• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Pengendalian Gulma

Keberadaan gulma di pertanaman teh khususnya di perkebunan teh Gunung Mas menjadi salah satu masalah yang cukup penting. Karena populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali di pertanaman teh akan bersaing dengan tanaman utama dalam memperoleh unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang untuk tumbuh. Pertumbuhan gulma yang tinggi bahkan melebihi tajuk tanaman teh akan menyulitkan dalam proses pemetikan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit.

Jenis gulma yang banyak ditemukan di perkebunan Gunung mas adalah

Comellina diffusa (tali said), Ageratum conyzoides (babadotan), Borreria

alata, Paspalum conjugatum (jukut pait), Melastoma affine, Urena lobota,

Mikania micrantha (mikania/sembung rambat), dan Clidemia hirta

(harendong).

Gulma yang paling sulit dikendalikan di kebun Gunung Mas adalah gulma Clidemia hirta (harendong), karena gulma ini adalah gulma berkayu yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Kesalahan dalam pengendalian menyebabkan gulma ini dapat berkembang dengan pesat. Biasanya pekerja kebun hanya membabat gulma ini tanpa mencabut hingga akarnya, sedangkan gulma ini memiliki perakaran yang besar dan kuat, sehingga apabila tidak

A B C

Gambar 4 Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas: A. Clidemia hirta

D

14

dibersihkan hingga ke akarnya, gulma ini akan bersaing dengan tanaman teh dalam memperoleh hara dan air.

Kegiatan penyiangan atau pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas dilakukan secara rutin setiap 45 hari sekali. Pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas ini umumnya menggunakan dua cara, yaitu dengan cara manual, dan pengendalian secara kimiawi.

a. Pengendalian Gulma dengan Cara Manual

Pengendalian dengan cara manual ini dilakukan dengan mencabut atau membabat gulma yang tumbuh di pertanaman teh dengan menggunakan tangan ataupun alat. Beberapa jenis penyiangan manual antara lain: babat, kored, dan jojo cabut. Pengendalian gulma secara manual ini dilakukan untuk menekan biaya, juga karena gulma-gulma yang dikendalikan dengan cara ini tidak dapat dikendalikan dengan cara kimia, disamping itu pengendalian dengan cara ini lebih ramah lingkungan. Sedangkan kelemahan dari pengandalian ini adalah kurang efisien tenaga kerja, efek pengendalian pendek, dan kurang efektif, untuk area yang luas. Pengendalian gulma secara manual di perkebunan Gunung Mas dilakukan oleh divisi perawatan dan juga biasa dibantu oleh mandor petik.

b. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian menggunakan senyawa-senyawa kimia beracun bagi gulma (herbisida). Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat knapsack sprayer dengan volume tangki 18 liter. Umumnya penyemprotan gulma dilakukan pada pukul 06:00 hingga pukul 10:30 untuk mengurangi penguapan bahan kimia. Herbisida yang digunakan di perkebuan Gunung Mas adalah yang berbahan aktif glifosat, dengan dosis antara 1-1.5 liter per hektar.

Herbisida ini hanya membunuh gulma-gulma rumput dan tidak dapat membunuh gulma berkayu. Oleh karena itu untuk gulma-gulma keras seperti harendong (Clidemia hirta) harus disiang secara manual hingga ke akarnya. Biasanya sebelum dilakukan aplikasi dengan penyemprotan herbisida ini didahului dengan pembabatan gulma terlebih dahulu.

D

15

Keberadaan gulma di kebun Gunung Mas juga terkait erat dengan keberadaan hama, dalam hal ini hama ulat jengkal Hyposidra talaca. Karena gulma yang tumbuh di sekitar tanaman teh memungkinkan untuk menjadi inang alternatif Hyposidra talaca, karena hama ini bersifat polifag pada beberapa jenis tanaman. Hyposidra talaca biasa ditemukan pula pada dataran tinggi (Simanjuntak 2002).

Terlihat dari hasil pengamatan di lapangan, bahwa kebun-kebun dengan populasi gulma tinggi, serangan hama pun jauh lebih tinggi (Gambar 7A) dibandingkan dengan kebun yang bersih dari gulma serangan hama relatif lebih rendah (Gambar 7B). Misalkan pada blok kebun 21 saat populasi gulma tinggi, populasi ulat jengkal Hyposidra talaca di blok kebun ini pada 1 pohon dapat ditemukan lebih dari 40 ekor ulat, begitu pula yang terlihat di blok kebun 3 dan 4, karena keadaan gulma yang tinggi dan cukup banyak meskipun telah dilakukan pengendalian dengan insektisida populasi ulat masih cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengaplikasian ulat bersembunyi di bawah naungan gulma atau turun ke batang-batang teh yang tertutup gulma.

Jumlah populasi ulat yang tinggi pada blok-blok kebun dengan populasi gulma tinggi juga berbanding lurus dengan jumlah ulat yang terinfeksi oleh penyakit, dalam hal ini penyakit yang disebabkan oleh patogen

Nucleopolyhedrovirus (NPV). Semakin padat populasi ulat maka peluang ulat

terinfeksi akan semakin tinggi, karena penularan akan lebih mudah dan cepat.

