• Tidak ada hasil yang ditemukan

PengaruhFaktor Risiko Terhadap keberadaan Vektor Penyakit di Kapal Pada Pelabuhan Tembilahan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "PengaruhFaktor Risiko Terhadap keberadaan Vektor Penyakit di Kapal Pada Pelabuhan Tembilahan Tahun 2011"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP KEBERADAAN VEKTOR PENYAKIT DI KAPAL PADA PELABUHAN TEMBILAHAN

TESIS

OLEH

M. HIDAYATSYAH 097032156/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP KEBERADAAN VEKTOR PENYAKIT DI KAPAL PADA PELABUHAN TEMBILAHAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. HIDAYATSYAH 097032156/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP KEBERADAAN VEKTOR PENYAKIT DI

KAPAL PADA PELABUHAN TEMBILAHAN Nama Mahasiswa : M. Hidayatsyah

Nomor Induk Mahasiswa : 097032156

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr .rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, APT) (Ir. Indra Chahaya, S, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(4)

Tanggal Lulus : 16 Januari 2012 Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. rer. Nat. Effendy De Lux Putra, SU, APT Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP KEBERADAAN VEKTOR PENYAKIT DI KAPAL PADA PELABUHAN TEMBILAHAN

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat atau karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam tulisan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

(6)

ABSTRAK

Pelabuhan laut merupakan tempat kegiatan lalulintas orang, barang yang dibawa melalui alat angkut yaitu kapal. Kapal laut dapat membawa masuk dan keluarnya penyebaran penyakit melalui lingkungan pelabuhan dengan perantara vektor. Survei pendahuluan dari 20 kapal yang diobservasi ada 13 kapal (65%) teridentifikasi vektor Kecoa.

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain Cross Sectional yang bertujuan menganalisis pengaruh faktor risiko keadaan sanitasi lingkungan pada kompartemen kapal yaitu : Deck, kamar awak kapal, toilet, dapur dan gudang persediaan makanan terhadap keberadaan vektor penyakit di kapal pada pelabuhan Tembilahan. Populasi dalam penelitian ini adalah kapal yang bersandar di pelabuhan Tembilahan. Sampel terpilih adalah kapal kargo sebanyak 54 kapal. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi langsung di kapal, sedangkan data sekunder diperoleh dari KKP Tembilahan. Analisis data dengan menggunakan regresilogitik.

Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berpengaruh terhadap keberadaan vektor yaitu: toilet dan dapur kapal. Variabel faktor risiko toilet menunjukkan pengaruh yang paling dominan, di mana faktor risiko toilet memberikan peluang sebesar 5,5 kali terhadap keberadaan vektor.

Diharapkan kepada KKP Tembilahan agar meningkatkan surveilans faktor risiko, pendekatan edukatif tentang alat angkut dan lingkungan pelabuhan sehat, dan mengambil tindakan tegas terhadap kapal yang berisiko dan ditemukan vektor di kapal. Diharapkan kepada ABK dan nakhoda kapal agar senantiasa menjaga kondisi kapal yang sesuai dengan kreteria kesehatan. Diharapkan kepada stake holder dan instansi terkait di pelabuhan agar mendukung tugas KKP dalam upaya cegah tangkal penyakit menular dan berpotensial wabah yang dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat baikwilayah maupun negara.

(7)

ABSTRACT

Harbor is a facility where the traffic activity of the passengers and goods brought by ships takes place. The ships can bring diseases in and out through seaport environment with vector.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the influence of risk factor of the condition of environmental sanitation of the compartments on board such as deck, crew room, toilet, galley and food storage, on the existence of disease vector on the ships at Tembilahan harbor. The population of this study was all of the ships mooring at Tembilahan harbor and 54 cargo ships were selected to be the samples for this study. Primary data for this study were obtained through direct observation on-board, while the secondary data were obtained from the KKP Tembilahan. analyze data using logistic regression.

Preliminary survey of 20 ship that are observed there are 13 ships (65%) identified cockroach vector.

The result of this study showed that there was influence the highest risk factor was found in the galley and toilet. Variable toilet gived most impact on the existence of disease vector, which is variable toilet had a chance againt of existence of disease vector 5,5 times.

The management of KKP Tembilahan is suggested to improve the surveillance of risk factor, to do educative approach on healthy harbor environment and means of transportation, and to take decisive action against the ships at risk and vector was found on-board. The crews and the captain of the ship should always keep the condition on-board based on health criteria. The stakeholders and related agencies at the harbor should support the KKP tasks in an effort to prevent infectious disease with epidemic potential that can inflict health risk to the people in the region or in the country in general.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan tesis ini dengan judul “PengaruhFaktor Risiko Terhadap keberadaan

Vektor Penyakit di Kapal Pada Pelabuhan Tembilahan Tahun 2011 ”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan IndustriUniversitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,

M.Sc (CTM),Sp.A(K) dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara .

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Siselaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan komisi penguji. Dr. Ir. Evawany

Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama

penulis mengikuti pendidikan.

3. Prof. Dr. rer. Nat Effendy De Lux Putra, SU, APT, selaku ketua komisi

(9)

anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan

penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini

dapat terselesaikan.

4. Dr.dr.Wirsal Hasan, M.P.Hsebagai komisi penguji tesis.

5. Para dosen di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepadaayahanda Alm Hanafiah

Banta dan ibunda Salmiah Said atas segala jasanya sehingga penulis mendapatkan

pendidikan terbaik.

Teristimewa untuk istri tercinta Sulastri serta anak-anakku tersayang Sifa

Rabsyahdan Afifahyang telah turut memberikan doa dan senyuman, karena

kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh pendidikan ini.

Rekan- rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti

pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga

saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan

diucapkan terimakasih.

Medan, Februari2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

M.Hidayatsyah dilahirkan di Langsa pada tanggal 24 Februari 1969, anak

pertama dari pasangan Alm.Hanafiah Banta dan Salmiah Said.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh dari Sekolah Dasar Negeri 11

Langsa selesai Tahun 1982, SMP Negeri 1 Langsa selesai Tahun 1985, SMA Negeri

1 Langsa selesai Tahun 1988.

Pada Tahun 1989 menyelesaikan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene Depkes

RI Banda Aceh selesai Tahun 1989. Tahun 1995 tugas belajar pada Akademi

Kesehatan Lingkungan Kabanjahe Depkes RI dan selesai Tahun 1997. Tahun 2001

Tugas belajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dan selesai Tahun 2003.

