• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

3.4. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools

Fungsi tujuh alat pengendalian kualitas adalah untuk meningkatkan kemampuan perbaikan proses, sehingga akan diperoleh4:

1. Peningkatan kemampuan berkompetisi.

2. Penurunan cost of quality dan peningkatan fleksibilitas harga. 3. Meningkatkan produktivitas sumber daya.

Adapun maksud dan tujuan penggunaan seven tools adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui masalah.

2. Mempersempit ruang lingkup masalah.

3. Mencari faktor yang diperkirakan merupakan penyebab. 4. Memastikan faktor yang diperkirakan menjadi penyebab. 5. Mencegah kesalahan akibat kurang hati-hati.

6. Melibat akibat perbaikan.

7. Mengetahui hasil yang menyimpang atau terpisah dari hasil lainnya. Adapun ketujuh alat pengendalian kualitas tersebut meliputi : 1. Stratification (Stratifikasi/Pengelompokan Data)

Stratification merupakan usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok- kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Kegunaan stratification

adalah:

a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah. b. Membantu pembuatan Scatter Diagram.

4

RosnaniGinting, Op.cit., hlm 301-320.

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi. 2. Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)

Check Sheet merupakan alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan, mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah. Tujuan utama dari check sheet adalah untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan hati-hati dan teliti dengan menggunakan mengoperasikan pegawai untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah. Data seharusnya disajikan agar dapat digunakan dengan mudah dan cepat dan dianalisis. Format dari

check sheet berbeda-beda untuk setiap situasi dan desain oleh tim proyek. Pemeriksaan dibuat berdasarkan harian dan mingguan dan beberapa pemeriksaan seperti temperatur juga diukur.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Cheek Sheet, antara lain: a. Sasarannya harus jelas

b. Keterangan yang diperlukan memenuhi sasaran c. Dapat diisi dengan mudah dan cepat

d. Dapat disimpulkan dengan cepat 3. Histogram (Diagram Batang)

Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapat dianalisis dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Setelah jumlah data dalam setiap kelas (frekuensi) diketahui, maka dapat dibuat histogram dari data tersebut. Dalam histogram, nilai dari peubah berkesinambungan digambarkan dalam sumbu horizontal yang dibagi

dalam kelas atau sel yang mempunyai ukuran sama. Biasanya ada satu kolom menggambarkan jumlah terjadinya nilai data dalam jarak yang digambarkan oleh kelas. Histogram ini dipakai untuk menentukan masalah dengan melihat bentuk dan sifat dispersi dan nilai rata-rata. Dari Histogram ini dapat terlihat gambaran penyebaran data apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Gambar 3.1. Histogram

4. Pareto Diagram

Pareto Diagram dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti.

Langkah-langkah pembuatan Pareto Diagram adalah sebagai berikut:

a. Kumpulkan data dan susun data berdasarkan jumlah yang paling besar ke yang paling kecil atau tentukan jumlah kumulatifnya.

b. Gambar grafik dengan sumbu-Y sebagai jumlah data dan sumbu-X sebagai kategori data dan digambar dengan skala tepat.

c. Gambarkan diagram batang pada sumbu-X sesuai kategori data dan jumlahkan mulai dari jumlah data terbesar hingga yang terkecil.

d. Dengan menggunakan tabel kumulatif gambar grafik kumulatifnya. 5. Scatter Diagram (Diagram Pencar)

Scatter Diagram digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu karakteristik kualitas hasil. Pada umumnya apabila kita membicarakan tentang hubungnan antara dua jenis data, kita sesungguhnya berbicara tentang:

a. Hubungan sebab akibat.

b. Suatu hubungan antara satu dan lain sebab.

c. Hubungan antara satu sebab dengan dua sebab lainnya.

Gambar 3.2.Pareto Diagram

6. Control Chart (Peta Kontrol / Bagan Kendali).

Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses maupun kualitas produk berada dalam keadaan stabil atau tidak atau dengan kata lain apakah masih dalam keadaan terkendali (sesuai dengan batas spesifikasi) atau di luar kendali (di luar batas spesifikasi). Peta kontrol ditentukan juga untuk membuat batas-batas dimana hasil produksi menyimpang dari mutu yang diinginkan. Selain penyimpangan kualitas, banyaknya variasi suatu produk juga perlu diawasi, semakin besar variasi tentunya produk kurang baik (Hari Purnomo, 2004)

Control Chart yang paling umum digunakan adalah: a. Control Chart untuk variabel

Yaitu Control Chart untuk pengukuran data variabel yang digunakan untuk pengendalian karakteristik mutu yang dinyatakan secara numerik. Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal, dan sebagainya. Control Chart untuk variabel ini terdiri dari:

