourism yaitu suatu model pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab ke daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara kaidah alam untuk menikmati dan menghargai alam dan segala bentuk budaya yang menyertainya, yang mendukung konservasi, melibatkan unsur pendidikan dan pemahaman, memiliki dampak yang rendah dan keterlibatan aktif sosio ekonomi masyarakat setempat (Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati 2001).

Sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, dapat dilihat dari kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional. Data BPS menunjukkan, bahwa PDB pariwisata terus meningkat sejak tahun 2010 sampai 2013. Pada tahun 2010 kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional sebesar Rp 78.833,6 Milyar atau 3,40% dari total PDB yaitu Rp 2.314.458,8 Miliar. Pada tahun 2011 PDB pariwisata yaitu meningkat menjadi Rp 83.462 milliar atau 3,38% dari total PDB yaitu Rp 2.464.566,1 Milliar. Pada tahun 2012 PDB pariwisata meningkat menjadi Rp 88.265 milliar dan kontribusinya mengalami penurunan tipis menjadi 3,37% terhadap PDB nasional. Sementara pada tahun 2013, PDB sektor pariwisata meningkat menjadi Rp 93.937,9 milliar dan kontribusi mengalami peningkatan tipis menjadi 3,39% terhadap PDB nasional.

(20)

8

posisi ke-4 setelah migas,batubara dan kelapa sawit. Hal tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produk domestik bruto sektor pariwisata atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Miliar Rupiah) pada tahun 2010-2013.

No. 2010 2011 2012 2013 daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi objek-objek wisata yang ada di Indonesia. Sektor pariwisata dapat menyerap 7,43 juta orang atau 6,87% dari kesempatan kerja di Indonesia dan menyumbang devisa negara untuk pembangunan nasional rata-rata per tahun sebesar US$ 6.655.750,36 (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012). Pengembangan pariwisata di Indonesia dewasa ini telah banyak dilakukan di wilayah-wilayah berpotensi wisata. Hal ini disebabkan semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat terhadap wisata di tengah kesibukan mereka. Tingginya kebutuhan masyarakat dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,55% atau 229.658 kunjungan per tahun (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012). Salah satu kegiatan wisata yang dilakukan adalah kegiatan wisata alam.

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah lama menjadi tujuan wisata, lokasi yang dijadikan wisata sudah ditetapkan melalui zona pemanfaatan wisata, yang terdiri dari Pulau Kelor Barat, Gosong Laga, Gosong Sepa, Pulau Sepa Barat dan Timur, Pulau Jukung, Pulau Melinjo, Pulau Cina, Pulau Semut Besar dan

(21)

9 Wisatawan yang datang selalu menginginkan atraksi atau obyek wisata yang baru. Hal ini yang menyebabkan wisatawan ingin berwisata ke zona inti. Selama ini belum ada jalur intrepretasi di TNKpS, karena wilayah TNKpS kebanyakan hanya perairan tidak termasuk daratannya, daratan yang menjadi wilayah TNKpS hanya pada zona inti. Wisatawan yang datang mayoritas hanya ingin bersenang-senang saja dan menikmati keindahan alam Kepulauan Seribu. Akan tetapi jika wisata yang bersifat edukasi, pada umumnya wisatawan meminta untuk berkunjung ke lokasi pelestarian Penyu Sisik yang berada di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, rehabilitasi Elang di Pulau Kotok Besar dan lokasi penanaman mangrove, lamun dan kegiatan lainnya yang dapat menambah pengetahuan bagi wisatawan.

Wisatawan kelas menengah keatas cenderung ke resort-resort wisata, seperti resort wisata Pulau Putri, Pulau Kotok, Pulau Macan, Pulau Sepa dan pulau-pulau lainnya. Segi pemasaran yang telah dilakukan oleh TNKpS melalui website, booklet, leaflet, dan pameran wisata. Booklet dan leaflet hanya di berikan pada wisatawan yang minta dan bersifat random.

Pengembangan Wisata Perairan Berkelanjutan

Menurut Hall (2001), wisata perairan dibagi menjadi dua bagian yaitu wisata pesisir dan wisata bahari. Wisata pesisir meliputi kegiatan leisure dan aktivitas yang dilakukan di perairan lepas pantai, seperti berperahu, memancing, snorkling, dan menyelam. Sedangkan wisata bahari lebih mengarah pada perairan laut, seperti memancing di laut dan berlayar menggunakan kapal pesiar.

Kegiatan wisata perairan seperti ini menjadi daya tarik yang telah lama diminati oleh masyarakat, dan sejak dahulu sudah dikenal sebagai potensi wisata yang menarik. Dengan kondisi yang seperti itu, maka wisata perairan terus-menerus dikembangkan di berbagai lokasi karena diharapkan mampu mendorong potensi ekonomi maupun upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan kekayaan hayati secara terpadu. Pada tahap berikutnya, dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata berorientas pelestarian lingkungan (Kurnianto 2008).

