• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Unit Penangkapan Ikan

Tahap ini merupakan kegiatan analisis secara terpadu semua pertimbangan berkaitan dengan pengembangan tujuh unit penangkapan ikan yang menjadi opsi, menentukan kriteria pembatasnya dan menentukan prioritas pengembangannya. Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka berbagai komponen yang berinteraksi/terkait dengan pengembangan unit penangkapan ikan tersebut akan dijadikan sebagai kriteria dan pembatas (limit factor) pengembangan dan selanjutnya dianalisis secara terstruktur menggunakan AHP.

Digunakannya metode AHP dalam analisis pengembangan unit penangkapan ikan di Lampung Selatan didasari atas cara untuk pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan tangkap. AHP merupakan metoda yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam rancangannya tehadap suatu masalah. Metode ini menstruktur masalah dalam bentuk hierarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif. Pada struktur hierarki ini dimungkinkan untuk memasukkan berbagai faktor penting yang melingkupi permasalahan. Hierarki diatur dari atas ke bawah mulai dari tujuan pemecahan masalah, beberapa kriteria pengembangan, beberapa kriteria pembatas, dan alternatif untuk pemilihan pemecahan masalah yang menjadi prioritas.

Identifikasi kriteria dalam analisis menggunakan metode AHP didasarkan pada analisis sebelumnya, yaitu analisis terhadap aspek berkelanjutan untuk kriteria pengembangan unit penangkapan (level II) dan aspek ramah lingkungan untuk kriteria pembatas (level III). Unit penangkapan ikan yang dianalisis dalam metode AHP ini adalah unit penangkapan ikan yang menjadi opsi untuk dikembangkan pada analisis sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan konsistensinya, sesuai dengan salah satu prinsip-prinsip dalam menggunakan metode AHP yaitu konsistensi logis.

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis terhadap kriteria dan sasaran perikanan tangkap dengan mempertimbangkan kondisi kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan, maka berbagai kriteria pengembangan dan pembatas dalam pengembangan unit penangkapan ikan yang menjadi opsi di Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan :

(1) Kriteria pengembangan unit penangkapan ikan yang mengacu pada analisis aspek berkelanjutan (level II) antara lain;

- Teknik ramah lingkungan

- Jumlah tangkapan tidak melebihi TAC - Penggunaan bahan bakar minyak rendah - Menguntungkan

- Investasi rendah - Hukum

(2) Kriteria pembatas (limit factor) pengembangan unit penangkapan ikan yang mengacu pada analisis aspek ramah lingkungan (level III) antara lain;

- Selektivitas tinggi

- Ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil - Kondisi perairan

- Kualitas ikan

- Tidak membahayakan - Diterima secara sosial

Unit penangkapan ikan yang termasuk dalam opsi pengembangan (level IV) adalah : payang, bubu, sero, jaring insang hanyut, bagan perahu, bagan apung, dan hand line. kemudian dirancang interaksinya satu sama lain dalam bentuk struktur hierarki dengan memperhatikan 6 (enam) kriteria pengembangan, 6 (enam) pembatas (limit factor), dan 7 (tujuh) opsi pengembangan yang menjadi komponen dalam penyusunan sistem pengembangan unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan, dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Struktur hierarki pengembangan unit penangkapan ikan

Hasil analisis rasio kepentingan setiap kriteria pengembangan, kriteria pembatas dan opsi pengembangan setelah diolah menggunakan Program AHP ditunjukkan pada Gambar 12.

Pengembangan Unit Penangkapan Ikan di Kab. Lampung Selatan

Raling TAC BBM rendah Untung Investasi rendah Hukum Selektivitas tinggi SDM terampil Kondisi perairan Kualitas ikan Aman Diterima secara sosial

Bubu Sero Jaring Insang Hanyut Bagan Perahu Bagan Apung Hand Line Payang ( Kriteria Pengembangan ) (Limit factor) (Opsi Pengembangan)

Gambar 12 Hasil hierarki pengembangan unit penangkapan ikan setiap kriteria Berdasarkan Gambar 12, kriteria pengembangan menguntungkan (UNTNG) mempunyai rasio kepentingan sebesar 0,389, investasi rendah (INVEST) sebesar 0,349. penggunaan BBM rendah (BBM) sebesar 0,102, teknologi ramah lingkungan (RALING) sebesar (0,086), jumlah tangkapan tidak melebihi TAC (TAC) sebesar 0,040, dan hukum (HKUM) sebesar 0,035 dengan inconsistency terpercaya masing- masing sebesar 0,04.

