• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS FILOSOFIS TERHADAP PEMIKIRAN ABD

C. Kerangka Aksiologis

1. Pengertian Aksiologi

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Axios dan logos. Axios artinya nilai dan logos artinya ilmu, penalaran, atau teori. Aksiologi secara bahasa dipahami sebagai teori tentang nilai atau rasionalitas nilai. Secara istilah, aksiologi dipahami sebagai cabang filsafat yang membahas persoalan nilai (Esha, 2010:119-120). Dengan kata lain nilai pada hakekatnya adalah kualitas.

Berkaitan dengan landasan aksiologis gagasan pendidikan hadhari, maka analisa ini akan diarahkan pada apa yang menjadi nilai gagasan

88

pendidikan hadhari dalam upaya memberikan kontribusi bagi pembaharuan pendidikan Islam? dan Apa yang menjadi kegunaan maupun tujuannya.

2. Landasan Aksiologis; Nilai, Tujuan dan Sumbangsihnya Terhadap Pendidikan Islam

Abd. Rachman Assegaf (wawancara email 16-05-2012) menjelaskan bahwa nilai pendidikan hadhari terletak pada pengembangan pendidikan Islam yang berkemajuan atau berperadaban sehingga tidak tertinggal dengan Bangsa, umat, dan negara lain.

Berdasarkan landasan epistemologi, seta persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan Islam yang telah dipaparkan di awal, maka implikasi dan implementasi dalam pendidikan Islam pendidikan hadhari bertujuan:

a. Menciptakan pendidikan Islam yang visioner. b. pendidikan Islam yang integratif-interkonektif. c. pendidikan Islam non-dikotomis.

d. pendidikan Islam yang mampu menjawab isu-isu kontemporer.

Pola pembelajaran yang perlu dikembangkan (sesuai dengan pembahasan bab sebelumnya) adalah pola pembelajaran yang menanamkan pada spirit pilar-pilar hadhariyah, spirit zaman keemasan, spirit nilai-nilai kenabian dan spirit menjawab isu-isu kontemporer.

89

Landasan aksiologis gagasan Abd. Rachman Assegaf akan terlihat, dalam konteks nilai guna, manfaat, maupun sumbangsih apa yang dapat diberikan dalam pembaharuan pendidikan Islam, jika kita memperhatikan beberapa tawaran paradigmatis, metodologis dalam hal implementasi praktisnya di pembelajaran sesuai dengan paradigma pendidikan hadhari yang Ia gagas. Tawaran-tawaran dimaksud adalah terdapat pada aspek-aspek :

a. Aspek kurikulum

Kurikulum dalam pandangan Islam dikembangkan kearah tauhid atau iman kepada Allah Swt. Kurikulum pendidikan Islam diusahakan mencakup dimensi duniawi-ukhrawi, jasmani-rohani, dan spiritual-material secara integral.

b. Aspek pendidik

Pendidik bukan sekedar pembimbing melainkan juga sebagai suri teladan yang baik. Sehingga terdapat dua arah yaitu pendidik sebagai pembimbing dan pendidik sebagai jalan teladan akhlak yang mulia. Pendidik juga harus mampu mengarahkan peserta didik untuk aktif belajar sehingga kemandirian dan tanggung jawab peserta didik akan tumbuh dan teraplikasi dalam kehidupan sehari-harinya.

Pendidik masa kini memiliki tanggung jawab yang besar, pendidik dihadapkan pada keharusan masuk dalam struktur lembaga, perubahan masyarakat, perkembangan teknologi dan lain sebagainya. Guru yang

90

mampu dan mau melakukan refleksi diri terhadap kinerjanya melalui penelitian akan lebih percaya diri. Dengan penelitian-penelitian yang dilakukan akan menghasilkan konsep paradigma yang mampu membawa perkembangan pendidikan Islam.

c. Aspek peserta didik

Peserta didik dalam konsep Islami haruslah aktif dan dinamis dalam berfikir, belajar, merenungkan, meneliti, mencoba, menemukan, mengamalkan, dan menyebarluaskan aktivitasnya (Assegaf, 2011:114). d. Aspek sekolah

Untuk mewujudkan konsep pendidik dan peserta didik yang benar menurut Islam perlu dukungan dari unsur sekolah yang kondusif. Peranan sekolah tidak hanya sebagai tempat pembelajaran, tapi menyiapkan peserta didik yang peka menyoal permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Sehingga sekolah dan lembaga pendidikan lainnya harus bersifat fleksibel artinya sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman.

e. Aspek lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat juga akan mempengaruhi pendidikan peserta didik. Karena pendidik tidak hanya berinteraksi sebatas dalam lingkungan rumah dan lingkungan sekolah tetapi juga akan berinteraksi dengan masyarakat semakin luas semakin Ia dewasa.

