• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

146 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan sebagai program unggulan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas menyadari bahwa kondisi saat ini menunjukkan ketersediaan sumberdaya di Kabupaten Banyumas yang paling cocok untuk membangun daerah adalah dengan membangun pertanian. Hal ini di dukung oleh kondisi wilayah Kabupaten Banyumas, dimana : (a) sebagian besar penduduknya bekerja dan mendapatkan kehidupan dari sektor pertanian atau yang terkait dengan sektor pertanian, (b) sebagian besar pendapatan kotor daerah Kabupaten Banyumas masih didominasi sektor pertanian.

Pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan sebagai konsep pembangunan pertanian dalam abad moderen sekarang ini tidak bisa lagi secara parsial. Pertanian harus dibangun secara holisitik yaitu dengan membangun semua yang tersedia di perkotaan ke perdesaan. Semua infrastruktur pendukung pembangunan pertanian harus tersedia di perdesaan. Bukan hanya itu, untuk mengurangi urbanisasi, maka semua kemudahan yang ada di perkotaan harus juga tersedia di perdesaan, seperti: fasilitas komunikasi, transportasi, kesehatan, pendidikan, fasilitas pendukung perekonomian / keuangan, dan fasilitas pendukung lainnya harus disediakan.

Menurut Rustiadi, dkk. (2006) konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan suatu sel hidup yang mempunyai plasma dan inti. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/permukiman sedangkan plasma adalah

daerah belakang (hinterland) yang mempunyai sifat tertentu dan mempunyai

hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi sebagai : (1) tempat terkonsentrasi penduduk (permukiman), (2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, (3) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, dan (4) lokasi pemusatan industri. Sedangkan hinterland berfungsi sebagai : (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah atau bahan-bahan baku, (2) pemasok tenaga kerja, (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri.

147

Penentuan hirarki terhadap kecamatan-kecamatan di Kabupaten Banyumas dengan cluster analisis metode k-means terhadap variabel-variabel indikator kinerja infrastruktur dan fasilitas publik ( Lampiran 36) terbukti adanya hirarki di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan hasil analisis seperti yang terlihat pada Tabel 45, Kabupaten Banyumas terbagi dalam 3 hirarki. Dikarenakan pola penempatan desa-desa di wilayah Kabupaten Banyumas cenderung terpencar-pencar sehingga menyebabkan penyediaan infrastruktur menjadi tidak efesien. Oleh karena itu perlu dibentuk kota-kota kecil dan menengah agar wilayah sekitarnya bisa mengakses.

Kemudahan dan luasan jangkauan pelayanan kota-kota kecil dan menengah dapat dilihat dari tingkat pusat-pusat pelayanan yang ada didalamnya, dimana semakin besar pusat pelayanan tersebut maka akan semakin besar dan semakin luas pula jangkauan yang dilayaninya. Pusat-pusat pelayanan tersebut dimaksud untuk meningkatkan peran dan fungsi kota-kota tersebut. Selain itu juga untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pusat pelayanan dalam melayani daerah-daerah belakangnya. Secara nyata dapat dilihat dari adanya infrastruktur jalan. Aksesibilitas yang tinggi antar kecamatan dapat dilihat dari jalur penghubung yang ada (dalam hal ini jalan antar kecamatan dan fasilitas pelayanan).

Berdasarkan hal tersebut maka kecamatan-kecamatan yang ada di hirarki I mempunyai aksesibilitas yang baik di banding kecamatan-kecamatan lainnya (Gambar 35 ). Hirarki I memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas yang lebih banyak daripada hirarki II dan hirarki III, seperti: fasilitas perbankan, rumah potong hewan, pasar hewan, sarana kesehatan dan pertokoan. Oleh karena itu hirarki I menjadi pusat pemasaran dan perdagangan. Hirarki II dan hirarki III memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang lebih sedikit daripada hirarki I sehingga menjadi wilayah hinterland yang berfungsi sebagai kawasan produksi untuk disuplai kewilayah hirarki I.

