• Tidak ada hasil yang ditemukan

CI Ada Tidak ada

5.7. Pengendalian Vektor dengan Pendekatan Faktor Risiko

5.7.1. Pengaruh Faktor Risiko Keadaaan Sanitasi Kamar Mandi dan Dapur terhadap Keberadaan Vektor

Dari analisis multivariat variabel faktor risiko kamar mandi dan dapur berpengaruh terhadap keberadaan vektor. Nilai Exp (B) 5,492, artinya pengaruh tersebut kemungkinan 5,5 kali lebih besar pada kamar mandi yang keadaan sanitasinya berisiko. Sedangkan pada dapur nilai Exp (B) 5,441. artinya pengaruh tersebut kemungkinan 5,4 kali lebih besar pada dapur yang keadaan sanitasinya berisiko.

Pengaruh faktor risiko tersebut dapat di prediksi kemungkinan berkisar 79,6% (Overall percentage) sedangkan 20,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Persamaan regresi logistik yang merupakan suatu model matematis (fit model) yang menunjukkan pengaruh keberadaan vektor penyakit dengan ke empat variabel faktor risiko dapat diartikan sebagai berikut :

Y= (-5,768)+(1,703) X1+(1,694)X2

Persamaan regresi ini dapat diartikan sebagai berikut:

a. Intercept atau konstanta sebesar -5,768 artinya dengan tidak adanya risiko terhadap keadaan sanitasi lingkungan pada ruangan/kompartemen kapal atau keadaan sanitasi lingkungan di ruangan kapal baik dan tidak adanya risiko maka keberadaan vektor di kapal sebesar 5,77 kali.

b. Arah hubungan dan koefisien regresi

Tanda B (+) berarti hubungan antara faktor risiko keadaan sanitasi kamar mandi dengan keberadaan vektor adalah positif, artinya setiap bertambahnya risiko kamar mandi atau semakin buruknya keadaan sanitasi kamar mandi sebesar 1 poin maka keberadaan vektor akan bertambah sebesar 1,70 kali atau 1,70%. 2. Variabel dapur sebesar 1,694

Tanda B (+) berarti hubungan antara faktor risiko keadaan sanitasi toilet dengan keberadaan vektor adalah positif, artinya setiap bertambahnya risiko dapur atau semakin buruknya keadaan sanitasi dapur sebesar 1 poin maka keberadaan vektor akan bertambah sebesar 1,7 kali atau 1,7%.

Pengaruh kedua variabel faktor risiko yaitu : keadaan sanitasi kamar mandi dan dapur adalah kuat, nilai (Nagelkerke R Square 0,412>0,5), artinya kedua variabel faktor risiko tersebut berpotensi berisiko menunjukkan adanya vektor. Hal ini dapat dipelajari dari sifat kecoa yang tidak ingin habitatnya di gangggu dan berkoloni. Kompartemen yang ada di dalam kapal setiap hari di lakukan segala aktivitas, kecuali toilet dan dapur yang digunakan tidak secara terus menerus dan kontinu.

Secara substansi bukan berarti ke 3 variabel (kamar awak kapal, gudang persediaan makanan dan deck bukan sama sekali tidak memengaruhi keberadaan vektor, melainkan karena pada toilet dan dapur di kapal penggunaannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sementara untuk malam hari jarang digunakan. Jika dikaji dengan sifat dan kebiasaan kecoa yang tidak suka diganggu, menyukai tempat yang berbau dan menyukai kelembaban, dan selalu berada pada daerah yang banyak

sampah basah, toilet dan dapur sebagai tempat yang paling ideal untuk bersembunyi dan berkembangbiak. Telah dijelaskan di atas bahwa keadaan sanitasi toilet dan dapur tidak memenuhi kriteria kesehatan di kapal. Toilet yang berisiko dengan proporsi 64,8%, sedangkan dapur 59,3%.

Dari ketiga variabel yang tidak masuk dalam model yaitu deck, kamar awak kapal dan gudang persediaan makanan kemungkinan ada faktor lain yang menyebabkan tidak berpengaruh. Dari analisis peneliti faktor tersebut antara lain, frekuensi dan waktu penggunaan ke 3 variabel tersebut dibanding faktor risiko toilet dan dapur. Tiga variabel tersebut sering digunakan seperti kamar awak kapal yang rata-rata ABK istirahat lebih kurang 4 jam, dan memakai sistem shift. Demikian juga dengan deck yang terletak pada bagian atas kapal, dalam keadaan terbuka dengan suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah, selalu ada aktivitas baik siang maupun malam hari. Begitu pula dengan gudang persediaan makanan walaupun terdapat kecoa, tapi hanya bersifat sementara, jika gudang penuh dengan makanan. Tetapi jika suhu ruangan di gudang memenuhi syarat, sulit untuk melihat keberadaan vektor.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kecoa bertransmisi ke toilet dan dapur, karena sesuai dengan habitatnya seperti yang telah diuraikan di atas. Hal tersebut relevan dengan uraian kajian faktor risiko point 1 dan 2 diatas yaitu toilet dan dapur. Semakin rendah keadaan sanitasi, atau bertambah risiko maka akan semakin banyak keberadaan vektor. Faktor risiko toilet yang paling berpengaruh dengan nilai Exp(B) 5,492 di banding dengan dapur .