91 f. Aspek metode pembelajaran

Ciri khas pendidikan hadhari adalah penggunaan metode yang mendekatkan diri kepada-Nya dan bersungguh-sungguh pada jalan-Nya (QS. AL-Maidah [5]:35) (Departemen Pendidikan Agama Islam, 1994: 165).





























Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Kesimpulannya penggunaan satu metode lebih banyak mengalami kegagalan. Dari berbagai metode satu dengan metode yang lain pasti memiliki kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Sehingga disarankan menggunakan lebih dari satu metode yang mampu menutupi kelemahan metode pembelajaran yang berdiri sendiri.

g. Pendayagunaan masjid

Masjid diharapkan tidak hanya digunakan tempat ibadah shalat tetapi juga mampu menjadi pusat peradaban Islam yang mampu menjadi solusi problematika umatnya.

92

D. Relevansi Pendidikan Hadhari Terhadap Pendidikan Islam

Pondasi paradigma pendidikan Islam merupakan hal yang sangat fundamental dalam satu sistem pendidikan sebagai basis sumber ideologi. Sebagai dasar pendidikan Islam, al-Qur’an dan Hadis adalah rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori dan teknik pendidikan Islam. Dari kedua sumber inilah, kemudian muncul sejumlah pemikiran mengenai masalah umat Islam yang meliputi berbagai aspek, termasuk di antaranya masalah paradigma pendidikan Islam. Oleh karena itu, secara garis besar sumber penelaahan pendidikan Islam dapat diidentifikasikan ke dalam dua corpus, yaitu; al-Qur’an dan Hadist yang kemudian keduanya menghasilkan berbagai pendapat para ahli pendidikan (Nasrudin, 2008:44).

Berangkat dari gambaran pemaparan diatas, maka jika dikaji lebih jauh, terdapatnya pintu lebar untuk berupaya melakukan pengembangan-pengembangan dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam dengan berbagai tawaran strategi, metode, maupun paradigma yang tentunya lebih kontekstual dan aplicable, pendidikan hadhari sebagai sebuah paradigma pendidikan Islam dihasilkan dari upaya penelaahan secara mendalam atas permasalahan pendidikan Islam dalam konteks kekinian serta sebagai bagian dari upaya refleksi dan rekonstruksi sejarah Islam yang ada.

93

Dengan semangat nilai-nilai yang terkandung dalam Q.S. Ar-Ra’d ayat 11, Abd. Rachman Assegaf berkeyakinan bahwa ketika umat Islam berikhtiar untuk melakukan perubahan yang positif, maka Allah akan memberikan karunia perubahan positif yang berdampak pada kemakmuran umat. Abd. Rachman Assegaf dalam wawancara melalui email 16-05-2012 mengungkapkan harapannya tentang pendidikan hadhari, di mana diharapkan pendidikan hadhari dapat memberikan sumbangsih setidaknya menjadi landasan dalam memecahkan persoalan pendidikan Islam. Beberapa relevansi pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif jika dikaitkan dengan isu-isu kontemporer pendidikan Islam saat ini jika diuraikan sebagai berikut:

a. Pengembangan PTAI yang memiliki struktur keilmuan integratif-interkonektif.

Perguruan Tinggi Islam sebagai bagian integral dari pendidikan nasional diharapkan tidak saja survive tetapi dituntut untuk memiliki daya saing yang handal di zaman globalisasi, sains dan teknologi. Dalam hal reintegrasi ilmu, Abd. Rachman Assegaf senada dengan paradigma keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dialog keilmuan membagi wilayah studi ke-Islam-an dalam tiga bagian yaitu hadharah al-nash (bersumber pada agama), hadharah al-’ilm (bersumber pada ilmu kealaman dan kemasyarakatan), hadharah al-falsafah (bersumber pada etika dan al-falsafah) (Assegaf, 2011:28-29).