Karir penulis dimulai dari 1992, bekerja pada Kantor Kesehatan Pelabuhan

Tembilahan di Propinsi Riau sampai dengan sekarang

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT.... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

1.5ManfaatPenelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 PengawasanAlatAngkutKapal ... 9

2.2 KemampuanBinatang/VektoryangSeringditemuidiKapal ... 15

2.3PenyakityangDitimbulkanolehBinatang/VektordiKapal ... 17

2.4 Pengendalian Vektor.... ... 22

2.5KomitmenKesehatanDunia ... 23

2.6LandasanTeori ... 26

2.7KerangkaKonsep... 28

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29

3.1 JenisPenelitian ... 29

3.2LokasidanWaktuPenelitian ... 29

3.2.1 Lokasi ... 29

3.2.2 Waktu ... 29

3.3PopulasidanSampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2Sampel ... 30

3.4 MetodePengumpulanData ... 30

(12)

3.5.1 Variabel Independen ... 30

3.5.2Variabel Dependen ... 30

3.5.3 Definisi Operasional ... 31

3.6MetodePengukuran ... 34

3.7 MetodeAnalisis Data ... 37

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. GambaranUmumLokasiPenelitian ... 38

4.2. KarakteristikKapal ... 39

4.3. AnalisisUnivariat ... 40

4.3.1. FaktorRisiko di Kapal ... 41

4.3.2. KeberadaanVektor di Kapal ... 42

4.4. AnalisisBivariat ... 43

4.4.1. HubunganFaktorRisiko Deck denganKeberadaanVektor . 43

4.4.2. HubunganFaktorRisikoKamarAwakKapakTerhadap KeberadaanVektor ... 44

4.4.3.HubunganFaktorRisiko Toilet denganKeberadaanVektor.. 44

4.4.4. HubunganFaktorRisikoDapurdenganKeberadaanVektor ... 45

4.4.5. HubunganFaktorRisikoGudangPersediaanMakanan denganKeberadaanVektor ... 46

4.5. AnalisisMultivariat ... 47

BAB 5. PEMBAHASAN ...51

5.1. Faktor Risiko dan Keberadaan Vektor... 51

5.1.1. Faktor Risiko ... 51

5.1.2. Keberadaan Vektor ... 52

5.2. Pengaruh Faktor Risiko Deck dengan Keberadaan Vektor ... 53

5.3. Pengaruh Faktor Risiko Kamar Awak Kapal dengan Keberadaan Vektor ... 55

5.4. Pengaruh Faktor Risiko Toilet Kapal dengan Keberadaan Vektor……….. 56

5.5. Pengaruh Faktor Risiko Dapur dengan KeberadaanVektor ... 58

5.6. Pengaruh Faktor Risiko Gudang Persediaan Makanan Dengan Keberadaan Vektor ... 60

5.7. Pengendalian Vektor dengan Pendekatan Faktor Risiko ... 62

5.7.1. Pengaruh Faktor Risiko Toilet dan Dapur terhadap Keberadaan Vektor ... 63

5.7.2. SurveilansFaktorRisiko ... 65

5.7.3. Upaya PengendalianVektor ... 66

(13)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 68

DAFTARPUSTAKA ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Distribusi Frekuensi Kedatangan Kapal... 39

4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kapal... 40

4.3. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Faktor Risiko di Kapal... 41

4.4. Distribusi Frekuensi Keberadaan Vektor di Kapal... 42

4.5. Distribusi Proporsi Faktor Risiko Deck dengan Keberadaan Vektor. 43

4.6. Distribusi Proporsi Faktor Risiko Kamar Awak Kapal dengan KeberadaanVektor... 44

4.7. Distribusi Proporsi Faktor Risiko Toilet dengan Keberadaan Vektor. 45

4.8. Distribusi roporsi Faktor Risiko Dapur dengan Keberadaan Vektor. 46

4.9. Distribusi Proporsi Faktor Risiko Gudang Persediaan Makanan Dengan Keberadaan Vektor... 46

4.10. Hasil Uji Regresi Logistik untukI dentifikasi Variabel yang akan Masuk dalam Model dengan Nilaip <0,25... 48

4.11. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel yang akan Masuk dalam Model dengan Nilaip <0,05... 48

4.12 Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel yang akan Masuk dalam Model dengan Nilaip <0,05... 49

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Observasi Pengumpulan Data Pengaruh Faktor Risiko

Terhadap Keberadaan Vektor Penyakit di Kapal Pada Pelabuhan

Tembilahan... 72

2. Daftar Kedatangan Kapal yang di Observasi Pada KKP Tembilahan

Bulan September dan OktoberTahun 2011 ... 75

3. Hasil Observasi Pengaruh Faktor Risiko terhadap Keberadaan Vektor Di Kapal... 78

4. Ouput Hasil Data Penelitian... 82

(17)

ABSTRAK

Pelabuhan laut merupakan tempat kegiatan lalulintas orang, barang yang dibawa melalui alat angkut yaitu kapal. Kapal laut dapat membawa masuk dan keluarnya penyebaran penyakit melalui lingkungan pelabuhan dengan perantara vektor. Survei pendahuluan dari 20 kapal yang diobservasi ada 13 kapal (65%) teridentifikasi vektor Kecoa.

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain Cross Sectional yang bertujuan menganalisis pengaruh faktor risiko keadaan sanitasi lingkungan pada kompartemen kapal yaitu : Deck, kamar awak kapal, toilet, dapur dan gudang persediaan makanan terhadap keberadaan vektor penyakit di kapal pada pelabuhan Tembilahan. Populasi dalam penelitian ini adalah kapal yang bersandar di pelabuhan Tembilahan. Sampel terpilih adalah kapal kargo sebanyak 54 kapal. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi langsung di kapal, sedangkan data sekunder diperoleh dari KKP Tembilahan. Analisis data dengan menggunakan regresilogitik.

Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berpengaruh terhadap keberadaan vektor yaitu: toilet dan dapur kapal. Variabel faktor risiko toilet menunjukkan pengaruh yang paling dominan, di mana faktor risiko toilet memberikan peluang sebesar 5,5 kali terhadap keberadaan vektor.

Diharapkan kepada KKP Tembilahan agar meningkatkan surveilans faktor risiko, pendekatan edukatif tentang alat angkut dan lingkungan pelabuhan sehat, dan mengambil tindakan tegas terhadap kapal yang berisiko dan ditemukan vektor di kapal. Diharapkan kepada ABK dan nakhoda kapal agar senantiasa menjaga kondisi kapal yang sesuai dengan kreteria kesehatan. Diharapkan kepada stake holder dan instansi terkait di pelabuhan agar mendukung tugas KKP dalam upaya cegah tangkal penyakit menular dan berpotensial wabah yang dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat baikwilayah maupun negara.