Menurut Yulianda (2007), jenis kegiatan yang dapat dikembangkan untuk kategori perairan pesisir maupun bahari adalah rekreasi pantai, berenang, berjemur, olahraga pantai, berperahu, memancing, wisata mangrove, wisata selam, dan wisata snorkling. Pengembangan industri wisata berkelanjutan berarti mengintegrasikan pertimbangan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan ke dalam pengambilan keputusan pengelolaan di seluruh komponen industri pariwisata (Kurnianto 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan program-program sebagai berikut:

1. Pengembangan sistem manajemen wisata berkelanjutan. 2. Pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam.

3. Pengelolaan limbah.

4. Perencanaan dan pengelolaan tata guna lahan. 5. Pengelolaan sumberdaya alam dan warisan budaya.

(22)

10

Konsep Nilai Ekonomi Ekowisata

Nilai dari suatu barang dan jasa sangat membantu seorang individu masyarakat atau organisasi dalam mengambil suatu keputusan. Penilaian ekonomi sumberdaya alam merupakan peralatan teknis yang dapat dipercaya dan logis untuk digunakan sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Nilai atau perhitungan moneter dapat menunjukkan keperdulian yang kuat terhadap aset sumberdaya alam dan lingkungan, dapat menjadi pendukung untuk pemihakan/advokasi terhadap kualitas lingkungan, sebagai dasar pembanding secara kuantitatif dalam bentuk moneter terhadap beberapa alternatif pilihan dalam pemutusan suatu kebijakan atau pemanfaatan dana (Yunus 2005).

Penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka, sebagai rekomendasi tertentu pada kegiatan perencanaan dan pengelolaan (Yunus 2005). Ada tiga langkah yang dikemukakan oleh Ruitenbeek (1991) dalam menilai suatu ekosistem secara alami, yaitu:

1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem.

2. Kuantifikasi segenap manfaat ke dalam nilai uang.

3. Pilihan dan evaluasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam yang terkandung dalam ekosistem tersebut.

Menurut Davis dan Johnson (1987) pendugaan permintaan terhadap manfaat intangible seperti rekreasi dapat dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan (Travel Cost Methods). Metode tersebut berdasarkan pada kesediaan membayar dari pengunjung (willingness to pay), dalam penilaian manfaat rekreasi dari sumber daya hutan, pendekatan kesediaan membayar dilakukan dengan pendugaan kurva permintaan yang menggambarkan kesediaan dari pengunjung untuk membayar biaya yang perlu dikeluarkan untuk dapat menikmati suatu kegiatan rekreasi. Secara umum, jumlah biaya perjalanan ini adalah termasuk biaya pulang dan pergi ditambah dengan nilai uang dan waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dan rekreasi tersebut. Kemudian fungsi permintaan terhadap daerah rekreasi tersebut diestimasi dengan menggunakan biaya perjalanan itu sebagai representase dari nilai atau harga lokasi kunjungan itu, kalau lokasi perjalanan adalah barang lingkungan maka besarnya biaya perjalanan dipandang sebagai nilai yang diperoleh dari penyediaan barang lingkungan tersebut (Yoeti, 2002).

(23)

11 manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua barang pada tingkat harga yang rendah yang sama (Hakim, 2004).

Gray et al. (1997) menyatakan bahwa analisis ekonomi merupakan perhitungan sosial bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, yang dihitung adalah seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut.

Dalam penelitian ini konsep ekonomi menurut pandangan ecological economics lebih diperkuat karena pada konsep tersebut tujuan valuasi tidak semata terkait dengan maksimalisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza dan Folke 1997). Selain itu juga, Bishop (1979) menyatakan bahwa valuasi berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi dan keadilan distribusi tersebut.

Biaya yang terkandung dalam setiap sumberdaya bukan hanya biaya langsung yang diperlukan untuk mengkonversi ekosistem, sehingga nilai-nilai ekosistem yang hilang akibat konversi tersebut harus pula dipertimbangkan. Masalahnya, nilai ekonomi tersebut tidak seluruhnya dapat didekati dengan menggunakan pendekatan pasar (market approach), sehingga seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan sektor swasta (private) maupun sektor publik. Dengan demikian, estimasinya seringkali masuk ke dalam kategori underestimate yang pada akhirnya berdampak pada “kesalahan” tingkat eksploitasi terhadap ekosistem tersebut.

Pendekatan nilai ekonomi paling sedikit memiliki tiga pokok kajian (Ho-Sung OH 1993), yaitu:

1. Membahas penggunaan dan degradasi sumberdaya, terutama untuk memahami secara ekonomi dalam penetapan harga yang dipandang terlalu rendah, property right yang belum sempurna, struktur intensif yang berkontribusi pada kerugian pada lingkungan.

2. Mengukur jasa lingkungan, meliputi pengukuran maksimalisasi aset lingkungan. Untuk memaksimalkan nilai aset lingkungan, maka harus diketahui nilai jasa lingkungan, termasuk penggunaan dalam penerimaan limbah.

3. Menghambat degradasi lingkungan untuk mencapai tahap pembangunan berkelanjutan.

(24)

12

Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu

Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu (AJWKS) merupakan himpunan lembaga-lembaga wisata di Kepulauan Seribu yang berdiri pada tahun 2012. Latar belakang pembentukan asosiasi ini merupakan inisiasi salah satu dari masyarakat Pulau Pramuka, dibawahi oleh Pemda dan dibina oleh TNKpS.

Tujuan dibentukanya AJWKS yaitu untuk memudahkan komunikasi antar lembaga wisata, yang mencakup travel, guide, dan dive centre. Hingga tahun 2014 perkembangan AJWKS masih dalam tahap sosialisasi lembaga-lembaga wisata secara keseluruhan karena belum seluruhnya lembaga wisata mengetahui tentang adanya AJWKS dan keharusan menjadi anggota. Harapan AJWKS terkait perkembangan wisata yaitu semua masyarakat kepulauan seribu menjadi pengelola wisata, sementara pekerjanya adalah orang dari luar pulau.

