• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan data berkaitan dengan aspek berkelanjutan

3.2 Metode Pengumpulan Data

3.2.2 Pengumpulan data berkaitan dengan aspek berkelanjutan

Pengumpulan data berkaitan dengan aspek berkelanjutan ini dilakukan terhadap unit penangkapan ikan yang dioperasikan di Kabupaten Lampung Selatan, mengacu pada FAO, CCRF (1995) yang dikembangkan oleh Moninjta (2001). Data unit penangkapan ikan yang dikumpulkan terkait dengan aspek berkelanjutan di Kabupaten Lampung Selatan adalah:

(1) Data teknologi dari unit penangkapan ikan

(2) Data jumlah hasil tangkapan dari unit penangkapan ikan (3) Data tingkat keuntungan dari operasi unit penangkapan ikan (4) Data biaya investasi unit penangkapan ikan

(5) Data penggunaan BBM unit penangkapan ikan

(6) Data kesesuaian operasi unit penangkapan ikan dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

3.2.3 Pengumpulan data aspek ramah lingkungan

Pengumpulan data berkaitan dengan aspek ramah lingkungan dilakukan terhadap unit penangkapan ikan yang dioperasikan di Kabupaten Lampung Selatan, mengacu pada FAO, CCRF (1995) yang kemudian dikembangkan oleh Monintja (2001). Adapun data unit penangkapan ikan yang dikumpulkan terkait dengan aspek ramah lingkungan adalah :

(2) Data tentang kerusakan habitat oleh unit penangkapan ikan (3) Data kualitas ikan hasil tangkap dari unit penangkapan ikan (4) Data kasus/kecelakaan nelayan dari unit penangkapan ikan

(5) Data tingkat keamanan/bahaya bagi konsumen dari konsumsi hasil tangkap (6) Data by-catch dari unit penangkapan ikan yang dioperasikan

(7) Data berkaitan dengan dampak biodiversity dari operasi unit penangkapan ikan (8) Data berkaitan dengan bahaya operasi unit penangkapan ikan terhadap ikan-ikan

yang dilindungi.

(9) Data operasi penangkapan ikan yang dapat diterima secara sosial. 3.2.4 Pengumpulan data aspek kelayakan investasi

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan kelayakan investasi ini adalah data- data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis terhadap suatu proyek yang menggunakan modal investasi. Data-data tersebut secara umum meliputi data biaya investasi, data biaya operasional yang diperlukan, data biaya perawatan, data suku bunga yang berlaku, mengacu pada Gray et al. (2002) terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Data yang dikumpulkan berkaitan dengan aspek kelayakan investasi

No Data Uraian

1. Biaya investasi Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal/perahu, alat penangkapan ikan, mesin dan perlengkapan lainnya.

2. Biaya operasional Biaya yang dikeluarkan saat operasional penangkapan dilaksanakan seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), perbekalan dan es.

3. Biaya perawatan Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kapal/perahu, alat penangkapan ikan, mesin dan perlengkapan lainnya.

4. Nilai produksi Volume produksi dikalikan harga per satuan berat pada tingkat harga produsen, dinyatakan dalam rupiah.

5. Suku bunga Bunga yang berlaku bila melakukan investasi modal dalam bentuk deposito di bank Pemerintah

3.3 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah, (1) analisis aspek biologi, menggunakan metode Schaefer (1975), (2) analisis aspek ramah lingkungan dari unit penangkapan ikan, mengacu pada FAO, CCRF (1995), dikembangkan oleh Monintja (2001), (3) analisis aspek berkelanjutan menurut FAO, CCRF (1995), dikembangkan oleh Moninjta (2001), (4) analisis aspek kelayakan investasi dari unit penangkapan ikan yang ada, mengacu pada Gray et al. (2002) dan (5) analisis hirarki proses (AHP) pengembangan unit penangkapan ikan, seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Analisis Expected Output

1.

2.

3.

4.

5.