(18)

ABSTRACT

Harbor is a facility where the traffic activity of the passengers and goods brought by ships takes place. The ships can bring diseases in and out through seaport environment with vector.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the influence of risk factor of the condition of environmental sanitation of the compartments on board such as deck, crew room, toilet, galley and food storage, on the existence of disease vector on the ships at Tembilahan harbor. The population of this study was all of the ships mooring at Tembilahan harbor and 54 cargo ships were selected to be the samples for this study. Primary data for this study were obtained through direct observation on-board, while the secondary data were obtained from the KKP Tembilahan. analyze data using logistic regression.

Preliminary survey of 20 ship that are observed there are 13 ships (65%) identified cockroach vector.

The result of this study showed that there was influence the highest risk factor was found in the galley and toilet. Variable toilet gived most impact on the existence of disease vector, which is variable toilet had a chance againt of existence of disease vector 5,5 times.

The management of KKP Tembilahan is suggested to improve the surveillance of risk factor, to do educative approach on healthy harbor environment and means of transportation, and to take decisive action against the ships at risk and vector was found on-board. The crews and the captain of the ship should always keep the condition on-board based on health criteria. The stakeholders and related agencies at the harbor should support the KKP tasks in an effort to prevent infectious disease with epidemic potential that can inflict health risk to the people in the region or in the country in general.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada saat ini pelabuhan tidak hanya berfungsi sebagai pintu keluar masuk

barang, lebih dari itu sudah merupakan sebagai sentra industri, pusat perdagangan dan

pariwisata yang banyak menyerap tenaga kerja. Mobilisasi yang tinggi dari aktivitas

di pelabuhan, secara otomatis penyebaran penyakit akan semakin cepat dan beragam,

sehingga akan berpotensi menimbulkan dampak yang merugikan bagi pencapaian

tujuan pembangunan kesehatan nasional.

Kantor Kesehatan Pelabuhan memiliki peran yang sangat penting dalam

mewujudkan kondisi pelabuhan yang bebas dari penularan penyakit. Dengan adanya

Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulation (IHR) tahun

2005 untuk mengatur tata cara dan pengendalian penyakit, baik yang menular

maupun yang tidak menular, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan harus kuat dan prima

dalam melaksanakan cegah tangkal penyakit karantina dan penyakit menular

Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis, sehingga dapat

ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah satu

aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa

melalui alat angkut kapal yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya, sesuai

peraturan Perundang-Undangan Kesehatan Nasional dan Internasional Health

Regulation (IHR) tahun 2005, semua alat angkut harus bebas dari vektor, maka

(20)

vektor penyakit. Dalam rangka melindungi negara dari penularan dan penyebaran

penyakit oleh vektor yang terbawa oleh alat angkut, dan barang bawaan yang masuk

melalui pintu masuk negara, maka setiap Kantor Kesehatan Pelabuhan harus mampu

melakukan pengendalian vektor .

Guna mengantisipasi ancaman penyakit global seperti penyakit New

Emerging Infectious Disseases, Emerging Disseases, Re Emerging Disseases

(penyakit karantina) serta masalah kesehatan lainnya yang merupakan masalah

darurat yang menjadi perhatian dunia disebabkan oleh lalu lintas alat angkut yang

masuk melalui pelabuhan, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan dituntut mampu

menangkal risiko kesehatan yang masuk melalui orang, barang dan alat angkut kapal

dengan melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah terjadinya risiko

penularan penyakit. Melihat ancaman penyakit global di atas, maka Badan Kesehatan

Dunia (WHO) mengantisipasi untuk terjadinya penyakit yang menimbulkan masalah

kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia Public Health Emergency of

International Concern (PHEIC) dengan membentuk International Health Regulation (IHR) yang berlaku bagi seluruh negara, dimana setiap negara wajib

melindungi rakyatnya dengan mencegah terjadinya penyakit yang masuk dan keluar

dari negaranya.

Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan, merupakan salah satu unit

pelaksana teknis yang melakukan tugas pengawasan alat angkut terhadap kapal yang

datang dari luar negeri dan dari daerah terjangkit. Pelabuhan laut Tembilahan sebagai

(21)

kapal-kapal yang datang dari luar negeri yang berasal dari Malaysia, Singapura,

Thailand, Jepang, China, dan sebagian dari Timur tengah dan Eropa. Maka terhadap

kedatangan kapal tersebut dilakukan tindakan pengawasan kesehatan kapal, salah

satunya adalah mengamati keberadaan vektor di atas kapal dengan melakukan

observasi pada bagian-bagian/kompartemen kapal yang ada, termasuk muatan kapal.

Hal ini dilakukan sebagai upaya sistem kewaspadaan dini mengantisipasi terjadinya

penularan penyakit yang disebabkan oleh faktor risiko yang terdapat di kapal

tersebut. Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah

pelabuhan laut dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang

subur bagi perkembang biakan kuman/vektor penyakit (Ditjen PP-PL 2007).

Keberadaan vektor di atas kapal dapat memengaruhi kondisi kesehatan

masyarakat pelabuhan pada khususnya dan masyarakat lain yang berada diluar

pelabuhan pada suatu wilayah tersebut, karena vektor dapat menularkan penyakit

kepada manusia. Misalnya vektor jenis kecoa yang ada di atas kapal sering membawa

mikroorganisme seperti Salmonella, Entamoeba histolitica yaitu kuman penyebab

diare, typhoid/thypus, disentri, cholera dan virus hepatitis A (Aryatie, 2005).

Pada kasus penyakit diare misalnya, data menurut Depkes RI (2008), angka

morbiditas diare di Indonesia dari tahun 1996 sampai 2006 cenderung meningkat dari

280 meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk. Hasil Surveilance terpadu penyakit

(STP) pada Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Tembilahan pada

tahun 2010 bahwa penyakit yang paling tinggi adalah penyakit diare atau penyakit

(22)

kapal adalah pinjal tikus yang merupakan perantara penularan penyakit pes.

Berdasarkan data KKP Kelas I Batam terjadi peningkatan keberadaan vektor, tahun

2008 terdapat 21 kapal yang di fumigasi, tahun 2009 terdapat 43 kapal yang di

fumigasi dan 2010 terdapat 55 kapal yang di fumigasi di pelabuhan Sekupang Batam.

Indeks pinjal pada pelabuhan Tembilahan sebesar 0,2. Indikator indeks pinjal

menurut Depkes RI (2007), harus kurang dari 1. Wabah Pes sering muncul secara

sporadis seperti pada tahun 1994 di India dengan jumlah kasus 1400 orang dan 50

kematian case fatality rate (CFR=3,57%). Kasus ini sempat meresahkan dunia

Internasional sehingga setiap negara melakukan pengawasan ketat terhadap kapal

yang datang dari India atau kapal yang menyinggahi Pelabuhan Pelabuhan di India

(Depkes RI, 2000). Selama tahun 2001-2006 wabah pes muncul kembali setiap tahun

di beberapa negara seperti Zambia, India, Vietnam, Algeria, Kongo dengan jumlah

kasus 2793 dan kematian 233 orang (CFR = 8,34 %). Di Indonesia menurut (Depkes

RI, 2008), bahwa hasil pemeriksaan specimen Pes pada manusia tahun 2002-2007

masih ditemukan positif sebanyak 71 orang dari 665 orang yang diperiksa.

