DAFTAR PUSTAKA
BUKU
:Irsan, Koesparmono. HukumdanHakAsasiManusia, YayasanBrataBhakti , Jakarta, 2009.
Nowak, Manfred. PengantarpadaRezim HAM Internasional.PustakaHakAsasiManusia Raoul Wallenberg Institute. Inggris,2003.
Attamini, Said. HakAsasi Manusia.Makalah,Jakarta,1994
Burkens, M.C, AlgemeneLeerstukken van GrondrechtnaarNederlandsConstiutioneelrecht, Zwolle : Tjenk-Willink.1989.
Boediardjo, Miriam. Indonesia dan Dialog HAK ASASI MANUSIA, HarianKompastanggal 10 September 1997 halaman 4.Jakarta.1997.
Thomas Buergenthal. International Human Rights.St.Paul, Minn: West Publishing , Co.,1995.
DR, Boer Mauna. PengertianPeranandanFungsiDalam Era Dinamika Global.Alumni, Edisi ke-2.2005.
LG.Saraswatidkk, HakAsasiManusia.Teorihukumdankasus, Filsafat UI Press.2006.
Ghali, Boutros-Boutros.HakAsasiManusia : HakAsasiManusia : BahasaUmumKemanusiaan,
PidatoSambutanpadaPembukaanKonfrensiDuniaHakAsasipadatanggal 14 Juni 1993 di Vienna, disalinolehKomnasHakAsasiManusia Indonesia dalambukunyaDeklarasi Vienna Program AksioJuni 1993. Jakarta.1997.
DepartemenPeneranganRepublik Indonesia, KonsepHakAsasiManusia, Jakarta,1995
ASEAN SelayangPandang,SekretariatNasional ASEAN DepartemenLuarNegeriRepublik Indonesia, Jakarta,1992
C.de Rover, To Serve and Protect Acuan Universal Penegakan HAM, Raja GrafindoPersada: Jakarta,2000.
KomisiHakAsasiManusia., KejahatanTerhadapKemanusiaan, Lokakarya
HeriAryanto SH. KondisiFaktual Muslim Rohingya di Indonesia (LaporanHasilPencarianFakta di Aceh, Medan, danTanjung Pinang)
WEBSITE
:www.ham.go.iddiaksespada 20 April 2016
www.wikipedia.comdiaksespadatanggal 20 April 2016
http://www.republica.co.id/berita/internasional/asean/13/04/02mkllh9-konflik-buddhamuslim-di-myanmar-meredadiaksespada 30 Maret 2016
http://www.komnasham.go.id/portal/id/content/badan -ham-asean-lemahdiaksespada 26 April 2016
AviantinaSusanti,PenyelesaianKasusPelanggaran HAM BeratTerhadapEtnisRohingya di Myanmar BerdasarkanHukumInternasional, JurnalIlmiahUniversitasBrawijaya, 2014.
KONDISI MASYARAKAT DAN PELANGGARAN HAM DI MYANMAR
A. Tinjauan Umum Masyarakat Myanmar dan Etnis Rohingya
Rohingya dan Rakhine adalah dua kelompok etnis berbeda penghuni wilayah
Arakan yang saat ini bernama Rakhine. Bila Rakhine merupakan etnis mayoritas
beragama Budha, maka Rohingya adalah etnis minoritas yang beragama Islam.
Pemerintah Myanmar memperkirakan total populasi di Rakhine mencapai 3,33 juta
jiwa. Termasuk 2,2 juta jiwa adalah umat Budha Rakhine, dan 1,08 juta lainnya
adalah etnis Rohingya. Beberapa wilayah di Rakhine yang dominan ditinggali oleh
Rohingya adalah kota Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung.33
Saat ini Rohingya sedang bertahan dari beberapa bentuk pembatasan dan
penindasan Hak Asasi Manusia yakni pembatasan dalam bergerak termasuk dalam
hal pernikahan dan lapangan pekerjaan, ditolak sebagai warga Negara, penyitaan
lahan hingga pengusiran dan pengerusakan tempat tinggal.34
Asal mula penyebutan kota Rohingya dan bagaimana mereka bisa sampai ke
Myanmar masih menjadi sejarah yang terus diperdebatkan hingga saat ini.
Pemerintah Myanmar menganggap bahwa Rohingya adalah pendatang atau imigran
gelap yang tidak bisa diakui sebagai warga Negara. Namuin ada pula yang
mengatakan bahwa Rohingya adalah Rohingya, yang merupakan keturunan orang
33
Myanmar The Rohingya Minority : Fundamental Rights Denied.
http://www.amnesty.org/en/library/info/ASA16/005/2004. Diakses pada tanggal 21 Maret 2016
34 “Why is There Communal Violence in Myanmar?” http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788
Arab, Moors, Pathans, Moghuls, Bengalis dan beberapa orang Indo-Mongoloid yang
sudah tinggal di Arakan sekitar abad ke 7 Masehi.35
Beberapa sejarawan mengatakan bahwa kata Rohingya berasal dari bahasa
Arab “Rahma” yang berarti pengampunan. Ini merujuk pada cerita pedagang Arab
yang terancam hukuman mati oleh raja Arakan.36 Saat hendak dihukum mati, mereka
meneriakkan kata “Rahma”. Namun karena penduduk Arakan kesulitan menyebut
kata “Rahma”, mereka justru menyebut kata “Raham”. Kata itu kemudian berubah
menjadi “Rohang” dan akhirnya berubah menjadi “Rohingya”. Adapula sejarawan
yang mengatakan bahwa dulu diantara warga Myanmar terdapat populasi muslim dari
kerajaan kuno Arakan bernama ‘Mrohaung’ dan nama tersebut diubah menjadi
Rohang. Hingga kemudian muncul klaim bahwa Rohingya adalah bangsa Benggala
yang melarikan diri ke Burma tahun 1950-an. Ini diyakini atas dasar tidak adanya
Rohingya pada sensus penduduk tahun 1824 yang dilakukan Inggris.37
Perbedaan agama, fisik, dan bahasa dimana Rohingya berbicara Bengali
dengan dialek Chittagong yang sangat terlihat antara Rohingya dengan etnis
mayoritas Myanmar, semakin dijadikan alasan oleh pemerintah untuk tidak mengakui
Rohingya sebagai bagian dari Myanmar. Padahal menurut Nurul Islam, presiden
organisasi nasional Rohingya Arakan dan Zaw Min Htut pemimpin orang Rohingya
Jepang yang pernah datang ke Indonesia dan melakukan kampanye ‘Save
35 “Facts About The Rohingya Muslims of Arakan”
http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-rohingya.html diakses pada tanggal 21 Maret 2016
36 Aulia Akbar. “Sejarah Masyarakat Rohingya”
http://international.okezone.com/read/2012/08/17/sejarah-masyarakat-rohingya diakses pada tanggal 22 Maret 2016
37Heri Aryanto SH. “Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia” (Laporan Hasil Pencarian Fakta
Rohingya’bersama PIARA, mengatakan bahwa bahasa dan budaya Rohingya berbeda
dengan Bengali.
