• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hypiosidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan .Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hypiosidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan .Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENG

HA

APLI

PADA

GELOLA

AMA ULA

IKASI Hy

TANAM

VIII GU

DEPA

IN

AAN KEB

AT JENG

Hyposidra t

MAN TEH

UNUNG M

RI

ARTEME

FAKU

NSTITUT

BUN DAN

GKAL (Hy

talaca NU

H DI PT PE

(2)
(3)

ABSTRAK

RIZKI PRADANA. Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca

Nucleo-polyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung

Mas Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami secara langsung kegiatan pemeliharaan tanaman di perkebunan teh PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, serta memberikan alternatif pengendalian hama ulat jengkal dengan memanfaatkan entomovirus Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV). Metode yang digunakan adalah wawancara, pengamatan langsung di lapangan, dan aplikasi HtNPV secara langsung pada tanaman teh. Kegiatan pemeliharaan tanaman teh meliputi pemangkasan, pemupukan, pemetikan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Kondisi sanitasi kebun dan organisasi sumberdaya manusia yang belum maksimal masih menjadi faktor yang berpengaruh dalam kegiatan pemeliharaan tanaman teh di PTPN VIII Gunung Mas. Hama yang paling dominan saat ini di Gunung Mas adalah ulat jengkal

Hyposidra talaca yang menyerang pucuk teh dan dapat menurunkan produksi teh

hingga lebih dari 40%. Alternatif pengendalian hama ulat jengkal dengan memanfaatkan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dapat dilakukan dengan menggunakan 40 ekor larva terinfeksi HtNPV untuk 15 liter untuk 400 m2 (1 patok), yang dapat menurunkan populasi hama lebih dari 50% dalam waktu 7 hari, dan dapat menurunkan populasi hingga 100% dalam waktu 11 hari, dengan intensitas penyemprotan dua kali dalam satu minggu.

Kata kunci: teh, kegiatan perawatan kebun, Hyposidra talaca, Hyposidra talaca

(4)
(5)

ABSTRACT

RIZKI PRADANA. Plantation Management and Application Hyposidra talaca

Nucleopolyhedrovirus as an Alternative Pest Control Tea Looper (Hyposidra

talaca) in Tea Plant at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, West

Java. Guided by R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

The objectives of this study is to understand the management of plant maintenance of tea plantation at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas and to propose an alternative pest control for tea looper (Hyposidra talaca) utilizing

Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV). The methods used were

interviews, observation in the field, and the field efficacy test of HtNPV directly on tea plants. Tea plant maintenance activities include trimming, fertilizing, plucking, weed control, and pests-diseases management. Poor sanitary condition of tea plantation and the low human resources became limiting factors in the field. The most important pest at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas is tea looper (Hyposidra talaca) that feed on tea shoots and may reduce production to more than 40%. Alternative control measure for H. talaca using HtNPV can be carried out by spraying HtNPV suspension. Effective application of HtNPV was applied twice per week and were able to reduce the population of H. talaca to more than 50% within 7 days, and can reduce the population up to 100% within 11 days.

Keywords: tea, maintenance activities, Hyposidra talaca, Hyposidra talaca

(6)
(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)
(9)

PENGELOLAAN KEBUN DAN UPAYA PENGENDALIAN

HAMA ULAT JENGKAL (Hyposidra talaca) DENGAN

APLIKASI Hyposidra talaca NUCLEOPOLYHEDROVIRUS

PADA TANAMAN TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA

VIII GUNUNG MAS BOGOR, JAWA BARAT

RIZKI PRADANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hypiosidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra

talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT

Perkebunan .Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat.

Nama mahasiswa : Rizki Pradana

NIM : A34080057

Disetujui oleh,

Dr Ir R. Yayi Munara Kusumah, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra

talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) pada

Tanaman Teh di PT Perkebuanan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan teh PTPN VIII Gunung Mas Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dari bulan Juni 2012 hingga bulan Agustus 2012.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si selaku dosen pembimbing penelitian, Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen penguji tamu, Bapak Ir. Yanyan Cahyana selaku Administratur Perkebunan Gunung Mas. Bapak Ir. Zulfa Hasyim selaku Wakil Administratur Perkebunan Gunung Mas, dan Bapak Ade Nana selaku Sinder afdeling yang telah banyak membantu dan memberikan banyak informasi serta wawasan selama proses penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, Januari 2013

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... iix PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

BAHAN DAN METODE ... 3

Tempat dan Waktu Penelitian ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Metode Pelaksanaan Magang ... 3

Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Kegiatan Magang ... 6

Keadaan Umum ... 6

1. Kondisi Geografis, Tanah, dan Iklim ... 6

2. Kondisi dan Lahan Pertanaman ... 6

3. Kondisi Pertanaman dan Produksi ... 6

4. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 7

Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan ... 11

1. Pemangkasan ... 11

2. Pemupukan ... 12

3. Pengendalian Gulma ... 13

4. Pemetikan ... 16

5. Pengendalian Hama di Perkebunan ... 18

Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) ... 20

Keadaan Umum ... 20

Laju Penurunan Populasi Larva Hyposidra talaca ... 21

Interaksi Antara Frekuensi Penyemprotan HtNPVdengan Penuruanan Populasi Larva Hyposidra talaca... 23

SIMPULAN DAN SARAN ... 26

Simpulan ... 26

Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 30

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi ... 23

2. Rata-rata jumlah larva H. talaca di lapangan setelah perlakuan HtNPV ... 24

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Produksi teh kering kebun Gunung Mas lima tahun terakhir ... 7

2. Blok kebun yang dipangkas ... 11

3. Tanaman pangkasan yang ditumbuhi gulma dan lumut kerak ... 12

4. Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas ... 13

5. Pengendalian gulma secara manual (penyiangan) ... 14

6. Kegiatan pengendalian OPT secara kimiawi (pestisida) ... 15

7. Kondisi kebun. A. Blok kebun dengan banyak gulma; B. Blok kebun keadaan bersih gulma. ... 15

8. Pucuk daun teh ... 16

9. Kegiatan pemetikan pucuk teh secara manual ... 17

10.Kegiatan pemetikan teh dengan mesin petik ... 17

11.Luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011... 19

12.Larva Hyposidra talaca yang mati karena NPV di lapangan ... 21

13.Jumlah larva H. talaca yang berkurang setiap harinya pada berbagai frekuensi waktu aplikasi ... 22

(18)
(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel data curah hujan kebun Gunung Mas tahun 2002-2011 ... 31

2. Tabel data produksi basah dan kering kebun Gunung Mas tahun 2007-2011 ... 32

3. Kondisi kebun Tanaman Menghasilkan (TM) kebun Gunung Mas I ... 33

4. Kebun Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ... 33

5. Serangan hama ulat jengkal Hyposidra talaca ... 34

6. Upaya pengendalian Hyposidra talaca oleh pihak perkebunan Gunung Mas ... 34

7. Kegiatan koleksi larva yang mati terinfeksi NPV ... 35

8. Kegiatan perbanyakan inokulum HtNPV ... 35

9. Kegiatan aplikasi lapangan HtNPV ... 37

10.Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi ... 38

11.Tabel luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011 ... 39

12.Tabel daftar insektisida yang digunakan di kebun Gunung Mas ... 40

13.Peta kawasan PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas ... 41

(20)
(21)

D

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) memiliki peranan penting dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara makro. Disamping itu tanaman teh juga memiliki peranan yang penting sebagai penyumbang devisa negara, sebagai sumber lapangan kerja, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat pentingnya peran tanaman teh dalam aspek sosial dan aspek ekonomi Indonesia, maka perkebunan teh perlu dijaga agar tetap berkelanjutan (sustainable), salah satunya dengan menjaga dari kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga (Diratpahgar 2008).

Pembangunan subsektor perkebunan teh telah mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar, namun beberapa waktu belakangan ini perusahaan teh, khususnya di Indonesia, sedang menghadapi masalah, seperti biaya produksi yang terus meningkat, sedangkan harga jual terus menurun. Kenaikan biaya produksi ini disebabkan adanya kenaikan upah dan harga bahan penunjang produksi.

Teknik budidaya serta proses pengolahan yang tepat merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditas teh. Pemupukan secara teratur, pemangkasan yang baik, peremajaan tanaman-tanaman teh yang yang telah berumur lebih dari 40 tahun, serta pengendalian hama dan penyakit dapat mendorong produktivitas teh yang tinggi (Adisewojo 1982).

Usaha peningkatan teknik budidaya, selalu terkait dengan sistem pengendalian atau pengelolaan hama dan penyakit. Proses pengelolaan hama dan penyakit ini berpengaruh penting dalam penentuan mutu dari produksi tanaman teh.

Budidaya tanaman teh tidak lepas dari permasalahan hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit penting yang biasa menyerang tanaman teh dan kerap menimbulkan kerugian yang cukup besar antara lain Empoasca sp. (Hemiptera: Jassidae), Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae), dan Hyposidra

talaca (Lepidoptera: Geometridae) (Samiyanto 1999). Sedangkan penyakit yang

biasa ditemukan dilapangan antara lain cacar daun teh (blister blight) yang disebabkan patogen Exobasidium vexans, serta beberapa penyakit pada akar seperti akar merah Ganoderma philippii dan akar putih Rigidophorus lignosus.

Perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor kerap menemui permasalahan yang cukup serius akibat serangan hama ulat jengkal Hyposidra talaca, bahkan serangan berat dari hama ini mengakibatkan penuruan produksi hingga hampir 40%. Serangan hama ini hampir merata di semua blok kebun, dengan stadia larva yang tumpang tindih (overlaping) menyebabkan pengelola kesulitan dalam pengendalian. Hingga saat ini pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik masih menjadi andalan di perkebunan teh Gunung Mas, meski pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati juga telah dilakukan seperti penggunaan umbi gadung serta penggunaan perangkap untuk imago Hyposidra talaca tersebut.

(22)

D

2

digunakan untuk alternatif pengendalian ulat jengkal (Hyposidra talaca) di perkebunan teh Gunung Mas adalah Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus

(HtNPV) yang secara spesifik bersifat patogen bagi larva Hyposidra talaca. Keberadaan dari virus ini cukup banyak tersedia di lapangan sehingga mudah didapat dan diperbanyak.

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di perkebuan teh PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas terdiri atas dua kegiatan, yaitu kegiatan magang dan aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus sebagai alternatif pengendalian hama ulat jengkal H. talaca.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata dengan mengetahui, mempelajari dan memahami secara langsung sistem organisasi, budidaya, dan berbagai permasalahan dalam pengelolaan hama dan penyakit di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat.

Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan alternatif pengendalian hama ulat jengkal di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas dengan memanfaatkan entomovirus (virus patogen serangga) Hyposidra talaca

Nucleopolyhedrovirus (HtNPV)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman kerja secara nyata, memberikan informasi mengenai alternatif pengendalian hama ulat jengkal H.

talaca yang ramah lingkungan dengan menggunakan Hyposidra talaca

Nucleo-polyhedrovirus (HtNPV), dan memberikan rekomendasi serta masukan kepada

(23)

D

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dan penelitian dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas Jl. Raya Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dimulai dari awal bulan Juni 2012 sampai 20 Agustus 2012.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan magang dan penelitian ini antara lain: botol film, kotak pemeliharaan, stoples, saringan, mortar dan pistil, kertas tisu/kassa, sendok plastik, handsprayer, power sprayer, corong air, alat tulis, buku catatan lapangan, dan tali rafia.

Bahan yang digunakan antara lain: inokulum HtNPV yang diperoleh dari lapangan dan dari hasil perbanyakan, pucuk teh (sebagai media infeksi), sun blok

(anti UV), dan air bersih.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang dilakukan selama satu bulan penuh di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas, Cisarua Bogor, dengan mengikuti seluruh kegiatan yang ada di kebun tersebut khususnya kegiatan perawatan tanaman teh yang meliputi pemangkasan, pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan hingga pengendalian hama penyakit. Aplikasi HtNPV dilakukan di dua patok kebun di blok kebun 9 PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas selama kurang lebih dua minggu, hingga diperoleh hasil penurunan populasi larva Hyposidra

talaca.

Magang

Pelaksanaan magang dilaksanakan dengan cara mengikuti setiap bagian dari kegiatan perawatan yang meliputi pemangkasan, pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan dan pengendalian hama penyakit disertai studi pustaka untuk membantu dalam pembuatan laporan.

Selain metode di atas, dalam kegiatan magang ini juga dilakukan pencatatan data dan informasi pendukung yang tersedia di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder.

Data primer yaitu data yang diperoleh dari pihak-pihak yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan perawatan yang meliputi pemangkasan, hingga pengendalian hama penyakit. Informasi juga diperoleh dengan cara terlibat langsung pada setiap kegiatan atau bertanya langsung pada pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu kegatan yang kurang dipahami.

(24)

D

4

Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV)

Kegiatan penelitian berupa aplikasi lapangan Hyposidra talaca

Nucleo-polyhedrovirus (HtNPV) meliputi beberapa tahap antara lain: pengumpulan

inokulum di lapangan, perbanyakan inokulum HtNPV, dan aplikasi langsung pada petakan teh.

1. Pengumpulan Inokulum HtNPV

Sumber inokulum yang digunakan untuk perbanyakan dan aplikasi diperoleh langsung dari kebun Gunung Mas dengan mengambil atau mengumpulkan larva Hyposidra talaca yang mati dan menunjukkan gejala kematian karena terinfeksi virus.

Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan biasa ditemukan pada bagian pucuk tanaman dalam posisi menggantung pada tungkai belakang membentuk huruf V terbalik. Apabila larva yang teinfeksi mati, kulit larva yang terinfeksi virus tersebut akan menjadi sangat rapuh sehingga tubuh larva menjadi mudah pecah bila tersentuh. Dari kulit tubuh yang pecah tersebut akan keluar cairan kental yang berwarna kecoklatan (Sutarya 1996).

2. Perbanyakan Inokulum HtNPV

Pertama-tama larva H. talaca sehat dikumpulkan dari lapangan atau tempat sortir, lalu dimasukkan ke dalam kotak perbanyakan berukuran 50x30 cm. Kemudian dikontaminasi dengan perlakuan kontaminasi pakan yang diberi virus NPV hasil gerusan larva yang mati karena NPV.

Larva mati yang diperoleh dari lapangan digerus dengan mortar dan pistil hingga halus sambil ditambah air sedikit demi sedikit. Kemudian hasil gerusan tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam stoples. Setelah itu, daun teh segar dicelupkan ke dalam cairan hasil gerusan tersebut lalu daun teh tersebut dikeringanginkan.

Daun teh yang telah dicelup dan dikeringanginkan kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan yang telah berisi larva

Hyposidra talaca yang diperoleh dari lapangan. Setelah 24 jam, pakan

diganti dengan daun teh yang segar.

Menurut Wijanarko (1998) H. talaca yang terinfeksi NPV menunjukkan gelaja berupa aktifitas makan berkurang atau berhenti, bergerak lebih lambat, tubuh lembek, serta intergumen berubah warna, gejala ini menyerupai gejala umum pada serangga yang terinfeksi NPV.

Setiap larva Hyposidra talaca yang mati diambil menggunakan sendok dan dimasukkan kedalam botol film lalu disimpan di dalam freezer

untuk menjaga virus dari kerusakan. Perbanyakan menggunakan 10 ekor larva mati untuk menginfeksi 100 larva sehat.

3. Aplikasi Lapangan HtNPV

(25)

D

5

Sebanyak 40 ekor larva mati yang diperoleh dari lapangan dan atau dari hasil perbanyakan digerus dengan mortar dan pistil hingga halus sambil ditambah air sedikit demi sedikit. Kemudian hasil gerusan tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam stoples.

Air dari hasil gerusan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tangki alat semprot (power spayer) berukuran 15 liter. Sebelum air bersih ditambahkan hingga penuh, cairan gerusan tersebut terlebih dahulu dicampur dengan sun blok (anti UV) sebanyak 0.1% atau 1 ml per liter. Setelah itu baru ditambahkan air hingga penuh kedalam tangki alat semprot.

Aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dilakukan di Kebun Teh Gunung Mas, dengan luas areal yang diaplikasi kurang lebih 800 m2 pada blok kebun 9 yang telah disterilkan (tidak disemprot insektisida sintetik). Areal yang digunakan untuk aplikasi kemudian dibagi menjadi 12 petakan kecil untuk 4 macam perlakuan dan 3 kali ulangan.

(26)

D

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Magang Keadaan Umum

1. Kondisi Geografis, Tanah, dan Iklim

Berdasarkan letak geografisnya perkebunan Gunung Mas terletak pada 06o42oLS dan 106o58oBT, dengan ketinggian mencapai 800-1200 m dpl serta memiliki topografi yang berbukit. Perkebunan Gunung Mas berjarak 30 km arah tenggara kota Bogor. Wilayah Perkebunan Gunung Mas disebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Perkebunan Ciliwung, di sebelah Barat berbatasan dengan Taman Safari, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Pangrango.

Setiap kebun terdiri dari beberapa blok yang merupakan bagian dari kebun yang lebih kecil, yang bertujuan untuk memudahkan dalam penjadwalan kegiatan penyemprotan hama dan penyakit, pemetikan dan lain-lain. Dalam satu blok kebun di bagi menjadi beberapa patok dengan ukuran rata-rata 1 patok 400 m2.