Mengetahui status SDI, seperti potensi, tingkat

pemanfaatan dan

pengupayaan unit penangkapan ikan

Menyeleksi unit

penangkpan ikan tertentu yang dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumber daya ikan dan pemanfaatannya

Menyeleksi apakah UPI memiliki sifat destruktif atau tidak terhadap SDI, ekosistem, lingkungan dan masyarakat

Mengetahui prospek pengembangan UPI apakah memberikan keuntungan secara finansial atau tidak

Menentukan prioritas pengembangan unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan

Aspek biologi, dengan menggunakan metode Schaefer (1975)

Aspek berkelanjutan, mengacu pada CCRF, Monintja (2001)

Aspek ramah lingkungan, mengacu pada CCRF, Monintja (2001)

Aspek kelayakan

investasi, mengacu pada Gray et al.,(2002)

Metode AHP mengacu pada Saaty (1993) Sumberdaya ikan dapat diketahui tingkat pemanfaatannya Unit penangkapan ikan terpilih dari aspek

berkelanjutan

Unit penangkapan ikan terpilih dari aspek ramah lingkungan

Unit penangkapan ikan terpilih dari aspek kelayakan investasi Prioritas pengembangan unit penangkapan ikan terpilih

1 CPUE CPUE FPI s s s   s i i CPUE CPUE FPI  i i i FE HT CPUE  s s s FE HT CPUE 

3.3.1 Analisis aspek biologi

Analisis aspek biologi dilakukan untuk menduga potensi sumberdaya ikan yang dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari setiap unit tangkapan ikan yang dioperasikan. Mengingat sifat perikanan di daerah tropis khususnya di Indonesia adalah multispecies dan multigerar, maka perlu dilakukan standarisasi alat. Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang dominan untuk menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah. Unit penangkapan tersebut mempunyai laju tangkapan rata-rata (CPUE) terbesar pada periode waktu tertentu dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indeks) sama dengan satu. Fishing power indeks (FPI) dari masing-masing unit penangkapan lainnya, dapat diketahui dengan cara membagi laju tangkapan rata- rata masing-masing unit penangkapan dengan laju tangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan pendugaan terhadap standar (Tampubolon dan Sutejo, 1983 yang diacu dalam Citrasari, 2004).

Rumus perhitungan FPI adalah sebagai berikut :

………(1)

………(2)

………(3)

………(4) Upaya standardisasi diperoleh menggunakan persamaan (Gulland, 1983) yang diacu dalam Citrasari (2004) yaitu :

SE = FPi x FEi ...………(5)

Keterangan :

CPUEs = catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya unit

penangkapan standar pada tahun ke-i;

CPUEi = catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya jenis

HTs = jumlah hasil tangkapanan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan

standar pada tahun ke-i;

HTi = jumlah hasil tangkapanan (catch) jenis unit penangkapan yang akan

distandardisasi pada tahun ke-i;

FEs = jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang

dijadikan standar pada tahun ke-i;

FEi = jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan yang akan

distandardisasi pada tahun ke-i;

FPIs = fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan

standar pada tahun ke-i;

FPIi = fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan

yang akan distandardisasi pada tahun ke-i;

SE = upaya penangkapan (effort) hasil standardisasi pada tahun ke-i;

Menurut Sparre dan Venema (1999) yang diacu dalam Ihsan (2000), parameter biologi dipakai untuk menduga konstanta-konstanta persamaan surplus produksi. Model surplus produksi banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis karena relaitf lebih sederhana dibandingkan dengan model analitik, data yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak perlu menentukan kelas umur ikan. Model surplus produksi digunakan untuk menentukan tingkat upaya optimal, yaitu suatu upaya yang menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY).

Pendugaan potensi lestari (maximum sustainable yield/MSY) ikan dilakukan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi. Data yang digunakan berupa hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) yang diolah melalui pendekatan Model Schaefer. Model ini merupakan model analisis regresi dari catch per-uniteffort (CPUE) terhadap jumlah effort (f).

Formula model linearnya (Schaefer, 1975) adalah :

CPUE = a – b.f ………....…(6) Keterangan , CPUE = rata-rata tangkapan per satuan upaya penangkapan

f = upaya penangkapan a dan b = parameter regresi

Adapun formula yang digunakan untuk menduga MSY dan upaya optimumnya (Schaefer, 1975) adalah :

MSY = 4b a2 ..………...…(7) f (opt) = 2b a ..………....…….……….(8) Dalam penggunaan metode ini, beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan adalah:

(1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman pada struktur populasinya.

(2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state sesuai model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik.

(3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat random.

(4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari kawasan perairan Kabupaten Lampung Selatan dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan.

(5) Teknologi penangkapan tidak ada perubahan secara signifikan.