Sistem pemasaran yang dilakukan AJWKS dalam mengembangkan wisata melalui kaskus dan milist, alasan tidak menggunakan media cetak karena keterbatasan dana. Sumber pendanaan AJWKS murni dari anggota AJWKS. Sampai saat ini AJWKS masih fokus dalam perekrutan lembaga-lembaga wisata sebagai anggota dan upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan latihan yang diberikan oleh TNKpS dan Sudin pariwisata, selain itu juga dilakukan sharing antar anggota.

AJWKS menganggap dampak wisata sangat besar dari segi ekonomi dan tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan maupun ekologi dan budaya. Sehingga dalam peningkatan taraf hidup masyarakat diperlukan pengembangan wisata dengan memaksimalkan potensi Kepulauan Seribu. Pada pengembangan wisata di Kepulauan Seribu belum memiliki prinsip-prinsip konservasi maupun edukasi yang diterapkan. Prinsip AJWKS dalam pengembangan wisata hanya prinsip partisipasi masyarakat dan ekonomi.

Guide Tour and Travel (Gurita) merupakan himpunan guide dan travel Pulau Pramuka dan Pulau Panggang yang berdiri pada tahun 2012. Gurita beranggotakan 80 orang dari berbagai usia. Latar belakang terbentuknya Gurita yaitu ingin adanya perbedaan harga paket travel dan guide, sehingga tujuan dibentuknya Gurita yaitu standarisasi atau menyamakan harga paket travel dan guide agar tidak ada kesenjangan serta tidak menjatuhkan harga travel dan guide. Selain itu juga dengan adanya Gurita memudahkan untuk menyamakan persepsi terkait ekowisata yang berbasis lingkungan.

Gurita mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku untuk anggotanya dalam mengembangkan ekowisata, secara garis besar SOP Gurita mengenai menjaga biota dan obyek wisata, keselamatan pengunjung, efektifitas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan konservasi serta edukasi. Hal ini dimaksudkan agar guide merangkap sebagai interpreter.

(25)

13

Kerjasama dan Kemitraan

Kerjasama dan kemitraan merupakan hal yang lazim dan dilakukan oleh nyaris seluruh lembaga yang melakukan berbagai kegiatan, agar tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Pemilihan mitra yang akan diajak untuk bekerjasama merupakan mitra yang memiliki tujuan sama walau dengan potensi yang dimiliki berbeda. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan dan rencana kerja yang telah dibuat, pihak Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) bermitra dengan beberapa pihak sebagai upaya untuk menjalin kerjasama agar program yang telah disusun dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan dengan maksimal.

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam kegiatan konservasi. Adapun pihak yang menjadi mitra dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:

1. Pemerintah Daerah

2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 3. Pihak Swasta

4. Masyarakat.

Kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut mencakup bidang pemberdayaan masyarakat, pelestarian Penyu Sisik, rehabilitasi Elang Bondol, konservasi terumbu karang dan kegiatan wisata. Selain menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga yang memiliki status kelegalan sebagai institusi dan secara dominan memiliki kantor di luar kawasan TNKpS, pihak pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu juga menjalin kerjasama sejak awal dengan masyarakat setempat, karena dalam membangun suatu kegiatan atau sistem pengelolaan ekowisata, peran dan partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting yang membedakannya dengan bentuk pariwisata lainnya. Masyarakat harus dilibatkan dan diperhatikan persepsinya dalam pengelolaan lingkungan sebab masyarakat memiliki peran ganda, yakni sebagai subyek dan obyek. Sebagai obyek mereka harus dapat menikmati hasil pengelolaan secara adil dan merata, sebagai subyek mereka perlu terus meningkatkan dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat menjadi pengelola yang baik (Untung, 1995 dalam Harihanto, 2001).

Kerjasama tersebut mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, sebagai berikut :

1. Kerjasama dengan berbagai pihak membantu dalam pengelolaan konservasi. 2. Kerjasama pelestarian Penyu Sisik, meningkatkan jaminan keberhasilan

penangkaran, dan meningkatkan kapasitas pengetahuan mengenai pelestarian Penyu Sisik.

3. Pemberdayaan masyarakat meningkat dengan banyak pihak yang terlibat. 4. Kapasitas dan kualitas masyarakat mengenai lingkungan dan konservasi

meningkat.

5. Pelestarian terumbu karang meningkat. 6. Memudahkan dalam pengelolaan kawasan.

7. Bagi lembaga lain, kerjasama ini mampu meningkatkan minat pengunjung dengan adanya daya tarik pelestarian penyu tersebut.

(26)

14

Hingga bulan Februari 2014 tercatat lima mitra yang masih aktif menjalin kerjasama dengan TNKpS. Daftar mitra yang masih aktif bekerjasama dengan TNKpS disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar Mitra Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

No Nama mitra Fokus kerjasama Lokasi

1 PT. Pulau Sepa Permai

Upaya pelestarian Penyu Sisik, pengembangan, pemanfaatan atraksi wisata.

Pembinaan SPKP dalam pemanfaatan/ pengolahan sampah.

TNKpS

3 CNOOC SES Ltd.

Upaya konservasi dan pengembangan ekonomi daerah, diantaranya program pemberdayaan ekonomi, pengembangan SDM serta konservasi ataupun kegiatan lain.

TNKpS

Pengelolaan ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu yang lebih baik.