Curah hujan rata-rata di perkebunan Gunung Mas selama sepuluh tahun terakhir (2002-2011) sebesar 3018 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 165 hari/tahun. Suhu rata-rata harian berkisar antara 23-25oC dengan kelembaban relatif berkisar antara 80-90 %

2. Kondisi dan Lahan Pertanaman

Kebun Gunung Mas ini memiliki luas total Hak Guna Usaha (HGU) 1.623.190 ha yang terbagi dalam tiga wilayah yaitu: Gunung Mas 1 (462.754 ha), Gunung Mas 2 (419.205 ha), dan Cikopo (741.231 ha). Sedangkan Menurut informasi, pada tahun 2011 kebun Gunung Mas memliliki areal produksi total 580,56 ha yang mencakup 3 afdeling yaitu, afdeling Gunung Mas I (173.11 ha), Gunung Mas II (173.48 ha), dan Cikopo (233.97 ha) yang tersebar di desa Suka Galih dan desa Kuta di Kecamatan Mega Mendung Serta desa Citeko di Kecamatan Cisarua.

Areal produksi tanaman teh di kebun Gunung Mas dibagi menjadi dua jenis kebun, yaitu kebun Tanaman Belum Mengasilkan (TBM) dengan luas areal 65.00 Ha dan kebun Tanaman Menghasilkan (TM) dengan luas areal 556.12 Ha. Areal yang tidak ditanami tanaman teh yaitu 1042.63 Ha, digunakan untuk pembangunan emplasemen contohnya bangunan, lapangan olah raga, jalan umum dan makam. Sedangkan untuk areal lainnya yang berupa jurang, hutan, dan rawa merupakan kawasan hutan lindung dan daerah penyangga bagi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.

3. Kondisi Pertanaman dan Produksi

Tanaman teh termasuk genus Camellia dari famili Theaceae, memiliki sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30o sebelah utara maupun selatan khatulistiwa (Puslitbun Gambung 1992). Perkebunan teh Gunung Mas, memiliki dua jenis tanaman teh yaitu tanaman

(27)

D

7

akan tetapi saat ini di perkebun teh Gunung Mas hanya tinggal memiliki 21.91 % tanaman seedling dan hampir 78.09 % dari total seluruh tanaman di perkebunan adalah tanaman klonal, karena tanaman seedling memerlukan waktu yang lebih lama untuk ditanam.

Tanaman klonal di kebun Gunung Mas diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung dengan jenis tanaman yang ditanam saat ini antara lain Gambung 3, Gambung 7, Gambung 9, dan Gambung 11 dengan kelebihan antara lain: Gambung 3 dan Gambung 7 yang memiliki produktifitas tinggi, sedangkan Gambung 9 dan Gambung 11 memiliki kualitas pucuk teh yang baik.

Gambar 1 Produksi teh kering Kebun Gunung Mas lima tahun terakhir

Produksi teh di perkebunan Gunung Mas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produksi kering dan produksi basah. Perkembangan produksi dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011) mengalami flukstuasi (Gambar 1). Dengan produksi teh kering tertinggi dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 946 806 ton dengan produktivitas 4306.51 kg/ha. Pada tahun 2011-2012 terjadi serangan hama

Hyposidra talaca yang cukup tinggi, hingga pada tahun 2011 terjadi penurunan

yang cukup drastis hingga menjadi 589 943 ton dengan produktivitas 3018.10 kg/ha.

4. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Perkebunan Gunung Mas merupakan suatu Perseroan Terbatas (PT) dimana pengelolaan modal dan saham perusahaan dikuasai oleh dewan komisaris yang terdiri dari unsur Dephankam, Depkeu, dan Deptan. Adapun uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengurus sebagai berikut :

1. Administratur

Administratur bertugas menyelenggarakan pengolahan perkebunan, produksi, teknis dan administrasi dengan berpedoman kepada kebijakan direksi, Permohonan Modal Kerja (PMK) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah disahkan oleh direksi. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari Administratur dibantu oleh Sinder

0.00 100000.00 200000.00 300000.00 400000.00 500000.00 600000.00 700000.00 800000.00 900000.00 1000000.00

2007 2008 2009 2010 2011

(28)

D

8

Kepala, Sinder TUK (Tata Usaha Kantor), Sinder Pabrik, Sinder Teknik, dan Sinder Afdeling.

Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dibuat setiap tahun sebagai suatu rencana pokok yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pengelolaan kebun selama satu tahun. Rencana ini disusun oleh masing-masing sinder dan dibuat berdasarkan rencana kerja sebelumnya yang meliputi, rencana biaya, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan barang dan bahan untuk memperlancar sistem budidaya berikutnya.

Rencana kerja ini disusun pertengahan tahun untuk diterapkan pada tahun berikutnya. Dari pelaksanaan di lapangan, RKAP sering sekali mengalami perbedaan dengan kondisi nyata, karena penyusunan RKAP berdasarkan pada rencana kerja sebelumnya, padahal setiap tahun kondisi kebun tidak selalu sama, baik dari kondisi iklimnya maupun tingkat serangan hama penyakit. Hal inilah yang mengakibatkan sering terjadi kekurangan kebutuhan. Ketika terjadi serangan hama misalnya, kebun sering kekurangan insektisida untuk melakukan aplikasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya kebun meminjam terlebih dahulu insektisida dari kebun lain untuk memenuhi kebutuhan insektisidanya.

2. Sinder kepala/ Kepala tanaman/ Wakil Administratur

Sinder Kepala membantu Administratur dalam pelaksanaan tugasnya sebagai unit produksi dengan berpedoman pada RKAP yang telah disahkan terutama dalam bidang tanaman baik perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Sinder Kepala bertanggungjawab atas kelancaran tugas pekerjaannya kepada Administratur.

Sinder kepala setiap harinya juga mempunyai kewajiban untuk mengontrol beberapa kegiatan di tingkat afdeling pada kebun, baik yang ada kegiatan maupun yang tidak ada kegiatan. Pengontrolan ini bertujuan menilai secara langsung semua kegiatan lapangan pada setiap afdeling.

Secara berkala, sinder kepala mengadakan rapat dengan semua

afdeling yang bertujuan memonitor kondisi setiap kebun berdasarkan

laporan dan pengamatan dari masing-masing afdeling. Rapat ini dapat dilakukan setiap bulan, setiap minggu, bahkan setiap hari berdasarkan pada situasi dan kondisi yang ada. Seperti saat terjadi outbreak hama, rapat dapat dilakukan hingga setiap hari untuk memantau terus kegiatan pengendalian.

Dalam rapat ini sinder kepala akan mengevaluasi hasil kerja dan memberi bimbingan dan koreksi serta memberikan rencana-rencana strategis terkait pengelolaan kebun dan strategi dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas.

3. Sinder Pabrik

(29)

D

9

4. Sinder Teknik

Sinder Teknik membantu terlaksananya tugas dan kebijakan Administratur dalam bidang teknik, mencakup pembuatan, perbaikan dan perawatan alat alat penunjang produksi yang berkaitan dengan alat-alat yang bersifat teknik-mekanik. Sinder Teknik bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaannya kepada Administratur.

5. Sinder Afdeling

Sinder Afdeling berkewajiban membantu terlaksananya tugas dan kebijakan Administratur dalam bidang perkebunan. Mengelola bagian kebun yang menjadi kewajibannya baik dari segi perencanaan maupun pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sinder Afdeling

bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaannya kepada Sinder Kepala.

Dalam tugasnya di kebun, Sinder Afdeling dibantu oleh dua orang Mandor besar, yaitu Mandor Besar Petik dan Mandor Besar Rawat. Sinder

Afdeling juga bertugas dalam menilai dan mengendalikan pelaksanaan

kerja agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan semula.

6. Mandor Besar

Mandor besar adalah unsur manajemen kebun non staf yang paling tinggi, sehingga seorang mandor besar dituntut dapat menggunakan tenaga kerja dan bahan seefisien dan seefektif mungkin, serta dapat memberikan bimbingan kepada mandor-mandor di bawahnya. Perkebunan teh Gunung Mas mengenal dua istilah Mandor besar, antara lain:

Mandor Besar Petik

Mandor besar petik mempunyai tugas menyusun rencana kerja pemetikan, seperti luas pemetikan per mandor, kebutuhan petik, dan gilir petik yang diajukan oleh mador pemetikan di bawahnya. Rencana ini kemudian akan di susun dalam Rencana Kerja Bulanan (RKB) yang dilakukan setiap akhir bulan (tutup buku). Sebelum RKB dapat direalisasikan harus mendapat persetujuan dari Sinder afdeling.

Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari mandor besar petik ini mengawasi dan mengarahkan para mandor untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang telah ditentukan. Hasil kerja para mandor biasanya akan dievaluasi pada saat rapat bulanan.

Mandor Besar Rawat

(30)

D

10

penyiangan, penyemprotan herbisida, penyemprotan hama penyakit, serta pemupukan.

