• Tidak ada hasil yang ditemukan

Runoff and Soil Erosion on Tea Plantation of Gunung Mas PT. Perkebunan Nusantara VIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Runoff and Soil Erosion on Tea Plantation of Gunung Mas PT. Perkebunan Nusantara VIII"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS

DI

PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII

ROCI FIRMANDA MUKLIS A14070063

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ROCI FIRMANDA MUKLIS. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan YAYAT HIDAYAT

Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas tanaman teh, manajemen perkebunan teh Gunung Mas (PTPN VIII) melakukan pemangkasan secara berkala dan hasil pangkasan (daun, ranting, dan cabang) dikembalikan ke sekeliling tanaman teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aliran permukan dan erosi tanah di perkebunan teh pada beberapa umur pemangkasan. Penelitian ini menggunakan 3 petak pengukuran aliran permukaan berukuran 2m x 8m. Plot ditempatkan pada blok kebun berbeda secara acak dengan umur pangkas: T1 = tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %), T2 = tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %), dan T3 = tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %).

Curah hujan lokasi penelitian periode Desember 2010 – Desember 2011 sebesar 2627,3 mm dengan erosivitas hujan tahunan sebesar 1711,1 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 299,1 ton-m ha-1, cm jam-1 dan terendah pada bulan Agustus sebesar 2,01 ton-m ha-1, cm jam-1.

(3)

fisik tanah oleh bahan organik menyebabkan yanah mampu meresapkan air hujan lebih banyak sehingga menurunkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan.

(4)

ROCI FIRMANDA MUKLIS. Runoff and Soil Erosion on Tea Plantation of Gunung Mas PT. Perkebunan Nusantara VIII. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and YAYAT HIDAYAT.

Most of tea plantations in Indonesia are located on sloping land and mountainous areas with high rainfall. It has the potential to cause runoff and soil erosion. In the land of mature tea plantation, however, erosion almost meaningless because the land is completely covered and some erosion may occured after the process of pruning and removal of the tea plant (Hartemink, 2006). In order to maintain area of picking and improve the productivity of the tea plant, Gunung Mas Tea Plantation Management (PTPN VIII) use to do the periodic pruning and the produces (leaves, twigs, and branches) use to be returned surrounding the plants. This research aims to examine the runoff and soil erosion on tea plantation at some age of pruning. This research had applied three plots measurement of runoff where in the size is 2m x 8m. The plots were randomly located in different plantation blocks with age of pruning: T1 = tea plant first year after pruning (17% of slope), T2 = tea plant third years after pruning (18% of slope), T3 = tea plant fourth years after pruning (16% of slope).

(5)
(6)

PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS

DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII

ROCI FIRMANDA MUKLIS A14070063

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII Nama Mahasiswa : Roci Fimanda Muklis

Nomor Pokok : A14070063

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Sc Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si NIP. 19600808 198903 1 003 NIP. 19650103 199212 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(8)

Penulis bernama lengkap Roci Firmanda Muklis, dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 November 1989. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak bernama Deni Yuli Putra Marjan, S. Kom dan adik bernama Sriwinda Martilova, Am. Keb.

Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Pabuaran IV Cibinong Kabupaten Bogor pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 1 Cibinong. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui program USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(9)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul “Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan

Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII”. Penelitian ini mempelajari sifat hujan, sifat fisik tanah, aliran permukaan, dan erosi pada lahan perkebunan teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk keluarga atas segala dukungan dan doa, IPB untuk segala fasilitas yang diberikan, dosen pembimbing skripsi untuk kegiatan pembimbingan penelitian dan penyusunan skripsi, PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas atas izin dan bantuannya dalam menjalankan penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan.

(10)

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, serta doa dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati atas dukungan, kasih sayang, cinta, pengertian, semangat dan doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan, mendidik, dan banyak memberikan ilmu pengetahuan dan moral kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. D. P. Tedjo Baskoro selaku dosen penguji skripsi yang telah memberi banyak masukan dan saran terhadap penyelesaian skripsi ini.

4. Deni Yuli Putra Marjan, abang yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, cinta, dan kasih serta Sriwinda Martilova, adik yang selalu memberi dukungan, pengertian, hiburan, dan doa. Dina Wahyuni seseorang yang selalu menemani hari-hari penulis dengan kasih sayang, dukungan, pengertian, dan doa setiap harinya

5. PTPN VIII Gunung Mas atas izin melakukan penelitian, Bapak Ediatna serta keluarga, Bapak Yayat serta keluarga, Bapak Ujang, Bapak Dede serta keluarga, Bapak Karmana, BMKG Citeko, dan instansi terkait yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian dan membantu penulis dalam menjalankan penelitian.

(11)

pembelajaran, kekeluargaan, dukungan dan pengertian yang telah diberikan kepada penulis.

8. Teman – teman MSL 44, 43, 42 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, yang diberikan kepada

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah ... 3

2.2. Proses Erosi Tanah ... 4

2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi...3

2.3.1. Iklim ... 4

a. Erosivitas Hujan... b. Erosivitas Aliran Permukaan..... 2.3.2. Topografi ... 6

2.3.3. Vegetasi ... 6

2.3.4. Tanah ... 7

2.3.5. Manusia ... 8

2.4. Dampak Erosi Tanah ... 8

2.5. Petak Erosi Menurut Wischmeier dan Smith ... 9

2.6. Teh (Camelia sinensis(L)) ... 9

2.6.1. Syarat Tumbuh Tanaman Teh ... 9

2.6.2. Pemangkasan Teh ... 10

2.7. Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah ... 11 4

(13)

3.1. Waktu dan Tempat ... 13

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Metode Penelitian ... 14

3.3.1. Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi ... 14

3.3.2. Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi ... 15

3.3.3. Analisis Sifat Fisik Tanah ... 17

3.3.4. Pengukuran Infiltrasi Tanah ... 18

3.3.5. Analisis Data Hujan ... 19

3.3.6. Pengukuran Persentase Tutupan Lahan ... 20

3.3.7. Pengukuran Lolosan Tajuk ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22

4.2. Klasifikasi Iklim ... 22

4.3. Karakteristik Hujan ... 24

4.4. Sifat Fisik Tanah ... 27

4.5. Infiltrasi Tanah... 31

4.6. Aliran Permukaan dan Erosi ... 32

V. KESIMPULAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya... 18 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 – Desember

2011... 25 3. Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan

Erosi Tanah... 29 4. Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur... 30 5. Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran... 31 6. Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak

Pengukuran Erosi... 39

Lampiran

1. Curah Hujan Bulanan dan Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidth – Ferguson di Lokasi Penelitian... 49 2. Karakteristik Hujan di Lokasi Penelitian (Stasium Klimatologi Citeko).. 50 3. Suhu dan Kelembaban Udara (Stasiun Klimatologi Citeko)... 54 4. Data Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran... 55 5. Klasifikasi Infiltrasi Menurut Kohnke (1968)... 56 6. Aliran Permukaan pada Petak T1 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN

VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011... 57 7. Aliran Permukaan pada Petak T2 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN

VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011... 60 8. Aliran Permukaan pada Petak T3 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN

VIII Periode Desember 2010 – Desember 2011... 63 9. Erosi Harian pada Ketiga Petak Pengukuran di Perkebunan Teh Gn Mas

(15)
(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Teh... 11

2. Lokasi Penelitian; a) Letak Lahan Penelitian di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII, b) Letak Desa Citeko Kecamatan Cisarua... 13

3. Alat Pengukur Infiltrasi Tanah... 18

4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk... 21

5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko (2004 – 2011)... 23

6. Kurva pF Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur... 27

7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 – Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII... 33

8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 – Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII... 35

9. Perbandingan Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan 2011 Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 – Desember... 36

10. Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan... 41

Lampiran 1. Layout Ketiga Petak Pengukuran Erosi di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII... 72

2. a) Sketsa Petak Ukur Aliran Permukaan dan b) Penampung Erosi (bak) 73 3. Layout Pertanaman Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII... 74

4. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T1... 75

(17)

6. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Menurut Setyamidjaja (2000), di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m - 1200 m dari permukaan laut. Curah hujan tinggi yang jatuh pada lahan miring di perkebunan teh berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006).