148 Tabel 45 : Hirarki Kecamatan di Kabupaten Banyumas Berdasarkan

Jangkauan Pelayana Infrastruktur dan Fasilitas Publik

No Kecamatan Hirarki Karakteristik wilayah

1 Wangon I - Fasilitas pelayanan pendidikan ( rasio sekolahan 2 Purwokerto Timur I SLTA terhadap murid tinggi, indeks diversitas sara- 3 Sumpiuh I na pendidikan tinggi)

4 Purwokerto Barat I - Fasilitas kesehatan ( rasio rumah sakit terhadap penduduk tinggi, rasio poliklinik terhadap penduduk tinggi, rasio apotik terhadap penduduk tinggi, indeks diversitas sarana kesehatan tinggi)

- Fasilitas lembaga keuangan ( rasio bank umum ter- hadap penduduk tinggi)

- Fasilitas komunikasi ( rasio wartel/kiospon/warnet terhadap penduduk tinggi)

- Fasilitas pasar modern ( rasio supermarket terha- dap penduduk tinggi)

- Fasilitas pelayanan pengolahan hasil produk ( rasio rumah potong hewan terhadap penduduk tinggi) 5 Lumbir II - Fasilitas pasar tradisional ( rasio pasar dan pasar 6 Jatilawang II tanpa bangunan permanen terhadap penduduk 7 Kebasen II tinggi ) 8 Tambak II 9 Somagede II 10 Kalibagor II 11 Banyumas II 12 Purwojati II 13 Ajibarang II 14 Gumelar II 15 Cilongok II 16 Baturaden II 17 Sumbang II 18 Kembaran II 19 Sokaraja II

20 Rawalo III - Fasilitas lembaga keuangan ( rasio koperasi non 21 Kemranjen III KUD tinggi)

22 Patikraja III

23 Pekuncen III

24 Karang lewas III

25 Kedungbanteng III

26 Purwokerto Selatan III

27 Purwokerto Utara III

149

Berdasarkan level Kabupaten, maka wilayah kecamatan di hirarki I

merupakan inti sedangkan kecamatan lainnya menjadi hinterland . Secara

konseptual antara wilayah inti dan wilayah hinterland merupakan suatu wilayah saling terkait secara sinergis. Wilayah inti berfungsi mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan, sedang wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai kawasan produksi yang bisa menjadi suplai bagi wilayah lain (Gambar 35 dan Tabel 46) . Kedepan, Kabupaten Banyumas tidak bisa lagi mempertahankan pertanian dengan skala yang gurem. Pertanian di Kabupaten Banyumas harus moderen, dan inilah yang disebut pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan. Selama ini pertanian di Kabupaten Banyumas telah menunjukan perkembangan yang signifikan dan masih banyak yang perlu ditingkatkan.

151

Kebijakan-kebijakan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Banyumas sehingga dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah antara lain :

1. Kebijakan yang harus dilakukan dalam mendorong kinerja sektor pertanian dan perdagangan :

a. Meningkatkan produktifitas sektor pertanian di wilayahnya sendiri melalui :

• Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, seperti: peningkatan jumlah jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, dan peningkatan menejemen pelayanan pendidikan

• pembangunan infrastruktur transportasi darat dalam rangka memperkuat aksesibilitas masyarakat melalui upaya : peningkatan status seluruh ruas jalan kabupaten menjadi jalan propinsi dan seluruh ruas jalan desa menjadi jalan kabupaten, memantapkan/menyempurnakan jalan-jalan poros desa yang menjadi sentra-sentra transportasi antar desa – kecamatan - kabupaten dan provinsi, mendorong/mengembangkan partisipasi masyarakat perdesaan dalam hal membantu memelihara/merawat jalan-jalan yang sudah ada dan mengatasi setiap permasalahan yang berkait dengan aktivitas transportasi di desa masing-masing, sesuai kemampuan sumberdaya yang dimiliki , dan memantapkan dan menyempurnakan rencana tata ruang di bidang transportasi dengan berbagai implikasinya.