Untuk kelancaran pelaksanaan agar sesuai dengan rencana maka setiap mandor harus melaksanakan pengawasan penuh dan melaporkannya kepada mandor besar yang akan segera dilaporkan kepada sinder afdeling. Hasil kegiatan ini akan dievaluasi setiap bulan dan digunakan sebagi pedoman pembuatan rencana kerja bulan belikutnya

7. Mandor

Mandor besar dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa mandor yang dalam pelaksanaan kerjanya lebih banyak berhubungan dengan karyawan. Mandor rawat tugasnya mengawasi karyawan perawatan sehari-hari, dan melaporkan kegiatannya kepada mandor besar rawat. Mandor perawatan terdiri atas mandor gulma, mandor hama penyakit, dan mandor pemupukan. Mandor besar petik langsung berhubungan dengan karyawan pemetikan. Mandor hama penyakit bertugas mengawasi pemakaian pestisida dari gudang sampai aplikasi, mengamati penyebaran dan perkembangan hama penyakit di lapangan, serta membuat laporan kepada mandor besar rawat. Hasil kegiatan akan dievaluasi setiap bulan.

8. Pelaksana Kegiatan Tingkat Karyawan

Perkebunan teh Gunung Mas memiliki dua jenis karyawan, yaitu karyawan tetap, dan karyawan lepas. Karyawan tetap adalah pelaksana harian yang telah terikat secara resmi dengan pihak perkebunan dan mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu seperti jaminan kesehatan, berbagai macam tunjangan, hingga fasilitas tempat tinggal. Karyawan tetap bekerja dengan sistem kerja harian, yang dihitung sesuai dengan ketentuan perusahaan, yaitu tujuh jam sehari. Karyawan lepas bekerja dengan sistem kerja borongan, yang dihitung dihitung berdasarkan jumlah atau hasil kerja hari itu.

Kebun Gunung Mas memiliki jumlah karyawan tetap terbanyak dibandingkan kebun-kebun yang lain, yang mulai banyak menggunakan karyawan lepas. Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan magang, ada beberapa kelemahan pada kebun yang memiliki jumlah karyawan tetap yang besar. Antara lain, mulai berkurangnya etos kerja dan loyalitas karyawan kepada perusahaan (perkebuanan). Karyawan tetap cenderung tidak bekerja secara maksimal karena bagamana pun kinerjanya akan tetap mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan. Berbeda dengan karyawan lepas atau borongan yang diupah sesuai dengan kinerja masing-masing karyawan.

(31)

Pemeliha Kegi pemupuka penyakit. tanaman te 1. Peman T Peman memp agar te tunas tanam tinggi mengh pucuk P selalu Gunun bersih peman Pangk permu lain: g kemba lingku K peman tiga ta menca pemet suatu a

S atas c matah raan Tana iatan peme an, pemetik Disamping eh berumur ngkasan Tanaman te ngkasan in permudah pr etap menga muda sehi an teh tidak

hingga me hasilkan puc

teh. Pemangkasa

rendah seh ng Mas pr

. Pada pa ngkasan rata kas bersih di ukaan tanah gaet, sabit, d

ali membut ungan.

Kegiatan p ngkasan har ahun. Pema apai keting ikan. Penga

afdeling tid

Sisa-sisa pa abang yang ari secara

man Meng eliharaan t kan, penge itu kebun-k r 40 tahun k

eh harus dip ni dilakuka roses pemet alami prose ingga akan

k dipangka ncapai 15 m cuk yang ba

an pada int hingga mem roses pema angkasan b

[image:31.595.129.507.451.588.2]

a, semua ca ilakukan se . Alat yang dan gergaji tuhkan wa pemangkasa rus dilakuka angkasan pu ggian terten aturan areal dak berkuran angkasan se g dipangkas langsung p Gambar

ghasilkan (T tanaman m endalian gu kebun teh p ke atas (Spil

pangkas sec an untuk tikan dan pe s vegetatif,

dihasilkan as secara ter

meter. Tana anyak dan m

inya bertuju mpermudah angkasan y bersih, dila

abang yang ehingga ting

biasa digun i. Dari wakt aktu paling

an juga an merata s un hanya d ntu yang pangkas ju ng. eperti daun s, tujuanny pada caban

2 Blok keb TM) menghasilka

ulma, serta pun perlu di

lane 1992).

cara rutin d menjaga emeliharaan , untuk mer n pucuk-puc ratur maka aman teh ya menyulitkan

uan untuk m h proses pe yang dilaku akukan pem berukuran ggi pangkas nakan dalm tu pemangk g cepat 3

memiliki sepanjang t dilakukan p dianggap s uga harus di

n dan rantin a adalah un ng yang dip bun yang di

an meliputi a pengenda ilakukan per

an teratur s ketinggian nnya serta m

rangsang tu cuk yang b

tanaman in ang demikia n pemetik u

menjaga pe emetikan p ukan adala mangkasan kurang dar san mencapa proses pem kasan hingg bulan terg prosedur tahun, deng

ada blok k sudah men iperhitungk

ng kemudia ntuk mengh pangkas. S ipangkas

i pemangk alian hama

remajaan se

setiap tiga t tanaman menjaga tan umbuhnya t banyak. Ap ni dapat tum an ini tidak untuk menga

rdu/bidang pucuk. Di k

ah pemangk dengan b ri 1 cm dib ai 50-60 cm mangkasan a ga dapat dip gantung ko

tertentu y gan gilir pan kebun yang nyulitkan p an agar pro

(32)

D

12

waktu sisa pangkasan dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud untuk menambah bahan organik tanah, mengurangi penguapan, dan mengurangi bahaya erosi pada lahan miring.

Kegiatan yang biasanya terkait dengan pemangkasan adalah gosok lumut. Biasanya kegiatan gosok lumut termasuk dalam paket pemangkasan. Tujuan dari gosok lumut adalah membersihkan tanaman dari lumut dan paku-pakuan yang melekat pada cabang dan batang pada perdu teh. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kegiatan ini sangat jarang bahkan hampir tidak dilakukan, akibatnya pada tanaman yang telah dipangkas ditumbuhi lumut kerak (Lichen) dan beberapa jenis paku-pakuan. Tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman teh. Batang yang ditempeli paku-pakuan cenderung lebih cepat rapuh dan mudah rusak sehingga tanaman teh dapat kehilangan cabang atau rantingnya.

Kegiatan pembersihan gulma pada areal yang telah dipangkas juga kurang mendapat perhatian. Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa kondisi kebun yang telah di pangkas ditutupi oleh gulma-gulma berukuran besar, hingga gulma berkayu, sehingga dapat dikatakan sanitasi di kebun Gunung Mas masih tergolong kurang. Dalam masalah ini faktor anggaran dan tenaga kerja kerap dijadikan sebagai alasan sanitasi kebun yang kurang maksimal. Keberadaan paku-pakuan dan gulma di pertanaman dalam jumlah besar dapat menjadi tempat hidup dan inang alternatif bagi hama.

2. Pemupukan

Pemupukan adalah salah satu komponen utama yang mutlak dilakukan dalam suatu proses budidaya tanaman. Tanaman teh tergolong tanaman yang cepat kehilangan unsur hara yang disebabkan oleh proses pemetikan pucuk, pengambilan bahan pangkasan, penguapan, erosi, pencucian oleh air hujan dan pengambilan hara oleh gulma.

[image:32.595.110.476.278.417.2]

Kegiatan pemupukan di Gunung Mas berdasarkan rekomendasi dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung. Dosis yang diberikan berdasarkan analisis tanah dan daun di setiap blok kebun, serta potensi produksi setiap blok kebun yang akan di pupuk. Agar pemupukan yang dilakukan dapat berhasil guna dan berdaya guna maksimal, maka komposisi, dosis, frekuensi, cara dan waktu pemupukan harus dilakukan dengan tepat

(33)

D

13

Pemupukan yang dilakukan di kebun Gunung Mas dilakukan melalui dua cara, yaitu pemupukan melaui akar dan daun. Pemupukan melalui akar diberikan melaui dua cara, yaitu dengan cara disebar dan dengan cara dibenam. Pembenaman biasanya dilakukan pada lahan yang miring dan pada tanaman dengan tahun pemangkasan muda (TP1 dan TP2). Sedangkan pemupukan melalui daun dengan cara disemprotkan menggunakan spryer

pada permukaan daun.

Hara utama yang diberikan melalui akar pada umumnya unsur N, P, K, Mg, dan pada kondisi tertentu diperlukan unsur S, Ca, Cl, Na, dan Fe. Pupuk yang diberikan pada akar umumnya Urea, TSP/SP-36, NPK, Za, KCl, dan Kliserit. Sedangkan unsur yang diberikan melaui daun terdapat pada senyawa ZnSO4.

3. Pengendalian Gulma

Keberadaan gulma di pertanaman teh khususnya di perkebunan teh Gunung Mas menjadi salah satu masalah yang cukup penting. Karena populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali di pertanaman teh akan bersaing dengan tanaman utama dalam memperoleh unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang untuk tumbuh. Pertumbuhan gulma yang tinggi bahkan melebihi tajuk tanaman teh akan menyulitkan dalam proses pemetikan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit.

Jenis gulma yang banyak ditemukan di perkebunan Gunung mas adalah

Comellina diffusa (tali said), Ageratum conyzoides (babadotan), Borreria

alata, Paspalum conjugatum (jukut pait), Melastoma affine, Urena lobota,

Mikania micrantha (mikania/sembung rambat), dan Clidemia hirta

(harendong).

