• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN AL-QUR’AN

Dalam dokumen Studi Islam perguruan tinggi (Halaman 63-66)

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER DASAR AJARAN ISLAM

A. PENGERTIAN AL-QUR’AN

Secara etimologis, kata al-Qur‘an mengandung arti bacaan yang dibaca. Lafadz al-Qur‘an berbentuk isim mashdar dengan ―isim

maf‟ul‖. Lafadz al-Qur‘an dengan arti bacaan, misalnya dapat dilihat

pada firman Allah yang artinya sebagai berikut:

“Janganlah, engkau menggerakkan lidahmu untuk terburu-buru membacanya. Sesungguhnya menjadi tanggungan-Ku mengumpulkan dan membacanya. Maka apabila Kami membacanya, maka ikutilah pembacaannya” (QS. Al-Qiyamah: 16-18).

Mengenai asal-usul kata al-Qur‘an, di kalangan ahli ada beberapa pendapat, yang antara lain adalah:1

1. Al-Syafi‘i (150-204 H) berpendapat bahwa kata al-Qur‘an ditulis dan dibaca dengan tanpa hamzah (al-Quran) serta tidak diambil dari kata lain. Ia adalah nama khusus yang diPakai untuk kitab suci yang diberikan kepada nabi Muhamad, sebagaimana kitab Injil dan Taurat yang masing-masing diberikan kepada Isa dan Musa. 2. Al-Farra‘ (w. 207 H), penulis kitab Ma‟ani al-Qur‟an, berpendapat

bahwa kata al-Qur‘an tidak berhamzah, dan diambil dari kata qara‘in, bentuk jamak dari qarinah, yang bermakna indikator/petunjuk. Hal ini dikarenakan sebagian ayat al-Qur‘an serupa satu sama lain, sehingga seolah-olah sebagian ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.

3. Al-Asy‗ari (w. 324 H) berpendapat bahwa kata al-Qur‘an tidak berhamzah dan diambil dari kata qarana yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan

ayat-48

ayat al-Qur‘an dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf. 4. Al-Zajjaj (w. 311 H) berpendapat bahwa kata al-Qur‘an

berhamzah, berwazan fu‟lan dan diambil dari kata al-qar‟u yang berarti menghimpun. Hal ini karena al-Qur‘an merupakan kitab suci yang menghimpun intisari dari ajaran-ajaran kitab sebelumnya.

5. Al-Lihyani (w. 215 H) berpendapat bahwa kata al-Qur‘an berhamzah, bentuk masdar dari qara‟a yang berarti membaca. Hanya saja menurut al-Lihyani merupakan masdar yang bermakna isim maf‟ul. Jadi al-Qur‘an artinya maqru‟ (yang dibaca).

Terhadap pendapat-pendapat yang disebutkan di atas Shubhi al-Shalih mengemukakan penilaiannya bahwa pendapat yang paling benar adalah ―al-Qur‘an masdar dan muradif dengan qira‟ah (bacaan),2

sebagai tersebut di dalam Qs. al-Qiyamah ayat 17-18:

َّ أشق ٔ ّعًج بُيهع ٌّإ .

َّ أشق عبّت بف ِ بَأشق ارئف

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu) pandai membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu”.3

Adapun pengertian al-Qur‘an secara terminologis dapat dipahami dari pandangan beberapa tokoh berikut ini:

1. Menurut al-Zuhaili:4

ةٕتكًنا ّٗبشعنا ظفهنبب و ص ّٗبُنا ٗهع لّضًُنا ضجعًنا للها و لاك ْٕ ٌ أشقنا بفنا ةسٕسب ءٔذبًنا شت إتنبب ُّع لٕقًُنا ّتٔ لاتب ذّبعتًنا فح بصًنا ٗف ط بُّنا ةسٕسب وٕتخًناتحت “Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang mu‟jiz yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang tertulis dalam mashahif menrupakan ibadah dalam mebacanya, yang diriwayatkan secara mutawatir diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan an-Nas”.

2. Shubhi al-Shalih5 merumuskan definisi al-Qur‘an yang dipandang sebagai definisi yang dapat diterima oleh para ulama‘, terutama ahli bahasa, fikih dan ahli ushul.