Tidak diakuinya eksistensi Rohingya saat ini, berbanding terbalik dengan
masa kepemimpinan perdana menteri U Nu pada tahun 1948-1962. Pada saat
kepemerintahan U Nu, banyak tokoh asal Rohingya yang berperan dalam
pemerintahan seperti Sultan Mahmoud yang menjadi menteri kesehatan. Namun
setelah kudeta militer yang dipimpin oleh jenderal Ne Win berhasil menggulingkan
kepemerintahan U Nu di tahun 1962, sejak saat itulah pemerintah Myanmar tidak
mengakui Rohingya dengan menganggap bahwa populasi muslim yang tinggal di
Rakhine adalah Bengali.
Keyakinan pemerintah atas sejarah bahwa Rohingya bukan etnis Myanmar
berakibat sulitnya Rohingya hidup di Myanmar. Terutama setelah lahirnya peraturan
kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 yang hanya mengakui kelompok etnis yang
telah menetap di Myanmar sebelum tahun 1823. Sebagaimana yang pernah
ditegaskan oleh pemerintah Myanmar.38
“The 1982 citizenship law defines citizen as members of ethnic groups that
have settled in Burma before 1823, the start of British Colonial rule in Burma. The
Rohingya do not feature among the 135 national races listed by government and
therefore rendered stateless.”39
38Ibid.
39 Chris Lewa. Asia’s New Boat People: Thousands of Stateless Rohingyas are Leaving Burma and
“In actual fact, although there are (135) national races living in Myanmar
today, the so-called Rohingya people is not of them. Historically, there has never
been a ‘Rohingya’ race in Myanmar…40
Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan represi, diskriminasi dan
eliminasi terhadap Rohingya. Seperti beberapa operasi yang digencarkan pemerintah
Myanmar dengan tujuan mengusir dan menekan pertumbuhan penduduk Rohingya,
perempuan Rohingya juga tidak diperkenankan memakai jilbab, orang-orang
Rohingya juga sering dipaksa bekerja tanpa upah, penghancuran masjid dan tempat
tinggal, serta perampasan hak-hak untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan.41
Misalnya pada tahun 1970-an, Myanmar mewajibkan seluruh warga
negaranya untuk memiliki kartu pendaftaran warga negara.42 Namun hanya Rohingya
yang diberi kartu pendaftaran asing. Sehingga beberapa sekolah dan majikan tidak
bisa menerima mereka.43
40
Press Release of The Ministry of Foreign Affairs of The Union of The Myanmar.26 February 1992.Dikutip dari Myanmar The Rohingya Minority : Fundamental Rights Denied
41“Facts About The Rohingya Muslims of Arakan”. Op.Cit.Pemerintah Myanmar tidak hanya
melakukan diskriminasi dan represi pada Rohingya, tapi juga kepada etnis minoritas lain seperti Karen,Shan,Kachin dan Mon. Namun etnis minoritas tersebut masih diakui eksistensinya oleh Myanmar. Ini dibuktikan dengan beberapa penamaan wilayah di Myanmar sesuai dengan nama beberapa etnis tersebut.
42Human Right Watch. “The Government Could Have Stop This – Sectarian Violence and Ensuing
Abuses in Burma’s Arakan State.
43 Statement by the Ministry for Home and Religious Affairs, November 16, 1977 dikutip dari
“Burma: The Rohingya Muslims : Ending a Cycle of Exodus?” http://www.refworld.org/cgi-bin/texis/vtx/rwmain?docid=3ae6a84a2 diakses pada tanggal 24 Maret 2016
Selain itu juga pada tahun 1977, pemerintah mengadakan
program operasi atau sensus secara menyeluruh yang diberi nama Naga Min. Operasi
ini bertujuan untuk mengamati atau memeriksa setiap individu yang tinggal di
Myanmar kemudian menandai mana saja yang tergolong warga negara dan warga
secara illegal.44 Di wilayah Arakan sendiri, prosedur ini justru menjadi serangan
brutal yang ditujukan pada Rohingya mengakibatkan pembunuhan massal, perkosaan,
pengerusakan masjid dan penganiayaan oleh orang-orang Rakhine dan tentara lokal.
45
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Masyarakat
Myanmar dan Etnis Rohingya
Akibat dari kekerasan-kekerasan itulah yang akhirnya membuat orang-orang
Rohingya menjadi pengungsi, ‘manusia perahu’ dan berbondong-bondong keluar dari
negaranya mencoba mencari suaka ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Brunei
dan Bangladesh. Dalam perjalanannya mencari perlindungan ke negara lain, tak
jarang banyak orang-orang Rohingya yang tewas karena kelaparan, kehausan atau
bahkan tenggelam. Pemberitaan media yang provokatif disertai sikap tertutup
pemerintah Myanmar atas apa yang terjadi di Rakhine, sekaligus diiringi dengan
keluarnya warga Rohingya dari Myanmar secara besar-besaran membuat banyak
negara salah tafsir atas apa yang terjadi di Myanmar.