• Kecamatan-kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain:

Kecamatan Wangon, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Tambak, Kecamatan Somegede, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Kedungbanteng dan Kecamatan Purwokerto Selatan

b. Kerjasama antar kecamatan melalui interaksi sosial, seperti: kebiasaan berkunjung antar warga kecamatan, berkumpul bersama dalam acara kegiatan budaya sehingga akan mengurangi konflik antar wilayah dan tercipta pengembangan pusat kegiatan. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kebasen,

152

Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kembaran, Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Barat dan Kecamatan Purwokerto Utara.

2. Kebijakan yang harus dilakukan terhadap aktifitas ekonomi di wilayahnya sendiri (intensitas populasi ternak dan produktifitas perikanan di wilayah sendiri) yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi kecamatan melalui perbaikan sistim pemasaran, seperti :

• Penguatan pasar dalam daerah yang diikuti dengan tingkat proteksi yang memadai;

• Pengembangan infrastruktur pemasaran (sarana dan kelembagaan pasar);

• Pengembangan jejaring pemasaran berbasis supply chain management ;

• pengembangan sistem informasi pemasaran;

• pengembangan pasar keluar daerah serta penguatan negosiasi dan lobby di forum regional.

• Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas harus melakukan pembinaan dan

koordinasi dengan pengusaha pedagang pengumpul, pedagang besar dalam mempertahankan tingkat harga yang layak agar petani tetap tertarik melakukan usahanya di bidang pertanian.

• Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas harus melakukan inisiasi dalam

promosi dan kerja sama dengan pengusaha diluar daerah.

Kecamatan-kecamatan yang perlu diperhatikan, antara lain: Kecamatan Lumbir, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Somagede, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Sumbang.

3. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan : a. Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mendorong

pertumbuhan sektor industri di wilayah sekitarnya melalui upaya meningkatkan daya saing industri dengan mengembangkan pola jaringan rumpun industri (industrial cluster) sebagai fondasinya, berdasarkan prinsip :

153

• Pengembangan rantai nilai tambah dan inovasi, di mana yang paling

diperhatikan adalah pilihan terhadap arah pola pengembangan yang ditetapkan pada suatu periode tertentu.

• Penguatan (perluasan dan pendalaman) struktur rumpun industri dengan membangun keterkaitan antara industri dengan setiap aktifitas ekonomi yang terkait (sektor primer, sekunder dan tersier).

• Pembangunan fondasi ekonomi mikro (lokal) agar terwujud lingkungan usaha yang kondusif, melalui penyediaan berbagai infrastruktur dan peningkatan kapasitas kolektif (teknologi, mutu, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan infrastruktur fisik) serta penguatan kelembagaan ekonomi. Lingkungan usaha yang kondusif ini dapat menjamin bahwa peningkatan interaksi, produktivitas dan inovasi yang terjadi melalui persaingan sehat, dapat secara nyata meningkatkan daya saing perekonomian secara berkelanjutan.

• Peningkatan efisiensi, modernisasi dan nilai tambah sektor pertanian yang dikelola dengan pengembangan agribisnis yang dinamis dan efisien, dengan melibatkan partisipasi aktif petani.

Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Somagede, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Karanglewas.

b. Untuk menekan laju peningkatan angkatan kerja menganggur di wilayah sekitar dalam satu kawasan, perlu di lakukan upaya-upaya kerjasama antar wilayah kecamatan dalam hal :

• Menyusun Kerangka Kualifikasi Sertifikasi Bidang Pendidikan dan

Pelatihan. Kerangka kualifikasi ini adalah suatu kerangka kerja

(framework) dari sistem sertifikasi yang dapat menyandingkan dan mengintegrasikan sistem sertifikasi bidang pendidikan dan sistem sertifikasi bidang pelatihan, dalam rangka memberi pengakuan terhadap kompetensi tenaga kerja. Kerangka kualifikasi ini dimaksudkan untuk

154

memberi alternatif bagi tenaga kerja melakukan perpindahan dari jalur pendidikan umum ke jalur pelatihan, dan sebaliknya.

