• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN PETANI TENTANG

4.2 Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian terhadap hama dan penyakit pada tanaman padi di Kampung Susuk dilakukan dengan beberapa upaya. Upaya-upaya tersebut terdiri dari pengendalian melalui tahap-tahap perawatan pada tanaman, dan dalam penggunaan pupuk dan pestisida.

4.2.1 Pengendalian Melalui Tahap-Tahap Pengolahan Sawah

4.2.1.1 Pemilihan dan Penyemaian Bibit

Petani terlebih dahulu menentukan jenis bibit apa yang akan ditanam sebelum melakukan penanaman atau penyemaian bibit. Petani akan membandingkan berbagai jenis bibit yang pernah ditanam dan melihat segala kelemahan maupun kelebihannya. Petani akan melihat jenis bibit mana yang paling tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Hal tersebut menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan petani. Dari perbandingan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka petani dapat menentukan jenis bibit apa yang akan ditanam.

Sebelum tahun 1980-an petani Kampung Susuk menanam jenis padi lokal. Jenis-jenis bibit lokal yang pernah ditanam oleh petani Kampung Susuk yaitu padi Jambe, Sere, Perak, Banak, Cantik Manis, Rias, Sumbuh dan Ramos. Petani juga terkadang menanam jenis padi pulut, tetapi hanya sebagai tanaman selingan di tengah-tengah tanaman padi. Jenis bibit tersebut dapat dipanen setelah tanaman berusia enam bulan dan sesuai dengan kondisi lahan petani yang merupakan sawah tadah hujan. Oleh sebab itu, petani hanya bisa menanam padi satu kali

dalam setahun Pada masa tersebut petani selalu melakukan penanaman padi secara serentak yaitu pada bulan Juli atau September dan panen pada bulan Januari atau Februari. Petani melakukan penanaman pada bulan tersebut karena pada saat tersebut merupakan musim penghujan dan menghasilkan banyak air yang sangat dibutuhkan tanaman padi.

Menurut petani, pada masa penanaman jenis padi lokal tidak terlalu banyak hama dan penyakit yang menyerang. Bahkan pada saat tersebut, petani belum menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanaman dan hasil panen tetap bagus. Namun, sekitar tahun 1980-an pihak Dinas Pertanian datang ke Kampung Susuk dan menawarkan jenis bibit yang dapat ditanam dua kali dalam setahun. Jenis bibit tersebut juga sesuai dengan kondisi sawah tadah hujan. Jenis bibit tersebut yaitu bibit unggul.

Jenis bibit unggul yang ditanam oleh petani Kampung Susuk beramacam-macam, diantaranya jenis bibit Pinang, IR 36, Cimandiri, Cisadane, IR 64, Ciherang dan Cibogo. Namun, jenis bibit yang umumnya ditanam petani Kampung Susuk pada saat ini ada tiga macam yaitu bibit Ciherang, IR 64 dan Cibogo. Ketiga jenis bibit tersebut telah ditanam petani selama 10 (sepuluh) tahun. Masing-masing jenis bibit tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan, terkhusus dalam ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit.

Tabel 2 : Jenis-jenis Bibit Padi yang Ditanam Petani Kampung Susuk

NO Jenis Bibit Kelebihan Kelemahan

Pinang tahan hama khususnya wereng, berasnya tidak wangi

2 IR 36 Rasa beras / nasi enak, hasilnya lebih banyak karena timbangannya lebih berat

Banyak hama, terkhusus ketika musim hujan, padi diserang oleh berbagai jenis ulat yang menyebabkan daun padi berwarna keputih-putihan dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada tanaman padi.

3 Cimandiri Rasa nasi enak Sangat rentan terhadap hama dan penyakit sehingga jenis bibit tersebut saat ini tidak diproduksi lagi

4 Cisadane Rasa nasi enak Rentan terhadap serangan hama wereng

5 IR 64 Rasa beras / padi enak, aroma beras harum, timbangan padi lebih berat.

Batang dan akar padi kurang kuat sehingga ketika angin kuat datang menyebabkan tanaman padi mudah tumbang, jika musim hujan banyak ulat yang menyerang dan hama lainnya.