Arsyad (2006) menyatakan bahwa erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Tingkat aliran permukaan dan erosi yang tinggi dapat menurunkan produktifitas dan kualitas tanah (Sinukaban, 1985).

Perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII telah sejak lama melakukan usaha perkebunan produksi teh. Lokasi perkebunan sebagian besar berada pada dataran tinggi dengan ketinggian 900 - 1200 mdpl dan meliputi areal seluas 1182 Ha (Direktori Wisata Agro Indonesia, 2010). Topografi lahan perkebunan sebagian besar terdiri dari bergelombang hingga berbukit dan curah hujan tahunan mencapai 2500 – 5000 mm th-1.

Selain itu, untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas pucuk tanaman teh, manajemen perkebunan melakukan pemangkasan tanaman teh secara berkala. Kegiatan pemangkasan dilakukan pada saat musim hujan. Hal demikian dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air pada tanaman teh saat fase pertumbuhan kembali bagian tanaman yang telah dipangkas. Metode pemangkasan yang digunakan adalah metode pemangkasan bersih yakni pemangkasan dengan bidang pangkas rata, semua cabang yang berukuran kurang dari 1 cm dibuang (Prihartono, 2000).

(19)

pemangkasan tanaman teh terhadap aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh menjadi cukup penting.

1.2. Tujuan Penelitian

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah

Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad, 2006). Di dalam bahasa inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau, atau laut berupa aliran di atas permukaan tanah atau aliran di bawah permukaan tanah. Akan tetapi di dalam hidrologi istilah runoff digunakan untuk aliran di atas permukaan tanah bukan aliran di bawah permukaan tanah. Dalam pengertian ini runoff dapat berarti aliran air di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai, dan aliran air di dalam sungai (Arsyad, 2006).

Kohnke dan Bertrand (1959) menyatakan bahwa aliran permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : presipitasi, intensitas hujan, lamanya hujan, distribusi hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, keadaan penggunaan tanah, jenis tanah, kondisi topografi dalam daerah pengaliran, temperatur, lapisan bawah, tanaman penutup tanah, dan lain-lain.

Menurut Arsyad (2006) erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Sedangkan definisi menurut Sarief (1985) erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah permukaan sebagai akibat dari tumbukan butir hujan dan aliran air di permukaan. Kejadian erosi merupakan fungsi dari beberapa faktor utama penyebab terjadinya erosi yakni curah hujan, topografi, sifat tanah (terutama sifat fisik), jenis penggunaan tanah dan faktor pengolahan (Morgan, 1979).

(21)

2.2. Proses Erosi Tanah

Erosi tanah merupakan fenomena kompleks alami yang meliputi proses pelepasan (detachment), pengangkutan (transport), dan pemindahan (deposition) partikel tanah (Blanco dan Lal, 2008). Sedangkan menurut Arsyad (2010), proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : a.) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan (Th), b.) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah yang mengakibatkan tanah terdispersi (D1) yang diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir di permukaan tanah (T1). Jika (Dh + D1) > (Th + T1) maka besarnya erosi lebih kecil dari (Dh + D1), artinya hanya sebagian saja tanah yang telah terdispersi terangkut ke tempat lain dan jika (Dh + D1) < (Th + T1) maka besarnya erosi sama dengan (Dh + D1).

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi

Erosi tanah terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor seperti : iklim, topografi, tumbuhan (vegetasi), tanah dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif : E = f (i, r, v, t, m); yang menyatakan E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia (Arsyad, 2006).

2.3.1. Iklim

Semua faktor iklim seperti hujan, kelembaban, suhu, evapotranspirasi, radiasi surya dan kecepatan angin merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi (Blanco dan Lal, 2008). Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah hujan (Arsyad, 2006). Selama terjadi hujan, jumlah hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah.

(22)

menghancurkan agregat tanah dan partikel tanah mengalir masuk mengisi pori-pori permukaan tanah sehingga membentuk lapisan cadas pada lapisan permukaan tanah. Infiltrasi lambat pada lapisan tersebut menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi (Troeh et al., 2004).

Menurut Wischmeier dan Smith (1978), intensitas maksimum 30 menit mempunyai korelasi lebih baik terhadap besarnya erosi bila dibandingkan dengan intensitas maksimum 5, 15, dan 60 menit. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa EI30 berkorelasi lebih erat dengan erosi dibandingkan dengan sifat sifat hujan lainnya.

Dua agen utama yang mempengaruhi erosi tanah oleh air adalah erosivitas curah hujan dan erosivitas aliran permukaan.

a. Erosivitas Hujan

Erosivitas hujan menunjuk pada kapasitas intrinsik hujan dalam menyebabkan erosi tanah. Sifat hujan yang mempengaruhi erosivitas antara lain: jumlah, intensitas, kecepatan jatuh, distribusi ukuran butir hujan. Parameter tersebut mempengaruhi total erosivitas hujan. Namun kenyataannya data terukur terhadap parameter diatas tidak selalu tersedia pada semua wilayah sehingga mempengaruhi tingkat keakuratan hasil analisis erosivitas hujan.

Erosivitas hujan penting untuk memahami proses erosi, memperkirakan tingkat erosi tanah, dan merancang cara untuk mengendalikan erosi. Erosivitas hujan dan pengaruhnya dibedakan oleh wilayah iklim. Hujan pada daerah tropis lebih erosif daripada di wilayah temperate dikarenakan kehadiran angin kuat dan suhu yang tinggi. Distribusi tahunan curah hujan juga mempengaruhi erosivitas hujan (Blanco dan Lal, 2008).

b. Erosivitas Aliran Permukaan

(23)

2.3.2. Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 2006). Sedangkan Wischmeier dan Smith (1978) menyatakan bahwa sifat-sifat lereng yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan, panjang, dan bentuk lereng.

Baver (1959) mengemukakan bahwa derajat kemiringan lebih penting pengaruhnya terhadap erosi daripada panjang lereng. Makin besar lereng makin besar erosi yang terjadi, sehingga pada lereng lebih dari 30 persen sudah sangat besar risiko yang akan terjadi jika tanah digarap untuk tanaman semusim. Panjang lereng juga mempengaruhi erosi pada dasarnya makin panjang lereng maka makin besar erosi. Thompson (1957) menyatakan bahwa dengan bertambahnya panjang lereng menjadi dua kali maka jumlah erosi total menjadi dua kali dari jumlah pertama, tetapi erosi per satuan luas (per hektar) tidak menjadi dua kali.

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman lereng 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkutan aliran permukaan. Selain daripada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2006).

2.3.3. Vegetasi

(24)

Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percik.