• Dalam melaksanakan hubungan industrial yang harmonis, pemerintah

berperan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan, terutama tentang hubungan industrial. Untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan tersebut diperlukan petugas pengawas. Dengan demikan, perlu upaya pengembangan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan petugas pengawas ketenagakerjaan, melalui peningkatan kuantitas dan kualitas petugas pengawas hubungan industrial.

• Penyempurnaan dan pengkonsolidasian program-program penciptaan

kesempatan kerja yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah akan terus berupaya menyempurnakan dan mengkonsolidasi kan program-program penciptaan kesempatan kerja. Program-program ini diarahkan untuk mengatasi masalah pengangguran, setengah

penganggur, dan masalah kemiskinan sementara (transient poverty).

Skema program ini didasarkan kepada keinginan pemerintah untuk memberi pekerjaan kepada mereka yang tidak mempunyai pekerjaan; atau mempunyai pekerjaan, tetapi berpendapatan sangat rendah dan rentan jatuh ke bawah garis kemiskinan akibat bencana alam atau gejolak ekonomi (sebagai jaring pengaman sosial). Lapangan pekerjaan dalam skema ini adalah pekerjaan manual tanpa keterampilan (unskilled) di bidang pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih, fasilitas sanitasi, dan lain-lain.

Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Somagede, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Karanglewas.

c. Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jalan dan jembatan yang dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan melalui upaya : memantapkan

155

/menyempurnakan jalan-jalan poros desa yang menjadi sentra-sentra transportasi antar desa – kecamatan - kabupaten dan provinsi.

Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Tambak, Kecamatan Somagede, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Purwokerto Timur.

4. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor industri melalui upaya kerja sama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jaringan jalan dan jembatan di wilayah yang berbatasan langsung, seperti :

a. Memantapkan / menyempurnakan jalan poros desa melalui pelebaran dan perbaikan sehingga antar sumber produksi, pasar dan konsumen dapat berinteraksi dengan baik

b. Mendorong iklim yang lebih kondusif dan membuka peran lebih besar bagi daerah dan peran serta swasta dalam pembangunan dan pengoperasian prasarana transportasi

Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Banyumas, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kecamatan Sokaraja.

5. Kebijakan dalam menekan laju angkatan kerja menganggur melalui peningkatan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam menyusun anggaran belanja rutin sehingga kebutuhan-kebutuhan antar wilayah yang saling terkait dapat terakomodasi dengan baik sehingga problem-problem angkatan kerja menganggur yang ada di wilayah kecamatan dapat diselesaikan atau anggaran belanja kecamatan sudah tepat sasaran.

Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Tambak, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Kedung Banteng.

165 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan :

• Tipologi I : keberadaa sektor industri dan keuangan yang tinggi kurang mampu menyerap angkatan kerja menganggur

• Tipologi II: Keberadaan institusi sosial petani yang tinggi kurang optimal dalam mendorong perkembangan sektor pertanian , peternakan, perkebunan & kehutanan. Akibat lebih lanjut sektor industri , keuangan & persewaan kurang berkembang

• Tipologi III : keberadaan penyuluh pertanian dan taruna tani yang tinggi kurang optimal dalam meningkatkan intensitas populasi ternak, produksi perikanan dan intensitas pertanam tanaman pangan. Angkatan kerja menganggur rendah

2. Berdasarkan analisis hubungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah, ada 5 model dalam melihat keterkaitan antar wilayah di Kabupaten Banyumas, dimana kelima model tersebut dapat dilihat dari aspek :

a. Aspek spasial

Aspek spasial akan melihat keterkaitan fisik kawasan melalui jaringan transportasi. Hal ini dapat dilihat pada :

• Model III, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di suatu wilayah pada radius tertentu secara nyata dapat menghambat kinerja pembangunan ekonomi daerah.