Penilaian aspek biologi dilakukan dengan cara beberapa tahapan, yaitu : mengolah data hasil tangkapan utama dari setiap unit tangkapan ikan yang dioperasikan dengan terlebih dahulu melakukan standarisasi alat tangkap. Setelah standarisasi alat tangkap, dilakukan perhitungan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dengan menggunakan data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) yang diolah menggunakan analisis regresi dari catch per-unit effort (CPUE) terhadap effort (f). Hasil perhitungan MSY dan beberapa parameternya yang digunakan dalam penilaian dari aspek biologi dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3.2 Analisis aspek berkelanjutan

Analisis aspek berkelanjutan dimasudkan untuk menyeleksi unit penangkapan ikan tertentu yang dalam operasinya dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan dan keberlanjutan pemanfaatannya. Kriteria yang digunakan mengacu kepada kaidah Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Nilai skor yang diberikan untuk menilai setiap kriteria terkait aspek berkelanjutan ini juga menggunakan metode rating dengan kisaran 1 – 4 (Rangkuti, 2004). Secara spesifik,skor yang diberikan untuk setiap kriteria dari aspek keberlanjutan menurut CCRF ini mengacu pada Tabel 11.

Tabel 11 Kriteria dan skor dalam analisis aspek berkelanjutan unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan

No Kriteria Skor

1 Menerapkan teknologi ramah lingkungan Subkriteria :

 Memenuhi 2 kriteria alat tangkap ramah lingkungan  Memenuhi 3 - 5 kriteria alat tangkap ramah lingkungan  Memenuhi 5 - 7 kriteria alat tangkap ramah lingkungan  Memenuhi seluruh kriteria alat tangkap ramah lingkungan

1 2 3 4 2 Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi TAC

 Hasil tangkapan 75 - 100 % dari TAC  Hasil tangkapan 50 - 75 % dari TAC  Hasil tangkapan 25 - 50 % dari TAC

 Hasil tangkapan lebih kecil dari 25 % dari TAC

1 2 3 4 3. Menguntungkan

 Keuntungan lebih kecil dari Rp 650.000 per bulan  Keuntungan antara Rp 650.000 - Rp 1.300.000 per bulan  Keuntungan antara Rp 1.300.000 - Rp 1.650.000 per bulan  Keuntungan lebih besar dari Rp 1.650.000 per bulan

1 2 3 4 4 Investasi rendah

 Investasi lebih besar dari Rp 2.250.000 per unit  Investasi antara Rp 1.250.000 - Rp 2.250.000 per unit  Investasi antara dari Rp 750.000 - Rp 1.250.000 per unit  Investasi lebih kecil dari Rp 750.000 per unit

1 2 3 4 5 Penggunaan BBM rendah

 Penggunaan BBM lebih besar dari 16 liter per trip  Penggunaan BBM antara 12 - 16 liter per trip  Penggunaan BBM antara 8 - 12 liter per trip  Penggunaan BBM lebih kecil dari 8 liter per trip

1 2 3 4 6 Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku : 1) CCRF,

2) UU No 31/2004 tentang Perikanan, 3) Peraturan daerah dan 4) hukum adat  Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas

 Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada  Alat tangkap tersebut memenuhi 3dari 4 kriteria

 Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada

1 2 3 4

Sumber : Monintja 2001, disesuaikan dengan kondiansi di Lampung Selatan

3.3.3 Analisis aspek ramah lingkungan

Analisis aspek ramah lingkungan dilakukan untuk menyeleksi sifat destruktif dari unit penangkapan ikan terhadap sumberdaya ikan, ekosistem, lingkungan sekitar, dan masyarakat (Monintja, 2001). Rentang nilai skor yang digunakan untuk memberi nilai kriteria terkait aspek ramah lingkungan ini adalah dengan kisaran nilai 1 – 4 (Rangkuti, 2004). Secara spesifik setiap kriteria dari aspek ramah lingkungan unit penangkapan ikan ini mengacu pada Tabel 12.

Tabel 12 Kriteria dan skor analisis ramah lingkungan UPI di Kabupaten Lampung Selatan

No Kriteria Skor

1 Mempunyai selektivitas yang tinggi Subkriteria :

 Menangkap lebih dari 3 spesies ikan dengan variasi ukuran yang berbeda jauh  Menangkap 3 spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh  Menangkap kurang dari 3 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam  Menangkap 1 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam

1 2 3 4 2 Tidak merusak habitat

 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas  Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit

 Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit  Aman bagi habitat

1 2 3 4 3 Ikan hasil tangkapnya berkualitas tinggi

 Ikan mati dan busuk  Ikan mati, segar, cacat fisik  Ikan mati dan segar

 Ikan hidup

1 2 3 4 4 Tidak membahayakan nelayan

 Bisa berakibat kematian pada nelayan  Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan

 Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara  Aman bagi nelayan

1 2 3 4 5 Produknya tidak membahayakan konsumen

 Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen  Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen  Relatif aman bagi konsumen