Upaya pengendalian vektor dapat di lakukan dengan surveilans faktor risiko dan pengendalian vektor.

5.7.2. Surveilans Faktor Risiko

Wilayah kerja KKP mudah terjadi penyebaran penyakit melalui faktor risiko yang salah satunya meliputi alat angkut, jika tidak di jalankan dengan baik dampaknya mudah sekali menyebar penyakit KLB sampai lintas wilayah yang jauh, yang disebabkan oleh vektor. Surveilans faktor risiko merupakan salah satu dari upaya pengendalian vektor di pelabuhan. Hal ini sesuai dengan inti dari IHR 2005 yang nengharuskan setiap negara harus mampu mendeteksi secara dini kejadian suatu penyakit yang berpotensi risiko kesehatan yang mungkin menjalar ke negara lain. Tugas rutin yang di lakukan dalam pengendalian penyakit yaitu: surveilans faktor risiko, intervensi rutin sesuai indikasi. Faktor risiko yang dimaksud disini adalah alat angkut, ABK, barang, lingkungan dalam pelabuhan, bandara dan PLBD (Depkes RI, 2007).

Tahap kegiatan surveilans faktor risiko disini adalah melakukan pengamatan, pendataan, dan identifikasi faktor risiko. Hasil identifikasi digunakan langsung untuk menentukan tindakan intervensi rutin. Pengumpulan data laporan kegiatan, membuat rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Dalam hal faktor risiko di kapal dilakukan pengamatan dan identifikasi vektor di kapal yaitu: jenis dan kwantitas keberadaan vektor di kapal serta faktor mana yang paling berisiko. Dicatat dan dilaporkan, sehingga dapat ditentukan rencana tindak lanjut. Dalam penelitian ini peneliti melakukan surveilans faktor risiko di kapal dimana peneliti mengamati keadaan

sanitasi pada ruangan/kompartemen kapal yang berisiko atau tidak dan melihat keberadaan vektor yang ada di kapal dan di ruangan mana vektor tersebut berada. Jika ada indikasi terdapat vektor peneliti merekomendasikannya kepada pimpinan KKP Tembilahan.

5.7.3. Upaya Pengendalian Vektor

Hasil penelitian kegiatan intervensi rutin yang dilakukan bila ada indikasi. Indikasi ditentukan dari hasil pemeriksaan rutin. Intervensi rutin ditujukan pada penelitian ini ditekankan pada alat angkut. Hasil penelitian di kapal terhadap faktor risiko rata-rata kecoa menempati seluruh ruang, dengan kepadatan relatif tinggi berkisar antara 21-35 ekor. Menurut Depkes (2003) bahwa kepadatan antara 21-100 ekor dikategorikan tinggi. Dari hasil Identifikasi kecoa umumnya kecoa yang terdapat di kapal jenis yang paling dominan yaitu Periplaneta australasiae (kecoa Australia). Dalam hal ini peneliti memberikan rekomendasi kepada pimpinan agar dapat kiranya melakukan intervensi.

Sehubungan dengan uraian tersebut diatas KKP Tembilahan melaksanakan tindak lanjut keberadaan vektor di kapal dengan intervensi rutin dengan melakukan pengendalian secara kimia yaitu melakukan hapus serangga dengan insektisida. Insektisida yang di pakai adalah bistar 10 WP yang diformulasikan ke dalam bentuk cairan dengan mamakai alat penyemprot Spraycan. Hal ini digunakan karena umumnya kecoa yang terdapat di kapal yang menempati ruangan-ruangan sebagai faktor risiko masih dalam bentuk belum dewasa tetapi kepadatannya tinggi. Umumnya menempati celah-celah dinding kapal. Metode ini lebih efektif dilakukan

karena butiran spray dapat masuk langsung ke celah dinding yang kecil dan berefek kontak langsung kesasaran, karena sifat insektisida tersebut adalah racun kontak. Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih dan sehat (Depkes RI 2003).

Dokumen terkait