49

ةٕتكًنا ىّهسٔ ّيهع للها ّٗهص ّٗبُّنا ٗهع لّضًُنا ضجعًنا و لاكنا ْٕ ٌأشقنا ّتٔ لاتب ذّبعتًنا شت إتنا بب ُّع لٕقًُنا فح بصًنا ٗف “al-Qur‟an adalah kalam Allah yang mu‟jiz, yang diturunkan kepada nabi saw, yang tertulis dalam mashahif yang diriwayatkan secara mutawatir dan merupakan ibadah dalam membacanya”.

3. Menurut al-Shabuni:6

“Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang mu‟jiz yang diturunkan kepada nabi terakhir melalui al-amin jibril yang tertulis dalam mashahif yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, merupaka ibadah dalam membacanya diawali dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas”.

Bila dilakukan analisis secara kritis, ada kelemahan yang inheren pada rumusan definisi masing-masing di atas. Pada definisi pertama tidak dimasukkan bi wasithah jibril sebagai indikasi kekurangannya, mengingat al-Qur‘an mesti diwahyukan dengan perantaraan Jibril, meski tidak semua yang diwahyukan Tuhan melalui Jibril mesti berupa al-Qur‘an. Sedangkan kelemahan pada rumusan definisi yang kedua, di samping karena tidak dimasukkannya unsur bi

wasithah Jibril, juga karena tidak terdapatnya unsur bahasa Arab ke

dalam rumusan itu. Padahal yang dinamakan al-Qur‘an pasti berbahasa Arab (Lihat, Qs. Fushshilat: 3), sehingga tafsir dan terjemahnya dalam bentuk bahasa apapun tidak bisa dinamakan al-Qur‘an. Dan begitu pula rumusan definisi yang ketiga, di dalamnya tidak disebutkan bahasa Arab sebagai salah satu unsur substansialnya.

Bertolak dari analisa di atas, kiranya dapat ditegaskan bahwa al-Qur‘an adalah kalamullah yang mu‘jiz, yang diturunkan kepada Muhamad dengan melalui Jibril, dengan lafadz Arab, yang ditulis dalam mashahif, yang membacanya sebagai suatu ibadah, dan diriwayatkan secara mutawatir. Dengan demikian, unsur-unsur pokok yang mutlak terkandung dalam pengertian al-Qur‘an adalah:

1. Al-Qur‘an adalah kalamullah yang bersifat mu‘jiz.

2. Al-Qur‘an adalah kitab suci yang khusus diturunkan kepada nabi Muhammad.

50

semua yang diwahyukan lewat Jibril berwujud al-Qur‘an.

4. Al-Qur‘an berhasa Arab, yang lafadz—dan tentu juga maknanya—berasal langsung dari Allah.

5. Al-Qur‘an adalah kalamullah yang eksistensinya sudah tertuliskan dalam mushaf.

6. Al-Qur‘an merupakan kalamullah yang membacanya saja sudah dinilai sebagai ibadah.

7. Al-Qur‘an merupakan kalamullah yang periwayatannya secara mutawatir.

Di samping sebutan atau nama al-Qur‘an, para ulama‘ juga memberikan beberapa sebutan lain dengan jumlah yang sangat bervariasi, bahkan kadangkala terkesan berlebihan. Abu Ma‘ali ‗Uzaizi bin Abdul Malik menjelaskan dalam kitabnya al-Burhan bahwa Allah telah menamai al-Qur‘an dengan 55 nama.7 Bahkan Abu Hasan al-Harali menegaskan bahwa ada lebih dari 90 nama untuk al-Qur‘an.8

Pendapat semacam ini sangat berlebihan, sebab telah terjadi pencampur-adukan antara nama dan sifat al-Qur‘an. Kebanyakan yang semula mereka anggap sebagai nama-nama al-Qur‘an ternyata hanya merupakan sifat-sifat al-Qur‘an. Adapun di antara pendapat yang lebih dapat dipegangi adalah yang dikemukakan oleh al-Zuhaili yang menyatakan bahwa Qur‘an memiliki 5 nama, yakni Qur‘an, al-kitab, al-mushaf, al-nur dan al-furqan.9 Hanya saja sebagaimana disampaikan oleh Subhi al-shalih, bahwa di antara lima nama itu terdapat dua nama atau sebutan yang paling terkenal yakni al-Qur‘an dan al-Kitab.10

Dalam dokumen Studi Islam perguruan tinggi (Halaman 63-66)