TNKpS

5 PT United Adventures

Upaya pelestarian Penyu Sisik beserta habitatnya, Pengembangan aktivitas pelestarian Penyu Sisik (sumber daya alam hayati) sebagai ODTW Pengembangan atraksi wisata alam pada habitat Penyu Sisik di Pulau Macan Kecil.

Pulau Macan Kecil

Sumber: Laporan monitoring dan evaluasi kerjasama dan mita semester I 2013 Kerjasama dan kemitraan merupakan kegiatan pengelolaan bersama pada berbagai aspek, peran pengelola Taman Nasional dalam kerjasama tersebut menjadi penting karena berkaitan dengan area kerja yang dikelola, sehingga penting mengidentifikasi peran Taman Nasional dalam kerjasama tersebut. Salah satu caranya yakni Taman Nasional menjadi pihak yang mengawasi dan membimbing jalannya program pada masing-masing mitra, kemudian Taman Nasional ikut berperan aktif dalam pelaksanaan program yang dilakukan mitra yang bekerjasama. Kegiatan monitoring program dan kerjasama dilakukan setiap 3 bulan sekali, dan setiap 6 bulan sekali dilakukan monitoring serta evaluasi untuk mengetahui perkembangan program-program yang telah dilaksanakan dan mengakomodir keperluan administrasi.

(27)

15 Pulau Sepa Permai dan PT. United Adventures memiliki fokus kerjasama bidang pelestarian penyu sisik serta menjadikannya sebagai atraksi wisata edukasi, dan CNOOC Ses. Ltd memiliki fokus peran pada pemberdayaan masyarakat melalui Sentra Penyuluhan Kehutanan Perdesaan (SPKP) serta upaya-upaya rehabilitasi ekosistem mangrove. Pada umumnya lama mitra yang berkerjasama dengan TNKpS adalah minimal lima tahun.

Konsep Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah pandangan dan pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyektif yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya (Rakhmat, 2005).

Surata dalam Tungabdi (1997) mengemukakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu (faktor internal) dan faktor dari luar individu (faktor eksternal). Faktor internal adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera, dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan perbedaan latar belakang sosial dan budaya. Persepsi seseorang tergantung kepada seberapa jauh suatu objek membuat kesan bagi seseorang. Persepsi juga melibatkan derajat pengertian kesadaran, suatu arti atau suatu penghargaan terhadap obyek tersebut. Persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan individu tersebut. Perilaku adalah hasil persepsi, dan persepsi yang salah bisa menimbulkan perilaku yang salah (Harihanto, 2001).

Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dari dalam diri dipadukan dengan hal-hal yang ditangkap pancaindra pada proses melihat, merasakan, mencium aroma, mendengar dan meraba. Faktor internal tersebut antara lain : umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, asal dan status penduduk, tempat tinggal, status ekonomi dan waktu luang. Faktor tersebut kemudian dikombinasikan dengan faktor eksternal yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial, yang kemudian menjadi suatu respon dalam bentuk suatu tindakan (Porteous, 1977 dalam Catur, 2005).

Karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Osley (1972) adalah:

1. Faktor ciri khas dari objek stimulus yang terdiri dari nilai, arti, familiaritas, dan intensitas.

2. Faktor pribadi, termasuk di dalamnya ciri khas individu seperti tingkat kecerdasan, minat dan emosi.

3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain dapat memberi arahan suatu tingkah laku yang sesuai.

(28)

16

3

METODE

Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir yang dibentuk seperti pada Gambar 2 untuk mengurutkan tahap-tahap penelitian agar mampu mencapai tujuan.

TNKpS

Pemukiman Pulau Harapan Ekowisata

Masyarakat Pengelola Obyek Pengunjung

Wisata Wisata

Sosial Ekologi Ekonomi

Penetapan harga

Nilai ekonomi Penilaian pakar Perbandingan

langsung Lokasi lain

Kesesuaian Nilai Ekonomi

Nilai Ekonomi wisata WTP Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian

Pulau Harapan merupakan kawasan yang berada di zona pemukiman TNKpS. Secara garis besar, Pulau Harapan dikembangkan sebagai pemukiman desa dan lokasi kegiatan ekowisata. Dalam suatu desa, lokasi Pulau Harapan didiami oleh masyarakat dengan beragam suku yang memiliki budaya, kegiatan pemanfaatan bermacam sumberdaya dan juga melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

(29)

17 wisata menawarkan potensi sumberdaya yang menjadi obyek wisata yang melingkupi 3 hal yaitu aspek sosial, ekologi, dan ekonomi. Ketiga aspek tersebut menjadi daya tarik pengunjung untuk datang berwisata, sehingga ada biaya tertentu yang mereka sediakan untuk mendapatkan hal tersebut.

Persepsi pengunjung dikaji dengan teknik wawancara dan mencari data dari kuesioner yang diisi pengunjung untuk mengetahui faktor pendorong datang ke lokasi wisata Pulau Harapan. Kesediaan membayar dihitung dengan willingness to pay serta menanyakan langsung kepada pengunjung. Nilai ekonomi masing-masing obyek wisata akan dihitung dengan 3 cara yaitu penilaian potensi berdasarkan hasil penelitian, penilaian oleh ahli bidang ekowisata perairan, dan penilaian berdasarkan studi kasus pada lokasi lain yang memiliki potensi dan obyek wisata yang serupa, lalu kemudian hasil dari 3 penilaian tersebut akan dibandingkan dan dianalisis kesesuaian dengan lokasi wisata Pulau Harapan TNKpS.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014-April 2015 di Pulau Harapan, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) Provinsi DKI Jakarta. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

(30)

18

Alat dan Obyek

Alat yang digunakan adalah: kamera, panduan wawancara berupa kuesioner tertutup dan tallysheet, serta recorder. Obyek penelitian adalah kawasan wisata Pulau Harapan, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dengan subyek penelitian yaitu pelaku ekowisata yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan, TNKpS.