Kerusuhan yang melibatkan Rohingya dan Rakhine ini bermula pada bulan
Juni 2012. Pada saat itu sebuah surat kabar “The New Light of Myanmar”
memberitakan sebuah pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang penjahit
44
Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia.“Rohingya, 101 Data
dan Fakta”. Orang-orang Rohingya yang berada di negara lain dengan niatan mencari perlindungan,
tak sedikit pula mendapatkan perlakuan semena-mena di negara penerima seperti penjualan ke sindikat perdagangan manusia dan kerja paksa. Baca juga: “Polisi Thailand Jual Pengungsi Rohingya”
http://international.okezone.com/read/2013/01/21/411/749580/polisi-thailand-jual-pengungsi-rohingya diakses pada tanggal 24 Maret 2016
45“Jusuf Kalla: Kita Bisa Mendesain Masa Depan Rohingya.”
wanita bernama Ma Thida Htwe di desa Kyak Ni Maw, kota Yanbye pada tanggal 28
Mei 2012 yang diduga dilakukan oleh pemuda Muslim Rohingya.46
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan 47
46DPR RI. “Diplomasi Parlemen Indonesia di Asia Tenggara : Spektrum Kepemimpinan Indonesia di
ASEAN Inter-Parlimentary Assembly 2011-2012.” Hal 88
47Agil Iqbal Cahaya,S.AP Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam.
“Rohingya,Korban Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”. Lihat pada
www.setkab.go.id/artikel-5309-html diakses pada tanggal 28 November 2012
tersebut dilaporkan ke kantor Polis
Kyauk Nimaw hingga pada akhirnya polisi berhasil menetapkan tiga tersangka
bernama Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung, Rawphi bin Sweyuktamauk, dan
Khochi bin Akwechay. Menurut penyelidikan, tersangka merampok sejumlah barang
berharga Ma Thida dengan alasan membutuhkan uang untuk menikahi seorang gadis.
Dibantu kedua rekannya, Htet Htet mengakhiri aksi perampokannya dengan
membunuh korban.
Beberapa sumber menyatakan bahwa sehari setelah penangkapan tiga
tersangka pemerkosaan tersebut, sekelompok massa umat Buddha dating mengepung
kantor polisi tempat ketiga pelaku berada. Mereka menuntut agar ketiga pelaku
diserahkan pada massa yang marah. Setelah itu, pada 3 Juni 2012 orang-orang Budha
di Kota Taunggup membagikan selebaran peringatan potensi pemerkosaan wanita
Rakhine oleh muslim Rohingya. Sekitar 300 massa Budha Rakhine juga dilaporkan
menghadang sebuah bus yang berisikan 10 penumpang peziarah Islam. Mereka
dipukuli hingga tewas, satu orang Budha juga dinyatakan tewas dalam insiden
tersebut karena dikira muslim. Penyerangan bus ini didasari motif balas dendam atas
Jelang seminggu setelah penyerangan bus berpenumpangkan Muslim
Rohingya, segerombolan umat muslim dilaporkan melempar batu ke sebuah gedung
di wilayah Maungdaw pada 8 Juni 2012 seusai sholat jumat. Beberapa saksi
melaporkan bahwa ribuan orang Rohingya juga menyerang dan membunuh beberapa
orang non-Muslim. Pada insiden itu, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan
agar kerumunan massa dapat dibubarkan. Namun kerusuhan justru berlanjut dengan
membakar rumah-rumah orang Budha Rakhine. Umat Budha pun juga turut
meluncurkan serangan balasan. Pada hari yang sama juga tercatat bahwa kekerasan
yang melibatkan dua kubu etnis ini muncul di berbagai wilayah.48
Aksi balas dendam berkembang secara cepat dan berkelanjutan. Kedua kubu
berkomitmen untuk saling melakukan pembunuhan, pembakaran, dan penghancuran
properti. Di beberapa daerah, ribuan pasukan bersenjata Rakhine melancarkan
serangan dan penghancuran desa muslim. Beberapa serangan memang ditargetkan
oleh orang-orang Rakhine dan pasukan keamanan Negara untuk melawan Muslim
Rohingya, serangan ini mengakibatkan mengungsinya lebih dari 100.000 jiwa yang
sebagian besar adalah Rohingya.49
Tindakan saling serang dan membalas terus terjadi antara kedua etnis.
Kerusuhan juga mulai pecah di beberapa kota seperti Sittwe, Maungtaw, dan
Buthidaung. Para perusuh juga menghancurkan dan membakar rumah, toko,
48 “Mencegah Pertumpahan Darah serta Membangun Hubungan Antar Suku yang Lebih Baik.”
http://www.crisisgroup.org/en/publication-type/alerts/2012/myanmar-alerts.aspx?alt_lang=id .baca juga “Protect The Rohingya’s Report : Hear Our Screams, Making A Case For The Rohingya Genocide.”
49
Ibid. “Protect The Rohingya’s Report : Hear Our Screams, Making A Case For The Rohingya. Baca
juga Inquiry Commission, Union of Myanmar.Final Report of Inquiry Commission on Secretarian
Violence in Rakhine State. Dapat dilihat di
penginapan serta terlibat dalam pembunuhan yang menewaskan 87 orang termasuk
31 diantaranya dari ras Rakhine dan sisanya dari Rohingya. Selain membuat ratusan
orang terluka, kerusuhan ini juga berhasil membungihanguskan 5.338 rumah.50
Setidaknya sudah 200.000 orang Rohingya melarikan diri dari rumahnya sejak
bulan Juni 2012. Setahun setengah pasca kekerasan di Rakhine pada 2012, beberapa
pengungsi etnis Rohingya masih kekurangan tempat tinggal yang memadai, air
minum, kamar mandi, dan perawatan kesehatan. 51
Kerusuhan yang terjadi sejak awal Juni 2012 silam langsung menyita
perhatian dunia internasional. Walaupun fakta membuktikan bahwa Rohingya telah di
diskriminasi cuku lama jauh sebelum kerusuhan 2012 meledak. Namun pemberitaan
media, sikap diskrimintatif pemerintah Myanmar hingga bertambahnya arus
pengungsi Rohingya ke negara-negara tetangga, seolah menggambarkan bahwa
kerusuhan ini tak akan berakhir.52
Kerusuhan yang terjadi antara Rohingya dengan Rakhine fase kedua kembali
pecah pada 21 Oktober 2012.53 Pada saat itu, ratusan etnis Rakhine menyerang
perkampungan Rohingya di desa Aung-Hlaing kota Minbya. Konflik fase kedua ini
juga berimbas kepada 7 kota di Negara bagian Rakhine termasuk Kyaukpyu dan
Myebon yang tidak terkena dampak dari kerusuhan fase pertama.54
50
Fortify Rights.Op.cit.Hal 17-18
51European Commission : “Humanitarian Aid and Civil Pretection, The Rohingya Crisis,ECHO
FactSheet”.