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen dan Morgan, 1995). Vegetasi merubah energi hujan yang menimpa butir-butir tanah dan pengaruh butir-butir tersebut terhadap penghancuran agregat tanah, melalui pengaruhnya terhadap massa hujan yang sampai di permukaan tanah, distribusi ukuran butir dan intensitas lokalnya. Energi butir-butir hujan akan teredam oleh tajuk tumbuhan sehingga ketika sampai dipermukaan tanah kekuatan perusaknya telah berkurang dan menjadi lebih kecil atau menjadi sama dengan energi hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Ketinggian tajuk dan kerapatan tajuk menutupi tanah mempengaruhi erosivitas butir-butir hujan yang menimpa permukaan tanah. Semakin rendah tajuk dan semakin rapat tajuk, semakin rendah erosivitas butir-butir hujan dan semakin relatif memperkecil risiko terjadi erosi (Arsyad, 2006).

2.3.4. Tanah

Arsyad (2006) mengemukakan bahwa sifat tanah yang mempengaruhi nilai erosi adalah erodibilitas tanah dan berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap proses pelepasan dan transportasi. Erodibilitas merupakan atribut yang selalu berubah menurut ruang dan waktu dengan sifat tanah (Blanco dan Lal, 2008). Erodibilitas bervariasi terhadap tekstur tanah, stabilitas agregat, kekuatan partikel, kapasitas infiltrasi, kadar bahan organik, dan kimia tanah (Morgan, 1979).

(25)

Daya tahan terhadap dispersi terutama ditentukan oleh agregat tanah. Agregat yang yang besar dan stabil akan lebih tahan terhadap dispersi (Kohnke dan Bertrand, 1959).

Wischmeier dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa kepekaan erosi tanah merupakan pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor penyebab erosi lainnya.

2.3.5. Manusia

Keberadaan manusia menjadi penting dalam menentukan besarnya erosi pada suatu areal. Karena manusia yang mengusahakan areal tersebut. Bentuk pengolahan lahan dan orientasi pengolahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi terhadap besarnya erosi. Pengolahan lahan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko kejadian erosi. Penggunaan alat berat akan membuat tanah semakin padat sehingga meningkatkan aliran permukaan. Bentuk baris tanam searah kontur pada lahan miring dapat mengurangi erosi tanah dibandingkan searah lereng (Arsyad, 2006).

2.4. Dampak Erosi Tanah

Menurut Blanco dan Lal (2008) dampak erosi terbagi menjadi dua yakni

on-site dan off-site. Efek on-site yang paling utama yakni pengurangan ketebalan tanah sehingga menghasilkan degradasi struktur tanah, pemadatan tanah, deplesi nutrisi, kehilangan bahan organik tanah, timbulnya persemaian yang buruk, dan mengurangi hasil panen. Pelepasan nutrisi kaya pada lapisan topsoil menyebabkan pengurangan kesuburan tanah dan penurunan hasil panen. Erosi tanah menurunkan kapasitas fungsional tanah dalam memproduksi hasil tanam, kemampuan filter polutan, dan penyimpanan C organik dan nutrisi tanah. Dampak

(26)

perubahan pemanasan global, C organik dalam jumlah besar akan mudah teroksidasi selama terjadi erosi, memperburuk pelepasan CO2 dan CH4 ke atmosfer (Lal, 2003).

2.5. Petak Erosi Standar

Petak kecil yang banyak dilakukan merupakan salah satu metode pengukuran erosi menggunakan petak standar Wischmeier dan Smith (1978) yang bertujuan untuk membandingkan erosi yang terjadi pada berbagai penggunaan

lahan (Sa’ad, 2004). Erosi dan aliran permukaan yang terukur hanya menggambarkan skala petak. Menurut Van Noordwijk et al. (1998), hasil pengukuran erosi pada skala petak belum dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi pada skala DAS. Demikian juga pendapat Dickinson dan Collins (1998) bahwa hasil pengukuran erosi dan aliran permukaan pada skala petak tidak dapat di scale up untuk mengevaluasi erosi seluruh daerah tangkapan (catchment) yang luas karena terdapat faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan pada petak kecil seperti erosi parit, erosi tebing sungai dan pengendapan sementara pada lahan.

2.6. Teh (Camelia sinensis (L))

Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang telah sejak lama dikenal di Indonesia. Teh memiliki nama latin (Camelia sinensis (L)). Tanaman teh termasuk dalam marga (genus) Camelia dari suku (famili) Theaceae. Agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman teh menghendaki persyaratan iklim dan tanah yang sesuai dengan keperluan pertumbuhannya. Daerah pertanaman teh yang lebih cocok di Indonesia adalah daerah pegunungan (Setyamidjaja, 2000).

2.6.1. Syarat Tumbuh Tanaman Teh

Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah keadaan iklim dan tanah. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertanaman teh adalah curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari, dan angin (Setyamidjaja, 2000).

(27)

sepanjang tahun. Curah hujan tahunan yang diperlukan adalah 2000 - 2500 mm tahun-1, dengan jumlah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm tahun-1 (Setyamidjaja, 2000). Selain curah hujan, tanaman teh juga memerlukan daerah pertanaman dengan suhu udara berkisar antara 13 - 250C dan cahaya matahari yang cerah serta kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 % (Ditjenbun, 2007).

Tanah. Tanaman teh cocok hidup pada tanah dengan derajat kemasaman (pH) antara 4,5 - 5,6. Jenis tanah yang cocok yaitu Latosol dan Podsolik. Kedalaman efektif struktur remah tanah lebih dari 40 cm (PPTK, 2006).

Tinggi tempat. Tanaman teh di Indonesia hanya ditanam di dataran tinggi. Daerah pertanaman ini umumnya terletak pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut. Ada kaitan erat antara elevasi dan suhu, yaitu semakin rendah elevasi, suhu udara makin tinggi. Di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m - 1200 m dari permukaan laut (Setyamidjaja, 2000). Menurut Schoorel et al. (2000) terdapat tiga kategori perkebunan teh berdasarkan ketinggian tempat yaitu :

1. Daerah dataran rendah : elevasi dibawah 800 mdpl, dengan suhu rata-rata 23,860 C

2. Daerah dataran sedang : 800 - 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 21,420 C 3. Daerah dataran tinggi : di atas 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 18,980 C.

2.6.2. Pemangkasan Teh

Dalam perjalanan pertumbuhan tahunan tanaman teh terdapat aktifitas pembuangan salah satu organ vegetatif tanaman. Pada jangka waktu pendek dilakukan dengan proses pencabutan dan waktu panjang dengan proses pemangkasan. Proses pemangkasan dilakukan pada semua daun dan sebagian batang muda pada pucuk tanaman teh (Eden, 1958).

(28)

kembali hingga menjadi 45 cm yakni pada tahun ke-5 setelah pemangkasan sebelumnya (McDonald dan Low, 1984).

Gambar 1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Tanaman Teh

Eden (1958) telah mengemukakan bahwa terdapat beberapa tujuan dilakukannya pemangkasan, yaitu untuk :

1. Menjaga tumbuhan secara permanen agar tetap berada pada fase vegetatif 2. Merangsang, khususnya tunas muda yang merupakan bagian terpotong

dari semak

3. Tetap menjaga ketinggian semak pada batas yang mudah dan efisien dalam proses pemetikan

4. Pertumbuhan tunas muda (flush) akan semakin cepat dan regenerasi secara terus menerus

5. Memperbarui pertumbuhan aktif cabang sehingga dapat menggantikan kayu dan dedaunan sehat yang segera mati atau rusak; tetap menjaga kecukupan volume dedaunan dewasa agar seimbang dengan kebutuhan fisiologi tanaman, dan mempercepat proses pembaharuan “flush” yang cocok untuk meningkatkan kualitas teh.