Jenis data

Data yang diambil berupa data sekunder yang diperoleh dari studi literatur sebagai data dasar dan penunjang penelitian, serta data primer yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian dan menjadi data utama.

Data primer

Data tentang potensi sumberdaya alam yang dijadikan obyek ekowisata, jenis kegiatan ekowisata, stakeholder yang terlibat, dan bagaimana nilai ekonomi yang diperoleh dari sumberdaya alam yang dijadikan objek dalam kegiatan ekowisata di Pulau Harapan, TNKpS. Pengambilan data dilakukan dengan cara survey lapangan melalui observasi lapang dengan inventarisasi objek ekowisata, teknik kuesioner dan wawancara.

Pengambilan data wawancara dilakukan kepada pihak pengelola kegiatan ekowisata di Pulau Harapan, antara lain yaitu pihak Taman Nasional, pihak Kelurahan Pulau Harapan, Dinas Perhubungan, serta masyarakat sebagai agen wisata. Sedangkan data yang diperoleh dari pengunjung untuk mengetahui kesediaan membayar (willingness to pay) menggunakan kuesioner dengan jumlah pengunjung 30 orang, dengan asumsi bahwa jumlah 30 sudah dapat mewakili jumlah populasi yang ada, selain itu berdasarkan tabel T pada tabel statistik, jumlah tersebut tidak berbeda nyata dengan jumlah yang lebih besar dari 30, sehingga jumlah itu merupakan batas yang cukup dalam pengambilan populasi. Pertimbangan lainnya diperkuat oleh pendapat Roscoe (1975) bahwa jika sampel dipecah menjadi beberapa kategori, ukuran sampel minimum 30 untuk setiap kategori adalah tepat.

Data sekunder

(31)

19

Prosedur Pengambilan Data

Prosedur yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan rangkaian tahap yang harus dilakukan guna memperoleh data yang valid di lapangan dan menjadi bagian terpenting dalam kegiatan penelitian ini. Fokus penelitian meliputi sumberdaya alam hayati yang menjadi potensi objek wisata di Pulau Harapan TNKpS, data mengenai willingness to pay dari pengunjung, serta penghitungan nilai ekonomi ekowisata laut di Pulau Harapan yang kemudian akan dikaji kesesuaian nilai ideal dengan nilai ekonomi riil yang ditawarkan. Adapun prosedur penelitian seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Prosedur Penelitian Fokus

Sumber Data Analisis Data

Potensi

Kuesioner  Pengunjung Deskriptif kualitatif skala

Analisis Deskriptif Kualitatif Skala Likert

(32)

20

dalam menjawab setiap item instrumen (Sugiyono 2010). Skor yang digunakan dalam kuesioner memakai skala likert 1-7 yang pada awalnya hanya 1-5. Skor 1-7 (1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak setuju, 3. Agak setuju, 4. Biasa saja, 5. Agak setuju, 6. Setuju, 7. Sangat setuju) (Avenzora 2008).

Hasil penilaian persepsi yang diperoleh dari kuesioner pengunjung lalu dihitung dan dianalisis hasil kisaran skala berapa pada skala Likert. Kemudian dilakukan analisis deskriptif dengan mengubah bilangan skala Likert dalam arti kualitatif masing-masing nilai mulai dari 1-7. Analisis Deskriptif Kualitatif Skala Likert ini akan digunakan untuk melakukan pengolahan data terkait persepsi pengunjung mengenai kegiatan ekowisata di Pulau Harapan dan kesediaan pengunjung untuk membayar atau Willingness to pay.

Analisis Pendugaan Nilai Ekonomi Pulau Harapan

a. Analisis Nilai Ekonomi Langsung

Nilai ekonomi langsung merupakan nilai ekonomi yang diperoleh dari kegiatan pemanfaatan langsung dari sebuah sumberdaya/ ekosistem. Pada penelitian ini akan dihitung nilai ekonomi masing-masing kegiatan ekowisata laut di Pulau Harapan dengan menggunakan rumus:

Y = Ai x Ni Keterangan:

Y : nilai ekonomi langsung Ai : biaya yang ditetapkan

Ni : rata-rata jumlah pengguna/pengunjung

b. Perbandingan Nilai Ekonomi Pulau Harapan dengan Lokasi Lain

Penetapan harga ekowisata laut pada masing-masing lokasi memiliki perbedaan yang beragam, hal ini karena belum adanya penetapan harga dasar untuk biaya masing-masing objek ekowisata tersebut. Sehingga pada penelitian ini juga akan dilakukan perbandingan nilai ekonomi ekowisata laut di pulau harapan dengan lokasi lainnya yang berada pada tipe kawasan berbeda (dilindungi dan tidak dilindungi) untuk kemudian dianalisis hal-hal apa saja yang mempengaruhi perbedaan penetapan harga tersebut. Sehingga hasilnya yaitu rekomendasi mengenai perbaikan sistem pengelolaan agar dapat ditetapkan harga yang ideal dan sesuai dengan daya tarik potensi serta fasilitas penunjang kegiatan ekowisata tersebut.