52Inquiry Commission. Op.cit.Hal 13
53 Benjamin Zawacki. “Defining Myanmars Rohingya Problem.” baca juga “Kerusuhan Terbaru di
Myanmar Tewaskan 56 Jiwa”
http://international.okezone.com/read/2012/10/26/411/709554/kerusuhan-terbaru-di-myanmar-tewaskan-56-jiwa diakses pada tanggal 25 Maret 2016
Pemerintah Myanmar sendiri mengakui bahwa serangan tersebut telah
terkoordinir. Aparat kemanan yang selama ini dituding telah gagal melindungi
Rohingya justru terlihat membela Rohingya pada saat kerusuhan terjadi. Ini dapat
dibuktikan dari pengakuan seseorang warga etnis Rakhine yang mengatakan bahwa
pihak keamanan melepaskan tembakan kea rah etnis Rakhine agar membubarkan diri.
Dalam insiden tersebut dilaporkan 56 orang tewas, 64 orang luka-luka dan hamper
200 rumah terbakar.55
Kerusuhan juga menjalar ke kota Meikhtila, Myanmar tengah pada bulan
Maret 2013. Sejak bentrokan antara umat Budha dan muslim Rohingya tercetus bulan
Juni 2012 yang lalu, mulai banyak gerakan atau kampanye anti muslim yang
bermunculan. Walaupun kerusuhan di Meikhtila ini tidak melibatkan etnis muslim Pertengahan September 2012, diperkirakan sudah 76.000 orang-orang
Rakhine mayoritas etnis Rohingya hidup dalam pengungsian. Angka tersebut naik
menjadi 115.000 jiwa pada bulan November 2012. Pada bulan November juga
dilaporkan bahwa sekelompok umat Budha menghadang dan membagikan pamflet
ancaman kepada dokter dan tenaga bantuan medis yang berusaha melanjutkan
pemberian antuan ke pengungsian Rohingya.
Pada 16 Maret 2013, tiga orang laki-laki Rohingya bernama Mohammad
Ullah, Manzur Alam, dan Mohammed Ayub dari kota Minbya ditemukan tewas di
dalam air dengan bekas luka potong dibagian leher, hidung dan organ intim. Mereka
dibunuh oleh esktrimis Rakhine saat akan membeli bahan makanan untuk warga desa.
55 “Konflik Budha-Muslim di Myanmar Mereda”
Rohingya dan Budha Rakhine, namun kerusuhan selama bebrapa hari tersebut
berhasil menewaskan sepuluh orang dan puluhan luka-luka serta 42 bangunan yang
hangus terbakar. Intensitas konflik etnis di Myanmar sempat mereda pada bulan April
2013. Namun meredanya konflik etnis ini tak bisa bertahan lama. Pasalnya, pada 30
April 2013 kembali muncul pemberitaan tentang penyerangan Masjid dan Toko milik
umat Islam di kota kecil Oakkan yang dilakukan oleh orang-orang Budha.
Hampir satu tahun setelah kerusuhan Rakhine dan Rohingya mencuat pada
bulan Juni 2012 silam dibawah kepemimpinannya, akhirnya Presiden Thein Sein
bersumpah bahwa pemerintah akan melakukan segala cara untuk melindungi hak-hak
minoritas Muslim yang tinggal di Rakhine. Dalam pidato yang disiarkan oleh televise
Negara senin 6 Mei 2013, Thein Sein juga meekankan pentingnya toleransi antar
pemeluk agama agar bisa hidup berdampingan secara damai.56
56 “12 Muslims Kidnaped by Rakhine Monks in Sittwe”
http://arakan24.com/en/index.php/news/news-arakan/209-12-muslims-kidnapped-by-rakhine-monks-in-sittwe diakses pada tanggal 30 Maret 2016
Rentan waktu dari pertengahan higga akhir 2013 masih terus menceritakan
tentang penyerangan yang melibatkan dua kubu etnis. Sejauh ini belum ada
pemberitaan perkembangan konflik ke arah yang lebih baik. Seperti pemberitaan
media tanggal 03 Oktober 2013. Massa Budha membawa pedang dan pisau lalu
menyerbu kota Thandwe yang mengakibatkan kematian lima orang. Mereka juga
membakar setidaknya 100 rumah. Didesa terdekat dari wilayah Pauktaw juga
Konflik antar kedua etnis ini juga masih terjadi pada tanggal 28 November
2013 dimana duabelas orang muslim yang akan berangkat bekerja di sebuah pabrik
batu bata Rakhine diculik oleh Biksu Budha di Sitwe. Tujuh orang diculiik dan 5
orang lainnya dilepaskan. Pada bulan desember juga masih ditemukan pemberitaan
yang mengabarkan bahwa orang-orang Rohingya yang tinggal di kota Maungdaw
sedang hidup dalam ketakutan karena adanya rumor yang tersebar bahwa aka nada
serangan besar yang dilakukan oleh ekstrimis Rakhine.57
Pada awal bulan Desember 2013, seorang senior politik melaporkan adanya
pertemuan rahasia yang digelar oleh hamper seluruh anggota perwira tentara dan
pimpinan ekstrimis Rakhine Buthidaung dan Maungdaw.58
Selama rentan waktu terjadinya konflik antara Rohingya dan Rakhine, muncul
pula sebuah gerakan yang disebut 969 dan 786. Gerakan 969 merupakan gerakan Pertemuan ini
membangkitkan semangat para ekstrimis sekaligus mengisyaratkan beberapa indikasi
yang sangat jelas bahwa aka nada kerusuhan lagi di wilayah Rakhine. Pertemuan ini
juga seolah membenarkan rumor yang beredar pada bulan November lalu bahwa aka
nada serangan susulan. Saat ini para pemimpin Rohingya serta semua warga di
wilayah Buthidaung dan Maungdaw hidup dalam ketakutan karena pemerintah
setempat dan para ekstrimis sedang berusaha mengurangi jumlah populasi
orang-orang Rohingya dengan membunuh dan mengusir mereka dari Myanmar.
57 “Fresh Conspiracy For a Pervasive Attack on Rohingya”
http://arakan24.com/en/index.php/news/news-arakan/210-fresh-conspiracy-for-a-pervasive-attack-on-rohingya diakses pada tanggal 30 Maret 2016
58“Rohingya are engulfed by fear of prospective violence in Maung daw”.
yang dipimpin oleh seorang biksu bernama Wirathu. Dimana orang-orang yang
berada di dalamnya merasa bangga karena menjadi Budha pertama di Myanmar. Saat
ini gerakan 969 mendapat banyak dukungan dari pejabat pemerintah dan biksu.