166 • Model IV, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di wilayah

yang berbatasan langsung secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas.

b. Aspek Ekonomi

Interaksi ekonomi dapat membentuk jaringan keterkaitan antar wilayah seperti : keterkaitan pasar, keterkaitan produksi dalam pengembangan industri sehingga dapat menciptakan efek pengganda ( multiplier effect ) Hal ini dapat dilihat pada :

• Model III, dimana kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu

wilayah pada radius tertentu secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas.

c. Aspek sosial

Keterkaitan sosial antar wilayah di Kabupaten Banyumas merupakan salah satu faktor penentu kemajuan pembangunan wilayah tersebut sebagai kawasan pertumbuhan baru, karena dengan adanya keterkaitan sosial, faktor-faktor yang akan menimbulkan konflik dapat dikurangi.

Kondisi seperti ini kurang terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas. Hal ini dapat dilihat dari :

• Model I, dimana kinerja sumberdaya alam dan kinerja sumberdaya

manusia dan sumberdaya sosial di wilayah dalam radius tertentu secara nyata dapat menghambat kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas.

d. Aspek pergerakkan populasi

Berkembangnya wilayah yang berdekatan tergantung pada luasnya jangkauan ekonomi dan sosial, termasuk ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat upah, pelayanan publik, dan aksesibilitas. Dalam hal ini migrasi penduduk dipandang sebagai potensi sumber daya tenaga kerja. Berdasarkan kondisi di lapang, antar kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas mobilitas penduduknya yang keluar masuk daerah potensi

167

meningkat, karena memang kondisi infrastruktur wilayah yang cukup memadai. Hal ini dapat dilihat pada :

• model IV, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di wilayah yang berbatasan langsung secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah

e. Aspek teknologi

Keterkaitan teknologi dan pengorganisasiannya antar wilayah sangat penting dalam mendorong investasi berupa modal teknologi industri. Apabila dukungan teknologi industri tidak ada, upaya membangun perekonomian berbasis industri di wilayah yang saling berhubungan akan menemui kegagalan, karena input teknologi yang terpadu memberikan efisiensi di dalam proses produksi antar eleman yang dibutuhkan. Keterkaitan teknologi antar wilayah di Kabupaten Banyumas masih lemah. Hal ini dapat dilihat pada :

• Model I dan II, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publikdi wilayahnya sendiri secara nyata berpengaruh terhadap kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah tersebut tetapi pengaruh tersebut di lihat dari elastisitasnya sangat kecil sehingga keterkaitan tehnologi antar wilayah di Kabupaten Banyumas kurang terjadi. Hal ini disebabkan karena belum terbangunnya keterhubungan teknologi di wilayah Kabupaten Banyumas.

f. Aspek kebijakan

Pengembangan keterkaitan antar wilayah merupakan sistem yang diintegrasikan (terpadu) dan ditransformasikan melalui serangkaian jalinan proses kebijakan politik (kebijakan institusi) dan dan saling ketergantungan antara institusi yang mempunyai wewenang dalam perencanaan dan pembangunan wilayah. Keterkaitan kebijakan penganggaran belanja antar kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas sangat lemah. Kondisi tersebut dapat dilihat pada:

168 • model II dan III, dimana kinerja penganggaran belanja di wilayah

yang berbatasan langsung berpengaruh nyata dalam mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah, namun demikian pengaruh tersebut sangat kecil apabila dilihat dari elastisitasnya.

