II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Industri Gula di Indonesia
2.3.1. Pengertian dan Bentuk Kemitraan
Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh keuntungan bersama
suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis (Hafasah,
2000).
Kemitraan menurut pengertian umum adalah hubungan usaha antara kecil
dan atau koperasi dan usaha menengah atau besar yang disertai dengan bantuan
pembinaan berupa peningkatan sumber daya manusia, pemasaran, teknik industri,
modal kerja, kredit perbankan oleh usaha menengah atau besar dengan prinsip
saling menguntungkan. Khususnya untuk kemitraan antara Petani Tebu Rakyat
dengan Pabrik Gula diperlukan adanya ‘rasa saling mempercayai’ berkaitan
luasnya dengan jangkauan kerjasama, sehingga kepercayaan menjadi hal yang
amat penting.
Program kemitraan antara Pabrik Gula dengan petani dilakukan
berdasarkan kesepakatan yang melandasi yaitu peraturan pemerintah RI No.44
tahun 1997 tentang kemitraan (pasal 1) yaitu:
Ayat 1: kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan usaha
menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.
Ayat 2: usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang
mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU No. 9 tahun
1995 tentang usaha kecil.
Ayat 3: usaha menengah dan atau usaha besar adalah kegiatan ekonomi yang
besar dari pada kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan usaha
kecil (Hafsah J, 2000).
Kemitraan mirip suatu rangkaian proses yang menurut John L. Mariotti
(1993) dalam Nurani (2008) dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya melalui membangun
strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target
sasaran tercapai. Proses ini benar-benar dicermati sejak awal sehingga
permasalahan yang timbul dapat diketahui baik besarnya permaslahan maupun
langkah-langkah yang perlu diambil. Di samping itu perubahan peluang dan pasar
yang timbul dapat segera diantisipasi sehingga target yang diinginkan dicapai
tidak mengalami perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan
merupakan suatu urutan tangga yang disepakati secara beraturan dan bertahap
untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan demikian kemitraan adalah bentuk hubungan kerjasama usaha
yang berjalan selama ini ada beberapa macam dan penerapannya disesuaikan
dengan kondisi perusahaan, petani, komoditas dan kondisi daerah setempat, antara
lain:
1. Berdasarkan Jangka Waktu
a. Kemitraan Insidentil
Merupakan model kemitraan yang didasari atas kepentingan
kegiatan yang bersangkutan telah selesai. Kemitraan seperti ini dijalin
pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil usahatani. Contoh:
Kemitraan antara petani sayuran dengan pasar swalayan.
b. Kemitraan Jangka Menengah
Merupakan kemitraan berdasarkan motif ekonomi bersama dalam
jangka menengah atau musim produksi tertentu. Kemitraan seperti ini dapat
dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis (kontrak atau kesepakatan).
Contoh: Perkebunan inti rakyat.
c. Kemitraan Jangka Panjang dan Terus Menerus
Merupakan kemitraan yang didasarkan atas saling ketergantungan
dalam hal pengadaan bahan, permodalan, menejemen, dan lain-lain.
Kemitraan seperti ini dilakukan dalam jangka panjang dan terus menerus
dalam skala besarperjanjian tertulis (kontrak atau kesepakatan). Contoh:
Pemilikan petani atau koperasi, misalnya tebu rakyat.
2. Bedasarkan Kerjasama yang Terjalin
a. Sistem Kontrak Kerja
Dalam pola ini petani atau koperasi dan perusahaan menjalin
hubungan kerjasama dengan melakukan kontrak kerja, baik dalam
penyediaan sarana produksi dari perusahaan maupun jaminan pemasaran
hasil produksi petani ke perusahaan dengan demikian kegiatan agribisnis
perusahaan yang hanya terbatas pada proses pengolahan (agroindustri) dan
b. Bentuk Kontrak Manajemen
Bentuk kemitraan dengan ini berupa bantuan menejemen usahatani
dari lembaga yang berpengalaman seperti, koperasi jasa menejemen maupun
perusahaan agroindustri yang telah memliki kemampuan dalam mengelolah
agribisnis kepada petani atau lembaga tani dalam ikatan kontrak. Dalam
pola ini koperasi jasa menejemen atau perusahaan agroindustri melayani
kegiatan menejerial usaha agribisnis yang dikembangkan petani atau
koperasi yang sekaligus melakukan bimbingan dan pembinaan kepada
petani dan pengurus koperasi.
c. Pola Unit Pelaksana Proyek
Pola ini menyertakan peran aktif pemerintah dalam pembentukan
usaha agribisnis. Sejak awal sampai saat dikonversikan kepada petani,
pengadaan sarana produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil
mendapatkan bantuan serta dukungan pembinaan dan pengendalian dari
pemerintah, berupa bantuan yang merupakan pinjaman yang harus
dikembalikan.
d. Perusahaan Inti Rakyat
Perusahaan agroindustri yang memiliki skala usaha besar bertindak
sebagai inti, sedangkan petani sekitarnya sebagai plasma inti yang sangat
besar peranannya dalam penyediaan sarana produksi, pengolahan hasil,
e. Perusahaan Petani
Petani atau koperasi yang pada umumnya kesulitan permodalan,
membentuk usaha patungan berupa suatu perusahaan baru (misalnya:
perusahaan penyalur saprotan) dengan perusahaan agroindustri yang
menyertakan saham masing-masing secara bertahap. Apabila petani atau
koperasi telah mampu menjalankan perusahaan maka pemilikan keseluruhan
saham dialihkan kepada petani atau koperasi.
f. Perusahaan Petani Terpadu
Pembentukan perusahaan baru dengan pola ini sama seperti pola
perusahaan petani, hanya saja dalam pola ini saham milik perusahaan tetap
pada perusahaan baru tersebut. Seluruh kegiatan agribisnis perusahaan
dilakukan bersama-sama, perusahaan semacam ini memerlukan perwakilan
petani atau koperasi dalam jajaran menejemen perusahaan baik pada tingkat
operasional maupun tingkat pengawasan.
3. Berdasarkan Sumber Dana Pengaturan Permodalan
a. Kerjasama dengan Sistem Bagi Hasil
Bentuk kerjasama antara dua pihak yaitu antara petani dengan
perusahaan pembimbing dengan perhitungan yang telah ditetapkan dalam
perjanjian. Sumber permodalan kerjasama ini berasal dari perusahaan
pembimbing yang berupa sarana produksi seperti: bibit, pupuk dan
obat-obatan dan ditambah dengan biaya pengolahan tanah, pemeliharaan sampai
b. Sistem Kredit Koperasi
Diperlukan kerjasama antara tiga pihak yaitu: perusahaan, KUD,
perbankan. Sistem ini hanya dapat dilakukan dalam KUD dengan ketentuan
bahwa KUD mampu bertindak sebagai koordinator dan telah bebas dari
tanggungan kredit lama.