1) Peta X yaitu peta pengendali rata-rata (X) menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan terjadi dalam ukuran titik pusat atau rata- rata dari suatu proses. Untuk membuat Peta X,¯ ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut5 :

a. UCL =X,¯ ,¯ + .R,¯ b. LCL =X,¯ ,¯ - .R,¯

5

Besterfield, Dale. 1998. Quality control Fifth Edition. USA

2) Peta R (range) menjelaskan apakah perubahan-perubahan terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Untuk membuat Peta R ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

a. UCL = .R,¯ b. LCL = .R,¯ b. Control Chart untuk atribut

Yaitu Control Chart didasarkan pada klasifikasi apakah suatu produk itu cacat atau tidak cacat. Jumlah karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Contohnya inspeksi secara visual seperti penentuan cacat warna, goresan, berkarat, dan sebagainya. Control Chart untuk atribut ini terdiri dari: peta p, peta u,dan peta c.

1) Peta P

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat Peta P ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

a.

    k i i k i i n p n p CL 1 1 1 b. n p p z p UCL  (1 ) dan n p p z p LCL  (1 )

2) Peta C

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan dan jumlah cacat yang ada pada satu unit produk. Untuk membuat Peta C ini dapat digunakan rumus sebagai berikut: a. k p c CL k i

   1 1 b. UCLc3 c dan LCLc3 c 3) Peta U

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat Peta U ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut: a.

    k i i k i n p u CL 1 1 1 b. n u z u UCL  dan n u z u LCL 

Adapun perbedaan dari ketiga Peta kendali diatas adalah Peta P digunakan dalam pengendalian kualitas untuk memberitahukan proporsi yang tidak sesuai dalam suatu produk dari hasil produksi, sedangkan Peta C digunakan untuk mengendalikan jumlah produk yang tidak sesuai pada suatu unit dengan ukuran

subgrup yang sama dan Peta U digunakan untuk mengendalikan jumlah produk yang tidak sesuai pada suatu unit dengan ukuran subgrup yang berbeda. 6

7. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. 7Diagram sebab akibat sering juga disebut Ishikawa Diagram karena pertama kalinya diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa

(Tokyo University) pada tahun 1943 di pabrik Kawasaki Steel Works. Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan.

Adapun kegunaan diagram sebab-akibat ini adalah : a. Untuk menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses b. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi atau masalah

d. Untuk memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang perlu dikumpulkan

e. Membantu dalam penyelidikan/pencarian fakta lebih lanjut.

Contoh dari diagram sebab dan akibat dapat dilihat pada Gambar 3.5.

6

Ibid, h 241

7

Indranata, iskandar. 2008. Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas . Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. h 208-209

Gambar 3.3.Cause and Effect Diagram

3.5. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA adalah suatu cara dimana suatu bagian atau suatu proses yang mungkin gagal memenuhi suatu spesifikasi, menciptakan cacat atau ketodaksesuaian dan dampaknya pada pelanggan bila mode kegagalan itu tidak dicegah atau dikoreksi (Brue, 2002)

Arti FMEA secara harafiah adalah8 :

a. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat b. Mode yaitu penentuan mode kegagalan

c. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan

d. Analysis yaitu tindakan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab kegagalan

FMEA merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan menemukan :

1. Semua kegagalan-kegagalan yang potensial terjadi pada suatu sistem. 2. Efek-efek dari kegagalan yang terjadi pada sistem

8

FMEA, diakses dari apekan core tools iso/ts 16949 Apqp - ppap – fmea – spc – msa. 2015.

Sentral Sistem Consulting,Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor,danDepartemen Perindustrian., pada tanggal 9 Mei 2015 pukul 21.35.

3. Bagaimana cara untuk memperbaiki atau meminimalis kegagalan-kegagalan atau efek-efek nya pada sistem.

FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut: a. Process: berfokus pada analisa proses manufaktur dan assembly

b. Design: berfokus pada analisa produk sebelum proses produksi

c. Concept: berfokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain konsep.

d. Equipment: berfokus pada analisa desain mesin dan perlengkapan sebelum melakukan pembelian.

e. Service: berfokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan ke pelanggan.

f. System: berfokus pada analisa fungsi sistem secara global. g. Software: berfokus pada analisa fungsi software.

FMEA biasanya dilakukan selama tahap konseptual dan tahap awal design

dari sistem dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa semua kemugkinan kegagalan telah dipertimbangkan dan usaha yang tepat untuk mengatasinya telah dibuat untuk meminimisasi semua kegagalan-kegagalan yang potensial.

Tahapan Pembuatan FMEA secara umum adalah sebagai berikut : 1. Penentuan mode kegagalan yang potensial pada setiap proses 2. Penentuan dampak/efek kegagalan potensial

Dampak kegagalan potensial adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu kegagalan terhadap konsumen.

3. Penentuan Nilai Severity (S)

Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu mode kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat beresiko). Kriteria Severity dapat dilihat pada Tabel 3.1.

4. Identifikasi Penyebab Potensial dari Kegagalan

Penyebab kegagalan yang potensial adalah penyebab potensial yang dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan.

5. Penentuan Nilai Occurrence (O)

Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi. Nilai

occurrence berupa angka 1 sampai 10, di mana 1 menunjukkan tingkat kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering. Nilai occurrence dapat ditentukan berdasarkan jumlah kegagalan atau angka Ppk (performance index) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan statistik yang menunjukkan performance atau capability suatu proses dalam menghasilkan produk sesuai spesifikasi. Penentuan nilai occurrence juga dapat berdasarkan sejarah kualitas dati produk/proses sejenis. Kriteria

occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. 6. Identifikasi Metode Pengendalian yang Ada

Pengendali proses adalah metode kontrol yang dapat mencegah terjadinya kegagalan/penyebab potensial atau mendeteksi terjadinya kegagalan.

Pengendali proses dapat berupa error/mistake proofing, SPC atau evaluasi (tes/inspeksi).

7. Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan/mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection berupa angka dari 1 hingga 10, di mana 1 berarti sistem deteksi dengan kemampuan tinggi atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat terdeteksi, dan nilai 10 berarti sistem deteksi dengan kemampuan rendah yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.1. Rating Severity

Effect Ranking Kriteria

Tidak ada

1 Mungkin terlihat oleh operator tetapi tidak terlihat oleh pengguna

Sangat sedikit 2 Tidak berpengaruh pada hilir. Efek dapat diabaikan Sedikit

3 Pengguna mungkin akan melihat efeknya tetapi efeknya sedikit

Kecil

4 Proses hilir mungkin terpengaruh. Pengguna akan mengalami dampak negatif kecil pada produk

Sedang

5

Dampak akan terlihat diseluruh operasi. Mengurangi kinerja dengan penurunan kinerja secara bertahap. Pengguna tidak puas

Parah

6 Gangguan pada proses hilir. Produk tetap beroperasi tetapi kinerja menurun.pengguna tidak puas

Keparahan tinggi

7 Downtime sangat sigifikan. Kinerja produk sangat terpengaruh. Pengguna sangat tidak puas

Tabel 3.1. Rating Severity (Lanjutan)

Effect Ranking Kriteria

Keparahan sangat

tinggi 8

Downtime sangat signifikan dan berdampak besar pada keuangan. Produk dioperasi tetapi aman. Pengguna sangat tidak puas

Keparahan ekstrim

9 Kegagalan mengakibatkan efek yang sangat mungkin berbahaya. kekhawatiran pada keselamatan dan peraturan. Keparahan maksimum

10 Kegagalan mengakibatkan efek berbahaya dan hamper pasti terjadi. Membahayakan personil operasi.

Sumber : Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press

Tabel 3.2. Rating Occurance

Ranking Kriteria Verbal

Probabilitas Kegagalan

1 Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan

1 dalam 1000000 2

3

Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 200000 1 dalam 4000 4

5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000000 1 dalam 4000

1 dalam 80 7

8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 1 dalam 20 9

10

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan mungkin terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2 Catatan : probabilitas kegagalan berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating proses dan berdasarkan pemgalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement)

Sumber : Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press)

Tabel 3.3. Rating Detectibility

Ranking Kriteria Verbal

Probabilitas Kegagalan

1

Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi

1 dalam 1000000

2 3

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah

1 dalam 200000 1 dalam 4000 4

5 6

Kemungkinan penyebab bersifat moderate, metode detektif masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi

1 dalam 1000000 1 dalam 4000

1 dalam 80

7 8

Kemungkinan bahwa penyebab itu masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi.

1 dalam 40 1 dalam 20

9 10

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode deteksi. Tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi.

1 dalam 8 1 dalam 2 Catatan : tingkat kejadian penyebab berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan pengalaman dan pertimbangan rekayasa

(engineering judgement)

Sumber : Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press

8. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity, detectibility, dan rating occurance

RPN = (S) x (D) x (O)

.5.1. Keuntungan FMEA

Keuntungan FMEA antara lain adalah sebagai berikut :

1. FMEA membantu untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi atau mengendalikan cara kegagalan yang berbahaya, meminimasi kerusakan terhadap sistem dan penggunanya.

2. Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan, khususnya juga data dari peluang realibilitas didapat dengan menggunakan FMEA

3. Realibilitas dari produk akan meningkat

Waktu untuk melakukan desain akan dikurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.

BAB IV

Dokumen terkait