(33)

21

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum dan Potensi Pulau Harapan

Pulau Harapan secara administrasi merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Kelurahan Pulau Harapan terbagi ke dua pulau pemukiman yaitu Pulau Harapan dan Pulau Sebira. Pulau Harapan merupakan pulau berpenduduk dan memiliki luas daratan kurang lebih 6,7 hektar dan dipadati oleh pemukiman penduduk. Untuk mempermudah akses transportasi darat antara Pulau Harapan dan Pulau Kelapa telah dihubungkan dengan jalan beton dan paving block hasil reklamasi. Kelurahan Pulau Harapan memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.196 jiwa atau 551 KK (Tabel 5) dan terdiri dari 3 RW yaitu RW 1 dan RW 2 di Pulau Harapan, sedangkan RW 3 di Pulau Sebira.

Tabel 5 Jumlah penduduk di tiap pulau pemukiman Kelurahan Pulau Harapan No Nama Pulau Luas (Ha) Jumlah KK Jumlah penduduk Jumlah

L P

1. P. Harapan 6,700 425 856 804 1660

2. P. Sebira 8,882 126 264 272 536

Jumlah 15,582 551 1.120 1.076 2.196

Pulau Harapan merupakan pusat pemerintahan Kelurahan Pulau Harapan

yang membawahi 30 gugusan pulau. Pulau ini memiliki sejarah nama “Pulau Pelemparan” Karena pada awalnya merupakan pulau yang dijadikan tempat tujuan transmigrasi dan relokasi. Status kawasan Pulau Harapan masuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Status tanah di pulau dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan tanah adat. Pulau Harapan merupakan salah satu pulau yang berada di zona pemukiman Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Kegiatan wisata di Pulau Harapan mulai berkembang pesat sejak tahun 2011, hal ini diiringi dengan masuknya aliran listrik sehingga Pulau Harapan tercukupi dalam kebutuhan penerangan di wilayah tersebut. Perkembangan wisata di lokasi ini cukup pesat dengan ditandai oleh bertumbuhnya sarana prasarana untuk kebutuhan wisata. Pada tahun 2011 hanya terdapat 16 home stay untuk wisatawan, namun pada tahun ini telah mencapai lebih dari 100 home stay yang secara keseluruhan dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat.

Penduduk Pulau Harapan sebagian besar merupakan pendatang dan bukan penduduk asli pulau yang berasal dari berbagai macam suku yakni Bugis, Mandar, dan Jawa yang datang dari Pulau Kelapa maupun pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu lainnya. Penduduk Pulau Harapan 100% menganut agama Islam. Mata pencaharian sebagian besar penduduk sebagai nelayan tangkap dan budidaya yaitu sebanyak 469 orang. Organisasi yang terdapat di Pulau Harapan terdiri Karang Taruna, Kube (Kelompok Usaha Bersama) dan PKK.

(34)

22

semuanya sengaja ditanam dan hanya ada beberapa pohon saja yang merupakan mangrove alami. Mangrove yang ditemukan dari Genus Rhizophora, adapun dari Genus Sonneratia hanya ditemukaan 1 pohon namun sudah tumbang. Jenis lamun yang banyak ditemukan di perairan Pulau Harapan adalah Cymodocea rotundata. Aktivitas pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada di Pulau Harapan antara lain:

 Perikanan tangkap  Perikanan budidaya

 Konservasi terumbu karang  Restorasi mangrove.

Di Pulau Harapan tersedia sarana untuk mendukung kegiatan kepemerintahan berupa bangunan fisik kantor lurah dan rumah dinas. Pada Kelurahan Pulau Harapan terdapat satu unit Puskesmas untuk mendukung pelayanan kesehatan. Sarana peribadahan berupa satu buah masjid yang terletak di pemukiman warga. Sumber air bersih berasal dari sumur yang airnya masih terasa payau, namun dengan bantuan prasarana penyulingan air payau menjadi air tawar dengan menggunakan Reverse Osmosis (RO). Sumber air juga diperoleh dari air hujan yang ditampung dalam tower-tower air yang di rumah masing-masing warga. Sebagian jalan di pulau ini dibuat menggunakan paving block dengan lebar kurang lebih 1 meter yang mengelilingi pulau. Jalan ini jika ditempuh untuk mengelilingi pulau dibutuhkan waktu sekitar 10-20 menit. Pulau ini juga memiliki dermaga untuk kapal berlabuh yang berada di sisi timur pulau.

Potensi Ekowisata di Pulau Harapan

Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan (Yulianda, 2007):

a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

c. Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Bagian penting dari ekowisata adalah untuk merubah budaya dalam kaitannya dengan lingkungan, seperti mempromosikan tentang daur ulang, efisiensi energi dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal. (Srinivas, 2005).

Menurut Reynolds dan Braithwaite (1999) tujuan yang harus diperhatikan dalam ekowisata adalah:

a. Agar turis atau pelaku perjalanan memiliki kepuasan dan sikap hidup yang lebih menjaga alam.

b. Agar dapat mengurangi degradasi lingkungan serta memiliki kontribusi dalam pengembangan lingkungan yang sehat.

(35)

23 Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Pengelolaan ekowisata bahari merupakan suatu konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelestarian yang memanfaatkan sumberdaya masyarakat (Yulianda, 2007). Ekowisata bahari adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke alam laut dengan tetap memelihara lingkungan dan meningkatkan pendapatan penduduk lokal (The International Ecotourism Society, 2001). Menurut Garrod dan Wilson (2004), ekowisata bahari adalah suatu komponen dari sektor ekowisata yang lebih luas yang dianggap akan tumbuh dengan cepat baik volume maupun nilainya.