 Aman bagi konsumen

1 2 3 4 6 By-catch rendah

By-catch ada beberapa species dan tidak laku dijual dipasar

By-catch ada beberapa species dan ada jenis yang laku dijual dipasar  By-catch kurang dari 3 species dan laku dijual dipasar

By-catch kurang dari 3 species dan mempunyai harga yang tinggi

1 2 3 4 7 Dampak ke biodiversity

 Menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat  Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat  Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat  Aman bagi biodiversity

1 2 3 4 8 Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi

 Ikan yang dilindungi sering tertangkap  Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap  Ikan yang dilindungi pernah tertangkap  Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap

1 2 3 4 9 Dapat diterima secara sosial: 1. investasi murah, 2. menguntungkan, 3.sesuai

dengan budaya setempat, 4. sesuai dengan peraturan yang ada  Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas

 Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada  Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria

 Alat tangkap memenuhi semua kriteria yang ada

1 2 3 4

3.3.4 Analisis kelayakan investasi

Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk mengetahui prospek pengembangan suatu unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan, apakah dalam pengembangannya memberikan keuntungan secara finansial atau tidak. Analisis dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Baik penerimaan maupun pengeluaran dinyatakan dalam bentuk uang agar dapat dibandingkan dan perlu dihitung pada waktu yang sama. Dalam analisis ini, perhitungan dikembalikan pada nilai kini (present value), dan karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai (cash flow) dengan menggunakan discount factor.Kriteria-kriteria yang digunakan adalah Net Preset Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Return of Investment (ROI).

(1) Net Present Value (NPV)

Kriteria ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus persamaan NPV (Gray et al., 2002) dinyatakan sebagai berikut :

NPV =

  n 1 t t i) (1 Ct) - (Bt ……….……… (9) Keterangan :

Bt = benefit pada tahun ke- t Ct = cost pada tahun ke- t i = discount rate (%) t = periode

Bila nilai NPV > 0 berarti investasi dinyatakan menguntungkan dan proyek tersebut dinyatakan layak, sedangkan apabila nilai NPV < 0, investasi dinyatakan tidak menguntungkan dan proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka berarti investasi pada proyek tersebut hanya mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan.

(2) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio)

Kriteria ini merupakan perbandingan di mana present value sebagai pembilang terdiri atas total dari manfaat bersih yang bersifat positif, sedangkan

sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar daripada manfaat kotor. Persamaan B/C ratio (Gray et al., 2002) dirumuskan sebagai berikut :

B/C ratio =

      n 1 t t n 0 t t 0 Ct) - (Bt i) (1 Bt) - (Ct 0 Ct) - (Bt i) (1 Ct) - (Bt ..…………..………...……… (10) Keterangan :

Bt = benefit pada periode tertentu Ct = cost pada periode tertentu

i = discount rate t = periode

Berdasarkan persamaan tersebut nilai B/C ratio dapat diketahui. Jika nilai B/C ratio > 1, maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan. Jika nilai B/C ratio = 1, maka usaha tersebut dalam kondisi break event point. Jika nilai B/C ratio < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

(3) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol, sehingga nilai (present value) dari aliran uang tunai yang ada, sama dengan nilai uang tunai yang keluar. Persamaan IRR (Gray et al., 2002) dirumuskan sebagai berikut :

IRR = i1 + (i -i ) NPV - NPV NPV 1 2 2 1 1       ………....………… (11) Keterangan :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif

i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV pada discount rate i1

NPV2 = NPV pada discount rate i2

Proyek dinyatakan “layak” jika nilai IRR > dari tingkat bunga (interest rate) yang berlaku, berarti nilai NPV > 0. Jika nilai IRR sama dengan tingkat bunga yang berlaku maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika nilai IRR < dari tingkat suku bunga yang berlaku maka berarti nilai NPV < 0, berarti proyek tidak layak dilaksanakan.