Pada Gambar 12 dapat dilihat kriteria pembatas ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil (SDM) mempunyai rasio kepentingan sebesar 0,298, kondisi perairan (PRAIRN) sebesar 0,262, kualitas ikan (KUKAN) sebesar 0,197, tidak membahayakan (AMAN) sebesar 0,144, selektivitas tinggi (SLEKTF) sebesar 0,049, diterima secara sosial (SOSIAL) sebesar 0,051 pada inconsistency terpercaya masing-masing sebesar 0,07.

Untuk mengetahui kestabilan/ketahanan dari opsi pengembangan jaring insang hanyut sebagai prioritas pertama terhadap berbagai perubahan kriteria dan orientasi dalam pengembangan perikanan tangkap akibat intervensi kebijakan

Pengembangan Unit Penangkapan Ikan di Kab. Lampung Selatan

Raling (0,086) TAC (0,045) BBM (0,102) UNTNG (0,389 INVEST (0,349) HKUM (0,035) SLEKTF (0,049) SDM (0,298) PRAIRN (0,262) KUKAN (0,197) AMAN (0,144) SOSIAL (0,061) Bubu (0,106) Sero (0,116) JIH (0,206) Bagan Perahu (0,193) Bagan Apung (0,105) Hand Line (0,164) Payang (0,110) ( Kriteria Pengembangan ) (Limit factor) (Opsi Pengembangan)

pemerintah, interaksi sosial, dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin terjadi di Kabupaten Lampung Selatan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas terhadap opsi pengembangan terpilih tersebut. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan dan telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, ada enam kelompok kriteria/orientasi yang bisa berubah dalam pegembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Selatan, yaitu kriteria teknologi ramah lingkungan (RALING), kriteria jumlah tangkapan tidak melebihi TAC (TAC), kriteria penggunaan bahan bakar minyak rendah (BBM), kriteria menguntungkan (UNTNG), kriteria investasi rendah (INVEST), dan kriteria hukum (HKUM). Hasil uji sensitivitas terhadap opsi pengembangan jaring insang hanyut (JIH) sebagai prioritas pertama pengembangan terlihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Hasil uji sensitivitas terhadap opsi pengembangan unit penangkapan ikan terpilih

Hasil Uji Sensitivitas Terhadap Jaring Insang Hanyut sebagai

Prioritas Pertama

No. Kriteria

Rasio Kepentingan

(RK)

Awal Range RK Stabil* Range RK

Sensitif*

1 Jumlah tangkapan tidak melebihi TAC (TAC)

0,045 0 - <0,654 0,654< - 1

2 Menguntungkan (UNTNG) 0,389 0 – 1 Tidak Ada

3 Investasi rendah (INVEST) 0,349 0 - <0,589 0,589< – 1

4 Hukum (HKUM) 0,035 0 – 1 Tidak Ada

5 Teknologi ramah lingkungan (RALING)

0,086 0 – 1 Tidak Ada

6 Penggunaan BBM rendah (BBM)

0,102 0 – 1 Tidak Ada

Keterangan : Kriteria lainnya berubah secara proporsional dari nilai atau rasio awal

Prioritas pengembangan unit penangkapan ikan ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria pengembangan yang perlu dicapai, semua pembatas (limit factor) pengembangan untuk setiap kriteria pengembangan tersebut, dan setiap unit penangkapan ikan yang menjadi opsi pengembangan untuk setiap pembatas pengembangan pada setiap kriteria pengembangan. Pada Gambar 12 terlihat bahwa jaring insang hanyut (JIH) mempunyai rasio kepentingan sebesar 0,205, bagan perahu 0,193, hand line 0,164, sero 0,116, payang 0,110, bubu 0,106 dan bagan apung 0,105 pada inconsistency terpercaya masing-masing sebesar 0,06.

5 PEMBAHASAN

Dokumen terkait