Ekowisata bahari terbagi menjadi 2 yaitu kegiatan di darat (pantai) dan kegiatan di laut (Garrod dan Wilson, 2004). Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu wisata pantai dan wisata bahari (Tabel 6). Menurut Yulianda (2007) Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga dan menikmati pemandangan, sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Tabel 6).

Tabel 6 Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan

Wisata Pantai Wisata Bahari

 Rekreasi pantai

Rekreasi pantai dan laut

Resort/peristirahatan

Wisata selam (diving) dan wisata snorkling Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca,

kapal selam

Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing

Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumba-lumba, burung, mamalia, buaya)

Menurut Yulianda (2007) penentuan zonasi dalam dilakukan dengan mempertimbangkan faktor ekologi, sosial dan ekonomi. Faktor ekologi yang dipertimbangkan adalah keberadaan satwa yang dilindungi dan kerentanan habitat/ekosistem serta tingkat ancaman kerusakan, misalnya zona inti berada di tengah kawasan atau jauh dari sumber kegiatan manusia. Faktor sosial mempertimbangkan kegiatan masyarakat dan pengunjung serta gangguan yang ditimbulkannya, sedangkan faktor ekonomi yang dipertimbangkan nilai manfaat ekowisata yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan (Tabel 7).

Tabel 7 Zonasi di Kawasan Ekowisata Bahari

No. Zona Tujuan Keterangan

1. Zona Inti (10%-20%)

Melindungi satwa dan ekosistem yang sangat rentan.

Dilarang untuk masuk ke dalam.

2. Zona khusus (10%-20%)

Pemanfaatan terbatas dengan tujuan khusus (peneliti, pencinta alam,

(36)

24

No. Zona Tujuan Keterangan

petualang, penyelam). gangguan terhadap ekosistem. 3. Zona

Penyangga (40%-60%)

Sebagai kawasan penyangga yang dibuat untuk perlindungan terhadap zona-zona inti dan khusus.

Dapat dimanfaatkan terbatas untuk ekowisata dengan batasan minimal gangguan terhadap zona inti dan khusus.

Persyaratan: Kestabilan bentang alam dan ekosistem, resisten terhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di dalamnya.

Pengunjung yang datang ke lokasi wisata Pulau Harapan biasanya berkelompok lebih dari 2 orang. Dalam melakukan kegiatan wisata di lokasi tersebut, pengunjung dapat melakukan dengan memesan paket kegiatan wisata yang disediakan oleh travel atau penyedia jasa wisata maupun secara reguler (tanpa paket). Untuk paket yang disediakan beragam disesuaikan dengan jumlah rombongan, yang mecangkup seluruh kebutuhan wisata selama 2 hari 1 malam mulai dari Penjemputan di Pelabuhan Muara Angke hingga kepulangan di Pelabuhan Muara Angke kembali. Biasanya pengunjung dapat melakukan berbagai kegiatan wisata laut antara lain yaitu:

a. Diving b. Snorkeling

c. Wisata Jelajah Pulau d. Wisata Pantai, dll.

Gambar 4 Potensi Objek Daya Tarik Wisata Laut Pulau Harapan

Kegiatan inventarisasi terhadap keanekaragaman hayati di kawasan laut TNKpS dilakukan oleh pihak Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) secara berkala. Berdasarkan hasil kegiatan terdekat yang dilakukan terkait inventarisasi potensi sumberdaya yang dilakukan pada tahun 2013, maka diperoleh data seperti yang tercantum pada Tabel 8.

Tabel 8 Potensi Sumberdaya Pulau Harapan

No Potensi Jumlah

(37)

25

No Potensi Jumlah

2. Alga 19.66%

3. Biota Lain 3.60%

4. Karang Keras 50.07%

5. Karang Lunak 0.00%

6. Karang Mati 3.24%

Selain kegiatan wisata laut yang ditawarkan dengan berbagai keindahan alami obyek sumberdaya alam tersebut, pengelola wisata Pulau Harapan baik pihak pemerintah daerah, pihak Taman Nasional, agen wisata maupun masyarakat setempat sebagai penyedia jasa, membuat berbagai ide kreatif dalam pengembangan lokasi ini menjadi kawasan wisata dengan daya tarik yang memukau, antara lain dibuat Taman Terpadu di depan Pulau Harapan sebagai lokasi bermain dan bersantai untuk para wisatawan yang datang karena lokasinya mudah terjangkau dan dilewati oleh setiap wisatawan sebagai objek selamat datang di Pulau Harapan.

Gambar 5 Gerbang Taman Gambar 6 Saung di Taman Terpadu Dalam pengembangan ekowisata di lokasi pemukiman yang melibatkan masyarakat sebagai penyedia jasa, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai capaian. Menurut English (2005), ekowisata yang benar harus menjamin: a. Sebagian besar laba yang didapatkan, dikembalikan terhadap usaha konservasi. b. Peranan penduduk lokal dari mulai masukan, dukungan dan keuntungan yang

akan didapatkan.

c. Tidak menimbulkan dampak kerusakan ekologis dan sosial yang baru.

d. Pendekatan secara ilmiah dalam pengamatan kehidupan alami agar menjaga keamanan manusia dan hewan.

e. Nilai-nilai budaya penduduk lokal. f. Kepuasan bagi pengunjung.