94

Inti dari struktur keilmuan tersebut adalah mempertemukan kembali ilmu agama dengan ilmu umum sehingga tercapai kesatuan ilmu yang integratif-interkonektif. Dalam perkuliahan semua cabang harus diajarkan dalam sudut pandang Islam dengan tauhid sebagai inti pengajarannya. Abd. Rachman Assegaf menggagas perlunya penambahan ilmu-ilmu kontemporer yang senantiasa berkembang seperti hubungan internasional, agama dan lintas budaya, resolusi konflik. Teknologi informasi, isu-isu global (seperti demokrasi, HAM, pluralisme, kebebasan, wacamna gender, dan lain sebagainya (Assegaf, 2011:274).

Pada teorinya pelaksanaan pendidikan Islam dengan berbasis integratif-interkonektif adalah gagasan yang tepat namun dalam implementasi kenyataannya akan sangat sulit diterapkan. Saat ini pengembangan struktur keilmuan integratif-interkonektif masih dalam taraf pengembangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan UIN di Indonesia. Dalam perjalanan penerapannya masih mengalami kendala apalagi jika konsep keilmuan tersebut tidak dikembangkan secara serius maka hanya akan menjadi hal yang sia-sia. Dalam pelaksanaannya konsep ini perlu ditelaah dan dikaji ulang, harus hati-hati karena dikhawatirkan pengembangan konsep ini yang tidak tepat sasaran justru akan menimbulkan problem baru misalnya hilangnya eksistensi pendidikan agama Islam sendiri dikarenakan lebih terfokusnya pengembangan keilmuan modern.

95

b. Perubahan lembaga pendidikan IAIN/STAIN menjadi UIN

Dengan konsep keilmuan yang integratif-interkonektif dalam konsep pendidikan hadhari mengisyaratkan perubahan paradigma, konsep, visi, dan orientasi baru pengembangan pendidikan Islam (IAIN/STAIN menjadi UIN) mesti segera dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan pelik seperti yang dijelaskan Ahmad Barizi (2011:34-35) adalah ”adakah perbedaan mendasar dari perubahan itu dibandingkan dengan universitas-universitas Islam lain yang berkembang di Indonesia, seperti Universitas Muhammadiyah, Universitas NU, dan lain-lain.

Perubahan IAIN dan STAIN menjadi UIN realitanya juga akan mengundang persoalan. Pertama, pada kerangka manajemen, dikhawatirkan perubahan tersebut hanya bersifat formal, artifisial dan pada hakikatnya tidak mengalami perubahan yang fundamental. Kedua, pada epistemologi institusi, akan mengalami kesulitan dalam penataan kurikulum yang akan dibangun karena adanya beban Islamisasi pengetahuan. Namun, pesimisme tersebut tidak harus dipersoalkan dalam melakukan perubahan tersebut.

Perubahan IAIN/STAIN menjadi UIN, sebagai model reintegrasi keilmuan merupakan satu bentuk pengembangan, peningkatan dan pemantapan status. UIN diharapkan dapat menjadi model sistem

96

pendidikan Islam yang memiliki kualitas tinggi, sehingga perlu melakukan pembenahan dari setiap komponen secara sistematis, terarah dan sungguh-sungguh baik pengembangan visioner, pengembangan substansial, pengembangan SDM, pengembangan manajemen administrasi, dan pengembangan kelembagaan.

c. Demokratisasi pendidikan

Demokratisasi merupakan isu sentral yang mempengarui masa depan pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberi kesempatan yang sama pada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya, sehingga demokrasi pendidikan terkait dengan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama dalam proses pendidikan.

Menurut Abd. Rachman Assegaf (2011:286-292) tedapat enam kaidah demokrasi yaitu kaidah ta’aruf, kaidah musyawarah, kaidah kerjasama, menguntungkan masyarakat, kaidah keadilan dan kaidah perubahan. Kombinasi antara hak manusia dan Allah SWT dalam menentukan nilai-nilai tadi, menjadikan model demokrasi Islam lebih bermakna.

Di Indonesia, demokrasi pendidikan telah mendapatkan pengakuan yang legal seperti yang tercantum dalam UUD 1945:

1) UUD 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi ”setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ”.

97

2) UUD 1945 pasal 31 (3) yang berbunyi ”pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.

Secara konseptual, demokrasi pendidikan dalam pandangan pendidikan Islam yang dikemukakan dalam pendidikan hadhari dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan sudah menuju pada upaya pencerdasan kehidupan bangsa, namun pada realitanya masih cukup banyak usia kelompok sekolah yang tidak dapat atau belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena masalah biaya, tempat maupun kesempatan sehingga mereka seolah terampas haknya untuk menikmati pendidikan sekolah. Partisipasi peran masyarakat juga dinilai masih rendah. Kebijakan pemerintah juga hanya mempertimbangkan potensi pendidikan secara nasional, padahal setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda.