(4) Return of Investment (ROI)

ROI digunakan untuk untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik. Terkait dengan ini, maka ROI merupakan kriteria finansial yang dapat menyeleksi tingkat pengembalian investasi dari suatu jenis unit penangkapan ikan yang dioperasikan di perairan Kabupaten Lampung Selatan. Kriteria ROI ini membantu penyempurnaan seleksi mengingat tidak semua usaha yang memberikan keuntungan memiliki tingkat pengembalian investasi yang baik. Persamaan ROI (Gray et al., 2002) dirumuskan sebagai berikut :

I B ROI  …………...………....………… (12) Keterangan : B = benefit I = investasi

Terkait dengan ini, analisis kelayakan investasi dilakukan pada unit penangkapan payang, pukat udang, pukat pantai, sero, bubu, jaring insang tetap (JIT), jaring insang hanyut (JIH), jaring insang lingkar, trammel net, bagan perahu, bagan apung, serok, jermal, dan hand line yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan . Suatu unit penangkapan ikan dikatakan layak dikembangkan apabila nilai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari suku bunga (interest rate) yang berlaku, dan ROI > 1. Suku bunga (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu pada nilai suku bunga yang diberikan Bank Indonesia dalam Antara co.id (2007), yaitu 8,5 %. Nilai suku bunga ini relatif rendah karena adanya keinginan pemerintah menurunkan suku bunga bank dan dipertahankan pada kisaran 8 – 9 % untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

3.3.5 Pengembangan unit penangkapan ikan

Dalam menggunakan AHP, berbagai komponen yang berinteraksi/terkait dengan pengembangan unit penangkapan ikan tersebut akan dikelompokkan ke dalam beberapa level/herarki, misalnya level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi pengembangan. Secara rinci tahapan analisis AHP adalah sebagai berikut :

(1) Penyusunan struktur hierarki

Penyusunan struktur hierarki merupakan kegiatan menyusun interaksi komponen atau variabel yang telah didefinisikan ke dalam bentuk struktur hierarki AHP

yang dimulai dari tujuan umum (level 1), dilanjutkan dengan sub tujuan/kriteria level 2), level pembatas/limit factor (level 3) dan opsi pengembangan unit penangkapan ikan pada tingkatan paling bawah hierarki (level 4)

(2) Penetapan skala perbandingan

Penetapan skala perbandingan diperlukan untuk menganalisis kepentingan setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai dalam pengembangan unit penangkapan ikan, menganalisis kepentingan setiap pembatas pengembangan yang perlu diperhatikan untuk setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai, dan menganalisis kepentingan setiap unit penangkapan ikan yang menjadi opsi pengembangan untuk setiap pembatas pengembangan pada setiap kriteria pengembangan. Skala perbandingan ini ditetapkan berdasarkan tingkatan kualitatif dari setiap sub level yang dikuantitatifkan dengan tujuan untuk mendapatkan skala baru yang memungkinkan untuk melakukan perbandingan antar beberapa alternatif, seperti tampak pada Tabel 13.

Tabel 13 Skala perbandingan berpasangan (pairwise comparisions) berdasarkan taraf relatif pentingnya

Intensitas

pentingnya Definisi Penjelasan

1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan

Kedua elemen mempunyai sifat yang sama pentingnya. Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen yang lainnya.

Elemen yang satu esensial atau sangat penting dibanding elemen yang lainnya.

Suatu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya. Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lain.

Nilai-nilai antara dua pertimbangan dua yang berdekatan.

Jika suatu aktivitas mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila di bandingkan dengan j.

Dua elemen menyumbangkan sifat sama besar pada sifat itu.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya.

Suatu elemen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek.

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

Kompromi diperlukan antara pertimbangan.

Sumber : Saaty (1993)

(3) Formulasi data

Setelah data skala perbandingan terkumpul, dilakukan formulasi data menggunakan program Microsoft Excell, kemudian dihitung nilai eigen value, menggunakan program Expert Choice 9.5. Dengan demikian dapat ditentukan prioritas keputusan yang akan diambil.

(4) Simulasi dan validasi

Simulasi merupakan kegiatan mengulang tahap 3 dan 4 untuk seluruh tingkat dan kelompok hierarki. Validasi yang dilakukan ada dua jenis yaitu uji konsistensi dan uji sensitivitas. Data dianggap konsisten jika hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency < 0,1. Apabila > 0,1 , berarti data tidak konsisten dan harus diperbaiki. Sedangkan untuk uji sensitivitas diharapkan hasil simulasi

yang tidak sensitif. Bila hasil simulasi sensitif berarti prioritas pengembangan unit penangkapan ikan yang dipilih terlalu labil terhadap dinamika yang berkembang pada kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Selatan. (5) Interpretasi hasil analisis AHP

Interpretasi hasil analisis AHP merupakan tahapan menjelaskan dan memberikan rekomendasi konsistensi/sensitivitas prioritas pengembangan unit penangkapan ikan yang menjadi prioritas dalam pengembangan terhadap berbagai perubahan kebijakan pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

4 HASIL

Dokumen terkait