2.7. Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah

Erosi tanah adalah permasalahan yang timbul pada awal mendirikan perkebunan dalam hal ini perkebunan kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh dimana sebagian besar dari wilayah tersebut mendapati curah hujan berlebih dari iklim tropis (Hartemink, 2003). Pada lahan pertanaman teh dewasa, kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Erosi tanah mungkin akan menjadi permasalahan yang serius

(29)

ketika terjadi penurunan tutupan yang sempurna pada perkebunan teh (Hartemink, 2006).

Pemangkasan akan menurunkan/menghilangkan kerapatan kanopi sempurna teh untuk beberapa waktu. Penurunan kerapatan kanopi pada suatu tanaman akan memperbesar berkurangnya air hujan tertahan akibat intersepsi (Arsyad, 2006).

(30)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian lapang berlokasi di Afdeling Cikopo Selatan Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas (Gambar 2), sedangkan kegiatan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2. Lokasi Penelitian: a) Lokasi Lahan Penelitian di PTPN VIII Gn.Mas Afdeling Cikopo Selatan, b) Letak Desa Citeko, Kecamatan Cisarua Lokasi penelitian berada pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu (Gambar 2) dengan topografi berbukit hingga bergunung dan berada pada ketinggian 900 - 1200 mdpl. Secara administratif, lahan kebun teh Afdeling Cikopo Selatan berada di wilayah Desa Citeko, Kecamatan Cisarua. Menurut Peta Tanah Semi Detail skala 1 : 50.000, tanah di Desa Citeko Kecamatan Cisarua tergolong jenis tanah Andosol (Puslittanak, 1992).

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah lahan perkebunan teh berumur 40 – 45 tahun yang berada pada ketinggian ± 1000 - 1100 mdpl dengan lereng antara 16 – 18%. Bahan lain yang digunakan adalah data pias hujan harian selama 1 tahun yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Peralatan yang digunakan berupa seng, bonet, paku, drum kaleng, drum plastik, pipa pralon,

a) b)

(31)

gelas ukur, ember, double ring infiltrometer, palu, ring sampel, kayu balok, botol plastik, dan lain-lain.

3.3. Metode Penelitian

Aliran permukaan dan erosi tanah diukur dari petak ukur aliran permukaan berukuran 2m x 8m yang ditempatkan secara acak pada 3 blok kebun berbeda (Gambar Lampiran 1). Petak ukur T1 terdapat pada blok 2, petak ukur T2 terdapat pada blok 3 dan petak ukur T3 terdapat pada blok 6. Pemilihan blok kebun didasarkan pada perbedaan umur pemangkasan tanaman teh dengan jenis umur pemangkasan :

1. T1 : tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %) 2. T2 : tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %) 3. T3 : tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %)

Pada penelitian kali ini ketiga nilai kemiringan lereng tersebut diasumsikan termasuk kedalam satu kelompok. Sehingga pengaruhnya terhadap nilai aliran permukaan dan erosi tanah menjadi tidak ada dan hasil pengukuran menjadi dapat dibandingkan.

3.3.1. Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi

Petak ukur dibuat dengan arah memotong kontur dan terbuat dari plat seng berukuran 50 cm yang dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal hingga setengah bagian (25 cm) seng tertanam (Gambar Lampiran 2). Bagian bawah petak merupakan daerah outlet aliran permukaan yang akan tertampung pada bak penampung.

(32)

permukaan yang ditampung. Bak penampung utama diberikan penutup yang terbuat dari seng. Hal demikian dilakukan agar aliran permukaan dan erosi yang tertampung tidak lain berasal dari daerah tangkapan petak erosi dan bukan berasal dari air hujan langsung dan erosi di luar petak ukur

Bak penampung tambahan merupakan tong berbahan plastik berkapasitas ±60 liter yang ditempatkan pada ketinggian yang lebih rendah dari bak penampung utama. Fungsi dari bak penampung tambahan adalah untuk menampung kelebihan air yang diterima oleh bak penampung utama.

Bak penampung utama dan penampung tambahan dihubungkan oleh pipa plastik. Pipa plastik tersebut dipasang pada lubang tengah bak utama dan ujung lainnya dipasang pada lubang tunggal bak penampung tambahan.

3.3.2. Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi

A. Peralatan

1. Bak penampung aliran permukaan 2. Alat pengambil contoh tanah

ring sampel, pacul, sekop, pisau cutter, kertas label, kantong plastik 3. Alat pengukur dan pengambilan contoh aliran permukaan

teko piala plastik ukuran 1 liter, ember, gelas plastik, gayung, spons 4. Alat untuk mengukur sedimen erosi

alat penyaring, kertas saring, gelas ukur, oven, timbangan 5. Alat-alat lain :

abney level untuk mengukur kelerengan lahan, double ring infiltrometer untuk mengukur infiltrasi dan pengukur waktu (stop watch).

B. Pengukuran Aliran Permukaan

(33)

yang terukur pada bak penampung tambahan, nilainya dikalikan dengan banyak lubang yang terdapat pada bak penampung utama (11 lubang).

Contoh aliran permukaan sebanyak 0,5 liter dibawa ke laboratorium dan dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan waktu pengukuran aliran permukaan.

Jumlah aliran permukaan yang tertampung dihitung dengan menggunakan rumus :

Vap = VI + 11VII dimana :

Vap = Volume aliran permukaan (m3)

VI = Volume air bak penampung utama (m3) VII = Volume air bak penampung tambahan (m3)

Komponen rumus perhitungan VII diatas hanya digunakan kedalam rumus Vap jika terdapat aliran permukaan berlebih yang mengisi tong penampung tambahan. Jika tidak ada, aliran permukaan hanya dihitung berdasarkan volume air yang tertampung pada bak penampung utama saja (VI). Pada penelitian kali ini, aliran permukaan yang terjadi pada perkebunan bernilai kecil dan tidak menghasilkan air pada bak penampung tambahan sehingga perhitungan aliran permukaan total (Vap) hanya menggunakan komponen rumus VI.

C. Pengukuran Erosi

(34)

Kegiatan pemisahan suspensi tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan. Tahap pemisahan suspensi tanah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengukuran terhadap bobot masing-masing kertas saring yang akan digunakan 2. Penyaringan suspensi tanah terhadap sampel aliran permukaan menggunakan

kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Pencatatan bobot air (ml) yang lolos dari proses penyaringan.

3. Proses pengeringan terhadap kertas saring yang digunakan saat penyaringan menggunakan oven pada suhu 1050 C selama ± 24 jam

4. Penimbangan kembali terhadap bobot kertas + tanah setelah oven.

5. Selisih bobot antara kertas sebelum penyaringan dengan kertas + suspensi (setelah oven) merupakan jumlah bobot kering dari sedimen tanah yang tersuspensi dalam aliran permukaan.

Jumlah suspensi tanah tererosi pada penelitian kali ini merupakan erosi total yang terjadi pada perkebunan teh dan jumlahnya dihitung dengan rumus :

E = V x B, dimana :

E = erosi total (kg ha-1 th-1)

V = volume aliran permukaan (m3 ha-1 th-1)

B = bobot kering sedimen yang tersuspensi dalam aliran permukaan

3.3.3. Analisis Sifat Fisik Tanah

(35)

Tabel 1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya

Sifat Fisik Tanah Metode Analisis

Kadar Air Gravimetrik

Kurva pF Membrane/plate apparatus

Tekstur (4 fraksi) Pipet

Bobot Isi Gravimetrik

C organik Walkley and Black

Permeabilitas De boodt (1974) berdasarkan Hukum Darcy

3.3.4. Pengukuran Infiltrasi Tanah

Pengukuran infiltrasi tanah pada lahan penelitian dilakukan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menyerap dan meneruskan air yang masuk melalui permukaan tanah. Kegiatan pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer seperti yang tertera pada Gambar 3. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing petak dimana satu ulangan dilakukan didalam petak dan 2 kali ulangan disekitar petak.