Gulma yang paling sulit dikendalikan di kebun Gunung Mas adalah gulma Clidemia hirta (harendong), karena gulma ini adalah gulma berkayu yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Kesalahan dalam pengendalian menyebabkan gulma ini dapat berkembang dengan pesat. Biasanya pekerja kebun hanya membabat gulma ini tanpa mencabut hingga akarnya, sedangkan gulma ini memiliki perakaran yang besar dan kuat, sehingga apabila tidak

[image:33.595.115.514.456.632.2]

A B C

Gambar 4 Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas: A. Clidemia hirta

(34)

D

14

dibersihkan hingga ke akarnya, gulma ini akan bersaing dengan tanaman teh dalam memperoleh hara dan air.

Kegiatan penyiangan atau pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas dilakukan secara rutin setiap 45 hari sekali. Pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas ini umumnya menggunakan dua cara, yaitu dengan cara manual, dan pengendalian secara kimiawi.

a. Pengendalian Gulma dengan Cara Manual

Pengendalian dengan cara manual ini dilakukan dengan mencabut atau membabat gulma yang tumbuh di pertanaman teh dengan menggunakan tangan ataupun alat. Beberapa jenis penyiangan manual antara lain: babat, kored, dan jojo cabut. Pengendalian gulma secara manual ini dilakukan untuk menekan biaya, juga karena gulma-gulma yang dikendalikan dengan cara ini tidak dapat dikendalikan dengan cara kimia, disamping itu pengendalian dengan cara ini lebih ramah lingkungan. Sedangkan kelemahan dari pengandalian ini adalah kurang efisien tenaga kerja, efek pengendalian pendek, dan kurang efektif, untuk area yang luas. Pengendalian gulma secara manual di perkebunan Gunung Mas dilakukan oleh divisi perawatan dan juga biasa dibantu oleh mandor petik.

b. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian menggunakan senyawa-senyawa kimia beracun bagi gulma (herbisida). Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat knapsack sprayer dengan volume tangki 18 liter. Umumnya penyemprotan gulma dilakukan pada pukul 06:00 hingga pukul 10:30 untuk mengurangi penguapan bahan kimia. Herbisida yang digunakan di perkebuan Gunung Mas adalah yang berbahan aktif glifosat, dengan dosis antara 1-1.5 liter per hektar.

Herbisida ini hanya membunuh gulma-gulma rumput dan tidak dapat membunuh gulma berkayu. Oleh karena itu untuk gulma-gulma keras seperti harendong (Clidemia hirta) harus disiang secara manual hingga ke akarnya. Biasanya sebelum dilakukan aplikasi dengan penyemprotan herbisida ini didahului dengan pembabatan gulma terlebih dahulu.

[image:34.595.119.478.372.490.2]

(35)

D

15

Keberadaan gulma di kebun Gunung Mas juga terkait erat dengan keberadaan hama, dalam hal ini hama ulat jengkal Hyposidra talaca. Karena gulma yang tumbuh di sekitar tanaman teh memungkinkan untuk menjadi inang alternatif Hyposidra talaca, karena hama ini bersifat polifag pada beberapa jenis tanaman. Hyposidra talaca biasa ditemukan pula pada dataran tinggi (Simanjuntak 2002).

Terlihat dari hasil pengamatan di lapangan, bahwa kebun-kebun dengan populasi gulma tinggi, serangan hama pun jauh lebih tinggi (Gambar 7A) dibandingkan dengan kebun yang bersih dari gulma serangan hama relatif lebih rendah (Gambar 7B). Misalkan pada blok kebun 21 saat populasi gulma tinggi, populasi ulat jengkal Hyposidra talaca di blok kebun ini pada 1 pohon dapat ditemukan lebih dari 40 ekor ulat, begitu pula yang terlihat di blok kebun 3 dan 4, karena keadaan gulma yang tinggi dan cukup banyak meskipun telah dilakukan pengendalian dengan insektisida populasi ulat masih cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengaplikasian ulat bersembunyi di bawah naungan gulma atau turun ke batang-batang teh yang tertutup gulma.

Jumlah populasi ulat yang tinggi pada blok-blok kebun dengan populasi gulma tinggi juga berbanding lurus dengan jumlah ulat yang terinfeksi oleh penyakit, dalam hal ini penyakit yang disebabkan oleh patogen

Nucleopolyhedrovirus (NPV). Semakin padat populasi ulat maka peluang ulat

terinfeksi akan semakin tinggi, karena penularan akan lebih mudah dan cepat.

[image:35.595.135.506.85.208.2]

A B

Gambar 6 Kegiatan pengendalian OPT secara kimiawi (pestisida)

[image:35.595.128.475.526.726.2]
(36)

D

16

Dampak negatif lain apabila jumlah populasi gulma tinggi adalah, menyulitkan pemetik dalam memanen pucuk teh, karena adanya gulma yang banyak jelas akan menghambat gerak dari pemetik, dan apabila gulma tumbuh tinggi hingga melebihi tajuk tanaman akan mengganggu pemetik dalam mengamnbil pucuk yang baik. Keberadaan gulma juga menyulitkan dalam proses penyemprotan, baik penyemproan insektisida untuk pengendalian, maupun dalam penyemprotan pupuk daun. Hal ini pula yang memungkinkan adanya blok yang terlewat dari penyemprotan.

Jumlah populasi gulma yang cukup tinggi di kebun Gunung Mas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, keterlambatan dalam penanganan, hal ini terkait dengan keterbatasan jumlah tenaga kerja yang menangani pengendalian gulma. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah, rendahnya kualitas dalam proses pengandalian gulma, dimana banyak karyawan yang hanya mebersihkan kebun hanya asal besih, gulma hanya dibersihkan di permukaan dan tidak di cabut hingga ke akar meskipun itu jenis gulma berkayu. Hal tersebut bukan karena kekurangpahaman karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya, tetapi faktor anggaran yang juga berpengaruh terhadap kualitas dari kegiatan sanitasi kebun ini.

4. Pemetikan

Pemetikan adalah suatu kegiatan pemanenan hasil tanaman yang berupa pucuk daun teh. Pada umumnya dikenal tiga cara pemetikan yaitu, pemetikan jendangan (tiping), produksi, dan gedesan. Dalam melakukan pemetikan, digunakan penerapan rumus pemetikan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas petikan yang sesuai dengan standar pabrik.

Rumus dalam pemetikan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a) Pucuk halus maksimal 10% (P+1m, P+2m)

b) Pucuk medium minimal 70% (P+2m, P+3m, B+1m, B+2m, B+3m) c) Pucuk kasar maksimal 20% (P+3m, P+4m, B+1t, B+2t)

Keterangan : P = Peko, B = Burung, M = Muda, T = Tua

P+1 P+2 P=3M

B+1M B+2M B+3M Gambar 8 Pucuk Daun Teh

Pemetikan jendangan (tiping) dilakukan setelah 2-3 bulan setelah tanaman dipangkas. Tujuan dari pemetikan jendangan adalah untuk memebentuk bidang petikan yang lebar dan rata dengan daun-daun pemeliharaan yang cukup sehingga tanaman memiliki potensi hasil yang tinggi. Pemetikan ini dilakukan dengan mengukur 20 cm diatas luka

Keterangan gambar:

(37)

D

17

pangkasan. Umumnya pemetikan ini dilakukan 3-4 kali sampai bidang petik rata dan rapat.

Petikan produksi merupakan kegiatan lanjutan setelah pemetikan jendangan dan merupakan tahapan terpanjang dalam pengambilan hasil tanaman teh. PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas menggunakan rumus petikan medium.

Sebenarnya semakin muda pucuk, semakin baik kualitasnya. Tetapi, dengan sistem pemetikan yang memiliki siklus, maka pemetikan dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan pucuk yang akan datang. Petikan yang dikehendaki PTPN VIII Kebun Gunung Mas adalah : P+1M, P+2M, P+3M, B+1M, B+2M, B+3M.

Petikan gendesan dilaksanakan satu sampai tiga hari menjelang pangkasan. Petikan dilakukan dengan memetik semua pucuk yang memenuhi syarat mutu standar untuk diolah (dipetik bersih) tanpa memerhatikan daun yang ditinggalkan.

Selain pemetikan secara manual, kebun teh Gunung Mas telah menggunakan teknologi mesin petik. Salah satu tujuan digunakannya teknologi ini adalah menutup kekurangan tenaga kerja petik dan meningkatkan efisiensi. Tetapi penggunaan mesin petik ini masih dalam taraf uji coba.

[image:37.595.153.481.172.312.2]

Pemangkasan dan pemetikan yang sejajar dengan kemiringan lahan dapat mengurangi kemungkinan terserang penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh patogen Exobasidium vexans. Permukaan kebun yang rata

Gambar 9 Kegiatan pemetikan pucuk teh secara manual

[image:37.595.124.507.545.682.2]
(38)

D

18

mempermudah pemerataan pestisida, serta dapat menghindari kerapatan sudut tajuk. Sudut tajuk yang rapat dapat meningkatkan kelembaban pada tanaman yang menguntungkan perkembangan suatu penyakit (Semangun 1987).