Wirathu sebagai pemimpinnya mendesak agar semua umat Budha memboikot
toko dan bisnis orang Islam dengan cara melakukan transaksi jual beli hanya di
toko-toko Budha yang bertanda 969.59
Gerakan 969 dengan mudah disebarkan oleh para biksu. Logo dan stikernya
tersebar ke seluruh penjuru rumah, toko, taksi dan kios-kios souvenir khususnya di
daerah-daerah yang sedang dilanda kerusuhan. Beberapa pihak berwenang bahkan
memperlakukan symbol tersebut dengan sangat hormat. Tercatat bahwa seorang pria
muslim pernah dihukum selama 2 tahun penjara karena melepas stiker tersebut dari
sebuah toko. Sama halnya dengan logo 969, Islam pun juga memiliki logonya sendiri
yakni 786. Simbol ini juga kerap dipasang di setiap toko dan rumah mereka. Menurut
mereka, ini adalah angka yang mewakili berkah Islam. Memiliki arti yang sama
dengan Bismillahirrohmanirrohim, “Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang”60
59 “Special Report: Myanmar Gives Official Blessing to Anti-Muslim Monks.”
http://www.reuters.com/article/2013/06/27/us-myanmar-969-monk-idUSBRE95Q04G20130627 diakses pada tanggal 3 April 2016
60Ibid. Tidak ada kejelasan sejak kapan gerakan 969 muncul.Pasalnya pendiri gerakan 969, Wirathu
C. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Terjadi di Masyarakat
Myanmar dan Etnis Rohingya
Human Rights yang berbasis di New York menuding bahwa pemerintah,
termasuk para biksu Budha, politisi lokal, pejabat pemerintah, dan pasukan keamanan
negara telah menggerakkan kampanye pembersihan etnis untuk melawan umat Islam.
Thein Sein adalah mantan komandan militer yang pernah menjabat sebagai perdana
menteri pada 2007 hingga kemudian berhasil menjadi presiden Myanmar pada tahun
2011. 61Dibawah kepemerintahannya, ia dituding telah mengabaikan dan bahkan
bersekongkol dalam pembersihan etnis dan pelanggaran HAM terhadap Rohingya.
Ditambah lagi dengan pernyataannya bahwa tidak ada Rohingya dalam daftar ras
Myanmar. Ia mengatakan bahwa Myanmar hanya punya Bengali yang pernah dibawa
Inggris untuk mengerjakan bidang pertanian.62
61Andrew R.C Marshall/Reuters.”Myanmars Official Embrance of Extreme Buddhism.”
62Embassy of The Republic of Indonesia,Yangon,Myanmar.”Burma President Vows to Protect Muslim
Rights”
Selain berlangsungnya pembantaian, Rohingya terus menerus mengalami
tindakan diskriminasi dari pemerintah Myanmar. Misalnya, tindakan diskriminasi
pasukan keamanan Nasaka yang sedang melakukan sensus memaksa Rohingya untuk
menulis ‘Bengali’ sebagai nama ras mereka. Beberapa orang Rohingya yang berusaha
menentang dikte dari pasukan Nasaka karena tidak sesuai dengan keinginan mereka,
Nasaka adalah pasukan perbatasan Myanmar yang dituduh telah terlibat aktif
dalam pembersihan etnis di Rakhine.63 Pada bulan Maret 2013, muncul sebuah video
disebuah website yang mengunggah rekaman pasukan Nasaka saat membunuh
muslim Rohingya. Kemudian pada bulan Mei 2013 juga dilaporkan bahwa ada
beberapa warga Rohingya yang melarikan diri setelah menolak disebut ‘Bengali’ oleh
pasukan Nasaka.64
Rohingya juga menerima perlakuan diskriminatif dadri Tatmadaw yang
merupakan Organisasi paling kuat di Myanmar yang memiliki sejarah panjang atas
kejahatan perang seperti pemerkosaan, penyiksaan, pembakaran desa, pembersihan
etnis, dan lain-lain. Dalam kasus Rohingya 2012, Tatmadaw secara terbuka
mendukung dan memberikan kontribusi terhadap kekerasan massa yang muncul
secara tiba-tiba.65
Tindakan otoritas Myanmar yang mengumumkan pasal 114 peraturan darurat
dimana inti dari aturan ini adalah melarang warga Rohingya berkumpul lebih dari
lima orang, membuat umat muslim Rohingya tidak dapat menunaikan sholat idul fitri Selain itu, sejak bulan Juni banyak masjid dan sekolah di Rakhine dan Sittwe
yang dirusak serta dibakar. Adapula yang dikunci. Rohingya tidak diperkenankan
melakukan ibadah di bulan Ramadhan. Jika memberontak, mereka akan dihukum dan
ditahan.
63 Anne Gearan.”Burma’s Thein Sein Says Military Will Always Has Special Place in Government.”
http://www.washingtonpost.com/world/national-security/burmas-thein-sein-says-military-will-always-have-a-special-place-in-goverment/2013/05/19/253c300e-c0d4-11e2-8bd8-2788030e6b44_story.html diakses pada 05 April 2016
64
Arakan Rohingya National Organization.“ARNO Request UN Intervention is Most Urgent to Protect
The Rohingya in Arakan State – 14 January 2013.” Dikutip dari Arakan Genocide of The Rohingya of Myanmar in 2012 by Dr.Habib Siddiqui. Hal 29
berjamaah dua tahun berturut-turut dari 2012 hingga 2013. Sejak tahun 2012
pemerintah Myanmar diketahui telah melarang kegiatan sholat berjamaah. Padahal
peraturan darurat 144 yang dikeluarkan Myanmar adalah sebagai tanggapan atas
situasi konflik yang terjadi. Seharusnya peraturan ini juga berlaku untuk seluruh etnis
yang berkaitan. Namun yang terlihat justru diksriminasi agama karena etnis Budha
tetap bisa merayakan hari agamanya di kuil, sementara umat Islam Rohingya tidak
diizinkan.66
Beberapa tindakan dan kebijakan yang ditujukan pada etnis Rohingya
tampak sengaja dirancang untuk membuat Rohingya tidak betah dan meninggalkan
Myanmar.