Untuk mewaspadai penyebaran masuknya vektor penular penyakit lewat

pelabuhan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 telah

ditetapkan bahwa KKP sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan ujung tombak

Departemen Kesehatan RI yang berwenang mencegah dan mengendalikan vektor

penular penyakit yang masuk dan keluar pelabuhan dengan melakukan upaya

pemutusan mata rantai penularan penyakit secara profesional sesuai standar dan

(23)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, peneliti melakukan survei pendahuluan

pada bulan Pebruari 2011 di pelabuhan Tembilahan, dari 20 kapal yang diperiksa ada

13 kapal (65%) teridentifikasi keberadaan vektor penyakit yaitu: kecoa, tikus.

Pengamatan di lapangan menunjukkan kepadatan kecoa cukup tinggi di atas kapal

khususnya di ruang dapur, ruang makan dan ruang penyimpanan bahan makanan. Hal

lain yang dapat di lihat yaitu sebagian besar kapal tidak memasang perisai tikus (rat

guard), yaitu sebanyak 17 kapal (85%). Fenomena seperti ini dijumpai pada kapal

yang berbendera Indonesia dan sebagian kecil berbendera asing. Keadaan tersebut

sangat berpotensi terhadap keberadaan vektor di kapal, penyebaran penyakit

karantina dan penyakit menular potensial wabah yang datang dari luar negeri seperti

Kolera, Pes. Jenis penyakit seperti ini dapat meresahkan dunia Internasional sehingga

membutuhkan respon cepat dalam penanganan antar negara yang dalam

International Health Regulation (IHR) tahun 2005 disebut Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) (WHO, 2007).

Dari pengalaman penulis dalam melakukan observasi di kapal yang ada di

Pelabuhan Tembilahan, masih banyak terdapat keberadaan vektor penyakit di kapal.

Vektor tersebut berkembangbiak di kapal yang keberadaannya hampir menempati

sebagian dari ruangan/kompartemen kapal. Sedangkan vektor tikus tidak terlihat.

Keberadaan vektor penyakit di kapal selain disebabkan oleh faktor-faktor fisik di

kapal yaitu; ruangan/kompartemen kapal, juga tidak terlepas dari tindakan anak buah

kapal (ABK), demikian juga setiap kapal yang bersandar, pada tali kapal tidak

(24)

menyala. Hal ini dapat menyebabkan berkembang biaknya vektor pada ruangan/

kompartemen kapal yang merupakan faktor risiko.

Data kedatangan kapal pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan tahun

2010 sebanyak 409 kapal, dimana keberadaan vektor penyakit tersebut mencapai

58% atau 237 kapal dari seluruh kedatangan kapal yang singgah dan bersandar

dipelabuhan Tembilahan. Jumlah kunjungan 237 kapal tersebut, kapal luar negeri

yang terdapat keberadaan vektor 33,33% atau 79 kapal, kapal dari dalam negeri yang

terdapat keberadaan vektor 66,67% atau 158 kapal (KKP Tembilahan, 2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis ingin meneliti faktor-faktor

yang memengaruhi keberadaan vektor penyakit di kapal dan faktor risiko apa saja

yang paling dominan memengaruhi terhadap berkembang biaknya vektor sehingga

dapat di rumuskan strategi kebijakan manajemen pengendalian vektor penular

penyakit di atas kapal.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas masih banyak di temukan vektor di kapal,

sehingga dapat memengaruhi risiko kesehatan ABK di kapal dan masyarakat di

pelabuhan. Maka permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana pengaruh faktor

risiko (Deck, Kamar awak kapal, Toilet/Kamar mandi, Dapur, Gudang persediaan

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor risiko ( Deck,

Kamar awak kapal, Toilet/Kamar mandi, Dapur, Gudang persediaan makanan)

terhadap keberadaan vektor di kapal pada Pelabuhan Tembilahan serta faktor risiko

yang paling berpengaruh.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor risiko (Deck, Kamar awak kapal, Toilet/Kamar mandi,

Dapur, Gudang persediaan makanan) terhadap keberadaan vektor di kapal pada

Pelabuhan Tembilahan

1.5. Manfaat penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan dalam

mengambil kebijakan terhadap manajemen pengendalian vektor penular penyakit

di kapal.

2. Sebagai masukan bagi masyarakat pelabuhan agar ikut berperan aktif dalam

upaya melaksanakan pengendalian vektor di Pelabuhan Tembilahan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

MKLI yang berkaitan dengan pengaruh faktor risiko terhadap pengendalian

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawasan Alat Angkut Kapal

Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun

Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi

sumber penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal

mempunyai faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang

tidak baik maka memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti

tikus, kecoa dan nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah

salah satu usaha bagi umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga

perlu pengawasan kesehatan terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk

mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal,

yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat

dipengaruhi oleh manusianya disamping konstruksi dan kompartemen kapal itu

sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka kompartemen di dalam kapal

itu akan menyebabkan risiko yang memungkinkan munculnya vektor di dalam kapal

tersebut.

Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000), dalam bidang kesehatan

berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko

timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan

lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat

(27)

Dalam skala mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi

kondisi lingkungan kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun

lingkungan pekerjaannya.

Di Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah

dalam kesehatan masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan

antara spesies tertentu dengan lingkungannya merupakan kunci penting dalam

epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat

diperlukan dalam perencanaan pengendalian vektor. Usaha pengendalian vektor akan

memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan antara perilaku vektor dengan

pengendalian yang diterapkan. Meningkatnya populasi beberapa serangga

menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor, salah satunya di sektor

transportasi laut. Munculnya vektor penular penyakit di dalam kapal seperti kecoa,

tikus dan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit menular baik antara satu

pelabuhan ke pelabuhan yang lain baik dalam negara maupun antar negara. Dengan

demikian pengendalian vektor di kapal mutlak di lakukan, agar dapat menurunkan

populasi vektor dan menurunkan insiden penyakit yang ditimbulkan oleh

masing-masing vektor tersebut.

Menurut Dirjen PPM dan PLP DEPKES RI (1996), tentang pedoman sanitasi

kapal yaitu:

1. Tangki penyimpanan air (Storage)

Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi,

(28)

yang berasal dari luar tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak

bersekatan dengan tangki yang memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan

merupakan bagian dari kulit kapal, penutup tangki tidak boleh ada paku sumbat,

tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang berdampingan dengan tangki tersebut.

Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian bawah kapal memiliki ketinggian

lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air layak minum dilembaran

berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air minum yang

tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian tepi

terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi

sehingga mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa

dengan diameter 3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan

dengan ventilasi, mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan

pengeringan dengan diameter 3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya

didesinfeksi dengan klorin.

2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley)

Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang.

Filter udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan

pemrosesan makanan. Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux.

Diberikan ventilasi yang cukup untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi,

ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan, lubang hawa di unit ventilasi mudah di

lepas untuk keperluan pembersihan. Rak penyimpanan perkakas dan perabot tidak

(29)

kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari bahan yang halus anti

karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan.

3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room)

Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan

memberikan ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari

materi yang kedap air, tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan

terhadap goresan.

a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk

Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di

ruang khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian

juga wadah-wadah dibuat dari metal atau materi lain yang tahan terhadap vektor tikus

dan kecoa dan dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang

rapi di rak atau papan penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda

yang ada pada tempat tersebut dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan

untuk penyimpanan jenis ini 10-15 derajat celcius.

b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk

Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7

derajat Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan

penghidangan secara cepat setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka

waktu lama disarankan untuk menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang

pendingin di buat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa

(30)

ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan rak dalam jumlah yang

mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk mencegah

penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan

termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau. Suhu yang

disarankan untuk penyimpanan bahan yang mudah busuk:

a) Bahan makanan beku: tidak lebih dari -12 derajat Celcius

b) Daging dan ikan: 0-3 derajat Celcius

c) Susu dan produk hasil susu: 5-7 derajat Celcius

d) Buah dan Sayuran: 7-10 derajat Celcius

4. Toilet/kamar mandi

Toilet/kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan ruang penyiapan

makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat makanan disiapkan, disimpan

dan dihidangkan. Pintu toilet/kamar mandi berengsel kuat dan secara otomatis

menutup sendiri, ada ventilasi dan penerangan yang cukup. Fasilitas cuci tangan

disediakan dalam ruangan toilet /kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan

dingin, tissu, sabun, kain/handuk. Air cuci pada wastafel disarankan dengan suhu 77

derajat Celcius. Pada dinding yang dekat pintu toilet diberi tanda dengan tulisan yang

berbunyi “CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN TOILET”.

5. Sampah (Waste)

Ketentuan hendaknya dibuat untuk penyimpan dan pembuangan yang

tersanitasi. Tempat sampah dapat digunakan di daerah penyiapan dan penyimpanan

(31)

yang khusus, terpisah dari tempat proses pengolahan makanan, mudah di bersihkan,

tahan terhadap tikus (rodent) dan rayap (vermin), mempunyai pegangan, dibuat kedap

air, di lengkapi dengan penutup yang rapat.

6. Ruangan awak buah kapal (Quarters crew)

Ruang tidur awak kapal mempunyai luas 1,67 sampai 2,78 m² dengan

mempunyai ruang utama yang bersih dengan ukuran minimal 1,90 m². Tidak boleh

lebih dari 4 orang yang mendiami satu kamar tidur, memilki ventilasi yang cukup dan

ditambah dengan ventilasi mekanis untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai

keperluan dan kebutuhan. Mempunyai penerangan yang cukup. Sebaiknya ada 1

toilet dan 1 pancuran atau bak mandi untuk tiap 8 orang dan satu wastapel untuk tiap

6 orang.

Menurut WHO, standar yang ditetapkan International Health Regulation

(IHR) Tahun 2005, bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat

angkut yang menjadi tanggung jawabnya, bebas dari sumber penyakit atau

kontaminasi, dan juga bebas dari vektor penyakit. Dalam upaya pengendalian vektor

penular penyakit, Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan melakukan: (1)

Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara sehat dan endemis, (2)

Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan (3) Pelaksanaan hapus

tikus/serangga (4) Peningkatan sanitasi lingkungan Clearance pada kedatangan dan

keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain yang

dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm

(32)

2.2. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal

Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa,

dan nyamuk.

1. Tikus

Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik

yakni tersedianya makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang.

Namun apabila tidak ada makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka

akan segera meninggalkan tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali

lubang dalam tanah di luar dan atau di dalam rumah sebagai tempat bersarang,

biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih kurang 20 cm. Memiliki kemampuan

memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang sangat baik, bahkan dapat

memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki kemampuan

meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter tikus

juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu,

papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang

adalah untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30

detik, suhu air yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang.

Disamping kemampuan fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain:

penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada

tidaknya tikus antara lain: Dropping, Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup

(33)

2. Kecoa

Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah

dan bangunan. Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang

makanan, tempat sampah dan saluran air. Kecoa mampu membawa Ootheca atau

sarang telur yang diletakkan dipunggungnya selama beberapa minggu. Mampu

terbang, mampu beradaptasi walau terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk

kapal, mampu berjalan dari gedung ke gedung lain atau dari saluran ke saluran lain,

taman, selokan dalam tanah ke tempat kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia

dan suka menginjak-injak kotoran maupun sampah pada waktu mencari makanannya.

Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan bagian lain dari tubuhnya, sehingga

mengakibatkan bau di area atau makanan yang diinjaknya. Jenis kecoa yang banyak

terdapat di Indonesia Periplaneta americana, Periplaneta australasiae, Supella

longipalpa (Wijanarko, 2008).

3. Nyamuk

Berdasarkan tempat hidupnya dikenal 2 tingkatan: tingkatan dalam air dan

tingkatan diluar tempat berair. Jadi untuk kalangsungan hidupnya sangat diperlukan

air. Kemampuan hidup dalam air pada saat nyamuk masih berupa telur, larva, dan

kepompong, sedangkan setelah menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada

di luar air dan mampu terbang setelah menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin

1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam keluar dari kepompong. Nyamuk mencari

(34)

Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah hewan. Nyamuk mampu

terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti. Belkin (1945) dan

Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih kurang 800

meter. Penyebaran nyamuk secara aktif menyebar menurut kebiasaan terbangnya,

sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan nyamuk

dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk

makanannya, ada kebun untuk istirahatnya dan ada sumber air untuk

berkembangbiaknya.

2.3. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal

Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of

International Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi

ancaman kesehatan bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai

dengan kreteria sebagai berikut:

1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat

2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

3) Berpotensi menyebar secara International

4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan

Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat

menyebabkan PHEIC adalah :

1. Tikus

(35)

Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang

pengerat dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi

bakteri kepada berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam,

lemas, batuk, nyeri dada, sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan

masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram

negatif famili Enterobacteriaceae.

Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes

berada di Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika

Barat dan Asia. Pes endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003

sembilan (9) negara melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus

dan 98,9% kematian dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan

yang paling sering menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah

gigitan kutu tikus/pinjal tikus yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus).

Pes Paru ditularkan melalui Aerosol dan Droplet infestion

b. Demam Lassa

Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus

Lassa, dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan,

batuk, mual, muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat

terjadi pingsan (syok), efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema

pada muka dan leher dengan masa inkubasi 6-21 hari.

Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia, Guinea dan

(36)

Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus

multimamat kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008).

Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang

pengerat yang terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari

makanan dan air. Kontak langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau

kontak dengan sekret tenggorokan atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan

melalui hubungan seksual. Masa penularan dari orang ke orang terjadi selama fase

demam akut pada saat virus ada di tenggorokan.

2. Kecoa

Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus

hepatitis A, polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari

beberapa spesies cacing (I Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui

beberapa mikro organime phatogen antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai

bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme

tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoak

organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman, 2008).

3. Nyamuk

a. Yellow Fever

Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit

menular akut yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus,

(37)

pendarahan, badan menjadi kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung,

pencernaan, gangguan kesadaran. Angka kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun

1940 ribuan orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal

di Ethiopia, dan penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal,

Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu

melalui vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor

dari penyakit demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari.

b. West Nile Fever

Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus

genus Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung

selama 1 minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri

sendi, nyeri otot, mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia),

dengan masa inkubasi 3-12 hari (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India, Perancis,

Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia

Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus

di Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel.

Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana

(38)

c. Demam Berdarah Dengue (DHF)

Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot,

sakit kepala, disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan

timbul ruam kulit, dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran

pencernaan, dan terjadi syok, dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini pada derah endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan,

India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan, Mexico, Karibia dan Amerika

Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal, Taiwan, dan sebagian

besar negara Pasifik.

Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana

masa penularan menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai

saat demam berakhir. Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita

dan tetap infektif selama hidupnya (I Nyoman, 2008).

2.4. Pengendalian Vektor

Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan

oleh kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya

kapal bersih dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di

lakukan antara lain:

1. Pengendalian Non Kimia

(39)

a. Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan

upaya yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak

di kapal dan pada faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga

tidak menjadi habitat kecoa atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal.

b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko

lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan

tersebut.

c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa

2. Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian yang memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya

menolak (reppelent) dan menarik (attractant). Pada umumnya bahan kimia yang

dipakai untuk pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin,

heptaklor, lindane) dan organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel).

Metode yang dilakukan dengan cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk

pemaparan banyak digunakan diklorovos, propoxur, kepone yang diformulasikan

dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent digunakan pyretrin dan dikloros.

Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode penyemprotan banyak

memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau lindane.

2.5. Komitmen Kesehatan Dunia

International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional

(40)

negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi,

dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta

melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat.

Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap

pelabuhan, bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan

IHR diperluas agar mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging

serta infeksi risiko kesehatan lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh

penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu International Health Regulation

(IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi secara cepat dan tepat

dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency of

International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).

Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam

bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan

pengendalian risiko penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi

dasar bagi negara-negara dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam

menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:

a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan

masyarakat

b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan

(41)

PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang

meresahkan dunia. KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi

yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara

Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak,

batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat

relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan

penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008).

WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu

negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti

melakukan pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan

masyarakat yang sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas.

Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal

pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO

secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai

jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008).

Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan

merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk

mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap

kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria sebagai berikut: :

a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.

b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

(42)

d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan

e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

2.6. Landasan Teori

Pemeriksaan kesehatan kapal perlu dilakukan, mengingat kapal membawa

vektor penyakit, baik terhadap isi dan muatan kapal maupun orang yang mungkin

tertular dari luar negeri. Isi dan muatan kapal merupakan faktor risiko terhadap

berkembangbiaknya vektor penyakit, baik penyakit karantina dan penyakit menular

potensial wabah. Keberadaan vektor tersebut dapat disebabkan pada isi dan

lingkungan fisik/ ruangan yang ada pada kapal tersebut seperti ; kamar mandi/toilet,

kamar anak buah kapal, gudang penyimpanan bahan makanan, tempat penampungan

air bersih/tandon air (palka), dapur, sampah, pantry. Pada bagian tersebut umumnya

vektor penyakit seperti tikus, kecoak dan nyamuk berkembang biak (Dirjen

PPM-PL,1996).

Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat

ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah satu

aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa

melalui alat angkut kapal baik yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya.

Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah

pelabuhan laut dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang

(43)

Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian

faktor risiko di kapal, yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan.

Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya di samping kontruksi dan

kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka

kompartemen di dalam kapal itu akan menyebabkan sebagai faktor risiko yang

memungkinkan munculnya vektor di dalam kapal tersebut.

Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000), dalam bidang kesehatan

berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko

timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan

lingkungan, salah satunya adalah alat angkut.

Tujuan dan ruang lingkup IHR adalah untuk mencegah, melindungi dan

mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta

melaksanakan Public Health responce sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat .

(IHR,2005)

Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1962 ”Pemeriksaan kesehatan ialah

(44)

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Risiko Di Kapal - Dek

- Kamar awak kapal - Toilet/kamar mandi - Dapur

-Gudang persediaan makanan

Keberadaan Vektor penyakit di kapal -Ada

[image:44.612.119.493.168.346.2]
(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan pendekatan desain Cross

Sectional study, untuk menganalisis faktor yang berpengaruh dari variabel faktor

risiko di kapal terhadap keberadaan vektor penyakit di kapal dalam upaya

pengendalian vektor yang nantinya dilakukan di kapal yang masuk ke Pelabuhan

Tembilahan.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Tembilahan Kabupaten Indragiri

Hilir.

3.2.2.Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September tahun 2011 mulai

dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kapal kargo dan kapal tunda

(46)

3.3.2. Sampel

Besar sampel yang diambil adalah total dari populasi, yaitu seluruh kapal

kargo dan kapal tunda (Tug Boat) yang datang ke Pelabuhan Tembilahan, diobservasi

setiap hari selama 2 (dua) bulan dengan total sampel berjumlah 54 sampel.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Sumber data diperoleh dari data primer yaitu: dari hasil survei ke kapal yaitu:

hasil observasi ke kapal yang disajikan dalam lembar observasi yang berpedoman

pada pemeriksaan sanitasi kapal (Dirjen PP-PL 2007) . Data sekunder yang diperoleh

dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan, dan instansi terkait di daerah

pelabuhan.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1.Variabel dependen

Keberadaan vektor di kapal adalah ditemukan adanya tikus dan kecoa atau

adanya tanda-tanda kehidupan vektor tikus yaitu: adanya kotoran, bekas jalannya,

bekas gigitan, bau, dan kecoa di kapal, yang berkembang biak di dalam ruangan/

kompartemen kapal yang dapat berperan dalam penularan penyakit.