5. Pengendalian Hama di Perkebunan

Hama-hama penting yang sering menjadi masalah di perkebunan Gunung Mas ini antara lain: Helopeltis spp., Empoasca sp., dan Hyposidra

talaca. Selain hama ada pula penyakit yang umum menyerang tanaman teh

yaitu cacar daun teh (blister blight) yang disebabkan oleh patogen

Exobasidium vexans.

a. Pengendalian hama penghisap daun Helopeltis spp.

Kepik pengisap daun atau Helopeltis spp. umumnya menyerang pucuk daun muda, akan tetapi juga dapat menyerang daun tua. Kepik ini menusuk dan mengisap daun teh sehingga membentuk bercak-bercak hitam. Serangan hama ini dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro seperti suhu, kelembaban, dan intensitas sinar matahari.

Pengendalian hama Helopeltis spp yang dilakukan di Gunung Mas antara lain dengan cara mekanik yaitu dengan memasang perangkap berperekat di beberapa titik pada setiap blok kebun. Dengan cara kimiawi yaitu dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif propoksur dengan dosis 0.75 – 1 lt/ha, bahan aktif metomil dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, bahan aktif sipermetrin dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, dan menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah.

b. Pengendalian hama wereng hijau Empoasca sp.

Serangga ini menyerang pucuk teh, dengan menusuk dan menghisap cairannya. Jika pucuk sudah habis, serangan dapat berlanjut ke daun muda dan tua. Gejala serangan berupa perubahan warna tulang daun teh menjadi merah coklat. Pada daun, timbul noda-noda berwarna kemerahan seperti terbakar (leaf burn), kemudian menguning. Pertumbuhan daun menjadi terhambat, dan pucuk daun teh tumbuh tidak normal (Simanjuntak 2002).

Pengendalian hama Empoasca sp. yang dilakukan di Gunung Mas adalah dengan memasang perangkap berperekat serta penyemprotan insektisida berbahan aktif imidakloprid dengan dosis 0.25 – 0.5 lt/ha, bahan aktif Bifentrin dengan dosis 0.75 – 1 lt/ha, serta menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah.

c. Pengendalian hama ulat jengkal Hyposidra talaca

(39)

D

19

tanaman. Hama ulat jengkal Hyposidra talaca biasa ditemukan di dataran tinggi (Simanjuntak 2002).

Menurut Hidayat (2001) Larva yang baru menetas dari telur akan memencar dari pohon pelindung menuju perdu teh dengan bantuan angin atau merayap. Larva yang baru keluar dari telur berukuran antara 1.5 – 2 mm, sedangkan larva instar akhir dapat mencapai panjang 70 – 80 mm. Larva Hyposidra talaca berwarna coklat kehitaman dengan titik-titik putih pada bagian dorsal. Pada stadium larva hama ini dapat menyerang dan mengakibatkan kerusakan pada pucuk teh (Kartasapoetra 1993)

Serangan tertinggi hama ulat jengkal di perkebunan teh Gunung Mas biasa terjadi pada musim kemarau atau pada musim peralihan antara musim hujan ke musim kemarau, atau berkisar antara bulan Juni hingga November. Pada saat musim penghujan serangan hama ulat jengkal menurun hingga musim peralihan selanjutnya. Parangin-angin (1992) menjelaskan bahwa perkembangan hama ini akan terhambat pada habitat dengan curah hujan tinggi, karena larva akan jatuh dan terbawa air hujan.

Perkebunan Gunung Mas menggunakan berbagai macam cara pengendalian untuk mengatasi hama ini, antara lain: dengan cara fisik mekanik yaitu dengan mengumpulkan secara manual pupa-pupa dari hama ini dari dalam tanah, menangkap imago dari Hyposidra talaca dengan jaring dan perangkap lampu pada malam hari, membungkus pohon-pohon pelindung dengan plastik berperekat untuk memerangkap imago dan memasang perangkap berperekat di setiap blok kebun.

Selain dengan cara fisik mekanik, pengendalian secara kimiawi juga dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif metomil dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, bahan aktif sipermetrin dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, serta menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah.

[image:39.595.178.485.231.422.2]

Tetapi pengendalian secara kimiawi yang dilakukan di kebun Gunung Mas dengan penyemprotan juga menimbulkan masalah baru

(40)

D

20

seperti resistensi hama, dan keberadaan populasi hama yang tumpang tindih (overlapping) sehingga untuk dapat mengendalikan hama ini membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan aplikasi yang tidak tepat.

Kegiatan penyemprotan dilakukan secara terjadwal, sedangkan pada kondisi populasi hama tinggi dan jumlah insektisida yang kurang mencukupi, mengakibatkan dosis yang diaplikasikan di bawah anjuran, hal ini dapat menyebabkan ada hama yang dapat bertahan dan menghasilkan generasi yang lebih tahan.

Aplikasi yang terjadwal dan pengulangan yang tidak tepat mengakibatkan populasi hama Hyposidra talaca menjadi tumpang tindih. Penyemprotan yang tidak serempak mengakibatkan ulat berkembang cepat di beberapa blok kebun yang belum diaplikasi, sedangkan di blok lain yang telah diaplikasi belum tentu terkendali 100%, hal inilah yang menyebabkan hama senantiasa ada dengan kondisi instar yang beragam dari larva instar pertama hingga instar akhir.

Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) Keadaan Umum

Nucleopolyhedrovirus (NPV) termasuk famili Baculoviridae dari genus

Baculovirus. Sebagai parasit obligat, NPV hanya dapat berkembang pada sel-sel hidup. NPV memiliki beberapa keunggulan antara lain: inangnya spesifik, efektif, persisten di alam (tanah, air, tanaman), persisten dalam populasi inang rendah, dan kompatibel dengan cara pengendalian yang lain termasuk insektisida botani dan kimia (Tanada dan Kaya 1993).

Efektivitas NPV sebagai agens pengendalian hama terbukti dari hasil penelitian di laboratorium dan lapangan. Pada dosis 20 Polyhedral Inclusion

Bodies (PIB) /mm2 luas pakan, mortalitas ulat H. armigera instar 3 mencapai 95%

pada hari ke-8 setelah perlakuan, hampir sama dengan mortalitas ulat pada dosis 160 PIB/mm2 (97,5%) pada hari ke-6 (Gothama et al. 1989).

Aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dilakukan di Kebun Teh Gunung Mas, dengan luas areal yang diaplikasi seluas dua patok atau kurang lebih 800 m2 pada blok kebun 9 yang telah disterilkan (tidak disemprot insektisida sintetik). Aplikasi yang dilakukan, menggunakan 40 ekor larva Hyposidra talaca yang telah terinfeksi Nucleopolyhedrovirus (NPV) dengan ukuran larva 3 – 4 cm. Aplikasi HtNPV dilakukan pada waktu sore hari antara pukul 16:00 – 17:00, hal ini dilakukan karena NPV sangat rentan terhadap sinar matahari khususnya sinar ultra violet (Ignoffo dan Montoya 1976). Alat semprot yang digunakan adalah power sprayer bertenaga baterei dengan kapasitas tangki 15 liter.

(41)

D

21

Pengamatan dilakukan setiap hari hingga jumlah penurunan populasi hama mencapai 100%. Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan, ditemukan pada bagian pucuk tanaman dalam posisi menggantung, membentuk huruf V terbalik (Granados dan Frederici 1986).

Menurut Sanjaya (2004), infeksi NPV akan mengakibatkan kerusakan sel-sel kolumnar yang terdapat di dalam saluran pencernaan bagian tengah, yang mengakibatkan kerusakan sistem pencernaan dan menurunkan konsumsi makan. Infeksi NPV biasanya dimulai dari saluran pencernaan, kemudian menyerang organ-organ internal serangga lainnya. Waktu dari NPV mulai tertelan sampai menunjukkan gejala serangan relatif lama, yaitu 2 sampai 3 hari dan kematian ulat baru terjadi pada hari ke-4 hingga ke-7 setelah infeksi (Indrayani dkk 2009).

Laju Penurunan Populasi Larva Hyposidra talaca

Perlakuan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dengan empat taraf berdasarkan frekuensi aplikasinya, mengakibatkan tingkat penurunan populsi larva Hyposidra talaca yang beragam. Penurunan populasi larva H. talaca

terbesar disebabkan kematian akibat aplikasi NPV. Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan, banyak ditemukan dalam posisi menggantung pada bagian pucuk tanaman tetapi ada pula yang menempel dan hancur di permukaan daun teh (Gambar 12).

[image:41.595.111.512.255.437.2]

Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 11 hari, terlihat bahwa perlakuan P2 dan P3 menunjukkan penurunan jumlah larva tertinggi pada hari ke-6 setelah aplikasi, dengan jumlah larva yang mati pada hari ke-ke-6 untuk perlakuan P3 sebanyak 6 ekor dan perlakuan P2 sebanyak 5 ekor, sedangkan pada perlakuan P1 dan P4 penurunan larva tertinggi pada hari ke-7 setelah aplikasi yaitu untuk P1 sebanyak 5 ekor dan P4 sebanyak 4 ekor.