Penulis juga menemukan laporan Human Rights Watch yang mengatakan
bahwa aparat kepolisian dan paramiliter Myanmar yang berjaga di lokasi konflik tak
segan menembaki etnis Rohingya dengan peluru asli. Sebagian diantaranya juga turut
menyiksa para pemuda Rohingya yang terlibat bentrok dengan Rakhine. Seorang
warga Rohingya juga menuturkan bahwa aparat yang berjaga hanya berdiam diri saat
warga Budha membakar perkampungan Rohingya. Aparat justru menembaki etnis
Rohingya yang mencoba untuk memadamkan api.
67
66 Dr. Habib Siddiqui.Op.Cit 67 Fortify Rights.Op.cit.hal 11
Seperti pada tanggal 31 Juli 2012, menteri dalam negeri letnan jenderal
Ko Ko mengatakan kepada parlemen bahwa pihak berwenang akan memperketat
peraturan dalam melawan Rohingya. Tujuannya adalah untuk mengatur kelahiran,
diskriminatif tersebut berhasil membuat Rohingya melarikan diri ke Bangladesh,
Thailand, Malaysia dan beberapa Negara lain.68
Seperti halnya surat perjanjian daerah tahun 2005 yang menyebutkan bahwa
dalam pembuatan permohonan pernikahan bagi etnis Rohingya membutuhkan foto
dari kedua calon mempelai yang memperlihatkan foto pihak laki-laki tampil dicukur
bersih dan pihak wanita juga dilarang memakai jilbab. 69Padahal persyaratan ini
tergolong memberatkan etnis Rohingya karena bertentangan dengan aturan dan adat
agama Islam Rohingya. 70
Berdasarkan pasal 417 KUHAP Myanmar juga tertulis bahwa tersedia
hukuman hingga 1 tahun penjara bagi orang-orang rohingya yang memiliki hubungan
dengan orang lain tanpa menikah dengan persetujuan Negara.
Selain itu, pasangan Rohingya diharuskan membayar biaya tidak resmi untuk
menikah yang mencapai 100.000 kyat (US $100). Akan ada tambahan biaya sebesar
US $100 apabila akan menikahi seseorang dari kota lain. Kebanyakan pasangan
Rohingya juga sering menunggu hingga 2 tahun agar permohonan pernikahannya
disetujui.
71
Pemerintah Myanmar juga telah lama membatasi pergerakan etnis
Rohingya. Dokumen pemerintah yang beredar dalam negeri pada tahun 2005 dan Selain itu juga
terdapat syarat untuk janda, duda dan orang-orang yang sudah bercerai untuk
menunggu setidaknya hingga satu atau satu tahun apabila akan menikah lagi.
68 Fortify Rights.Op.cit.hal 30-31 69
Fortify Rights hal 31
70Fortify Rights hal 31
71 Fortify Rights.Op.cit.Hal 33. Lebih lanjut baca halaman 63-73 tentang surat perintah daerah yang
2008 berisikan tentang persyaratan diskriminatif bagi pasangan Rohingya yang telah
menikah untuk mendapatkan ijin dari pemerintah untuk bergerak dalam satu wilayah
dan ke lain wilayah. Mereka juga diharuskan untuk mengisi aplikasi yang akan
diperiksa terlebih dahulu oleh pihak berwenang dan melaporkan kepada pihak
imigrasi apabila mereka sudah tiba di tempat tujuan.72
Terakhir, penulis menemukan kebijakan diksriminatif pemerintah Myanmar
yang menetapkan ‘Keluarga Berencana’ hanya kepada Rohingya. Pada bulan Mei
2013, juru bicara kepemerintahan Rakhine Win Myaing mengatakan : 73
“Regarding family planning, they [Rohingya] can only [have] two children.
… The rule is only for certain groups… For Buddhist people, we don’t need that rule,
because Buddhist people only have one wife. …It’s being implemented to control the
population growth, because it’s becoming too crowded there.”
Kebijakan pemerintah Myanmar yang tiba-tiba menetapkan agar
orang-orang Rohingya hanya memiliki dua anak, membuat wanita Rohingya terpaksa harus
melakukan aborsi. Sementara praktek aborsi di Myanmar sendiri tergolong perbuatan
illegal dan tidak aman. Praktek aborsi di Myanmar menggunakan metode tongkat
yang dimasukkan kedalam rahim dengan tujuan menggugurkan kandungan. Ratusan
wanita Rohingya telah dirawat di rumah sakit akibat komplikasi yang dihasilkan oleh
aborsi yang tidak aman.
PENEGAKAN HAM DI MYANMAR
A.Tantangan HAM bagi Negara-Negara Anggota ASEAN
Sebuah Badan HAM tidak hanya semata-mata untuk promosi tapi harus
melakukan fungsi proteksi.Apalagi fungsi proteksi dan promosi. Rancangan awal
kerangka acuan (terms of reference) Badan Hak Asasi Manusia ASEAN dinilai masih
terlalu lemah. Dalam poin 4 TOR AICHR, bagian mengenai mandat dan
fungsi-fungsi, ada 14 hal yang merupakan mandat dan fungsi AICHR itu. Dari 14 poin itu,
tidak ada satu pun secara khusus dan detail terkait dengan perlindungan HAM, seperti
keharusan menyinkronkan peraturan perundangan sehingga selaras dengan
perlindungan HAM, keharusan menyampaikan laporan periodic mengenai
perlindungan HAM yang mendapat perhatian luas, apalagi mendorong keterbukaan
negara-negara anggota ASEAN untuk menerima misi pemantau HAM dari ASEAN
sebagai lembaga, ataupun badan-badan HAM yang sudah ada di beberapa negara
anggota ASEAN.74
ASEAN sebelumnya dikenal sebagai perhimpunan negara-negara konservatif
dan tidak demokratis dalam masalah HAM.Ketidakberanian melakukan tekanan
terhadap Myanmar dan sikap cultural relativism negara-negara ASEAN membuat
banyak orang meragukan efektivitas Badan HAM ASEAN.Sebaliknya, pendekatan
minimalis melihat hal ini sebagai langkah besar ASEAN yang sebelumnya tidak
pernah memasukkan masalah HAM dan demokrasi sebagai salah satu unsur
regionalisme ASEAN yang terbuka. Tumbuhnya kesadaran kuat di ASEAN bahwa
pelanggaran HAM di suatu Negara bisa menimbulkan ancaman keamanan bagi
negara lain dan kawasan.75Masalah HAM di Myanmar adalah contoh tentang
pengaruh situasi HAM di suatu negara terhadap interaksi di dalam dan di luar
kawasan.ASEAN sering harus membela posisinya dalam masalah HAM di Myanmar
saat berhadapan dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Secara substansi, hal ini
merupakan ujian bagi komunitas ASEAN yang bersifat people oriented. Sementara
itu, secara simbolik masalah HAM adalah taruhan reputasi ASEAN di dunia
internasional yang telah mengumandangkan pembangunan ekonomi, HAM, dan
keamanan sebagai tiga pilar perdamaian internasional. Dalam APSC Blueprint jelas,
upaya untuk mempromosikan dan melindungi HAM ditekankan pada pemebentukan
kesadaran tentang HAM, identifikasi beberapa mekanisme perlidungan HAM, bentuk
kerja sama, instrument dan komisi ASEAN untuk promosi serta perlindungan HAM.