6 Serang /

Ciserang

Hasil produksi beras lebih banyak jika dibandingkan dengan

Jenis hama yang menyerang sama dengan jenis hama yang menyerang pada tanaman padi

jenis bibit yang lain, batang dan akar tanaman padi lebih kuat, jika ditanam baik di musim kemarau maupun hujan maka hasilnya sama bagusnya.

bibit IR 64

7 Cibogo Tahan hama, anakan padi lebih banyak sehingga menyebabkan hasil panen padi semakin banyak

Rasa nasi kurang enak

Petani Kampung Susuk umumnya mengganti jenis bibit yang ditanam setelah dua atau tiga kali menggunakan atau menanam jenis bibit yang sama. Menurut petani, hal tersebut dilakukan agar hama dan penyakit tanaman padi yang dihadapi tidak sama dari satu masa tanam ke masa tanam berikutnya. Selain itu, alasan petani yaitu agar zat-zat tanah juga berganti sehingga kondisi tanah di areal persawahan tetap baik untuk ditanami padi. Pihak pertanian sebenarnya menganjurkan agar petani mengganti jenis bibit yang ditanam setiap satu kali masa tanam agar jenis hama dan penyakit yang dihadapi tanaman padi tidak sama, namun jarang petani yang mengikuti anjuran tersebut. Menurut petani, dua atau tiga kali pun tidak terlalu menjadi masalah.

Petani akan menggunakan bibit sendiri (dari lahan sendiri) jika hasil panen pada masa tanam yang lalu hasilnya bagus dan akan digunakan untuk masa tanam berikutnya. Petani juga terkadang meminta bibit dari petani lain yang memiliki hasil panen yang baik pada masa tanam yang lalu. Namun, jika petani merasa tidak ada padi yang cukup bagus untuk digunakan sebagai bibit pada masa tanam berikutnya maka petani akan membeli bibit dari toko yang menjual berbagai kebutuhan akan pertanian padi. Harga bibit padi biasanya Rp. 32.000 per sak (1 sak = 5 kg).

Petani terlebih dahulu melakukan penyemaian bibit sebelum proses penanaman dilakukan. Sebelum bibit disemai, bibit terlebih dahulu dimasukkan ke dalam goni dan direndam di dalam air (ember yang berisi air) selama dua hari dua malam. Setelah direndam selama dua malam, maka bibit padi yang berada di dalam rendaman air tadi dikeluarkan selama satu malam. Setelah itu, bibit padi siap untuk disemai. Bibit padi tersebut ditabur di darat kemudian ditutup dengan tikar selama delapan hari. Hal tersebut dilakukan agar bibit padi tidak dimakan burung atau ayam dan agar pertumbuhan bibit padi rata dan sama. Setelah delapan hari, tikar harus dibuka dan tidak boleh terlambat. Jika lebih dari delapan atau sepuluh hari tikar tidak dibuka,maka akan banyak hama tikus yang menyusup masuk ke bawah tikar dan merusak bibit tersebut. Setelah bibit berusia 25-28 hari, maka bibit siap untuk dicabut. Dulu sebelum ada hama keong mas, bibit yang berusia 20 hari sudah siap untuk dicabut. Akan tetapi setelah ada hama keong mas, maka usia bibit padi agak lama dicabut agar batang bibit padi agak keras dan risih-risih (merisi) sehingga hama keong mas agak susah untuk memakannya.

Penyemaian bibit padi dulunya dilakukan petani di dalam petak sawah. Namun saat ini, petani melakukan pembibitan di darat yaitu di pinggir-pingir jalan dekat sawah. Perubahan tersebut dilakukan karena menurut petani penyemaian di darat memberikan hasil bibit semai yang lebih baik dan mudah untuk dicabut. Selain itu, bibit yang dicabut tidak berlumpur yang menyebabkan petani kesulitan dalam melakukan penanaman padi. Umumnya tidak terlalu banyak perawatan yang dilakukan petani selama penyemaian bibit karena jarang atau tidak pernah terjadi pembibitan padi tidak bagus (tidak berhasil). Namun, beberapa petani melakukan penyemprotan hama dan pemupukan semasa penyemaian untuk memperoleh bibit padi yang lebih baik lagi.