Gambar 3. Alat Pengukur Infiltrasi Tanah

(36)

Q = X 100 %

kedua ring menggunakan palu hingga tertanam ± 5 dari permukaan tanah seperti yang terlihat pada Gambar 3.

3.3.5. Analisis Data Hujan

Analisis data hujan meliputi penentuan klasifikasi iklim wilayah menurut Schmidth-Ferguson dan penentuan nilai EI30. Pada sistem klasifikasi Schmidth – Ferguson kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah dengan pengertian sebagai berikut :

Bulan Kering (BK) : bulan dengan hujan < 60 mm

Bulan Lembab (BL) : bulan dengan hujan antara 60 – 100 mm Bulan Basah (BB) : bulan dengan hujan > 100 mm

Penentuan tipe iklim mempergunakan nilai Q yaitu : Rata-rata Bulan Kering (BK)

Rata-rata Bulan Basah (BB)

EI30 ditentukan dengan menganalisis data curah hujan harian berupa data pias hujan. Sifat-sifat hujan dianalisis dari grafik hujan kertas pias. Garis ordinat (Y) menyatakan jumlah hujan, sedangkan garis absis (X) menyatakan waktu. Kurva hujan yang didapat dari penakar hujan automatik dengan faktor konversi sendiri yang melekat pada alat tersebut.

Sifat-sifat hujan yang ditetapkan terdiri dari : a). Jumlah hujan harian, b). Intensitas maksimum selama 30 menit (I30), c). Energi kinetik total (KE), d). Satuan interaksi energi - intensitas hujan maksimum selama 30 menit (EI30) sebagai indeks erosi hujan.

Untuk menghitung energi kinetik hujan digunakan rumus : E = 210,3 + 89 log I

Sedangkan indeks erosi hujan dari satuan interaksi energi-interaksi maksimum selam 30 menit dihitung dengan rumus :

(37)

dimana :

EI30 = indeks erosi hujan dengan intensitas maksimum selama 30 menit,

∑ E = total energi kinetik hujan untuk satu hari hujan, dalam joule per meter persegi

I30 = intensitas maksimum selama 30 menit, dalam cm jam-1

3.3.6. Pengukuran Persentase Tutupan Lahan

Analisis untuk menentukan persentase tutupan lahan dilakukan pada setiap petak pengamatan. Data yang digunakan adalah foto terhadap kondisi tutupan kanopi tanaman teh pada awal dan akhir pengamatan di ketiga petak pengamatan. Foto diambil menggunakan kamera digital. Softcopy foto dirubah ke dalam format

.jpeg kemudian diolah menggunakan bantuan software Adobe Photoshop CS 5 untuk mengetahui berapa persen tutupan kanopi tanaman teh terhadap lahan pada masing-masing petak.

3.3.7. Pengukuran Lolosan Tajuk

Pengukuran lolosan tajuk pada lahan penelitian dilakukan dengan menggunakan alat sederhana yang terbuat dari jerigen minyak, corong, selang plastik, vaselin, dan alat perkakas. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.

(38)

Gambar 4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk

Pengukuran dilakukan sesaat setelah hujan bersamaan dengan pengukuran aliran permukaan. Volume air hujan yang tertampung pada alat pengukuran selanjutnya dilakukan konversi terhadap satuan luas lahan penelitian dan dibandingkan terhadap curah hujan (persen hujan).

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai lolosan tajuk dan perbandingan nilai lolosan tajuk terhadap curah hujan (CH) adalah sebagai berikut

Lolosan Tajuk = dimana :

P = volume air hujan yang tertampung jerigen

Q = jumlah pohon teh dalam 1 petak pengamatan erosi, R = luas petak

± 1 m

P x Q R Wadah Penampung

(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian merupakan kawasan Perkebunan Teh Gunung Mas PT Perkebunan Nusantara VIII yang berada pada ketinggian 900-1200 mdpl dengan topografi berbukit hingga bergunung. Suhu rata-rata harian antara 14-280 C dan kelembaban udara 70 % dengan curah hujan rata-rata per tahun 3355 mm. Tanaman teh pada perkebunan teh Gunung Mas ditanam dengan searah kontur (Gambar Lampiran 3).

Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) memiliki areal produksi seluas 587,10 ha, yang terbagi menjadi empat lokasi yaitu Afdeling Gunung Mas I, Afdeling Gunung Mas II, Afdeling Cikopo Selatan I, dan Afdeling Cikopo Selatan II. Afdeling Gunung Mas I dan Afdeling Gunung Mas II terletak di Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua, sementara Afdeling Cikopo Selatan I dan Afdeling Cikopo Selatan II tersebar di tiga desa yaitu Desa Sukagalih dan Kuta di Kecamatan Megamendung serta Desa Citeko di Kecamatan Cisarua (Sulityorini, 2006).

Berdasarkan data administrasi PTPN VIII Gunung Mas tahun 2012, Afdeling Cikopo Selatan I dan II terdiri atas 18 blok kebun dengan luas total sebesar 214,93 Ha. Selain itu, terdapat tiga jenis tanah pada areal perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII yaitu jenis tanah Andosol yang merupakan jenis tanah yang paling banyak terdapat yaitu sekitar 53,50% dari seluruh jenis tanah yang terdapat di perkebunan, jenis tanah yang lain adalah jenis Tanah Latosol dan Regosol. PH tanah di perkebunan Gunung Mas berkisar 4,5 – 5,0 (Prihartono, 2000).

4.2. Klasifikasi Iklim

(40)

Untuk menentukan karakteristik iklim pada wilayah Perkebunan Teh Gunung Mas, maka dilakukan klasifikasi iklim menurut Schmidth – Ferguson terhadap data curah hujan tahunan di lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan berupa pias hujan yang berasal dari penakar hujan otomatis Hellman yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko.

Hasil klasifikasi terhadap data curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi Citeko periode tahun 2004 - 2011, menunjukkan bahwa iklim wilayah lokasi penelitian memiliki nilai Q sebesar 18,42 % dan tergolong pada tipe B1 yakni daerah sangat basah (Tabel Lampiran 1).

Selain klasifikasi iklim lokasi penelitian, hasil pengolahan data curah hujan juga menunjukkan bahwa hujan yang jatuh pada lokasi penelitian memiliki jumlah bulan basah (CH > 100 mm) yang selalu lebih banyak daripada jumlah bulan kering (CH < 60 mm) dan bulan lembab (CH 60 - 100 mm) pada setiap tahunnya. Bulan basah terjadi sebanyak sepuluh bulan yakni pada bulan Januari hingga Juni, kemudian pada bulan September hingga Desember. Bulan kering terjadi dua bulan yakni pada bulan Juli, dan Agustus, sedangkan bulan lembab tidak ditemukan (Gambar 5).

Gambar 5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko (2004 – 2011)

Sedangkan menurut klasifikasi yang digunakan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), telah disebutkan bahwa yang termasuk

kedalam musim hujan yakni apabila CH ≥ 150 mm/bulan dan termasuk musim

(41)

sebanyak 8 bulan yakni pada periode bulan Januari – Mei dan periode Oktober – Desember. Sedangkan musim kering ditemukan sebanyak 4 bulan, yakni pada periode bulan Juni – September.

