• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Mutu Produk Akhir a. Evaluasi

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 64-75)

I. Pengendalian Mutu

3. Pengendalian Mutu Produk Akhir a. Evaluasi

Hasil pengujian secara kimia dan organoleptik tempe mlanding dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Evaluasi Produk Akhir Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah” Parameter* Aktual Kadar Air 75,821% Kadar Abu 3,227% Kadar Protein 7,529% Kadar Lemak 16,250%

Kadar Serat Kasar

Karakteristik organoleptik produk akhir

2,54%

Miselium berwarna putih, tersebar merata dan rapat.

Aroma khas Rasa khas Tekstur padat * Parameter yang di uji mahasiswa

1) Kadar Air

Kandungan kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Selain itu, kadar air daya umur simpan dan daya tahan terhadap serangan mikroba pada produk pangan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan (Winarno, 1984). Oleh karena itu, kandungan air di dalam produk pangan harus dijaga sesuai dengan keadaan normal untuk menjaga keawetan bahan pangan.

Pada pengujian kadar air pada produk tempe mlanding ini digunakan acuan dari Sudarmadji dkk (1997) dengan metode thermogravitimetri. Pada prinsipnya yaitu menghilangkan kadar air pada bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian bahan yang telah dipanaskan ditimbang sampai bertemu berat konstan (0,2 mg). Dari hasil pengukuran dapat diketahui kadar air yang terkandung dalam tempe mlanding IRT “Nusa Indah” ialah sebesar 75,821% dengan dua kali pengulangan sampel dan dua

kali pengulangan analisis uji. Berdasarkan penelitian lain menurut Sayudi (2015) biji mlanding yang difermentasikan dengan ragi tempe menghasilkan kadar air sebesar 62,113 %. Sedangkan menurut penelitian Komari (1999) perubahan biokimiawi selama proses fermentasi biji lamtoro-gung dengan

Rhizopus oryzae sebesar 71 gram air pada fermentasi selama 24

jam dan 72 gram air pada fermentasi selama 47 jam dari 100 gram bahan.

Kadar air yang tinggi pada tempe mlanding dapat disebabkan dengan kandungan karbohidrat, amilosa yang terkandung dalam karbohidrat cenderung mudah usart dan menyerap air lebih banyak (Sayudi, 2015). Sedangkan Winarno (2004) menyatakan bahwa pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terusart disebut amilosa dan fraksi tidak terusart disebut amilopektin. Proses pengolahan tempe seperti perendaman dan pengukusan menyebabkan meningkatnya kadar air karena mengalami proses penyerapan air.

Peningkatan kadar air dalam tempe mlanding dapat disebabkan oleh jumlah serta aktivitas dari kapang Rhizopus

oligosporus, Rhizopus oryzae dan Rhizopus stolonifer. Kapang

akan melakukan fermentasi secara aerobik dengan menghasilkan H2O dan CO2 serta energi (Muchtadi, 2013). Kuantitas kapang yang semakin banyak akan menghasilkan hasil respirasi yang semakin banyak pula. Selain kuantitas, faktor lingkungan juga dapat memacu pertumbuhan kapang sehingga hasil respirasi kapang juga memiliki peran dari kadar air yang dihasilkan. 2) Kadar Abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung bahan pangan serta cara pengujiannya (Sudarmadji, 2010).

Pengujian kadar abu pada tempe mlanding mengacu pada Sudarmadji (1997) tentang prosedur analisa bahan makanan. Pengukuran kadar abu dengan prisip mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi yaitu berkisar 500-600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran.