4.2.1.2 Ngeroro (Menyiangi / Merumputi)

Berbagai jenis rumput (dukut) yang tumbuh di sekitar tanaman padi dapat mengganggu pertumbuhan padi. Jika rumput-rumput tersebut tidak dibasmi, maka tanaman padi tidak akan tumbuh dengan baik karena setiap zat-zat tanah yang dibutuhkan tanaman padi diambil oleh tanaman rumput. Oleh karena itu, petani harus melakukan ngeroro (menyiangi). Tetapi, tidak semua jenis rumput dapat dibasmi dengan cara ngeroro. Beberapa jenis rumput harus dibasmi dengan menggunakan obat atau pestisida.

Petani melakukan ngeroro pada saat padi telah berusia 1-2 minggu karena pada usia tersebut rumput sudah mulai tumbuh di sekitar tanaman padi. Ngeroro biasanya dilakukan oleh petani wanita dan dilakukan antara pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB dan pukul 14.00 – 18.00 WIB. Hal tersebut dilakukan karena menurut petani waktu tersebut merupakan waktu yang paling baik untuk menyiangi

rumput. Petani melakukan ngeroro dengan menggunakan tangan dan jarang yang menggunakan alat seperti sabit (alat pemotong rumput). Setiap rumput yang telah dicabut akan dikumpulkan dan dibuang ke benteng (galangan) sawah. Petani melakukan ngeroro sampai beberapa kali tergantung perkembangan dan pertumbuhan rumput di sekitar sawah. Ngeroro memang harus dilakukan karena ketika petani sedang mencabut rumput petani akan sekalian menggemburkan tanah dengan tangan. Penggemburan tanah tersebut sangat baik untuk pertumbuhan tanaman padi karena akan mempercepat pertumbuhan akar dan anakan padi.

4.2.1.3 Muro (Menghalau Burung)

Padi yang telah berusia dua bulan lebih dan telah menguning akan rentan menjadi serangan atau makanan hama burung. Oleh karena itu, petani harus menjaga padi setiap hari di sawah. Jika petani tidak rajin menjaga padi, maka akan banyak jumlah bulir padi yang dimakan burung dan hal tersebut akan mengurangi jumlah hasil panen petani. Biasanya petani mulai menjaga padi di sawah mulai pukul 06.00 WIB – 11.00 WIB dan pukul 14.00 WIB-18.00 WIB. Jumlah burung yang menyerang padi sangat banyak pada waktu-waktu tersebut. Semua petani menjaga padi mereka pada jam-jam tersebut. Jika ada petak sawah yang tidak dijaga pada jam tersebut, maka padi pada lahan petak sawah tersebut akan menjadi serangan kumpulan burung. Hal tersebut karena semua lahan petak sawah yang lain dijaga oleh petani dan semua burung yang datang akan diusir.

Petani selalu membuat strategi dan berbagai trik untuk menghalau burung yang datang menyerang bulir padi. Petani membuat gambar orang-orangan dan

baju-baju di sekitar sawah. Hal tersebut bertujuan untuk menipu burung sehingga burung mengira di setiap benteng (galangan) ada petani yang sedang menjaga. Selain itu, petani menancapkan beberapa bambu di berbagai sudut sawah dan menggantungkan kaleng-kaleng susu yang telah kosong dan telah diisi dengan beberapa batu-batu kecil. Pada bambu tersebut akan diikat dengan tali plastik dan dihubungkan ke gubuk atau sopo yang merupakan pos penjaga petani. Ketika burung datang, maka petani tidak harus menuju ke tempat burung tersebut hinggap. Petani cukup hanya dengan berteriak dan menarik tali plastik yang telah dihubungkan tersebut. Jika hal tersebut dilakukan, biasanya burung akan segera terbang. Namun, ada beberapa jenis burung yang tidak mau terbang jika hanya dengan berteriak dan menarik kaleng-kaleng tersebut. Oleh karena itu, petani juga harus sekali-kali mengelilingi sawah untuk menghalau burung. Petani menyebut burung tersebut dengan burung tuli karena burung tersebut tidak akan terbang jika tidak dilempar dengan batu dan mengenai burung tersebut.