Abd. Rachman Assegaf menjelaskan perlunya dibangun metode kepemimpinan yang demokrasi dalam pendidikan yang memungkinkan guru-guru membina kelas secara demokrasi dengan menerapkan kaidah-kaidah demokrasi yang tersirat dalam ajaran Islam. Ajaran Islam mengandung prinsip dan kaidah yang merupakan kata kunci dari isu demokrasi (Assegaf, 2011: 287).

98

Senada dengan pendapat Abd. Rachman Assegaf, maka untuk mengatasi persoalan pendidikan yang demokrasi ini tidak hanya dilakukan penanaman demokrasi pendidikan pada setiap praktisi pendidikan tapi harus adanya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan agar tepat sasaran, dan penyesuaian antara hasil pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja serta peningkatan kualitas SDM.

d. Pendidikan damai

Kasus tindak kekerasan dalam pendidikan beberapa tahun terakhir ini meningkat. Dalam bukunya yang berjudul ”Pendidikan Tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus, dan Konsep” Abd. Rachman Assegaf menjelaskan pentingnya peran aspek afektif dalam pendidikan,salah satunya mengintodusir budaya damai dalam pendidikan dan ini bisa dilakukan dengan menerapkan konsep pendidikan tanpa kekerasan.

Pendidikan damai adalah proses pendidikan yang memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan konflik dengan cara kreatif, dan bukan dengan cara kekerasan. Keberhasilan pendidikan damai tidak ditunjukkan oleh angka-angka, elainkan mengacu pada kualitas kompetensi untuk merespon kesulitan hidup yang dihadapi bersama (Assegaf, 2004:92-94).

99

Pendidikan hadhari menawarkan solusi dari kasus kekerasan dalam pendidikan adalah dengan memahami penyebab kekerasan dalam masyarakat. Setelah diketahui akar permasalahanya, pendidikan dituntut untuk mempromosikan saling pengertian, toleransi, persahabatan antarberbagai bangsa, dan hendaknya ikut dalam memelihara perdamaian. (Assegaf, 2011:299).

Implikasi pendidikan damai di ruang kelas adalah pengarahan peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pengetahuan anak melalui metode belajar partisipatoris dan kooperatif, serta suasana salin toleransi, peduli dan menghargai (Assegaf, 2004:94). Jika dikaitkan dengan pendidikan maka pendidikan hadhari membeikan arahan bahwa dalam mencapai pendidikan damai perlu ditanamkan melalui materi-materi yang mampu menumbuhkan arti dari perdamaian dan tanggap terhadap persoalan kekerasan yang ada di sekitar peserta didik. Pendidikan damai ini di arahkanuntuk menumbuhkan tiga aspek yang utama yaiu domain pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Di bawah ini merupakan skema penjabaran tentang materi dan metode dalam pendidikan damai yang dirumuskan oleh Abd. Rachman Assegaf (2004:95) adalah sebagai berikut:

100

Bagan Skema 1II

Domain Pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam Pendidikan Damai

PENGETAHUAN 1. Mawas diri dan

mengetahui isu-isu yang terkait dengan :

a. Konflik dan perang b. Damai dan kekerasan c. Lingkungan/ekologi d. Nuklir dan senjata

lainnya e. Keadilan dan

kekuasaan f. Teori-teori analisa

konflik, pencegahan dan resolusi konflik. g. Kultur, ras, gender,

agama, HAM, dan tanggung jawab sosial. h. Globalisasi i. Ketenagakerjaan j. Kemiskinan dan ekonomi internasional k. Hukum internasional dan pengadilan criminal l. PBB, sistem internasional, standar aturan beserta instrumennya. m. Perawatan kesehatan,

AIDS dan bisnis obat terlarang.

KETRAMPILAN

1. Komunikasi, aktif mendengar dan refleksi 2. Kerjasama

3. Empati dan perasaan terlibat

4. Berpikir kritis dan problem-solving

5. Artistic dan aestetik 6. Perantara negoisasi dan

resolusi konflik

7. Sabar dan pengendalian diri 8. Warga yang

bertanggungjawab 9. Imajinasi

10. Kepemimpinan dan visi

SIKAP

1. Kesadaran terhadap lingkungan

2. Harga diri

3. Menghormati martabat manusia dan perbedaan antar budaya

4. Memahami sensitivitas jender

5. Rasa peduli dan empati 6. Sikap tanpa kekerasan dan

rekonsiliasi

7. Tanggung jawab sosial 8. Solodaritas dan

berwawasan luas 9. Resolusi konflik

101

Penanaman melalui keteladanan Rosul dan penggunaan metode mengajar, metode hukuman dan sanksi yang tidak mengarah pada kekerasan juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan damai. Akan sangat sulit menerapkan pendidikan damai di dalam pendidikan di Indonesia mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keaneragaman agama dan budaya. Perlu adanya upaya yang relevan yang dari semua pihak dan institusi pendidikan untuk menciptakan pendidikan damai di Indonesia.

