BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian dan Latar Belakang Hak Asasi Manusia
Jhon Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah “hak - hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya”.21
Berdasarkan beberapa perumusan pengertian Hak Asasi Manusia di atas,
diperoleh suatu kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang
melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu
anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan
manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam
kehidupan manusia.
Dalam pasal 1 Undang - undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara,hukum,pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
21
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum.Upaya menghormati, melindungi dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menjadi kewajiban dan tanggung
jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik militer
maupun sipil) bahkan Negara.Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas
dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan.Begitu juga dalam memenuhi
kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak
(kepentingan umum).
Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia
(HAM) harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban hak asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan
bernegara.Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat dari Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah keterpaduan antara Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.
Bila ketiga unsur asasi yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia
dan tanggung jawab asasi manusia yang melekat pada setiap individu manusia, baik
dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan
pergaulan global tidak berjalan secara seimbang, dapat dipastikan akan menimbulkan
kekacauan, anarkisme dan kesewenang - wenangan dalam tata kehidupan umat
Berdasarkan beberapa rumusan Hak Asasi Manusia (HAM) di atas, maka dapat
diketahui bebarapa ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai
berikut :22
1. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu diberikan, dibeli atupun diwarisi. Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. Hak Asasi Manusia (HAM) berlaku untuk semua orang tanpa memandang
jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial dan
bangsa.
3. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM) walaupun sebuah Negara membuat
hukum yang tidak dilindungi atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).23
Pembicaraan tentang keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak terlepas
dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal
bagi kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya Hak Asasi
Manusia (HAM) di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang
antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut
(raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terkait dengan hukum yang
dibuatnya) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggung
jawabannya di muka hukum. Magna Charta telah menghilangkan hak absolutisme
22
Ibid., h.201-202
23
raja.Sejak itu mulai dipraktekkan jika melanggar hukum harus diadili dan
mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlemen.
Menurut Arlina Permanisari menyebutkan bahwa intisari dari hak - hak asasi
manusia ( hard core rights ) atau disebutkan juga sebagai hak - hak yang paling dasar
merupakan jaminan perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap siapapun
baik dimasa damai maupun diwaktu perang . Hak - hak yang paling dasar tersebut
adalah hak untuk hidup, larangan perbudakan, jaminan peradilan.24
Pasal 21 Magna Charta menggariskan “Earls and barons shall be fined by
their equal and only in proportion the measure of the offence” (para Pangeran dan Baron akan dihukum (didenda) berdasarkan atas kesamaan dan sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukannya.25
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh lahirnya Bill of Rights di
Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul pandangan (adagium) yang
intinya bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini
memperkuat dorongan timbulnya Negara hukum dan Negara demokrasi.Bill of Rights Selanjutnya dalam pasal 40 Magna Charta ditegaskan “ …no one will we deny
or delay, rights or justice” (…tidak seorang pun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan).
24
Arlina Permanisari., Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of The Red Cross, Jakarta ,1999,h.342
25
melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa pun berat resiko yang dihadapi,
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan jika ada hak persamaan.26
Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) selanjutnya ditandai dengan
munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham
Rousseau dan Montesquieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka
sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus
dibelenggu.27
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang - orang
yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan
bersalah.Kemudian prinsip ini dipertegas oleh freedom of religion (kebebasan
menganut keyakinan/agama yang dikehendaki).The rights of property (perlindungan
hak milik) dan hak - hak dasar lainnya. Jadi dalam French Declaration sudah tercakup
hak - hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum .
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi
Prancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam
The Rule of Law yang antara lain berbunyi “tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena - mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan
penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
28
26
Azyunardi Azra., Op.Cit,h.202 27
Ibid.,h.203
28
Pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) terus berlangsung dalam rangka mencari
rumusan yang sesuai dengan konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar
perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia dibagi pada 4 generasi yaitu :29
1. Generasi pertama berpendapat bahwa pengertian hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Fokus pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi
pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi
perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara - negara yang baru
merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru.
2. Generasi kedua, pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak saja menuntut
hak yuridis melainkan juga hak - hak sosial,ekonomi, politik dan budaya. Jadi
pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi kedua menunjukkan perluasan
pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada generasi kedua ini
lahir dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Social and
cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights, kedua Covenant tersebut disepakati dalam siding Umum PBB 1966. Pada
masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga
terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial budaya, hak ekonomi dan hak
politik.
3. Selanjutnya lahir generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran Hak Asasi Manusia
(HAM) generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara
yang disebut dengan hak - hak melaksanakan pembangunan (The Rights of
29
Development). Dalam pelaksanaanya hasil pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga juga mengalami ketidak seimbangan dimana terjadi
penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi
prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan
banyak korban, karena banyak hak - hak rakyat lainnya yang dilanggar. Jika
kata ‘pembangunan’ tetap dipertahankan , maka pembangunan tersebut
haruslah berpihak kepada rakyat dan diarahkan kepada redistribusi kekayaan
nasional serta redistribusi sumber - sumber daya sosial, ekonomi, hukum,
politik dan budaya secara merata. Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah
dimulai sejak mulainya pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan
itu selesai.
4. Setelah banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pemikiran Hak
Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga, lahirkan generasi keempat yang
mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan
yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif
seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikirian
Hak Asasi Manusia (HAM) generasi keempat dipelopori oleh negara – negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi
manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and
Government . Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak kepada
terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu Hak Asasi Manusia
(HAM) Asia telah berbicara mengenai masalah kewajiban asasi bukan hanya
hak asasi. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan
imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya.
Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan Hak Asasi Manusia
(HAM) dalam kaitan dengan pembangunan sebagai berikut :
a. Pembangunan berdikari (self-development),
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebasan
rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada
rakyat sumber - sumber daya sosial ekonomi.Relokasi dan redistribusi
kekayaan dan modal nasional haruslah dilakukan dan sudah waktunya
sasaran pembangunan itu ditujukan kepada rakyat banyak di pedesaan.
b. Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata – mata berarti anti nuklir, dan anti
perang bintang.Tetapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri
dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan segala bentuk
tindakan.Hal itu berarti penciptaan budaya damai (culture of peace) menjadi
tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional, maupun dunia internasional.
c. Partisipasi rakyat
Soal partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat
mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam
d. Hak-hak budaya
Di beberapa masyarakat menunjukkan tidak dihormatinya hak - hak
budaya. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh
negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya, karena
mengarah ke penghapusan kemajemukan budaya yang menjadi identitas
kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa .
e. Hak keadilan sosial
Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan menaiknya pendapatan
perkapita, tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil
dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.