Petani umumnya merasa repot dan sibuk ketika masa-masa muro. Hal tersebut disebabkan karena sehari pun petani tidak boleh absen menjaga burung dan terkadang tidak cukup hanya satu orang yang menjaga. Jika yang menjaga padi hanya satu orang, maka petani tersebut akan merasa kewalahan.

4.2.2 Pengendalian Hama dan Penyakit Melalui Pemupukan

Sebelum tahun 1980 an, petani Kampung Susuk belum menggunakan pupuk (buatan) yang berfungsi untuk menyuburkan tanah. Hal tersebut disebabkan karena menurut petani pada waktu itu tanah di sekitar sawah milik petani masih dikategorikan subur. Kondisi tanah yang subur akan menghasilkan

hasil panen padi yang maksimal bagi petani. Hal tersebut dipengaruhi karena pada saat itu petani hanya menanam padi satu kali dalam setahun yaitu jenis bibit yang berusia enam (6) bulan atau padi lokal. Dengan kondisi demikian, tanah tidak merasa ’kelelahan’ dan dapat beristirahat dalam waktu yang cukup lama sebelum ditanami kembali. Petani biasanya menanam padi pada bulan Juli dan panen sekitar bulan Pebruari. Setelah petani memanen padi di sawah maka jerami sisa-sisa pemotongan padi akan dikumpulkan dan dibakar di sekitar sawah. Selain itu, rumput-rumput yang tumbuh di sekitar sawah akan dibabat oleh petani dan dibiarkan membusuk hingga masa tanam tiba. Menurut petani rumput-rumput yang telah membusuk tersebut akan menjadi pupuk alami yang berfungsi untuk menyuburkan tanah yang akan digunakan untuk masa tanam berikutnya.

Petani Kampung Susuk mengatakan bahwa tanah pada masa lalu masih

dingin (subur) dan tidak sepanas tanah sekarang. Tanah sekarang dikatakan panas

karena petani sudah menanam padi dua (2) kali dalam setahun yang menyebabkan kondisi tanah merasa kelelahan dan panas karena terus-menerus ditanami padi. Hal tersebut juga didukung dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang menyebabkan kondisi tanah semakin panas. Secara gamblang, petani mengatakan bahwa kondisi tanah saat ini tidak lagi subur. Oleh karena itu, jumlah pupuk yang digunakan semakin terus bertambah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Menurut petani, di awal tahun 1990 an pupuk sejumlah 20 kg sudah cukup untuk lahan seluas 1000 meter. Namun saat ini pupuk sejumlah 40 kg terkadang kurang untuk lahan seluas 1000 meter.

Petani Kampung Susuk mengatakan jika lahan sawah terus-menerus ditanami dan penggunaan pupuk dan pestisida terus meningkat, maka keasaman

(pH) tanah semakin berkurang. Jika pH tanah berada di bawah tujuh (7) maka kondisi tanah sudah tidak baik. Kondisi tanah dikatakan baik jika pH tanah adalah tujuh atau di atas tujuh. Tanah yang memiliki pH di bawah tujuh tidak akan memberikan hasil maksimal terhadap pertumbuhan padi. Ciri-ciri tanah tersebut adalah ketika tanah tidak lagi berwarna kehitam-hitaman dan agak gersang (keras dan seperti tandus). Petani umumnya mengatasi kondisi tanah tersebut dengan cara memberikan jumlah pupuk yang lebih banyak untuk menetralkan tingkat keasaman tanah. Petani bahkan terkadang menaburkan serbuk batu dolomite ke sekitar sawah. Menurut petani hal tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena kandungan batu dolomite dapat menetralisir keasaman tanah.

4.2.2.1 Jenis Pupuk yang Digunakan Petani Kampung Susuk

Petani Kampung Susuk menggunakan pupuk buatan setelah tahun 1990-an. Berbagai jenis pupuk yang digunakan biasanya sesuai dengan yang telah dianjurkan oleh pihak PPL. Jatah pupuk yang digunakan petani diatur oleh Ketua Kelompok Tani berdasarkan jatah yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Petani Kampung Susuk sampai sekarang masih tetap mendapatkan jatah pupuk subsidi. Hampir semua jenis pupuk yang digunakan petani adalah pupuk subsidi dari Dinas Pertanian. Hal tersebut sangat menolong petani karena harga pupuk masih bisa dijangkau oleh petani. Namun, beberapa petani memakai beberapa jenis pupuk yang bukan subsidi dengan harga yang cukup mahal. Hal tersebut hanya dilakukan oleh petani yang memiliki banyak uang.