(42)

D

22

Jumlah rata-rata larva yang tersisa pada 11 hari setelah aplikasi HtNPV di lapangan dengan frekuensi penyemprotan 1 kali 1 minggu (P1), 2 kali 1 minggu (P2), dan 3 kali 1 minggu (P3) serta kontrol (tidak disemprot) dan kontrol positif yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (P4) secara berturut turut 0 ekor; 0 ekor; 0 ekor; 20 ekor; dan 3 ekor per tanaman sampel (±1 m2).

[image:42.595.86.477.62.701.2]

Populasi awal dari masing-masing perlakuan rata-rata 25 ekor per tanaman. Masing-masing perlakuan menunjukkan jumlah populasi larva yang berkurang setiap harinya, namun secara keseluruhan penurunan populasi lebih dari 50% terjadi pada hari ke-7 setelah aplikasi. Jumlah larva yang berkurang pada 7 hari setelah aplikasi untuk P1: 17 ekor, P2: 20 ekor, P3: 22 ekor, dan P4: 12.

[image:42.595.116.470.92.297.2]

Gambar 13 Jumlah larva H. talaca yang berkurang setiap harinya pada berbagai frekuensi waktu aplikasi

Gambar 14 Laju penurunan populasi larva H. talaca pada berbagai frekuensi waktu aplikasi

0 1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jum lah kem at ia n (ekor)

Hari Setelah Aplikasi (HSA)

perlakuan1 (P1) perlakuan2 (P2) Perlakuan3 (P3) kontrol+ (P4) kontrol 0 5 10 15 20 25 30

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Akum ul asi penurunan popul asi per hari (ekor)

Hari Setelah Aplikasi (HSA)

(43)

D

23

Hasil tersebut menunjukkan bahwa efektifitas NPV semakin tinggi seiring dengan semakin seringnya aplikasi yang dilakukan, terlihat pada perlakuan P3 (aplikasi 3 kali 1 minggu) jumlah penurunan populasi larva yang sangat tinggi pada 7 hari setelah aplikasi.

Penularan dan infeksi NPV yang terjadi di lapangan tidak hanya terjadi karena penyemprotan inokulum NPV pada daun, tetapi juga karena adanya kontak dengan larva lain yang sudah terlebih dahulu mati atau terinfeksi NPV scara alami di lapangan. Hal ini terjadi karena penularan NPV dapat terjadi melalui kontak langsung antara serangga yang terinfeksi dengan yang sehat (Granados dan Federici 1986).

[image:43.595.108.499.302.564.2]

Interaksi Antara Frekuensi Penyemprotan HtNPVdengan Penuruanan Populasi Larva Hyposidra talaca

Tabel 1 Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi

HSA Sumber Db JK KTG F hitung Pa

1

Perlakuan 4 11.4425 2.8606 0.42 0.7865

Ulangan 2 28.6005 14.3003 2.12 0.2151

Galat 5 33.6861 6.7372

Total 11 78.7067

2

Perlakuan 4 7.5385 1.8846 0.28 0.8778

Ulangan 2 26.8138 13.4069 2.01 0.2289

Galat 5 33.3661 6.6732

Total 11 69.7167

3

Perlakuan 4 18.3385 4.5846 0.59 0.6870

Ulangan 2 33.4605 16.7302 2.14 0.2128

Galat 5 39.0461 7.8092

Total 11 88.4367

4

Perlakuan 4 51.4259 12.8565 1.83 0.2614

Ulangan 2 29.8139 14.9069 2.12 0.2156

Galat 5 35.1927 7.0385

Total 11 112.0667

a

p-value > alpha 5% maka tidak significant , maka tidak dapat dilakukan uji lanjut

(44)

D

24

Tabel 2 Rata-rata jumlah larva H. talca di lapangan setelah perlakuan HtNPV

Perlakuan Rata-rata larva H. talaca yang ditemukan (ekor) pada n-HSA a

5 6 7 8 9 10 11

P1 16.87ab 18.47b 7.53c 3.73c 1.20c 0.33b 0.00b P2 12.89b 7.80c 4.60c 2.07c 0.73c 0.07b 0.00b P3 12.47b 6.53c 3.26c 1.27c 0.33c 0.00b 0.00b P4 19.60a 16.20b 12.60b 9.20b 6.60b 4.60b 3.40b Kontrol 21.80a 21.60a 21.30a 21.20a 21.10a 20.90a 20.80a

a

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbe1aan yang nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan tabel di atas, perlakuan kontrol (tidak disemprot NPV) menunjukkan adanya penurunan populasi setiap harinya meski jumlahnya tidak signifikan, hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan penyebaran virus melalui udara dari petakan yang di aplikasi HtNPV atau dapat disebabkan sudah ada sumber inokulum NPV di petakan tersebut. Serta dapat disebabkan pula oleh perpindahan larva dari tanaman sampel ke tanaman yang lain.

Perlakuan dengan penyemprotan hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) menyebabkan penuruan jumlah larva yang cukup besar. Pada hari ke-11 setelah aplikasi, jumlah larva yang ditemukan pada perlakuan P4 rata-rata hanya 3 ekor, dari rata-rata-rata-rata populasi awal 25 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa virus tersebut tetap dapat menyebabkan kematian yang tinggi meski tidak dilakukan pengulangan penyemprotan. Tingkat kematian larva pada perlakuan kontrol positif yang cukup tinggi dapat terjadi karena virus dapat menyebar dan diperbanyak pada larva yang telah terinfeksi dan sentuhan dengan larva sehat (Granados dan Federici 1986).

Jumlah larva H. talaca yang ditemukan pada hari ke-5 dan ke-6 setelah aplikasi HtNPV antara perlakuan penyemprotan 1 kali 1 minggu (dengan pengulangan penyemprotan minggu selanjutnya: P1), dengan perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi mulai menunjukkan perbedaan yang nyata dari hari ke-7 setelah aplikasi.

Pada semua perlakuan, kecuali kontrol, penurunan populasi larva H. talaca

mulai mengalami peningkatan di atas 50% adalah pada 7 hari setelah aplikasi dan populasi ulat jengkal terus menurun hingga 11 hari setelah aplikasi. Pada hari ke-7 setelah aplikasi terlihat ada perbedaan nyata antara P1 dengan P4, P2 dengan P4, dan P3 dengan P4. Penurunan populasi ulat jengkal hingga mencapai jumlah 0 ekor adalah pada hari ke-11 setelah aplikasi, tetapi perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) pada 11 hari setelah aplikasi tidak mencapai 0 ekor karena tidak dilakukan penyemprotan ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan penyemprotan berpengaruh pada tingkat mortalitas dan penurunan populasi larva H. talaca.

(45)

D

25

dengan aplikasi sebanyak 2 kali. Bahkan jika dilihat pada 11 hari setelah aplikasi antara P1, P2, P3, dan P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Aplikasi menggunakan musuh alami memerlukan waktu yang relatif lebih lama dalam membunuh hama dibandingkan dengan menggunakan insektisida sintetik yang hasilnya dapat langsung terlihat. Parasian (2007) mengatakan bahwa kematian H. talaca yang terinfeksi NPV umumnya dapat terlihat dari hari ke-4 sampai hari ke-7 dengan tingkat kematian yang dipengaruhi oleh konsentrasi NPV. Semakin tinggi konsentrasi NPV maka akan semakin tinggi tingkat kematian H. talaca.

(46)

D

26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun teh Gunung Mas meliputi pemangkasan, pemupukan, pemetikan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.

Tinggi rendahnya luas dan intensitas serangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pengelolaan tanaman. Kondisi lingkungan pada musim kemarau dan pancaroba (peralihan) mendukung berkembangnya hama ulat jengkal Hyposidra talaca di kebun Gunung Mas. Kondisi sanitasi kebun yang kurang maksimal serta aplikasi insektisida sintetik yang kurang dari anjuran atau melebihai dosis juga turut berperan dalam peningkatan serangan hama di kebun Gunung Mas.

Sistem pengelolaan hama dan penyakit di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas selama kegiatan cenderung mengutamakan faktor produksi disamping faktor ekologi, tetapi sistem pengendalian hama penyakit secara hayati juga sudah mulai dilakasanakan serta berprinsip pada pengendalian hama terpadu (PHT).

Keberadaan faktor sumberdaya manusia dalam hal ini tenaga kerja sangat berpengaruh pula terhadap kegiatan pengelolaan kebun. Kegitan pemeliharaan tanaman, produksi, dan pemasaran produk juga akan berlangsung baik jika di dukung dengan sumberdaya manusia yang baik.