Sampai sekarang, belum ada kejelasan tentang mandat untuk melakukan penilaian,
monitoring, pelaporan, penyelidikan, serta mengambil langkah tertentu untuk
menyelesaikan masalah-masalah HAM di negara-negara anggota.76
Meski ini masih sulit dicapai dalam waktu dekat, masalah HAM hadir setiap
saat dank arena itu sumbangan nyata badan ini untuk menyelesaikan
masalah-masalah HAM harus dipikirkan sejak sekarang.77
75Ibid 76Ibid
77http://www.solocityview.com , diakses pada 26 April 2016
Konsekuensinya, ASEAN harus
untuk menilai dan membuat laporan, mengembangkan early warning HAM, dan
kriteria atau syarat minimal untuk melakukan penyelidikan dan tindakan tertentu.
Dalam kaitan ini, cultural relativism dalam HAM tidak dapat
diberlakukan.Prinsip-prinsip universal tentang HAM harus mendasari Badan HAM ASEAN.ASEAN yang
bersifat people-oriented tidak dapat dicapai jika ASEAN mempertahankan
kemutlakan kedaulatan nasional dalam masalah HAM.
Selanjutnya masalah lain yang juga signifikan adalah keanggotaan Badan
HAM ASEAN. Keanggotaan Badan HAM ASEAN harus mencerminkan
state-holders HAM sekaligus untuk membentuk idependensinya, yaitu yang terdiri dari
unsur pemerintah, para ahli, dan civil society. Jika tidak, ASEAN akan menjadi
organisasi regional yang bersifat state-centric yang jauh dari karakter komunitas
dengan sifat ke-kita-an (we feeling) seluruh warga ASEAN. Keragaman keanggotaan
berdampak pada posisi kelembagaan Badan HAM ASEAN. Di mana Badan HAM
ASEAN akan diletakkan, bertanggung jawab kepada siapa? Dan siapakah yang
memilih ketua Badan HAM ASEAN?
Membandingkan dengan kajian Setara Institute tentang Komisi HAM
ASEAN, dimana proses dan hasil pembentukan Deklarasi ini, sesungguhnya
menggambarkan bahwa ASEAN bukanlah arena dan sarana pemajuan HAM
melainkan instrument yang memproteksi keberlakuan dan justisiabilitas HAM di
negara-negara ASEAN . Dalam Deklarasi tersebut dinyatakan bahwa hak-hak asasi
akan dipertimbangkan dalam “konteks regional dan nasional”.78
78http://www.setara-institute.org diakses pada 26 April 2016
Artinya,
pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ASEAN secara kolektif dan oleh
negara-negara anggota ASEAN secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, bukannya
pemajuan HAM dengan standar universal yang diperoleh dari deklarasi ini, tetapi
tetapi justru pembatasan kolektif atas nama prinsip non interference (tidak
mencampuri urusan nasional dalam negeri masing-masing). Semestinya, ASEAN
belajar dari pengalaman kegagalan perlindungan HAM di beberapa Negara anggota
ASEAN .Myanmar adalah contoh yang paling sering mengalami krisis HAM dan
politik dalam negeri. Namun atas nama prinsip non-interference, intervensi
kemanusiaan bahkan sulit dilakukan.
B. Penegakan HAM Di Myanmar Sebagai Negara Anggota ASEAN
Nasib etnis minoritas ini tidak selalu mendapatkan perlakuan yang baik di
wilayah Negara yang didudukinya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia
sering dialami oleh etnis minoritas ini. Mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM), menurut C.De Rover bahwa pelanggaran HAM merupakan setiap tindakan
yang salah secara internasional yang dilakukan oleh suatu negara, dan dapat
menimbulkan pertanggungjawaban internasional kepada Negara tersebut.79
Seiring dengan perkembangannya kejadian yang terjadi, salah satunya di
Negara Myanmar.Konflik etnis Rohingya ini merupakan konflik yang di dasari atas
perlakuan diskriminasi karena perbedaan etnis dan agama.Etnis Rohingya tidak
diakui keberadaannya oleh Negara Myanmar dan tidak mendapatkan
kewarganegaraan. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan
Kewarganegaraan Myanmar (Burma Citizenship Law1982), Myanmar menghapus
Rohingya dari daftar delapan etnis utama yaitu Burmans, Kachin, Karen, Karenni,
Chin, Mon, Arakan, Shan dan dari 135 kelompok etnis kecil lainnya.80
Presiden Myanmar Thein Sein melakukan pengusiran pada etnis ini dengan
mengatakan dalam forum internasional, bahwa “Rohingya are not our people and we
have no duty to protect them”, Presiden Thein Sein menginginkan etnis Rohingya
dikelola oleh UNHCR (United Nation High Comissioner for Refugee) atau ditampung
di Negara ketiga. Selain itu, Presiden Thein Sein menyebut etnis Rohingya di Arakan
sebagai “a threat to national security”.Pernyataan yang dilakukan oleh Presiden Thein
Sein berdampak buruk bagi etnis Rohingya yang tidak hanya berasal dari pemerintah
saja tapi juga dari masyarakat Myanmar.81
Perlakuan buruk yang terjadi terhadap etnis rohingya sebenarnya 82
Konflik tersebut dibiarkan oleh pemerintah Myanmar untuk melegalisasi
tindakan pemerintah Myanmar mengusir etnis Rohingya dari Negara sudah
dialami sejak tahun 1962 pada saat pemerintahan presiden U Nay Win.Presiden U
Nay Win membentuk operasi-operasi hingga menyebabkan orang Rohingya terusir
paksa dari Negara Myanmar. Terusir paksa melalui beberapa tindakan sistematis yang
berupa : Extra Judicial Killing, penangkapan sewenang-wenang, penyitaan property,
perkosaan, propaganda anti-rohingya dan anti-muslim, kerja paksa, pembatasan
gerak, pembatasan lapangan kerja, larangan berpraktek agama.