A B

Gambar 6 Kegiatan pengendalian OPT secara kimiawi (pestisida)

Gambar 7 Kondisi kebun. A. Blok kebun dengan banyak gulma; B. Blok kebun keadaan bersih gulma.

D

16

Dampak negatif lain apabila jumlah populasi gulma tinggi adalah, menyulitkan pemetik dalam memanen pucuk teh, karena adanya gulma yang banyak jelas akan menghambat gerak dari pemetik, dan apabila gulma tumbuh tinggi hingga melebihi tajuk tanaman akan mengganggu pemetik dalam mengamnbil pucuk yang baik. Keberadaan gulma juga menyulitkan dalam proses penyemprotan, baik penyemproan insektisida untuk pengendalian, maupun dalam penyemprotan pupuk daun. Hal ini pula yang memungkinkan adanya blok yang terlewat dari penyemprotan.

Jumlah populasi gulma yang cukup tinggi di kebun Gunung Mas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, keterlambatan dalam penanganan, hal ini terkait dengan keterbatasan jumlah tenaga kerja yang menangani pengendalian gulma. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah, rendahnya kualitas dalam proses pengandalian gulma, dimana banyak karyawan yang hanya mebersihkan kebun hanya asal besih, gulma hanya dibersihkan di permukaan dan tidak di cabut hingga ke akar meskipun itu jenis gulma berkayu. Hal tersebut bukan karena kekurangpahaman karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya, tetapi faktor anggaran yang juga berpengaruh terhadap kualitas dari kegiatan sanitasi kebun ini.

4. Pemetikan

Pemetikan adalah suatu kegiatan pemanenan hasil tanaman yang berupa pucuk daun teh. Pada umumnya dikenal tiga cara pemetikan yaitu, pemetikan jendangan (tiping), produksi, dan gedesan. Dalam melakukan pemetikan, digunakan penerapan rumus pemetikan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas petikan yang sesuai dengan standar pabrik.

Rumus dalam pemetikan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a) Pucuk halus maksimal 10% (P+1m, P+2m)

b) Pucuk medium minimal 70% (P+2m, P+3m, B+1m, B+2m, B+3m) c) Pucuk kasar maksimal 20% (P+3m, P+4m, B+1t, B+2t)

Keterangan : P = Peko, B = Burung, M = Muda, T = Tua

P+1 P+2 P=3M

B+1M B+2M B+3M Gambar 8 Pucuk Daun Teh

Pemetikan jendangan (tiping) dilakukan setelah 2-3 bulan setelah tanaman dipangkas. Tujuan dari pemetikan jendangan adalah untuk memebentuk bidang petikan yang lebar dan rata dengan daun-daun pemeliharaan yang cukup sehingga tanaman memiliki potensi hasil yang tinggi. Pemetikan ini dilakukan dengan mengukur 20 cm diatas luka

Keterangan gambar:

P+1M : peko + 1 daun muda P+2M : peko + 2 daun muda P+3M : peko + 3 daun muda B+1M : burung + 1 daun muda B+2M : burung + 2 daun muda B+3M : burung + 3 daun muda

D

17

pangkasan. Umumnya pemetikan ini dilakukan 3-4 kali sampai bidang petik rata dan rapat.

Petikan produksi merupakan kegiatan lanjutan setelah pemetikan jendangan dan merupakan tahapan terpanjang dalam pengambilan hasil tanaman teh. PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas menggunakan rumus petikan medium.

Sebenarnya semakin muda pucuk, semakin baik kualitasnya. Tetapi, dengan sistem pemetikan yang memiliki siklus, maka pemetikan dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan pucuk yang akan datang. Petikan yang dikehendaki PTPN VIII Kebun Gunung Mas adalah : P+1M, P+2M, P+3M, B+1M, B+2M, B+3M.

Petikan gendesan dilaksanakan satu sampai tiga hari menjelang pangkasan. Petikan dilakukan dengan memetik semua pucuk yang memenuhi syarat mutu standar untuk diolah (dipetik bersih) tanpa memerhatikan daun yang ditinggalkan.

Selain pemetikan secara manual, kebun teh Gunung Mas telah menggunakan teknologi mesin petik. Salah satu tujuan digunakannya teknologi ini adalah menutup kekurangan tenaga kerja petik dan meningkatkan efisiensi. Tetapi penggunaan mesin petik ini masih dalam taraf uji coba.

Pemangkasan dan pemetikan yang sejajar dengan kemiringan lahan dapat mengurangi kemungkinan terserang penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh patogen Exobasidium vexans. Permukaan kebun yang rata

Gambar 9 Kegiatan pemetikan pucuk teh secara manual

D

18

mempermudah pemerataan pestisida, serta dapat menghindari kerapatan sudut tajuk. Sudut tajuk yang rapat dapat meningkatkan kelembaban pada tanaman yang menguntungkan perkembangan suatu penyakit (Semangun 1987).

Dokumen terkait