• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Konsep Pengendalian Mutu

4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir

 

Tahapan Proses Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu

Fermentasi Suhu penyimpanan fermentasi 300C-310C

Menaikkan suhu ruang apabila kurang dari 300C dengan cara menggunakan lampu pijar untuk menghangatkan ruangan

Pencucian Tidak ada lendir dan bersih Pencucian dilakukan beberapa kali hingga bersih menggunakan air bersih mengalir

4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir

Menurut Wahyudi (2003), dalam Standard Operating Process (SOP) memproduksi nata, produk akhir nata de cassava yang berkualitas adalah berwarna putih transparan, tidak terdapat jamur dan noda dan dengan ketebalan 1,5-2 cm, memiliki permukaan yang halus dan rata memiliki ketebalan sama disemua bagian tidak ada cacat, memiliki selaput tipis dipermukaan bagian atas yang dapat dengan mudah dipisahkan dan memiliki lapisan lembek dibagian bawah dan cairan yang tersisa di nampan fermentasi hampir tidak ada/kering.

Pengendalian mutu produk akhir pada nata de cassava bertujuan untuk menganalisis faktor yang menyebabkan adanya keragaman yang dihasilkan pada nata de cassava dan mencari penyebab keragaman yang dihasilkan. Alat yang digunakan untuk dalam mendeteksi dan memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian mutu antara lain check sheet, diagram pareto dan diagram tulang ikan.

Menurut Kadarisman dan Wirakartakusumah (1995), diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil. Data yang diplot kebanyakan data persentase kecacatan atau penyebab kecacatan. Analisis pareto data kecacatan pada lembaran nata de cassava dapat dilihat pada Tabel 4.3

commit to user

   

Tabel 4.3 Kecacatan pada Nata De Cassava

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui jenis kecacatan terbanyak terdapat pada kecacatan ketebalan nata yang tidak merata dengan jumlah kecacatan tertinggi, persentase sebesar 23,9%. Pada jenis kecacatan tekstur nata yang tidak kenyal persentase sebesar 33,3% dan jenis kecacatan warna nata tidak putih jumlah kecacatan terendah persentase sebesar 42,8%. Besarnya persentase didapat dari hasil mengalikan jumlah kecacatan dengan banyaknya sampel kemudian dibagi dengan 100%. Data tersebut diambil pada saat pemanenan yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 23 maret 2011. Pada setiap kali pemanenan tidak selalu terjadi kecacatan sebesar pada Tabel 4.1 tetapi kecacatan tersebut terjadi dengan jumlah yang berbeda-beda setiap panennya. 0 5 10 15 20 Warna nata  tidak putih Tekstur nata  tidak kenyal Ketebalan nata  tidak merata jum la h   keca c a ta n jenis kecacatan

Gambar 4.9 Diagram Pareto Kecacatan Nata

Berdasarkan Gambar 4.9 dapat diketahui persentase keseragaman produk akhir nata de cassava. Produk akhir yang dihasilkan mempunyai kecacatan dengan warna yang tak putih, tekstur nata tidak kenyal dan ketebalan nata yang dihasilkan tidak merata.

Jumlah sampel (N) = 60 nata

Jenis kecacatan Jumlah kecacatan

Persentase kecacatan (%)

Warna nata tidak putih Tekstur nata tidak kenyal Ketebalan nata tidak merata

5 7 9 42,8 33,3 23,9 Jumlah 21 100

commit to user

   

Berdasarkan persentase diatas diketahui ketebalan nata yang tidak merata memiliki persentase terbesar.

Menurut Nurrahman (2009), diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya diagram tulang ikan maka dapat memudahkan dalam mengetahui berbagai penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga memudahkan dalam mencari atau memberikan solusi dari permasalahan.

a. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak putih

Gambar 4.10 putih

Gambar 4.10 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak Putih Berdasarkan gambar 4.10 kecacatan warna nata yang tidak putih dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain material, method, machine dan environtment. Faktor material berupa bahan baku yang digunakan, pemilihan bahan baku yang kurang tepat dapat mempengaruhi kualitas warna nata yang dihasilkan. Limbah cair tapioka sebagai bahan baku menggunakan limbah cair yang berwarna putih keruh berdasarkan standar yang ditetapkan oleh home industri nata cassava. Bahan baku limbah cair tapioka harus ditangani dengan baik sebelum diproses.

Warna nata yang tidak putih

Environtment 

Method Material

Machine

Pemilihan bahan baku  Penanganan limbah cair

Penyaringan limbah cair tidak sempurna 

Kebersihan panci untuk merebus 

Kebersihan alat

commit to user

     

Penanganan yang baik sebelum digunakan dengan menempatkan dalam bak bersih dan bak ditutup supaya tidak ada kotoran dan debu yang masuk dalam air limbah.