Jenis pupuk yang digunakan oleh petani kampung Susuk yaitu pupuk Urea, Triple, NPK, ZA, dan SP 36. Semua jenis pupuk tersebut merupakan pupuk

subsidi dan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Harga masing-masing jenis pupuk tersebut bervariasi. Pupuk Urea biasanya bekisar sekitar Rp 90.000 / sak (1 sak = 50 kg), Triple berkisar Rp. 123.000 / sak, NPK berkisar Rp. 135.000 / sak, ZA berkisar Rp. 80.000 / sak dan SP 36 berkisar Rp. 125.000 / sak. Selain pupuk subsidi tersebut, jenis pupuk non subsidi yang digunakan oleh beberapa petani yaitu, AMAPOS dan KCL. Harga pupuk AMAPOS berkisar Rp. 400.000 – Rp. 500.000 / sak, sedangkan harga pupuk KCL berkisar Rp. 400.000.

Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh petani Kampung Susuk mengetahui kegunaan masing-masing pupuk. Pupuk Urea berfungsi sebagai zat daun, SP 36 berguna sebagai zat buah. Pupuk SP 36 memiliki fungsi yang sama dengan pupuk Triple. Dulunya petani menggunakan pupuk Triple sebagai zat buah, namun sekarang petani menggunakan pupuk SP 36. Menurut petani hasilnya sama saja. Petani mulai menggunakan SP 36 karena pupuk tersebut merupakan keluaran terbaru. Pupuk ZA berguna sebagai zat daun.

4.2.2.1.1 Cara Pemakaian Pupuk yang Dilakukan Petani Kampung Susuk

Pemupukan yang dilakukan oleh petani Kampung Susuk tergantung pada kondisi air di sawah. Petani hanya bisa melakukan pemupukan jika ada air yang cukup di sekitar sawah. Jika pemupukan dilakukan ketika tidak ada air di sawah, maka tanaman padi akan cepat kering dan pupuk yang diberikan kurang diserap oleh tanaman padi.

Pemupukan yang dilakukan oleh petani Kampung Susuk bervariasi. Namun, pada umumnya petani melakukan pemupukan di pagi hari yaitu sekitar pukul 09.00 WIB – 11.00 WIB. Menurut petani, waktu tersebut merupakan waktu

yang paling tepat untuk melakukan pemupukan. Pada saat pukul tersebut embun-embun air yang ada pada padi telah hilang dan kondisi padi masih lembab. Hal ini berarti bahwa kondisi padi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Kondisi tersebut sangat tepat dan baik untuk melakukan pemupukan karena dalam kondisi tersebut pupuk sangat mudah diserap oleh tanaman padi.

Pemupukan yang dilakukan di bawah pukul 09.00 WIB sangat tidak baik karena kondisi padi masih sangat basah karena masih mengandung embun pagi. Jika dalam kondisi tersebut dilakukan pemupukan maka akan timbul bintik-bintik pada daun padi (lapisan lilinnya) yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan pada padi. Sebaliknya, jika pemupukan dilakukan di atas pukul 11.00 WIB dimana kondisi padi sangat kering juga dapat menimbulkan kerusakan pada padi. Namun, beberapa petani mengatakan tidak terlalu masalah pukul berapa melakukan pemupukan karena hasilnya akan sama saja. Oleh karena itu, beberapa petani juga sering melakukan pemupukan pada sore hari.

Pihak PPL yang datang ke Kampung Susuk selalu menganjurkan petani untuk melakukan pemupukan sebanyak tiga (3) kali untuk satu masa tanam. Namun, pada umumnya petani Kampung Susuk hanya melakukan pemupukan sebanyak dua kali. Hal tersebut karena petani sudah terbiasa melakukan pemupukan sebanyak dua kali dan panen yang dihasilkan juga tidak terlalu buruk. Hanya beberapa petani yang mengikuti anjuran PPL.