3. Kebijakan strategis yang dianjurkan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Banyumas melalui pendekatan agropolitan, antara lain :

a. Berdasarkan ketersedian infrastruktur yang dapat menunjang sistim agropolitan maka Kecamatan Wangon, Kecamatan Sumpiuh bisa menjadi kota tani utama dan Kecamatan purwokerto Timur dan kecamatan Purwokerto Barat menjadi kota tani utama pusat pelayanan paling lengkap. b. Untuk mendorong kinerja sektor pertanian dan perdagangan :

• Meningkatkan produktifitas sektor pertanian di wilayahnya sendiri

• Kerjasama antar kecamatan melalui interaksi sosial

c. Agar intensitas populasi ternak dan produktifitas perikanan di wilayah sendiri tidak menghambat laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah kabupaten Banyumas maka harus dilakukan perbaikan sistim pemasaran

d. Untuk mendorong pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan :

• Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mendorong

pertumbuhan sektor industri di wilayah sekitarnya melalui upaya meningkatkan daya saing industri

• upaya-upaya kerjasama antar wilayah kecamatan dalam hal menciptakan peluang usaha dengan mendorong pengembangan usaha mikro

• Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mengelola

infrastruktur jalan dan jembatan

e. Untuk mendorong pertumbuhan sektor industri melalui upaya kerja sama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jaringan jalan dan jembatan di wilayah sekitar

f. Untuk menekan laju angkatan kerja menganggur melalui peningkatan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam menyusun anggaran belanja pembangunan

169 Saran

Rekomendasi dari model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan, antara lain :

a. Sistem transportasi darat merupakan sarana yang utama (vital) untuk menguatkan keterpaduan dengan wilayah lain. Karena itu perlu dikembangkan jaringan jalan dan system transportasi (reguler), baik dengan membangun jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan secara internal (desa-desa di dalam wilayah kecamatan) maupun jaringan jalan dengan wilayah eksternal (kecamatan, kabupaten, dan wilayah lain).

b. Adanya pola pergerakan barang dan manusia antar wilayah kecamatam maka

perlu ditingatkan ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat upah, pelayanan publik, dan aksesibilitas.

c. Pengembangan pola usaha ekonomi harus memiliki keterkaitan dengan potensi sumberdaya setempat baik potensi pertanian, perkebunan, ataupun jasa/ industri. Pengembangan usaha pertanian atau perkebunan harus terhubung (lingkage) dengan ketersediaan sarana dan prasarana produksi pertanian, dan terhubung pula dengan industri pengolahan pasca panen.

d. Dalam pengembangan keterkaitan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas

yang berbasis pertanian dan perkebunan perlu mengembangkan jaringan pasar hasil produksi baik secara internal maupun eksternal. Khusus untuk pengembangan pasar ekternal (ke luar kabupaten atau bahkan ke luar negeri) perlu difasilitasi dengan kebijakan dan pangaturan perdagangan antar kota atau negara

e. Model ini akan lebih baik apabila dilanjutkan dengan analisis optimasi sehingga akan memperjelas tafsiran yang sudah diperjelas di dalam model

170 DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan : Tinjauan Kritis. P4Wpress. Bogor

Abdurrahman. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII : Penegakkan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia. Denpasar

Askary, M. 2003. Valuasi Ekonomi dalam Kebijakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Dipresentasikan pada Seminar Nasional III Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Baturaden, Purwokerto pada 12 – 14 Desember 2003.

Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Departemen Pertanian. 2002. Pedoman umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Proyek Pengembangan Kelembagaan Agribisnis dan Sumberdaya Manusia Pertanian Pusat. Bogor

Bond, R., J. Curran, K. Patrick, N. Lece and P. Francis. 2001. Integrated Impact Assessment for Sustainable Development. A Case Study Approach. University of Manchester. UK.

Bosshard, A. 2000. A Methodology And Terminologi Of Sustainability Assessment And Its Perpectines For Rural Planning. Agriculture, Ecosystem and Environment 77.

Cernea, Michael M. 1994. The Sociologist’s Approach to Sustainable Development dalam Making Development Sustainable : From Concept to Action. Environmentally Sustainable Development Occasional Paper Series no 2, The world Bank, Washington, D.C

Dardak, H and E. Elestianto. (Tanpa Tahun). The Role of Agropolitan Infrastructur Development In Addressing The Underlying Couses of Land Degradation. Hhtp://www.virtualref.com/ancrd/1796.html. (27 Januari 2005)

Dokumen terkait