Curah hujan yang jatuh di lokasi penelitian tergolong kedalam pola hujan monsun yakni terdapat satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun. Grafik curah hujan bulanan (Gambar 5) yang membentuk pola huruf (V) merupakan salah satu karakteristik pola hujan monsun yang dipengaruhi oleh angin monsun. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tukidi (2010) bahwa tipe monsun dipengaruhi oleh angin laut dalam skala yang sangat luas dan dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan kemarau dalam setahun dan hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun.

4.3. Karakteristik Hujan

Menurut Dariah et al. (2003) faktor-faktor hujan yang menentukan kekuatan erosivitas hujan terhadap tanah, jumlah aliran permukaan dan besarnya erosi adalah jumlah curah hujan, intensitas, distribusi, dan indeks erosivitas hujan (EI30). Hasil pengamatan data hujan Stasiun Klimatologi Citeko menunjukkan bahwa curah hujan total di lokasi penelitian periode Desember 2010 – Desember 2011 tergolong tinggi yakni sebesar 2.627,3 mm (Tabel 2). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 391,5 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 28 hari dan curah hujan bulanan terendah ditemukan pada bulan Agustus 2011 sebesar 14,3 mm dengan hari hujan sebanyak 4 hari (Tabel 2). Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa distribusi curah hujan tertinggi (musim penghujan) berada pada periode bulan Januari – Mei dan Oktober – Desember, serta periode curah hujan rendah (musim kering) ditemukan pada bulan Juni – September (Tabel 2). Terlihat bahwa periode musim hujan dan periode musim kering yang terjadi pada lokasi penelitian telah mengalami pergeseran waktu dibandingkan periode musim hujan pada sebagian wilayah barat di Indonesia yang biasanya ditemukan pada bulan September – Februari dan musim kering pada bulan Maret – Agustus (Handoko, 1993) .

(42)

Stasiun Klimatologi Citeko periode Desember 2010 – Desember 2011 menujukkan bahwa I30 total yakni sebesar 245,33 cm jam-1. Selain itu, I30 bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 34,57 cm jam-1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 1,23 cm jam-1 (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 – Desember

Data didapatkan dari pias hujan hasil pengukuran penakar hujan otomatis Hellman Stasiun

Pengamatan Klimatologi Pos Polusi Udara Cibeureum, Kecamatan Cisarua tahun 2010 – 2011.

Selain jumlah dan I30, erosivitas hujan (EI30) merupakan mekanisme paling penting dari faktor hujan dalam mempengaruhi tingkat erosi suatu tanah. Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi pada suatu tanah. Daya erosivitas yang dihasilkan hujan berasal dari energi kinetik yang terjadi saat hujan turun (Arsyad, 2006).

Tabel 2 menunjukkan bahwa erosivitas (EI30) tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yakni sebesar 299,19 ton-m ha-1. cm jam-1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus 2011 sebesar 2,01 ton-m ha-1, cm jam-1. Secara umum terlihat bahwa peningkatan curah hujan sejalan dengan peningkatan hasil analisis EI30.

(43)

2011 dan Oktober 2011, CH bulanan pada bulan Maret memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan CH bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai berturut-turut 222,7; 131,8; dan 171,5 mm. Namun dengan CH bulanan yang lebih tinggi, justru erosivitas hujan bulanan pada bulan Maret bernilai lebih kecil daripada erosivitas bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai erosivitas berturut-turut sebesar 75,82; 79,74; dan 115,71 ton-m ha-1, cm jam-1. Hal demikian mungkin disebabkan oleh hujan pada bulan Maret 2011 yang sering terjadi pada intensitas tinggi namun dalam waktu yang sangat singkat (Tabel Lampiran 2). Hujan pada kondisi demikian tidak termasuk kedalam kategori perhitungan EI30 yang menggunakan intensitas hujan harian ≥ 30 menit waktu kejadian hujan, sehingga memperkecil hasil perhitungan analisis erosivitas hujan pada bulan Maret 2011.

Hasil analisis erosivitas hujan pada Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa erosivitas hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, Januari 2011, Februari 2011, dan Maret 2011 yakni pada tanggal 15 Desember, 9 Januari, 27 Februari, dan 17 Maret dengan nilai erosivitas berturut-turut 42,59; 100,85; 60,54, dan 10,05 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan April 2011, Mei 2011, Juni 2011, Juli 2011 terjadi pada tanggal 22 April, 7 Mei, 28 Juni, dan 19 Juli dengan nilai erosivitas berturut-turut 53,33; 55,91; 57,34; 2,56 ton-m ha-1, cm jam-1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan Agustus 2011, September 2011, Oktober 2011, November 2011, Desember 2011 terjadi pada tanggal 30 Agustus, 17 September, 29 Oktober, 17 November, 27 Desember dengan nilai erosivitas berturut-turut 2,01; 10,42; 43,56; 94,9; 139,72 ton-m ha-1, cm jam-1.

(44)

Desember, dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,085; 0,29; 0,0046; 0,007 ton-m ha-1, cm jam-1 (Tabel Lampiran 2).

4.4. Sifat Fisik Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan lapang terhadap tanah di lahan Perkebunan Teh Gunung Mas, ditemukan perbedaan sifat fisik yang begitu jelas antara tanah lapisan atas dan bawah. Oleh karena itu, analisis sifat fisik tanah dilakukan pada tanah lapisan atas dan bawah untuk mengetahui perbedaan sifat fisik tanah dari kedua lapisan.

Hasil pengukuran nilai pF pada masing-masing tanah ketiga petak ukur tertera pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa tanah lapisan atas pada petak T3 dan T2 memiliki kadar air kapasitas lapang (pF) 2,54 lebih besar dibandingkan dengan tanah lapisan bawahnya dengan nilai berturut-turut 51,5 % >50,97 % dan 44,82 % > 33,40%. Sedangkan pada petak pengukuran T1 nilai KAL tanah lapisan bawah lebih besar dari lapisan bawah yakni 54,97 % > 45,68 %. Kondisi iklim perkebunan teh yang lembab membuat nilai air kapasitas lapang yang ditemukan tergolong cukup besar yakni berada pada kisaran 30 – 55 % (Gambar 6).

Gambar 6. Kurva pF Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur

(45)

kadar air tanah. Selain itu, kadar air lapang titik layu permanen pada ketiga petak pengamatan berada pada kisaran 20 – 35 % baik tanah lapisan atas maupun bawah.

Hasil penentuan nilai kadar air pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 pada masing-masing tanah petak ukur juga digunakan untuk menetapkan distribusi ukuran pori yang terdiri dari : pori drainase, pori pemegang air, dan air tersedia pada tanah di lahan penelitian. Porositas total didapatkan dari perbandingan antara bobot isi (BI) dan Kerapatan Jenis Tanah (KJP), sedangkan pori drainase didapatkan dari selisih antara porositas total tanah dengan kadar air (%-volume) pada pF 2,54. Air tersedia didapatkan dari selisih antara kadar air pada pF 2,54 dengan pF 4,2.

Hasil penetapan porositas total tanah di ketiga petak ukur tertera pada Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa tanah pada petak T1 dan T3 memiliki porositas total lebih besar dibandingkan dengan petak T2. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan tekstur pada masing-masing tanah di ketiga petak ukur. Tekstur tanah petak T1 dan T3 didominasi oleh fraksi debu sedangkan petak T2 didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Menurut Blanco dan Lal (2008) tanah dengan tekstur dominan berpasir memiliki persentase pori makro yang lebih tinggi daripada pori mikro sedangkan pada tanah berdebu atau berliat, ruang pori lebih didominasi oleh ruang pori mikro yang jumlah persentase totalnya lebih banyak daripada pori makro.

