• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Pengendalian Intern

1. Pengertian Pengendalian Intern

Pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi, 2001: 163).

2. Tujuan Pengendalian Intern

Menurut Mulyadi (2001: 178-179) terdapat empat tujuan pokok pengendalian intern :

a. Menjaga kekayaan organisasi

Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan dengan cara membatasi akses tidak langsung terhadap kekayaan. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. Perbandingan ini dilakukan secara periodik antara catatan akuntansi dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

Melaksanakan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. Otorisasi hanya dapat diberikan oleh penjabat yang berwenang. Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang

diberikan oleh pejabat berwenang. Melakukan pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi.

c. Mendorong efisiensi

Kelangkaan terhadap supply atas sumber daya yang dipakai untik memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas, mengharuskan perusahaan mengunakan sumber daya tersebut seekonomis mungkin untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Kebijakan manajemen dibuat untuk memastikan bahwa suatu operasi berjalan secara baik, sistemasis, dan berurutan. Kegagalan untuk mematuhi kebijakan ini akan menggangu usaha yang terkoordinasi. 3. Unsur Pengendalian Intern

Unsur pokok pengendalian intern menurut Mulyadi (2001: 164-174) adalah sebagai berikut :

a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Unit-unit organisasi dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan dengan pembagian tanggung jawab fungsional dalam perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini :

1) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpangan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan (misalnya pembelian). Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

Untuk melaksanakan transaksi pembelian dalam perusahaan, misalnya fungsi-fungsi yang dibentuk adalah: fungsi gudang, fungsi pembelian, fungsi penerimaan, dan fungsi akuntansi, dengan fungsinya masing- masing sebagai berikut :

a) Fungsi gudang (merupakan fungsi penyimpanan): mengajukan permintaan pembelian dan menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan.

b) Fungsi pembelian (merupakan fungsi operasi): melaksanakan pemesanan barang kepada pemasok.

c) Fungsi penerimaan (merupakan fungsi operasi): menerima atau menolak barang yang diterima dari pemasok.

d) Fungsi akuntansi (merupakan fungsi pencatatan): mencatat utang yang timbul dari transaksi pembelian dalam kartu utang dan mencatat persediaan barang yang diterima dari transaksi pembelian dalam kartu persediaan.

b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.

Dalam organisasi setiap transaksi fungsi terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi.

c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

Cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah :

1) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.

2) Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.

3) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain.

4) Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan di antara mereka dapat dihindari.

5) Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan kunci perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan diharapkan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut.

6) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya.

7) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur- unsur pengendalian yang lain.

d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dari prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Karyawan yang kompeten dan

dapat dipercaya tidak cukup menjadi satu-satunya unsur pengendalian intern untuk menjamin tercapainya tujuan pengendalian intern. Manusia mempunyai kelemahan yang bersifat manusiawi, seperti misalnya bosan, tidak puas, memiliki masalah pribadi yamg mengganggu pelaksanaan tugasnya, atau tujuan pribadinya berubah sehingga bertentangan dengan tujuan perusahaan. Untuk mengatasi masalah manusiawi inilah tiga unsur pengendalian intern yang lain yang dalam suatu organisasi, agar setiap karyawan yang melaksanakan sistem terhindar dari godaan, sehingga tujuan pengendalian intern dapat terwujud.

4. Unsur Pengendalian Intern dalam Sistem Penggajian

Menurut Mulyadi (2001: 386-391) unsur pengendalian intern dalam sistem akuntansi penggajian adalah:

a. Organisasi

1)Fungsi pembuatan daftar gaji harus terpisah dari fungsi keuangan. 2)Fungsi pencatatan waktu hadir harus terpisah dari fungsi operasi. b. Sistem Otorisasi

1) Setiap orang yang namanya tercantum dalam daftar gaji harus memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai karyawan perusahaan yang ditandatangani oleh Direktur Utama.

2) Setiap perubahan gaji karyawan karena perubahan pangkat, perubahan tarif gaji, tambahan keluarga harus didasarkan pada surat keputusan Direktur Keuangan.

3) Setiap potongan atas gaji karyawan selain dari pajak penghasilan karyawan harus didasarkan atas surat potongan gaji yang diotorisasi oleh fungsi kepegawaian.

4) Kartu jam hadir harus diotorisasi oleh fungsi pencatat waktu. 5) Perintah lembur harus diotorisasi oleh kepala departemen

karyawan yang bersangkutan.

6) Daftar gaji harus diotorisasi oleh kepala fungsi personalia.

7) Bukti kas keluar untuk pembayaran gaji harus diotorisasi oleh fungsi akuntansi.

c. Prosedur Pencatatan

1) Perubahan dalam catatan penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan daftar gaji karyawan.

d. Praktik Yang Sehat

1) Pemasukan kartu jam hadir ke dalam mesin pencatat waktu harus diawasi oleh fungsi pencatat waktu.

2) Pembuatan daftar gaji harus diverifikasi kebenaran dan ketelitian perhitungannya oleh fungsi akuntansi sebelum dilakukan pembayaran.

3) Penghitungan pajak penghasilan karyawan direkonsiliasi dengan catatan penghasilan karyawan.

4) Catatan penghasilan karyawan disimpan oleh fungsi pembuat daftar gaji.

Dokumen terkait