e. Pendidikan multikulturalisme dalam masyarakat plural.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Masyarakat yang plural ini rentan akan terjadinya korupsi, kolusi, konflik politik, separatisme, kerusuhan antar etnis dan agama, dan sebagainya. Pendidikan multikulturalisme penting dilakukan karena di dalam masyarakat yang plural perlu ditanamkan akan pentingnya nilai-nilai kerukunan dan proses intenalisasi tersebut salah satunya melalui pendidikan.

Ada empat bentuk dialog antar umat beragama yang gagas Abd. Rachman Assegaf yaitu:

1) Dialog kehidupan, di mana rakyat dari berbagai macam agama saling berinteraksi dalam memenuhi kenutuhannya masing-masing. Dialog semacam ini terjadi secara alami di tengah-tengah masyarakat.

102

2) Dialog kerja sama dalam kegiatan sosial, di mana rakyat dalam berbagai agama melakukan kerja sama dalam rangka pembangunan nasional.

3) Dialog intermonastik, di mana para pemimpin agama selama masa tertentu tinggal di lingkungan penganut agama lain.

4) Dialog kologium-teologis, di mana ahli-ahli agama tukar menukar informasi tentang ajarannya masing-masing.

Melihat dari bentuk-bentuk yang dipaparkan oleh Abd. Rachman Assegaf di atas adalah adanya bentuk upaya pembauran agama yang dimaksudkan tercapainya kerukunan dan keharmonisan hubungan antar umat beragama dengan tetap menghormati perbedaan yang ada. Hal ini penting dilakukan mengingat hal paling sensitif yang menimbulkan konflik adalah terkait dengan kepercayaan. Realitanya masih banyak terjadi konflik dan kekerasan, namun menegakkan perdamaian merupakan hal yang tidak sia-sia sebab keyakinan pada agama yang mengajak umatnya untuk damai selalu mendorong teciptanya kerukunan tergantung pada bagaimana individu atau kelompok memaknainya

f. Globalisasi pendidikan Islam

Arus globalisasi yang semakin pesat tidak hanya mempermudah keidupan manusia dengan berbagai penemuan-penemuan yang canggih tetapi juga menimbulkan gejala kontra moralitas. Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam dituntut untuk mampu memainkan perannya secara

103

dinamis dan proaktif. Pendidikan Islam tidak hanya penanaman nilai untuk membentengi diri dari dampak negatif gobalisasi, tetapi juga merespon globalisasi dengan sikap arip dan bijaksana sesuai ajaran Islam. Menurut Abd. Rachman Assegaf berpendapat posisi pendidikan Islam yang perlu dipertahankan adalah sikap selektif, kritis dan terbuka terhadap munculnya arus globalisasi. Pendidikan Islam perlu kembali pada sumber ajarannya yaitu al-Qur’an dan Hadis, sambil memperluas wawasan terhadap kemajuan zaman, modernitas, temuan sains dan teknologi sehingga pembaharuan Islam tidak mulai dari nol lagi (Assegaf, 2011:331).

Umat Islam tidak perlu bersikap menutup diri dengan perkembangan zaman tetapi juga tetap selektif sesuai ajaran Islam. Realitanya pendidikan Islam masih belum bisa dikatakan berhasil dalam membentuk peserta didik yang seimbang dalam memaknai jati dirinya sebagai khalifah. Masih banyak terjadi ketidakseimbangan kesalehan sosial dan kesalehan individu serta masih banyak terjadinya degradasi moral di kalangan masyarakat. Fenomena ini adalah PR bagi pendidikan Islam bagaimana mengatasi turbulensi arus globalisasi.