Method yang digunakan kurang baik yaitu pada proses

penyaringan air limbah, penyaringan yang tidak sempurna seperti alat yang digunakan untuk menyaring harus menggunakan kain penyaring yang meshnya kecil supaya kotoran tidak lolos, alat penyaring yang biasa digunakan adalah kain penyaring untuk pembuatan tahu. Penyaringan yang tidak sempurna menyebabkan kotoran atau benda-benda asing masih tercampur dengan air limbah yang menghasilkan nata yang keruh. Faktor machine atau alat yang digunakan seperti panci yang digunakan untuk proses perebusan harus bersih. Kain yang digunakan untuk menyaring air limbah juga harus bersih. Faktor lingkungan juga mempengaruhi warna nata yang dihasilkan, kebersihan tempat proses penyaringan dan tempat perebusan antara lain atap pada ruangan harus bersih supaya pada saat perebusan tidak ada kotoran dari atap yang masuk kedalam perebusan.

b. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal

Gambar 4.11 Diagram Tulang Ikan Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal Berdasarkan Gambar 4.11 penambahan konsentrasi gula dan ammonium sulfat harus sesuai, menurut Pambayun (2002), penambahan

Penambahan konsentrasi gula dan ammonium sulfat kurang tepat

Persentase sumber N dan C tidak tepat

Suhu inkubasi tidak tepat 

Tekstur nata tidak kenyal

Environtment 

commit to user

   

gula minimal 2,5 % dan ammonium sulfat maksimal 0,5%. Jumlah tersebut bertujuan untuk mencapai rasio karbon dan nitrogen (C dan N) dalam cairan media hingga menjadi rasio 20. Apabila rasio menyimpang tekstur nata akan sulit untuk digigit. Penambahan gula dan ammonium sulfat dilakukan bersamaan dengan proses perebusan, supaya gula dan ammonium sulfat dapat terlarut sempurna.

Penambahan formula (gula dan ammonium sulfat) harus dilakukan dengan tepat. Menurut Mashudi (1993), dengan meningkatnya kadar gula yang ada dalam medium, maka kekerasan dari nata akan semakin rendah dan kekenyalan meningkat. Hal ini diduga karena kadar gula yang tinggi akan menyebabkan ikatan yang terbentuk antar serat lebih longgar dan akibatnya sebagian besar gel yang terbentuk banyak terisi oleh air dan hanya sedikit oleh padatan.

Suhu yang digunakan untuk proses fermentasi harus tepat, suhu optimum menurut Pambayun (2002), yaitu suhu ruang (280C-300C). Apabila suhu kurang dari 280C tekstur nata yang dihasilkan akan lembek, karena pertumbuhan bakteri terhambat, sedangkan suhu lebih dari 300C bakteri mengalami kematian yang menyebabkan tekstur nata yang dihasilkan lembek.

c. Diagram Tulang Ikan Karakteristik Ketebalan Nata Tidak Merata

Gambar 4.12 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Ketebalan Nata Tidak Seragam

Method material

environtment

Ketebalan nata tidak merata Pemilihan bahan baku tidak tepat

Persentase sumber N dan C tidak tepat Pengadukan

tidak homogen

commit to user

   

Berdasarkan Gambar 4.12 pemilihan limbah cair tapioka yang tidak tepat dapat mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan, limbah cair yang digunakan harus mempunyai derajat keasaman pada pH 4,3. pH sebesar 4,3 merupakan pH optimal untuk pertumbuhan bakteri nata. Jika kondisi media dalam suasana basa, bakteri akan mengalami gangguan metabolisme selnya, sehingga tidak terbentuk ketebalan.

Persentase sumber C dan N yang tidak tepat juga mempengaruhi ketebalan nata. Menurut Rosario (1978), ammonium sulfat tidak selamanya meningkatkan perolehan selulosa dan ketebalan nata. Penggunaan ammonium sulfat yang berlebihan akan menurunkan pH medium secara drastis sehingga menyebabkan kondisi fermentasi menjadi terlalu asam. Dengan adanya penambahan ammonium sulfat yang merupakan sumber nitrogen maka aktivitas dari Acetobacter xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan lapisan meningkat.

Tabel 4.4 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Produk Akhir

Produk Akhir Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu

Nata de cassava Nata bersih dari kotoran Dilakukan pencucian beberapa kali hingga bersih Nata berwarna putih Dilakukan penyaringan

pada bahan baku

Tidak berjamur Pada saat fermentasi

dilakukan dengan menutup media secara rapat

Ketebalan 1,5-2 cm Penimbangan bahan baku dan formula secara tepat

Dokumen terkait