1. Pemupukan yang Dilakukan Sebanyak Tiga Kali (Sesuai Anjuran

Pemupukan yang dilakukan sebanyak tiga kali bertujuan agar tanaman padi tidak sempat mengalami ‘kelaparan’. Beberapa petani bahkan melakukan pemupukan lebih dari tiga kali sekalipun jumlah pupuk yang digunakan sama. Hal tersebut berarti bahwa pupuk diberikan secara rutin sekalipun dalam jumlah sedikit.

Pemupukan pertama dilakukan ketika tanaman padi berusia sekitar 4 – 7 hari setelah ditanam. Pada pemupukan pertama ini, jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk UREA (sebagai zat daun) dicampur dengan pupuk SP 36 (sebagai zat buah). Campuran pupuk tersebut kemudian akan ditaburkan ke seluruh tanaman padi. Jumlah pupuk yang digunakan pada pemupukan pertama ini bervariasi, tergantung kebiasaan dan kondisi keuangan petani. Namun, pada umumnya petani menggunakan UREA sebanyak 5 kg untuk tanaman padi seluas 1000 meter dan 10 kg SP 36 untuk 1000 meter sawah.

Pemupukan kedua dilakukan ketika padi berusia dua (2) minggu. Jenis pupuk yang diberikan yaitu UREA atau ZA dicampur KCL. Pupuk ZA sebenarnya memiliki kegunaan yang sama dengan pupuk UREA yaitu sebagai zat daun. Tetapi, menurut petani pada pemupukan kedua lebih baik menggunakan pupuk ZA dibandingkan dengan UREA karena hasilnya akan lebih baik. Pupuk KCL pada pemupukan kedua ini berguna untuk mengeraskan atau menguatkan akar dan batang padi. Hal tersebut karena pada saat usia dua minggu tanaman padi sangat rentan terhadap angin dan serangan hama. Oleh karena itu, batang padi harus tetap kuat. Sawah petani yang letaknya berada di dekat parit-parit tidak terlalu membutuhkan pupuk KCL. Hal tersebut karena menurut petani sawah yang berada di dekat parit tanahnya cukup subur Jumlah pupuk yang digunakan pada

pemupukan kedua yaitu 5 kg UREA atau ZA / 1000 meter tanaman padi dan 5 kg KCL / 1000 meter padi.

Pemupukan ketiga dilakukan ketika tanaman padi berusia satu (1) bulan. Pada usia satu bulan, tanaman padi mulai berproses menghasilkan buah (susu padi). Oleh karena itu, jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk untuk buah, yaitu AMAPOS dicampur dengan NPK. Jumlah pupuk yang digunakan yaitu 5 kg NPK / 1000 meter sawah dan 10 kg AMAPOS / 1000 meter sawah. Pupuk AMAPOS tidak digunakan oleh semua petani Kampung Susuk. Hal tersebut karena harga pupuk AMAPOS sangat mahal dan tidak semua petani mampu membelinya. Sebagai penggantinya, petani menggunakan pupuk POSCA untuk zat buah. Pupuk POSCA sebenarnya adalah pupuk buah untuk tanaman perkebunan dan mutunya kurang bagus untuk tanaman padi. Namun, petani menggunakan pupuk tersebut karena POSCA merupakan pupuk subsidi dan harganya masih dapat dijangkau oleh petani.

2. Pemupukan Sebanyak Dua Kali

Pada umumnya, petani Kampung Susuk melakukan pemupukan sebanyak dua kali. Petani Kampung Susuk sebenarnya tahu bahwa hasil padi akan lebih baik jika pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali. Namun, sulit bagi petani untuk mengubah kebiasaan melakukan pemupukan sebanyak dua kali. Oleh karena itu, dari waktu ke waktu petani hanya melakukan pemupukan sebanyak dua kali. Jumlah pupuk yang digunakan pada pemupukan sebanyak dua kali tidak tetap. Petani biasanya hanya menaksir kira-kira berapa jumlah pupuk yang diperlukan

Dokumen terkait