3.5.2.Variabel independen

Faktor risiko di kapal adalah keadaan sanitasi kapal pada ruangan/

kompartemen kapal yaitu: (Deck, Kamar awak kapal, Kamar mandi/Toilet, Dapur,

Gudang persediaan makanan ) yang dapat memengaruhi perkembangan suatu vektor

(47)

menularkan penyakit. Ada risiko bila keadaan sanitasi tidak baik dan tidak ada risiko

bila keadaan sanitasi baik.

3.5.3. Definisi operasional

1. Deck kapal adalah bagian dari atas kapal, sebagai tempat kegiatan awak kapal, dan

meletakkan barang yang dipergunakan setiap saat.

a. Baik, apabila lantai dalam keadaan bersih (tidak terdapat sampah dan oli),

kedap air dan tidak basah, tidak berkarat, sambungan pengelasan rata dan tidak

timbul sehingga tidak menimbulkan kecelakaan, barang-barang operasional

kerja yaitu: APD tersusun rapi dan tergantung dibagian belakang deck.

b. Tidak baik, jika lantai tidak bersih( terdapat sampah, bekas oli), tergenang air,

korosif/berkarat, pengelasan lantai tidak rata dan timbul sehingga

menimbulkan kecelakaan, barang-barang operasional kerja yaitu: APD tidak

tersusun rapi dan terletak dilantai deck.

c. Tidak ada risiko bila keadaan sanitasi deck baik, ada risiko bila keadaan

sanitasi deck tidak baik

2. Kamar awak kapal adalah suatu suatu sarana atau ruangan tempat beristirahatnya

awak kapal setelah melakukan kegiatan di atas kapal.

a. Baik, apabila kamar dalam keadaan bersih, tidak lebih dari 4 orang dalam 1

kamar, memiliki ventilasi yang mudah dibersihkan dan mempunyai lubang

jenguk dengan bukaan 1,25 cm, pencahayaan > 5-10 fc.

b. Tidak baik, jika kamar tidak dalam keadaan bersih (terdapat sampah di lantai,

(48)

ventilasi yang tidak mudah dibersihkan dan tidak mempunyai lubang jenguk

dengan bukaan 1,25 cm, pencahayaan < 5-10 fc.

c. Tidak ada risiko bila keadaan sanitasi kamar awak kapal baik, ada risiko bila

keadaan sanitasi kamar awak kapal tidak baik

3. Toilet/Kamar mandi adalah satu suatu sarana atau ruangan tempat kegiatan mandi,

cuci, kakus yang dipergunakan oleh anak buah kapal

a. Baik, apabila dalam keadaan bersih, tidak berbau sengit, bukan tempat

penyimpanan barang, kran berfungsi baik, tersedia fasilitas cuci tangan,

tersedia air panas dan dingin, tersedia tissue, sabun.

b. Tidak baik, jika keadaannya dalam keadaan tidak bersih, berbau sengit,

tempat penyimpanan barang, kran tidak berfungsi baik, tidak ada fasilitas cuci

tangan (wastafel), air panas dan dingin, tissue dan sabun.

c. Tidak ada risiko bila keadaan sanitasi toilet baik, ada risiko bila keadaan

sanitasi kamar awak kapal tidak baik

4. Dapur (Galley) adalah suatu sarana tempat mengolah makanan di kapal.

a. Baik, apabila dapur dalam keadaan bersih, dinding dan atap mempunyai

permukaan yang lembut, dan bercat terang, ada tempat sampah kedap air,

mudah dibersihkan dan mempunyai penutup, dipisahkan dari sampah organik

dan an organik, pencahayaan 20 fc, ada ventilasi, alat-alat bersih,mencuci

dengan air panas 77 derajat Celcius, makanan masak bertutup.

b. Tidak baik, jika keadaannya dalam keadaan tidak bersih, dinding dan atap

(49)

kedap air, sukar dibersihkan dan tidak mempunyai penutup, tidak dipisahkan

dari sampah organik dan an organik, pencahayaan < 20 fc, tidak ada ventilasi,

alat-alat tidak bersih,tidak mencuci dengan air panas 77 derajat Celcius,

makanan masak tidak bertutup.

c. Tidak ada risiko bila keadaan sanitasi dapur baik, ada risiko bila keadaan

sanitasi dapur tidak baik

5. Gudang persediaan makanan adalah suatu sarana atau ruangan tempat menyimpan

bahan makanan yang siap di olah untuk kebutuhan awak kapal,baik makanan yang

mudah membusuk maupun tidak.

a. Baik, apabila ruangan dalam keadaan bersih, tidak berbau, pencahayaan 20 fc,

menyimpan diatas rak dengan jarak 15 cm dari deck, thermometer berfungsi

baik, bahan makanan yang mudah membusuk disimpan dengan suhu 0-7

derajat Celcius, bahan makanan yang tidak mudah membusuk disimpan

dengan suhu 10-15 derajat Celcius.

b. Tidak baik, Jika keadaan ruangan tidak bersih, berbau, pencahayaan < 20 fc,

tidak menyimpan diatas rak dengan jarak 15 cm dari deck, thermometer tidak

ada/tidak berfungsi baik, bahan makanan yang mudah dan tidak mudah

membusuk tidak disimpan pada suhu yang telah ditentukan

c. Tidak ada risiko bila keadaan sanitasi gudang persediaan makanan baik, ada

(50)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen yaitu keberadaan vektor tikus dan kecoa di

dalam kapal.

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1. Ada, bila hasil observasi terdapat tanda-tanda vektor di kapal

2.Tidak ada, bila hasil observasi tidak terdapat tanda-tanda di vektor

di kapal

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen 1. Deck

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur :

Didasarkan dari 5 pernyataan dengan alternatif jawaban “baik” (bobot nilai 1)

dan “Tidak Baik” (bobot nilai 0), lalu dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori

yaitu:

1. Tidak ada risiko, apabila memperoleh skor baik ≥50% (>2)

(51)

2. Kamar Awak Kapal

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur :

Didasarkan dari 4 pernyataan dengan alternatif jawaban “baik” (bobot nilai 1) dan

“Tidak Baik” (bobot nilai 0), lalu dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

1. Tidak ada risiko, apabila memperoleh skor baik ≥50% (>2)

2. Ada risiko, apabila memperoleh skor baik < 49% (0-1)

3. Kamar Mandi/Toilet

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur :

Didasarkan dari 7 pernyataan dengan alternatif jawaban “baik” (bobot nilai 1) dan

“Tidak Baik” (bobot nilai 0), lalu dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