Dari hasil pengujian kadar abu pada tempe mlanding diperoleh data sebesar 3,227%. Standar kadar abu tempe kedelai menurut SNI 3144-2009 sebesar maksimal 1,5%. Sedangkan berdasarkan penelitian Sayudi (2015) dalam pembuatan mlanding menjadi tempe dihasilkan kadar abu sebesar 0,650%. Menurut Mahmud dkk. (2008) biji kedelai utuh memiliki kandungan mineral seperti kalsium 222 mg dan fosfor 682 mg sedangkan biji lamtoro gung utuh memiliki kalsium 136 mg dan fosfor 441 mg. Sehingga kadar abu pada tempe kedelai lebih tinggi dibandingkan denga tempe mlanding. Peningkatan kadar abu dalam tempe mlanding dapat dipengaruhi oleh kandungan mineral seperti kalsium dan fosfor terdapat pada biji mlanding. Hal lain yang mempengaruhi kadar abu tempe mlading lebih tinggi dari standar tempe kedelai yakni pada bahan tempe mlanding masih terdapat kulit biji. Menurut Sudarmadji (2010) apabila bagian endosperm dari biji tidak dipisahkan dengan kulit dan lembaganya akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Karena bagian kulit dan lembaga pada biji kandungan mineralnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan keping biji.

3) Kadar Protein

Kadar protein dalam bahan pangan akan menentukan mutu. Bahan pangan yang mengandung protein tinggi jauh lebih baik dibandingkan jumlah protein yang rendah. Mengingat protein memiliki peran penting untuk pertumbuhan manusia

terutama anak-anak. Di samping itu, protein juga memiliki peran utama sebagai penyusun enzim dan antibodi (Winarno, 1984).

Pengujian kadar protein pada tempe mlanding mengacu pada Sudarmadji dkk (1997) dengan metode Kjehldal. Prinsip dari metode Kjehldal adalah protein dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan usartan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam usartan HCl. Selanjutnya ion-ion yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan usartan NaOH.

Dari hasil pengukuran kadar protein tempe mlanding dapat diketahui sebesar 7,529% dan penelitian dari Sayudi (2015) menyatakan kadar protein tempe dari bahan biji mlanding. 100% sebesar 18,472 %. Menurut Sethi dan Kulkani (1995) kandungan protein biji lamtoro gung berkisar antara 24,5-46% berdasarkan berat kering bahan. Biji kedelai memiliki protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan biji mlanding yaitu berkisar 40% (Muchtadi, 2010). Adanya pengurangan jumlah protein pada pembuatan tempe disebabkan oleh proses pengolahan tempe (food processing) seperti perendaman dan perebusan. Protein biji mlanding memiliki bentuk protein globular yaitu protein yang berbentuk bola dan muda usart dalam air (Sayudi, 2015). Winarno (2004) menyatakan bahwa protein globular memiliki sifat mudah usart dalam usartan garam dan asam encer, juga lebih muda berubah di bawah pengaruh suhu sehingga mengalami denaturasi.

4) Kadar Lemak

Lemak berbeda dari kabohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer satuan-satuan molekuler. Dalam bahan makanan lemak selalu bercampur dengan dengan komponen komponen lain seperti vitamin usart lemak, sterol, lipolipid dan

glikolipid. Lemak dalam bahan makanan dapat dipisahkan dari komponen lain dengan cara ekstraksi menggunakan peusart organik seperti petroleum eter, etil eter, chloroform atau benzene (Winarno, 1984).

Pengujian kadar air pada sampel tempe mlanding mengacu pada SNI 3144-2009 tentang prosedur pengujian tempe dengan metode Soxhlet. Prinsip dari pengujian ini adalah lemak diekstrak dengan peusart lemak yang bersifat non polar seperti Petroleum eter, Petroleum benzena, dll. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan peusartnya (menguapkan peusart dengan pemanasan) (Gunawan, 2005). Dari hasil pengukuran kadar lemak pada tempe mlanding diperoleh data kadar lemak sebesar 16,25% dari standar minimal 10% persyaratan mutu tempe menurut SNI 3144-2009.

5) Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat. Prinsip penentuan kadar serat kasar metode Gravimetri adalah ekstraksi lemak, protein, karbohidrat sehingga tinggal serat kasar, kemudian ditimbang sampai berat konstan (Sudarmaji dkk, 1997).

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar serat kasar sebesar 2,52%. Sedangkan penelitian lain Sayudi (2015) kadar serat kasar dari tempe lamtoro gung sebesar 1,939%. Kandungan serat biji lamtoro gung utuh sebesar 2,6% dan kandungan serat biji kedelai utuh sebesar 3,2% (Mahmud, dkk., 2008 dalam Sayudi 2015). Menurut Rohman (2013) serat kasar ialah mengukur berbagai selulosa dan lignin dalam sampel, akan tetapi hemisellulosa, pektin dan hidrokkoloid akan usart dan tidak dapat terdeteksi.