(38)

26

Persepsi dan Kesediaan Pengunjung untuk Membayar Kegiatan Ekowisata di Pulau Harapan

Masyarakat modern saat ini lebih senang mengisi waktu luangnya untuk berwisata ke alam (back to nature), sehingga menyebabkan adanya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kegiatan wisata (Sihombing 2011). Pengunjung yang datang ke Pulau Harapan berasal dari berbagai daerah, namun masih tetap didominasi oleh wisatawan lokal. Jumlah wisatawan semakin meningkat seiring dengan adanya waktu liburan nasional, misalnya libur sekolah, libur hari raya dan libur tahun baru serta natal. Kondisi jumlah pengunjung tersebut dapat dikaitkan dengan keadaan ekowisata yang dikelola suatu kawasan, jika pengelolaan kurang baik, maka ketertarikan wisatawan akan menurun dan disertai dengan berkurangnya jumlah kunjungan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dikaji bagaimana persepsi dan penilaian pengunjung terhadap kegiatan ekowisata di Pulau Harapan hingga besaran biaya yang sanggup mereka habiskan di lokasi ini, sehingga dapat diketahui besaran nilai ekonomi yang diperoleh pengelola dari kegiatan ekowisata.

Wisatawan yang dijadikan responden berjumlah 30 orang dengan jenis kelamin dan latar belakang pendidikan yang beragam (Gambar 7).

Gambar 7 Jenis Kelamin dan Pekerjaan Responden

Menurut Ross (1998), permintaan akan pariwisata tergantung pada ciri-ciri wisatawan, seperti penghasilan, umur, motivasi, dan watak. Ciri-ciri ini masing-masing akan mempengaruhi kecenderungan orang untuk bepergian mencari kesenangan, kemampuannya untuk bepergian dan pilihan tempat tujuan perjalanannya.

Berdasarkan hasil kuesioner dari sample 30 responden, sejumlah 17 orang pengunjung adalah perempuan dan sisanya sejumlah 13 orang yaitu laki-laki. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, responden didominasi oleh para pengunjung yang bekerja di perusahaan swasta (13), hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola bahwa sebagian besar pengunjung yang datang ke Pulau Harapan adalah rombongan karyawan perusahaan yang melakukan kegiatan pelatihan atau berlibur bersama yang dikoordinir oleh pihak perusahaan. Pada tingkat kedua, pengunjung terbanyak yaitu dari kalangan mahasiswa (8) yang berkunjung bersama teman-temannya sehingga mereka membentuk rombongan untuk berwisata ke Pulau

(39)

27 Harapan. Untuk responden dengan pekerjaan wirausaha, ibu rumah tangga, teknisi, dan guru berkisar antar 2 hingga 3 responden dari total 30, biasanya responden ini datang bersama keluarga yang jumlahnya tidak terlalu banyak yaitu antara 4-6 orang saja.

Aspek Motivasi Pengunjung

Dalam suatu kegiatan ekowisata, selain dorongan daya tarik objek yang ditawarkan di lokasi tersebut, pengunjung juga dipengaruhi oleh adanya motivasi dari diri mereka untuk melakukan kegiatan ekowisata. Permintaan wisata juga ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri tempat tujuan perjalanan, daya tariknya, harga dan efektif tidaknya kegiatan memasarkan tempat tujuan. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dapat mendorong atau menurunkan permintaan akan pariwisata secara langsung dan sengaja, maupun secara tidak langsung melalui faktor-faktor yang penting bagi wisatawan.

Gambar 8 Aspek Motivasi Pengunjung

Berdasarkan penelitian kepada 30 orang pengunjung, diperoleh hasil seperti pada tabel di atas. Aspek motivasi yang dominan (skala 5) dari pengunjung untuk berwisata ke Pulau Harapan adalah untuk menambah wawasan, menghilangkan lelah setelah bekerja, meningkatkan kualitas ikatan keluarga, mencari inspirasi baru dan mendapatkan interaksi sosial. Namun hasil yang dinilai paling tinggi yaitu untuk memperluas wawasan, kondisi ini didukung oleh hasil wawancara bahwa secara dominan pengunjung yang datang ke Pulau Harapan dengan jumlah orang dalam rombongan yang banyak (>10 orang) adalah pengunjung dari

Gambar

Gambar 1  Persentase Zonasi TNKpS
Tabel 2  Produk domestik bruto sektor pariwisata atas dasar harga konstan 2000
Gambar 2  Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3  Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil simulasi menunjukkan bahwa optimasi pengelolaan ekowisata (keberlanjutan kegiatan ekowisata dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan daerah) di gugus Pulau Togean

produktivitas kawasan terumbu karang perlu dilakukan penelitian yang bertujuan. mengetahui nilai ekonomi terumbu karang di kawasan Taman Nasional

Wawancara dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dengan cara menanyakan secara langsung kepada masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan wisata baik masyarakat yang

Strategi kedua, Mengambil peluang dari pemerintah dan prakiraan dampak positif untuk meningkatkan ekowisata bahari Pulau Pramuka dengan memanfaatkan potensi alam,

Wawancara dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dengan cara menanyakan secara langsung kepada masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan wisata baik masyarakat yang

Melihat peluang tersebut, sebagian kecil masyarakat Pulau Tidung tidak menyianyiakan kesempatan tersebut dengan membuka usaha berbasis ekonomi kratif untuk

Pada masing-masing objek wisata alam yang terdapat di zona pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani, dilakukan pembedaan lokasi yaitu lokasi 1 merupakan lokasi

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' -