Pendidikan hadhari adalah pendidikan yang membuka mata bagaimana melihat persoalan pendidikan Islam yang begitu banyak. Abd. Rachman Assegaf mengajarkan bahwa dalam memandang dan mencari jalan keluar

104

penyelesaian problem pendidikan Islam adalah dengan selalu kembali pada sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadis serta hasil ijtihad dari para ulama terdahulu tanpa menutup diri dari perkembangan zaman. Salah satu inti dari pendidikan hadhari adalah bagaimana menanamkan sikap kritis peserta didik dalam melihat persoalan-persoalan yang ada disekitar lingkungan, dengan begitu akan terbentuk peserta didik yang respon dan tanggap terhadap permasalahan kontemporer yang terjadi saat ini.

Sebagai bentuk kelemahan dan ketidaksempurnaannya, diakui atau tidak gagasan ini masih dalam dataran wacana yang perlu dilakukan penelaahan secara mendalam mengenai apa yang menjadi kelemahan, kelebihan dan kekurangan dalam dataran konsep maupun implementasinya yang secara publik belum begitu dikenal dan diterima oleh masyarakat, sehingga butuh rasionalisasi dan reasoning yang benar-benar tepat dan sesuai dengan ajaran Islam jika gagasan tersebut ingin dapat diterima di masyarakat secara umum terlebih dapat termanifestasikan dalam pendidikan Islam.

105 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian dan analisis tentang “Paradigma Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif:Tinjauan Filosofis Pemikiran Abd. Rachman Assegaf”, maka dapat menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dimensi ontologis gagasan pendidikan hadhari Abd. Rachman Assegaf adalah ;

a. Paradigma pendidikan yang menjelaskan bagaimana semestinya pendidikan Islam dilaksanakan secara visioner. Pendidikan yang visioner memiliki kejelasan konsep bagaimana visi, konsep belajar, Orientasi, sistem dan metodologi pendidikan yang dilakukan menurut tuntunan wahyu dan nilai-nilai kenabian.

b. Cara pandang dan paradigma berfikir dalam pendidikan yang menyeimbangkan dua sisi potensi manusia sesuai fitrahnya yakni sebagai abdullah dan khalifatullah, yang tetap menyeimbangkan dua komunikasi hablum minallah dan hablumminnass

c. Paradigma pendidikan yang berorientasi pada pendidikan nondikotomik.

106

d. Paradigma pendidikan yang responsif terhadap isu-isu kontemporer. Konsep ini diharapkan menciptakan pendidikan Islam yang lentur menghadapi zaman, dan bukan menoleh ke belakang terus.

Dilihat dari segi orisinalitas atau otentisitas, gagasan Abd. Rachman Assegaf satu sisi dipandang sebagai sebuah gagasan yang merupakan kesinambungan dari gagasan yang sebelumnya. Namun disisi lain, masih terkandung orisinalitas gagasan Abd. Rachman Assegaf jika dilihat dari segi proses bagaimana Abd. Rachman Assegaf mengupayakan sebuah gagasan sebagai bagian dari tawaran solusi atas permasalahan pendidikan Islam kontemporer.

2. Dimensi epistemologis berkaitan dengan landasan berfikir gagasan Abd. Rachman Assegaf mengenai pendidikan hadhari berdasarkan pada substansi dan ajaran ideal yang terdapat dalam Islam itu sendiri, dalam artian, yang menjadi landasan pijak yakni pada ajaran-ajaran Islam itu sendiri yang diterjemahkan secara kontekstual. Substansi ajaran Islam yang dimaksud adalah:

a. Islam tidak mengenal pendidikan dikotomik. b. Islam menganjurkan untuk selalu menuntut ilmu. c. Uswah khasanah terutama dari Nabi Muhammad.

d. Tradisi keilmuan Muslim yang jauh dari pola pikir normatif-deduktif. e. Semangat menghidupkan kembali ajaran-ajaran al-Qur’an dan Hadis.

107

f. Semangat melakukan pembaharuan yang tersirat dalam Q.S Ar-Ra’du ayat 11.

Kerangka metodologi berfikir Abd. Rachman Assegaf berkaitan dengan penggagasan pendidikan hadhari bertolak pada metode sintesa pemikiran dengan sumber pengetahuan antara wahyu, rasio, dan empirisme.

3. Berkaitan dengan landasan aksiologisnya, Sumbangsih pemikiran yang diberikan Abd. Rachman Assegaf berkaitan dengan pendidikan hadhari yakni berkaitan dengan aspek paradigmatik, metodologis sampai pada persoalan praktis yang relevan terhadap persoalan-persoalan kontemporer pendidikan Islam dewasa ini. Disinilah ide pendidikan hadhari bisa dijadikan langkah awal dalam pembaharuan pendidikan Islam disamping

Dokumen terkait