6) Karakteristik organoleptik produk akhir

Produk akhir tempe mlanding di IRT “Nusa Indah” sebelum dipasarkan, dilakukan pengecekan terhadap salah satu sampel tempe mlanding yang sudah jadi. Karakteristik organoleptik yang diamati adalah sebagai berikut:

Warna

Tempe mlanding yang sudah siap dipasarkan memiliki warna putih, terdapat miselium yang rapat dan tersebar secara merata.

Aroma

Aroma yang dihasilkan dari tempe mlanding ini ialah khas tempe. Aroma pada tempe disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mampu merubah aroma bahan mentah menjadi aroma khas tempe. Terbentuk aroma yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Kapang

Rhizophus akan mensintesis pati dari biji-bijian menjadi gula

sederhana yang kemudian mengalami fermentasi menjadi asam organik, maka akan dihasilkan tempe dengan aroma alkohol yang menonjol (Sayudi, 2015).

Rasa

Rasa khas pada tempe mlanding ini ialah rasa gurih. Menurut Sayudi (2015) rasa gurih disebabkan karena adanya peptida-peptida pendek hasil dari hidrolisis protein oleh enzim protease. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas.

Tekstur

Tekstur pada tempe mlanding berdasarkan pengamatan ialah rapat, keping satu dan lainnya membentuk massa yang kompak serta padat. Tekstur tempe disebabkan oleh aktivitas kapang yang menghasilkan hifa yang tumbuh menjadi miselium.

b. Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik

Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pengendalian produk akhir tempe mlanding yang perlu diterapkan di IRT “Nusa Indah” dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Konsep Cara Produksi Pangan yang Baik pada Produk Akhir Tempe Mlanding di IRT “Nusa Indah”

Parameter* Batas kritis Tindakan Pengendalian Tindakan Koreksi Kadar Air 75,821 ±3%  Penetapan jumlah inokulum  Monitoring suhu penyimpanan  Penetapan waktu perendaman dan perebusan

Apabila kadar air melebihi batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya serta produk akhir dijual dengan harga murah

Kadar Abu 3,227 ±1%

Penghilangan kulit biji sampai bersih

Apabila kadar abu melebihi batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian secara intensif pada proses penggilasan sampai tidak ada kulit biji serta produk akhir dijual dengan harga murah Kadar Protein 7,529 ±3% Penetapan waktu perebusan dan perendaman  Apabila kadar protein kurang dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian dengan mengurangi waktu pada proses perebusan dan

perendaman

 Produk akhir dijual dengan harga murah Kadar Lemak 16,250

±3%

Penetapan waktu perebusan dan fermentasi

 Apabila kadar lemak kurang dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian dengan mengurangi waktu fermentasi  Produk akhir dijual

dengan harga murah Kadar Serat

Kasar

2,54 ±1%

Penghilangan kulit biji sampai bersih

 Apabila kadar serat kasar melebihi dari batas kritis dilakukan pencatatan untuk evaluasi produksi berikutnya, dan dilakukan pengendalian sampai bersih pada pengupasan biji  Produk akhir dijual

dengan harga murah Karakteristik Organoleptik Tempe Mlanding - Warna - Aroma Putih Khas tempe Pengecekan secara organoleptik Pengecekan secara organoleptik  Apabila warna tempe tidak putih dijual harga yang murah

 Apabila aroma dan rasa tidak khas maka

- Rasa - Tekstur Khas tempe Padat kompak Pengecekan secara organoleptik Pengecekan secara organoleptik

tidak dijual atau dijual murah  Apabila tidak

terbentuk rasa yang khas maka tidak dijual atau dijual dengan murah  Apabila tidak

terbentuk tekstur yang padat maka dilakukan

perpajangan waktu fermentasi

- Miselium Tebal dan merata

Pengecekan secara visual

 Apabila belum terbentuk miselium tebal dan merata dilakukan

perpanjangan waktu fermentasi

1) Kadar air

Kadar air merupakan salah satu parameter mutu pada tempe mlanding yang akan mempengaruhi karakteristik serta tekstur yang dihasilkan. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2004). Oleh karena itu, kadar air perlu dilakukan penetapan dan tindakan pengendalian maupun tindakan koreksi. Tindakan untuk mengendalikan kadar air pada tempe mlanding yaitu dengan mengontrol dan menetapkan jumlah inokulum yang digunakan

untuk proses peragian serta mencatat suhu fermentasi dan waktu perebusan dan perendaman.