Alternatif pengendalian hama ulat jengkal Hyposidra talaca dengan memanfaatkan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dapat dilakukan dengan menggunakan konsentrasi sederhana yaitu 40 ekor larva terinfeksi untuk 15 liter, yang dapat menurunkan populasi lebih dari 50% dalam waktu 7 hari dan dapat menurunkan populasi hingga habis (0 ekor) dalam waktu 11 hari, dengan intensitas penyemprotan yang efektif dan efisien dua kali dalam satu minggu.

Saran

Sanitasi kebun yang salah satunya meliputi pengendalian gulma, perlu mendapatkan perhatian yang lebih dan perlu ditingkatkan pengelolaannya agar kondisi kebun yang bersih dan sehat tetap terjaga, karena masih banyak ditemui blok-blok kebun dengan serangan gulma berat. Dengan kondisi kebun yang selalu bersih maka pengelolaan hama dan penyakit pun akan lebih sederhana.

(47)

D

27

Faktor sumberdaya manusia juga perlu mendapat perhatian lebih, pendekatan persuasif terhadap karyawan dan kegiatan-kegiatan sosial juga perlu diadakan, seperti kegiatan manajerial kebun, gatehring bersama karyawan, tukar pikiran antar semua lapisan di kebun termasuk staf dan karyawan agar harapannya, masalah ketenagakerjaan seperti mulai berkurangnya loyatitas dan etos kerja dapat diatasi.

Penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan Hyposidra talaca

Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) perlu dilakukan, dengan menggunakan berbagai

(48)

D

28

DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo RS. 1982. Bercocok Tanam Teh. Bandung (ID): Penerbit Sumur Bandung.

Diratpahgar, 2008. Multi Peran Tanaman Teh bagi Kehidupan [internet]. [diunduh 2012 Sep 25]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/rempahbun/ rempah//index.php?option=com_content&task=view&id=74&Itemid=26. Gothama, AAA.,Indrayani IGAA, and Moscardi F. 1989. Preliminary studies on

tehnucleopolyhedrosis virus on cotton in Indonesia. Proceedings on

Biological Control of Pests in Tropical Agricultural Ecosystems. Bogor

(ID): Special Publication. hlm 157 164.

Granados RR dan Frederici BA. 1986 The Biology of Baculovirus. Biologigal

Properties and Molecular Biology. Boca Raton (US): CRC Press.

Hidayat A. 2001. Mengidentifikasi Jenis dan Sifat Hama [internet]. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional; [diunduh 2012 Sep 15]. Tersedia pada:_http://202.152.31.170./modul/pertaian/budidaya_tanaman/mengidenti fikasi_jenis_dan_sifat_hama.pdf.

Ignoffo CM. dan Montoya EL. 1976. Teh effects of chemical insecticides and insecticidal adjuvants on a Heliothis Nucleo-polyhidrosisvirus. Jurnal

Invertebr. Pathol.,(8): 409-412.

Indrayani IGAA, Winarno D, dan Deciyanto S. 2009. Potensi patogen serangga dalam pengendalian hama penggerek buah kapas Helicoverpa armigera

Hubner. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 12(2): 85-98.

Kartasapoetra AG. 1993. Hama Tanaman Pangandan Perkebunan. Ed ke-3. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Parangin-angin. J. 1992. Pengamatan hama teh dan kentang di PTP Ciater Kabupaten Subang dan perkebunan teh di Cikajang, Kabupaten Garut serta pertanaman kentang di Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Parasian F. 2007 Pengaruh Konsentrasi Nuclear polyhedrosis virus terhadap Mortalitas Beberapa Instar Larva Hyposidra talaca Wlk. (Lepidoptera: Geometridae) [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor

[Puslitbun] Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. APPPI-Puslitbun Gambung. Bandung (ID).

Samiyanto 1999. Pengelolaan Hama. Yogyakarta (ID): Lembaga Pendidikan Perkebunan.

Sanjaya Y. 2004. Konsumsi Makan dan Pertumbuhan Larva Helicoverpa

armigera Toleran terhadap Pemaparan Helicoverpa armigera Nuclear

Polyhedrosis Virus (HaNPV). Jurnal Matematika dan Sains. 9(4): 295-300.

(49)

D

29

Simanjuntak H. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Jakarta (ID): Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian.

Spillane JJ. 1992. Komoditi Teh. Yogyakarta (ID): Kanisius

Sutarya R. 1996. Pengujian Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus dalam hubungannya dengan sifat persistensinya untuk mengendalikan Spodoptera

exigua Hbn. Jurnal Hortikultura. (6): 167-171.

Tanada Y, dan H. Kaya. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press, Inc

(50)
(51)

d

30
(52)

d

31

Lampiran 1 TTabel data curah hujan kebun Guunung Mas tahunn 2002-2011

(53)

Lampiran 2 TTabel data produkksi basah dan keering kebun Gunnung Mas tahun 2007-2011

d

32 [image:53.595.48.810.148.374.2]
(54)

d

33

Lampiran 3 Kondisi kebun Tanaman Menghasilkan (TM) Kebun Gunung Mas I

(55)

Lampiran Lampiran Upaya Pen A Pengg Gamba

5 Serangan

6

ngendalian

gunaan pera ar A. Serang

larva

Pel B

n hama ulat

Hyposidra

angkap kuni gan ulat jen

instar 1.

apisan Tana Berperekat u

t jengkal Hy

talaca oleh

ing berperek ngkal pada d

aman Pelind untuk Meng

yposidra tal

h Pihak Perk B

kat untuk m daun tua; B.

(56)

d

35

Lampiran 7 Kegiatan koleksi larva yang mati terinfeksi NPV

Lampiran 8 Kegiatan perbanyakan inokulum HtNPV

(57)

d

36

Daun teh segar dicelupkan ke dalam cairan hasil gerusan larva mati terinfeksi NPV kemudian dikeringanginkan kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan yang telah berisi larva Hyposidra talaca (ulat

sehat) yang diperoleh dari lapangan

Setiap larva Hyposidra talaca yang mati diambil dengan menggunakan sendok dan dimasukkan ke dalam botol film lalu disimpan di dalam freezer untuk

(58)

d

37 [image:58.595.66.474.80.795.2]

Lampiran 9 Kegiatan aplikasi lapangan Ht-NPV

Gambar A 1 tangki kapasitas 15 liter untuk 1 patok (400m2); B. Proses penyemprotan; C. Ulat yang mati setelah aplikasi

A

Hasil gerusan yang telah disaring dimasukkan ke dalam tangki alat semprot berukuran 15 liter dicampur dengan air bersih

(59)

d

38

Lampiran 10 Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi

HSA Sumber Db JK KTG F hitung Pa

5

Perlakuan 4 134.2875556 33.5718889 8.06 0.0209 Ulangan 2 19.7888889 9.8944444 2.38 0.1883

Galat 5 20.8244444 4.1648889

Total 11 190.8000000

6

Perlakuan 4 312.7453333 78.1863333 27.54 0.0013 Ulangan 2 19.9400000 9.9700000 3.51 0.1115

Galat 5 14.1933333 2.8386667

Total 11 377.8500000

7

Perlakuan 4 438.0863333 109.5215833 32.08 0.0009 Ulangan 2 14.2850000 7.1425000 2.09 0.2187

Galat 5 17.0683333 3.4136667

Total 11 506.4100000

8

Perlakuan 4 550.0718889 137.5179722 40.72 0.0005 Ualangan 2 10.3938889 5.1969444 1.54 0.3014

Galat 5 16.8861111 3.3772222

Total 11 628.5866667

9

Perlakuan 4 617.3075556 154.3268889 45.38 0.0004 Ulangan 2 8.1088889 4.0544444 1.19 0.3773

Galat 5 17.0044444 3.4008889

Total 11 707.7466667

10

Perlakuan 4 646.9153333 161.7288333 48.44 0.0003 Ua

Gambar

Gambar 1  Produksi teh kering Kebun Gunung Mas lima tahun terakhir
Gambar 2  Blok kebbun yang diipangkas
Gambar 3  Tanaman pangkasan yang ditumbuhi gulma dan lumut kerak
Gambar 4  Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas: A.   Clidemia hirta
+7

Referensi

Dokumen terkait

XIII (Persero), khususnya pada Kebun Gunung Emas dengan petani sekitar1. perkebunan yang terdaftar

YANG MEMPENGARUHI MOTlVASl MERJA KARYAWAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUKTlViTAS KERJA.. STUD1 KASUS Dl PT PERKEBUNAN XI1 - GUNUNG MAS,

[r]

cara pengendalian telah dilakukan untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh. masalah hama dan penyakit ini dan yang paling sering dilakukan adalah

Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni selama bulan Maret 2010 menunjukkan bahwa bentuk energi yang digunakan pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah

Oleh karena itu, sangat sulit untuk melakukan pengukuran denyut jantung subjek pada elevasi dan kondisi pucuk yang sama, sehingga pada saat pengukuran,

Tabel 3.2 Model Analisis Taksonomi Implementasi Pengendalian Mutu Dalam Proses Produksi Kakao Lindak Pasca Panen pada PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)

Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni selama bulan Maret 2010 menunjukkan bahwa bentuk energi yang digunakan pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah