BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian Budaya Kerja
Menurut Robbins (2008:256) budaya organisasi merupakan sebuah sistem
makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi
dari organisasi-organisasi lainya. Ada tujuh karakteristik utama budaya organisasi
menurut penelitan Robbins (2008:256), yaitu :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong
untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian pada hal-hal rinci. sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan
presisi, analis, dan perhatian pada hal-hal detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih kepada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Sejuah mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam
organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang pada individu-individu.
6. Keagresifan. Sejuah mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang
7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankanya status quo dalam perbandinganya dengan pertumbuhan.
Menurut Triguno (2004:1) budaya kerja sudah lama dikenal manusia,
namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai
yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula
dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri
pelaku pekerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut
menjadi budaya atau mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka
dinamakan budaya kerja. Menurut Robbins (2003:10) budaya kerja mendorong
sikap kejujuran, ketekunan, kreatifitas, dan kedisplinan.
1. Kejujuran
Karyawan memiliki sifat yang berpihak pada kebenaran dan sikap moral yang
terpuji dalam melakukan tugas sehari-hari
2. Ketekunan
Sikap teliti, rajin dan tepat waktu dalam mengerjakan tugas sehari-hari secara
konsisten sesuai dengan komitmen yang telah disepakati. Tidak merasa
terpaksa dalam melaksanakan pekerjaan, mau untuk diarahkan oleh pimpinan,
dan mengikuti setiap peraturan yang telah ditentukan.
3. Kreatifitas
Sikap menghadirkan solusi tepat untuk mengatasi masalah dalam pelaksanaan
tugas dan adanya kemauan untuk menciptakan ide-ide baru dalam pekerjaan.
4. Kedisplinan
Bekerja dengan sungguh-sungguh dimana karyawan tidak menentang
koordinasi yang baik, tidak menunda pekerjaan sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan pada waktunya. Menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik
serta mampu mempertanggungjawabkan pekerjaanya.
2.1.1.1 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Luthans (2006:280), budaya organisasi mempunyai beberapa
karakteristik penting diantaranya adalah:
1. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu
sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang
berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.
2. Norma. Ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak
pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.
3. Nilai dominan. Orang mendukung dan berharap peserta membagi-bagikan
nilai utama.
4. Filosopis. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi
mengenai bagaimana karyawan dan pelanggan diberlakukan.
5. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.
6. Iklim Organisasi. Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan
dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara
2.1.1.2. Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki ( 2003:127) Budaya kerja yang terbentuk
secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi
membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun
dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut,
namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi
mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan
setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena
setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya
masing-masing. Menurut Atmosoeprapto (2000:71) budaya perusahaan memilki
unsur-unsur pembentuk, yaitu:
A. Lingkungan Usaha
Lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang
harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilan.
B. Nilai-nilai (Value)
Merupakan konsep dasar dan konsep keyakinan dari suatu organisasi
C. Panutan/Keteladanan
Orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan lainnya karena
keberhasilannya.
D. Upacarara-upacara
Acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka
memberikan penghargaan kepada karyawannya.
E. Network
Jaringan Komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapt menjadi sarana
2.1.1.3. Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi utama budaya organisasi menurut Tika (2006:12) adalah sebagai
berikut:
A. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok
lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh
suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimilki organisasi atau kelompok
lain.
B. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan
bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang
pegawai/karyawan suatu organisasi/perusahaan. Para karyawan mempunyai
rasa memilki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan
perusahaanya.
C. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana
lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan
diatur secara efektif.
D. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan. Dengan dilebarkanya mekanisme kontrol, didatarkannya
struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya karyawan oleh
organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahakan kearah yang sama.
E. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator
karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh
adanya perusahaan-perusahaan besar di mana setiap unit terdapat sub budaya
yang terdiri dari sekumpulan individu yang memilki latar belakang budaya
yang berbeda.
F. Membentuk perilaku bagi para karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar
para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.
G. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.
Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi
terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya
organisasi diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
H. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya
organisasi/perusahaan adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
I. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat
komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta anggota
organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek
komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material
dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi.
Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku
merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan
oleh semua insan yang ada dalam organisasi.
J. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga penghambat
dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu
integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat
dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan
organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.
2.1.1.2. Pemahaman Karyawan Akan Budaya Organisasi
Menurut Robbins (2008:274) budaya ditransmisikan ke karyawan
melalui berbagai bentuk, dan bentuk yang paling mungkin adalah penceritaan
kisah, simbol-simbol material dan bahasa.
1. Penceritaan kisah
Kisah-kisah tersebut biasanya mengandung narasi mengenai tentang para
pendiri organisasi, pelanggaran terhadap aturan, kesuksesan dari tidak mampu
menjadi kaya raya, pengurangan tenaga kerja, pemindahan karyawan, reaksi
terhadap kesalahan masa silam, dan penanganan organisasi. Kisah-kisah ini
melabuhkan masa kini ke masa silam serta memberikan penjelasan dan
legitimasi atas praktik-praktik yang berjalan saat ini.
2. Ritual
Ritual adalah serangkaian aktivitas berulang yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai dasar organisasi, sasaran apa yang terpenting, orang
mana yang penting, dan orang mana yang bisa dikeluarkan.
3. Simbol-simbol materi
Penataan kantor pusat perusahaan, jenis mobil yang diberikan kepada
eksekutif puncak dan ada atau tidaknya pesawat perusahaan merupakan
beberapa contoh simbol material. Simbol-simbol material ini menyampaikan
oleh manajemen puncak, dan jenis perilaku (misalnya, berani mengambil
resiko, koonservatif, otoriter, partisipatif, individualistis, sosial) yang tepat.
4. Bahasa
Banyak organisasi dan unit dalam suatu organisasi menggunakan bahasa
sebagai sarana untuk mengidentifikasi anggota dari sebuah kultur atau
subkultur. Dengan mempelajari bahasa ini, para anggota menegaskan
penerimaan mereka terhadap kultur dan, dengan demikian, membantu
melestarikannya. Dari waktu ke waktu, organisasi terus mengembangkan
istilah-istilah khas untuk menggambarkan perlengkapan, kantor, personalia
kunci, pemasok, pelanggan, atau produk yang terkait dengan bisnisnya.
Karyawan baru sering kerepotan dengan berbagai akronim dan jargon yang
setelah enam bulan bekerja sepenuhnya menjadi bagian dari bahasa mereka.
Begitulah terasimilasi, istilah-istilah ini menjadi denominator umum/bersama
yang menyatukan para anggota sebuah kultur atau subkultur tertentu.
2.1.2. Pengertian Komitmen
Menurut Griffin (2004:15) komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan-karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja. Menurut Robbins (2008:99) komitmen karyawan terhadap organisasi-organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tertentu. Komitmen kerja karyawan
menentukan berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan. Untuk mendapatkan hasil kinerja yang diinginkan suatu perusahaan atau organisasi harus mengetahui motif dan tujuan serta keanekaragaman dari perilaku dan komitmen karyawannya. Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan
dan kesetiaan, terdiri dari penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan,
keinginan untuk tetap berada dalam organisasi, kesediaan untuk bekerja keras atas
nama organisasi.
Menurut Luthans (2006:249) komitmen paling sering didefenisikan yaitu
(1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap
yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan
dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
2.1.2.1. Jenis Komitmen Karyawan
Jenis - jenis komitmen menurut Robbins (2008:101) adalah:
1. Komitmen afektif yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan
dalam nilai-nilainya.
2. Komitmen berkelanjutan yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dengan
sebuah organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
3. Komitmen normatif yaitu komitmen untuk bertahan dengan organisasi untuk
2.1.2.2. Motif yang Mendasari Komitmen Karyawan
Menurut Munandar (2004:79) ada dua motif yang mendasari seseorang
untuk berkomitmen pada organisasi atau unit kerjanya antara lain:
1. Side-best orientation
Hal ini memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala
sesuatu yang telah diberikan oleh individu kepada organisasi apabila
meninggalkan organisasi tersebut. Dasar pemikiran ini adalah bahwa
meninggalkan organisasi akan merugikan karena takut kehilangan hasil kerja
kerasnya yang tidak bisa diperoleh dari tempat lain.
2. Goal-congruance orientation
Hal ini memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal individu
dan organisasi sebagai hal yang menentukan komitmen pada organisasi.
Pendekatan ini menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi
dengan goal-congruance orientation akan menghasilkan karyawan yang memiliki penerimaan atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk
membantu organisasi, keinginan untuk membantu organisasi dalam mencapai
tujuan, serta hasrat untuk tetap menjadi anggota organisasi.