Menurut Muchtadi (2013) kadar air dalam tempe mlanding dapat disebabkan oleh jumlah serta aktivitas dari kapang Rhizopus

oligosporus, Rhizopus oryzae dan Rhizopus stolonifer. Kapang

akan melakukan fermentasi secara aerobik dengan menghasilkan H2O dan CO2 serta energi. Peningkatan kadar air ini disebabkan oleh kemampuan dari komponen penyusun mlanding dalam menyerap air yaitu karbohidrat. Sundarsih (2009) menyatakan bahwa semakin lamanya perendaman, proses dispersi air dalam protein semakin maksimal, sehingga kadar air semakin meningkat. 2) Kadar abu

Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan pada suhu tinggi (500-600°C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu (AOAC 2005).

Menurut Sudarmadji (2003), semakin tinggi kadar abu suatu bahan pangan, maka semakin buruk kualitas dari bahan pangan tersebut. Konsep pengendalian yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” untuk mengendalikan kadar abu agar sesuai standar yaitu dengan melakukan sortasi pada biji mlanding secara bersih. 3) Kadar protein

Protein merupakan suatu senyawa yang disusun oleh asam-asam amino yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. metabolisme Rhizopus oligosporus yang menghasilkan enzim-enzim protease. Senyawa kompleks protein dirombak menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Hal ini penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terusart dan kadar asam amino bebas.

Konsep pengendalian yang dapat diterapkan oleh IRT “Nusa Indah” yaitu melakukan penetapan dan pencatatan waktu pada saat proses perebusan dan perendaman. Menurut Sayudi (2010) salah satu faktor yang menyebbakan penurunan jumlah protein pada pembuatan tempe disebabkan oleh proses pengolahan tempe (food

processing) seperti perendaman dan perebusan. Protein biji

mlanding memiliki bentuk protein globular yaitu protein yang berbentuk bola dan muda usart dalam air.

4) Kadar lemak

Konsep yang dapat ditetapkan IRT “Nusa Indah” untuk mengendalikan kadar lemak untuk memenuhi standar yaitu menetapkan waktu perebusan biji mlanding serta lamanya fermentasi. Menurut Utari (2010) komposisi perubahan asam lemak disebabkan karena keberadaan dan aktivitas ragi dan bakteri serta lamanya fermentasi. Lipase yang dihasilkan saat fermentasi akan menghidrolisis lemak pada waktu fermentasi berlangsung, dengan laju tertinggi setelah 12 jam hingga 24 jam. Sementara asam lemak mencapai puncaknya setelah 36 jam fermentasi. Pelepasan asam lemak akan digunakan sebagai sumber karbon bagi

bebas dari 0,5 persen saat perebusan kedelai menjadi 21 persen setelah menjadi tempe. Besarnya asam lemak yang dibebaskan tergantung dari komposisi inokulum yang digunakan.

5) Kadar serat kasar

Untuk menjaga konsistensi kadar serat kasar pada tempe mlanding, sebaiknya dilakukan pengawasan dalam setiap lini proses terutama pada proses penggilasan dan pemisahan kulit. Karena di dalam kulit biji banyak ditemukan polisakarida berupa hemiselulosa maupun lignin penyusun dinding sel yang tidak usart dalam asam maupun basa.

6) Karakteristik organoleptik produk akhir

Untuk mempertahankan mutu secara organoleptik pada tempe mlanding perlu adanya pengawasan dan pengecekan dengan teknik sampling secara acak sebelum dipasarkan. Sebelum dipasarkan, sebaiknya produk akhir diambil sebanyak 5 sampel secara acak dan diamati karakteristik sensori tempe yaitu warna, rasa, aroma, serta tekstur.

4. Kemasan

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 64-75)

Dokumen terkait