(46)

Tabel 3. Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah

Karakteristik Tanah Petak T1 Petak T2 Petak T3

Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah

T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun

Atas : tanah lapisan atas 0 – 15 cm

Bawah : tanah lapisan bawah 15 – 35 cm

Menurut Arsyad (2006), sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan bawah. Permeabilitas ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granular dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah.

(47)

dengan tanah berdebu atau berliat. Hal tersebut dikarenakan tanah berpasir didominasi oleh pori makro yang merupakan pori meloloskan air.

Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’Neal

(1951), bahwa tanah lapisan atas pada ketiga petak ukur tergolong dalam kelas permeabilitas sangat cepat dan tanah lapisan bawah tergolong klasifikasi agak cepat (Tabel 4).

Tabel 4. Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur

Petak Lapisan petak T1 yakni sebesar 0,66 %. Kecilnya kadar bahan organik pada tanah lapisan bawah petak T1 mungkin disebabkan oleh minimnya suplai bahan organik dari tanah lapisan atas. Selain ditentukan oleh sifat genesis dan pedogenesis, keberadaan bahan organik juga sangat mempengaruhi karakteristik dan perubahan sifat fisik tanah pada suatu lahan. Menurut Dariah (2004) bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta penstabilan agregat tanah.

(48)

kelembaban udara rata-rata bulanan sebesar 83,7% (Tabel Lampiran 3). Kondisi tersebut akan semakin memperbesar cadangan bahan organik tanah di perkebunan teh akibat minimnya aktifitas dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

4.5. Infiltrasi Tanah

Infiltrasi tanah merupakan salah satu parameter untuk mengamati kemampuan tanah dalam meresapkan air. Infiltrasi tanah biasanya dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi tanah. Menurut Arsyad (2006) kapasitas infiltrasi merupakan kemampuan tanah dalam meresapkan air melalui permukaan tanah per satuan waktu dan biasanya dinyatakan dalam satuan cm jam-1. Hasil Pengukuran infiltrasi tanah lapang pada ketiga petak pengukuran disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa tanah pada petak pengukuran T1, T2, dan T3 memiliki nilai kapasitas infiltrasi (cm jam-1) yakni berturut-turut sebesar 38, 40, dan 34. Perbedaan nilai infiltrasi tanah pada ketiga petak pengamatan disebabkan oleh perbedaan sifat fisik tanah terutama tekstur dan struktur tanah.

Tabel 5. Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran

Petak Kapasitas Infiltrasi Konstan

Rata-rata 37,3 sangat cepat

Keterangan :

T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun

T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun.

(49)

Pada pengukuran infiltrasi lapang, tanah pada petak T2 dengan tekstur dominan berpasir membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai infiltrasi konstan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pada tanah petak T3 dengan tekstur dominan debu (Tabel Lampiran 4). Menurut Wuest et al.

(2006) bahwa infiltrasi tanah berkorelasi positif dengan peningkatan partikel kasar tanah dan berkorelasi negatif dengan pertambahan partikel baik tanah. Tanah berpasir memiliki makropori lebih banyak daripada tanah berliat dan makropori menghantarkan air lebih cepat daripada mikropori. Disamping itu, menurut Musgrave dan Holtan (1964), tanah-tanah yang didominasi oleh liat umumnya banyak mengandung bahan koloid dan apabila tanah tersebut mengalami pembasahan, maka ikatan antar butir akan semakin lemah sehingga butir-butir tanah dengan mudah lepas satu sama lain dan akan menutup pori-pori di permukaan tanah. Hal inilah yang menyebabkan laju infiltrasi tanah bertekstur liat lebih rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir.

Menurut klasifikasi kapasitas infiltrasi yang telah dikemukakan oleh Kohnke (1968) (Tabel Lampiran 5), nilai kapasitas infiltrasi tanah pada ketiga petak pengukuran masuk kedalam kategori klasifikasi sangat cepat.

4.6. Aliran Permukaan dan Erosi

Hasil pengukuran rata-rata aliran permukaan ketiga petak ukur di perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 menunjukkan bahwa puncak aliran permukaan terjadi pada bulan Januari, Oktober, November, dan Desember (Gambar 7). Bulan terjadinya puncak aliran permukaan, rata rata bersamaan dengan bulan terjadinya puncak musim hujan yakni pada bulan Januari – Mei, November, dan Desember. Hal demikian menunjukkan bahwa secara umum, peningkatan curah hujan akan meningkatkan risiko aliran permukaan. Sedangkan nilai aliran permukaan harian pada ketiga petak pengukuran tertera pada Tabel Lampiran 6, 7, 8.

(50)

membuat aliran permukaan karena jumlahnya belum melebihi dari rata-rata kapasitas infiltrasi tanah.

Gambar 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Tingginya jumlah curah hujan hujan yang jatuh pada lokasi penelitian tidak berkorelasi positif terhadap tingginya nilai aliran permukaan yang terjadi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari – Mei hanya menghasilkan rata-rata aliran permukaan yang terbilang sangat kecil yakni sebesar ≤ 5 mm (Gambar 7). Hal demikian disebabkan oleh pengaruh kanopi tanaman teh yang rapat sehingga sebagian besar curah hujan tertahan oleh kanopi tajuk tanaman teh. Menurut Arsyad (2006) keberadaan kanopi tanaman mempengaruhi kejadian aliran permukaan melalui mekanisme intersepsi dan mengurangi energi tumbuk hujan.

Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan aliran permukaan bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, pada Gambar 7 juga terlihat bahwa peningkatan curah hujan total tidak selalu seiring dengan peningkatan aliran permukaan yang dihasilkan. Hal demikian terlihat pada bulan Januari 2011 dimana nilai curah hujan yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan bulan lainnya ternyata tidak sejalan dengan tingginya aliran permukaan yang dihasilkan. Aliran permukaan bulanan tertinggi justru terjadi pada bulan November 2011. Hal

(51)

demikian disebabkan oleh perbedaan lama hujan per kejadian hujan pada kedua bulan tersebut. Bulan Januari merupakan puncak musim hujan yang terjadi pada lokasi penelitian. Kejadian hujan harian pada bulan Januari sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) sehingga intensitas hujannya relatif kecil. Kondisi demikian menyebabkan air hujan yang jatuh lebih banyak terserap masuk ke dalam tanah dan tidak menghasilkan aliran permukan sekalipun jumlah curah hujan totalnya tinggi. Sedangkan pada bulan November kejadian hujan sering terjadi dengan intensitas tinggi sehingga menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi. Menurut Baver (1959) bahwa curah hujan total yang besar mungkin tidak menyebabkan erosi tanah jika intensitasnya rendah misalnya hujan intensif terjadi dalam waktu sangat singkat mungkin tidak menyebabkan banyak tanah hilang karena curah hujan tidak cukup untuk membuat aliran permukaan.

Selain aliran permukaan, hasil pengukuran rata-rata erosi tanah ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 – Desember 2011 juga menunjukkan bahwa puncak erosi tanah terjadi pada bulan Januari, April, Oktober, November, dan Desember (Gambar 8). Puncak erosi tanah rata-rata terjadi bersamaan dengan puncak musim hujan yang berada pada bulan Januari-Mei dan November, dan Desember. Hal demikian terjadi karena curah hujan yang tinggi akan memperbesar risiko terjadinya aliran permukaan sehingga akan semakin meningkatkan erosi tanah pada petak pengamatan.

(52)

Gambar 8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII.

Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan erosi tanah bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, Gambar 8 juga menunjukkan peningkatan curah hujan tidak selalu seiring dengan erosi tanah yang dihasilkan. Seperti terlihat pada bulan Januari 2011 dimana dengan nilai curah hujan tertinggi dibandingkan pada bulan lainnya namun ternyata erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November 2011. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan aliran permukaan yang terjadi dimana bulan November menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bulan Januari. Aliran permukaan yang tinggi pada bulan November disebabkan oleh rata-rata intensitas per kejadian hujan yang tinggi pada bulan November. Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas per kejadian hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah.

(53)

0

berubah pada lokasi penelitian. Distribusi hujan yang yang tidak merata tersebut mempengaruhi daerah luasan erosi dan erosi total pada lokasi penelitian

Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa hujan lebih erosif dibandingkan aliran permukaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis perbandingan antara erosivitas hujan dan erosi tanah untuk membandingkan nilai erosivitas hujan (hasil olahan data pias hujan) terhadap erosi tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis perbandingan erosivitas hujan (EI30) bulanan terhadap rata-rata erosi bulanan ketiga petak pengamatan periode Desember 2010 – Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Perbandingan Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII periode Desember 2010 – Desember 2011.

Gambar 9 menunjukkan bahwa erosivitas hujan bulanan di lokasi penelitian terbilang tinggi dengan nilai mencapai 50 – 200 ton-m ha-1. Namun tingginya hasil analisis erosivitas hujan pada lokasi penelitian tidak sejalan dengan erosi tanah yang terjadi sebenarnya. Hasil menunjukkan bahwa erosi tanah bulanan ketiga petak ukur bernilai jauh lebih kecil dibawah hasil analisis erosivitas hujan yakni hanya berkisar 2 – 10 kg ha-1 (Gambar 9). Kecilnya nilai erosi tanah ketiga petak ukur, dipengaruhi oleh keberadaan tajuk tanaman teh yang rapat sehingga mengakibatkan sedikitnya air hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh dan lebih banyak yang tertahan melalui intersepsi

(54)

tajuk. Berkurangnya jumlah hujan yang berhasil sampai mengenai permukaan tanah juga sekaligus mengurangi daya rusak hujan langsung (erosivitas) terhadap tanah sehingga mengurangi risiko kejadian aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi kejadian erosi tanah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1979, ditemukan bahwa nilai erosivitas hujan pada perkebunan teh hanya berkisar pada angka 25 %.

Peningkatan erosivitas hujan terhadap risiko kejadian erosi tanah tidak selalu berjalan linear terhadap hasil erosi sebenarnya di lapangan seperti yang ditunjukkan Gambar 9. Gambar (9) menunjukkan nilai erosivitas hujan tertinggi pada Januari ternyata tidak sejalan dengan erosi tanah yang dihasilkan pada lokasi penelitian. Erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November. Ketidakselarasan tersebut disebabkan karena pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan pada lokasi penelitian sehingga kejadian hujan harian sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) namun dengan intensitas yang kecil. Hal demikian membuat nilai E (analisis erosivitas) menjadi lebih tinggi dibandingkan nilai I30 nya. Sedangkan pada bulan November, hujan sering terjadi dalam intensitas tinggi dan membuat hasil analisis I30 nya menjadi tinggi sehingga menghasilkan erosi tanah yang lebih tinggi. Selain itu, menurut Dariah

et al. (2003) beberapa karateristik hujan seperti intensitas dan distribusi hujan dapat menjadi penyebab kecilnya aliran permukaan dan erosi tanah. Distribusi terhadap orientasi arah angin yang tak menentu dan mudah berubah pada daerah pegunungan, berimplikasi secara langsung dalam mempengaruhi distribusi curah hujan sehingga distribusi hujan menjadi tidak merata.

Hasil analisis aliran permukaan dan erosi tanah pada masing-masing petak ukur tertera pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa walaupun petak ukur T3 (tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan) berada pada lahan yang memiliki persen tutupan tajuk tanaman teh paling rapat dibandingkan dengan petak lainnya yakni sebesar 70 %, namun ternyata petak T3 menghasilkan jumlah aliran permukaan dan erosi tanah tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni berturut-turut sebesar 325,57 m3 ha-1 th-1 dan 55,36kg ha-1 th-1.

(55)

oleh fraksi debu dibandingkan dengan tanah pada petak T2 dan T1 yang didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Selain itu, tingginya aliran permukaan pada petak T3 juga disebabkan oleh kecilnya kapasitas meloloskan air pada tanah petak T1. Berdasarkan hasil analisis ruang pori drainase tanah di ketiga petak ukur didapatkan hasil bahwa tanah pada petak T3 memiliki pori drainase hanya sebesar 16,8 % (Tabel 3). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pori drainase pada petak T2 dengan tekstur tanah berpasir yakni diatas 20 %. Kecilnya pori drainase pada petak T3 menyebabkan curah hujan yang jatuh menjadi lebih sedikit yang terdrainase kedalam tanah dan lebih banyak hilang sebagai aliran permukaan.

Selain tanah, faktor penting lain yang paling mempengaruhi tingginya aliran permukaan pada petak T3 adalah kondisi tajuk tanaman teh yang rapat. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Madhu et al. (2011) tentang efisiensi tanaman teh terhadap penggunanaan air hujan pada beberapa perlakuan konservasi di dataran tinggi India Selatan bahwa nilai aliran permukaan dan erosi akan menurun seiring dengan penambahan persen tutupan tajuk teh, lalu mulai terjadi peningkatan kembali terhadap aliran permukaan dan erosi saat tutupan tajuk semakin rapat yakni pada tutupan 68 % hingga 80 %.

Peningkatan kembali aliran permukaan dan erosi tanah pada lahan dengan tutupan yang lebih rapat disebabkan oleh terjadinya peningkatan erosivitas butir hujan akibat akumulasi butir hujan pada tajuk tanaman. Kondisi demikian menimbulkan erosi percik yang dominan dan menghasilkan lapisan kedap air pada permukaan tanah akibat pori-pori tanah terisi oleh partikel tanah yang terlepas akibat erosi percik.

Gambar

Gambar 4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk
Tabel 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 – Desember 2011
Tabel 3.  Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah
Gambar 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Desember
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam satu bulan pendampingan dengan keluarga Bapak Nengah Sumarma, telah diidentifikasi beberapa permasalahan yang di hadapi oleh keluarga Bapak Nengah Sumarma seperti perekonomian

Nonetheless, as strong as Basil asks Lord Henry not to influence Dorian, Lord Henry keep influences Dorian with his through about youth, beautiful, pleasure, and

Buku Teks Bahan Ajar Siwa SMK Mata Pelajaran Agribisnis Tanaman Sayuran Semester 1 memuat tentang Agribisnis Tanaman Sayuran Daun yang berisikan uraian materi sesuai KD-KD yang

Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menganalisis tindak tutur dalam media tersebut yang berfokus pada salah satu media yaitu media visual yang dalam penelitian ini adalah

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kualitas tidur yang Buruk dapat berisiko 10 kali dalam mempengaruhi frekuensi kejang pada pasien

Secara spesifik pemberdayaan masyarakat juga tertuang dalam Program Pembangunan nasional. (Propenas) yang menjelaskan tentang peningkatan pemberdayaan masyarakat

Guna memfokuskan penelitian pada tujuan yang akan dicapai maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada “Pengelolaan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Taman

Keluarga Bapak I Nyoman Suardi tergolong kedalam keluarga yang hanya memfokuskan pemenuhan kebutuhannya hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, seperti