1. Tidak ada risiko, apabila memperoleh skor baik ≥50% (>3)

2. Ada risiko, apabila memperoleh skor baik < 49% (0-2)

4. Dapur

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

(52)

Hasil ukur :

Didasarkan dari 8 pernyataan dengan alternatif jawaban “baik” (bobot nilai 1) dan

“Tidak Baik” (bobot nilai 0), lalu dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

1. Tidak ada risiko, apabila memperoleh skor baik ≥50% (>4)

2. Ada risiko, apabila memperoleh skor baik < 49% (0-3)

5. Gudang Persedian Makanan

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur :

Didasarkan dari 7 pernyataan dengan alternatif jawaban “baik” (bobot nilai 1) dan

“Tidak Baik” (bobot nilai 0), lalu dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

1. Tidak ada risiko, apabila memperoleh skor baik ≥50% (>3)

2. Ada risiko, apabila memperoleh skor baik < 49% (0-2)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan 3 tahapan yaitu:

1. Univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing

variabel tersebut

2. Bivariat untuk melihat korelasi atau antara kedua variabel tersebut yang saling

(53)

3. Multivariat untuk melihat faktor yang sangat berpengaruh atau yang paling

dominan dari variabel indenpenden terhadap variabel dependen. Uji yang

(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pelabuhan Tembilahan merupakan pelabuhan nasional kelas II yang terletak di

Kabupaten Indragiri Hilir yang dikelola oleh PT.Pelindo-I Cabang Tembilahan, dan

merupakan salah satu pelabuhan ekspor dan impor di Propinsi Riau. Fasilitas yang

tersedia adalah gudang, dermaga penumpang dan dermaga barang. Potensi lain yang

mendukung pelabuhan Tembilahan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi

adalah perusahaan CPO, dan kornel kelapa sawit.

Pelabuhan Tembilahan terletak di daerah pesisir Timur, dengan keadaan

topografinya merupakan daerah dataran rendah dan berawa, dan merupakan daerah

pasang surut. Pelabuhan Tembilahan terletak pada posisi antara 00 19’ 40” LS dan

103019’4”

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan. BT dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Propinsi Jambi.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Propinsi

Kepulauan Riau.

Suhu rata-rata 270C dan mempunyai iklim tropis yang berkisar antara 210C – 240

Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan merupakan UPT Kemenkes RI,

mempunyai tugas yang salah satunya adalah pengendalian vektor di lingkungan C.

(55)

pelabuhan dan di kapal. Tugas tersebut ditangani oleh Seksi Pengendalian Risiko

Lingkungan. Kunjungan kapal ke pelabuhan Tembilahan pada tahun 2009 sebanyak

298 kapal, sedangkan tahun 2010 sebanyak 409 kapal. Fluktuasi kunjungan kapal

selalu berubah-ubah setiap bulannya. Dari data dibawah terlihat dapat disimpulakan

rata-rata kunjungan kapal dalam sebulan 34 kapal. Hasil distribusi frekuensi

[image:55.612.109.532.305.505.2]

kedatangan kapal dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kedatangan Kapal Berdasarkan Waktu

No 2009 Jumlah 2010 Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 12 19 21 24 10 76 42 30 15 17 17 15 Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 32 33 42 38 40 31 33 37 26 34 26 37

298 409

Sumber: KKP Tembilahan

4.2. Karakteristik Kapal

Karakteristik kapal yang dijadikan penelitian ini yaitu jenis, volume dan

bendera kapal dan dari mana kapal tersebut berasal.

Pada tabel 4.2 di bawah menggambarkan bahwa kapal kapal jenis Tug boat yang

paling dominan yaitu sebesar 37 kapal (68,51%) disusul kapal jenis kargo dan

(56)

yang berbendera asing sebanyak 5 kapal (5,56%) yaitu bendera India dan Malaysia.

Dari karakteristik asal kapal, yang datang dari dalam negeri sebanyak 46 kapal

(85,18%) dan sebagian kecil datang dari luar negeri sebanyak 8 kapal (14,82%) yang

berasal dari negara Singapura, Malaysia, Vietnam dan India. Karakteristik volume

[image:56.612.115.511.359.576.2]

kapal yang diteliti yaitu kapal yang mempunyai isi kotor minimal 200 M3

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kapal

, karena

untuk kapal ukuran tersebut sudah representatif dan mempunyai ruangan-ruangan

yang akan diobservasi. Hasil distribusi frekuensi kapal dapat di lihat pada tabel 4.2

berikut ini:

No Karakteristik kapal Jumlah

(n) Persentase (%) 1 2 3 Jenis kapal Tug boat Kargo Tanker 37 16 1 68,51 29,62 1,86

Total 54 100

1 2 Bendera Kapal Dalam negeri Luar negeri 51 3 94,44 5,56

Total 54 100

1 2 Asal Kapal Dalam negeri Luar negeri 46 8 85,18 14,82

Total 54 100

4.3. Analisis Univariat

Sampel target pada penelitian ini adalah kapal kargo yang datang ke

pelabuhan Tembilahan. Observasi dilakukan selama 2 (dua) bulan mulai dari bulan

(57)

Dimana setiap kapal diamati kondisi kapal yang sesuai dengan kriteria kesehatan

yang meliputi deck, kamar awak

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kedatangan Kapal Berdasarkan Waktu
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kapal
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ada Tidaknya Risiko di Kapal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Saifuddin (2010), yaitu Lakukan pendekatan pada ibu/klien dan suami serta keluarga, berikan kesempatan pada klien untuk mengemukakan masalahnya, jelaskan

[r]

Pengembangan keterampilan motorik anak usia dini sering kali terabaikan dan kurang diperhatikan oleh orang tua, Hal ini lebih dikarenakan mereka belum memahami bahwa program

Kedua, karagenan berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan gel (kekerasan) nugget ikan cucut,semakin besar penambahan karagenan maka kekuatan gelnya semakin meningkat.Ketiga,

Sedangkan untuk pengujian dengan variasi jarak dilakukan antara jarak 1 meter sampai dengan 35 meter dengan menggunakan komunikasi wifi, jika dilihat pada tampilan

Program parenting di Kober Bunda Ganesa ini mulai diadakan dari awal berdirinya Bunda Ganesa pada tahun 2000, diadakannya program parenting ini awalnya bertujuan

menyuplai api pembakaran, Kegagalan pada fan untuk menyuplai udara yang dibutuhkan untuk pembakaran, Kegagalan pada tangki untuk menampung tekanan, Kegagalan pada

Menjadi organisasi belajar adalah hal lain, strategi yang relatif baru yang digunakan beberapa rumah sakit untuk meningkatkannya kinerja (Soklaridis, 2014). Rumah sakit swasta