80C. de Rover, To Serve and Protect Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2000) Hal 22
81Aviantina Susanti, Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Terhadap Etnis Rohingya di
Myanmar Berdasarkan Hukum Internasional, Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya,2014,Hal 4.
Myanmar.Masalah pelanggaran HAM berat yang terjadi di Myanmar merupaka salah
satu masalah yang sangat serius di dunia ini, karena bukan hanya berdampak negative
bagi masyarakat yang berada di wilayah Myanmar saja tetapi berdampak pula pada
Negara yang lain. Selain itu, pelanggaran HAM berat ini bukanlah perkara mudah
untuk diselesaikan.83
Dalam pasal 33 United Nation Charter dijelaskan bahwa untuk menyelesaikan
kasus seharusnya menggunakan cara diplomasi terlebih dahulu sebelum ke ranah
hukum. Hal tersebut berbunyi sebagai berikut :84
Adapun bentuk-bentuk mekanisme diplomasi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan kasus yang terjadi di Myanmar ialah dengan menggunakan Mediasi.
Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melalui perundingan diikutsertakan pihak
ketiga sebagai penengah. Pihak ketiga disini disebut sebagai mediator.Mediator disini
tidak hanya Negara tetapi dapat individu, organisasi internasional dan lain Ayat 1, Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika
berlangsung secara terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian
dan keamanan nasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan
perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut
hukum melalui badan-badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara
damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.
Ayat 2, Bila dianggap perlu, Dewan Keamanan meminta kepada pihak-pihak
bersangkutan untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara-cara yang serupa itu.
83Ibid
sebagainya.Mengenai kasus yang terjadi pada etnis rohingya, ASEAN dapat sebagai
mediator untuk menengahi para pihak yang bersegketa (etnis rohingya dengan
pemerintah Myanmar dan penduduk warga Negara Myanmar).Serta ASEAN dapat
membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi tanpa adanya salah satu pihak yang dirugikan.
Dalam menyikapi kasus yang terjadi di Myanmar terhadap etnis rohingya,
ASEAN memang telah mengecam keras kepada pemerintah Myanmar untuk segera
mengakhiri kekerasan yang terjadi.Namun, hal tersebut tidak ditanggapi dengan baik
oleh pemerintah Myanmar dan hingga saat ini belum ada penyelesaian. Jika dalam
menggunakan cara mediasi sudah digunakan oleh negara dalam mengakhiri
permasalahan yang terjadi, namun masih belum dapat menyelesaikan masalah yang
terjadi dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB untuk diselesaikan
menggunakan cara melalui mahkamah Pidana Internasional.
C. Upaya ASEAN Dalam Penegakan Perlindungan Terhadap HAM di Myanmar
Dikaitkan dengan keberadaannya sebagai salah satu negara ASEAN sejak
tahun 1977, Myanmar hingga kini semakin terlihat berpengaruh pada pergeseran pola
hubungan ASEAN yang selama ini sarat dengan nilai-nilai penghormatan terhadap
integritas kedaulatan, penyelesaian masalah melalui musyawarah dan konsensus serta
prinsip non-intervensi. Pembicaraan isu-isu seputar hubungan negara-negara ASEAN
yang sebelumnya selalu diwarnai dengan pengkondisian swept under the carpet
terlihat sedikit bergeser dengan maraknya diskusi terbuka oleh para pengambil
Myanmar.85
ASEAN mulai mempertimbangkan penyesuaian prinsip-prinsip dasar yang
mereka anut. Hal ini tidak berarti akan adanya penghapusan atas prinsip-prinsip
tersebut, namun harus ada gagasan dan komitmen bahwa implementasi prinsip
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan ASEAN dalam mencapai visinya yakni
terbentuknya “komunitas ASEAN 2020” yang ditopang oleh tiga pilar yakni ASEAN
Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN
Socio-Cultural Community (ASCC).
Myanmar saat ini seakan dijadikan sebuah persimpangan bagi ASEAN
untuk memilih apakah asosiasi regional ini akan terus berpegang pada prinsip-prinsip
dalam proses pencarian solusi bagi masalah dan perubahan-perubahan kontemporer
yang timbul di kawasan. Prinsip non intervensi , prinsip ini dianut oleh ASEAN sejak
awal pendiriannya sebagai salah satu sebuah strategi “penyatuan” negara-negara Asia
Tenggara yang pada dasarnya memiliki masalah domestik yang bervariasi mengingat
hamper semua negara anggota ASEAN adalah bekas daerah jajahan yang memiliki
warisan potensi konflik yang tidak sedikit seperti konflik etnis, agama seperti kasus
Rohingya di Myanmar.
86
85Nurani Chandrawati dan Bantarto Bandoro, “ASEAN,Dahulu,Kini,dan Masa Depan” dalam
Spektrum Jurnal ISIP, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta,2004.Hlm.1
86ASEAN Sekretariat, “ASEAN Annual Report 2003-2004”, Hlm.4.
Ini memberi arti bahwa ada kemungkinan
negara-negara ASEAN memiliki andil yang tepat dan terukur untuk berperan mencari solusi
bersama atas pelanggaran HAM dan demokrasi di Myanmar.Ini pun dilakukan
dengan mekanisme dan koridor yang jelas sehingga penguasa Myanmar tidak merasa
dijadikan “tersangka” yang layak untuk dijatuhi hukuman.Dalam mendukung hal ini,
legitimasi pemerintah masing-masing negara anggota mengingat ASEAN dikenal
sebagai asosiasi regional yang didominasi oleh peran state actors. Apalagi jika
ASEAN juga mampu merumuskan suatu ASEAN Charter sebagai suatu landasan
hukum atasa langkah apa yang harus diambil dalam pencarian solusi tersebut.
Dalam upaya untuk merealisasikan keberadaan sebuah deklarasi HAM di
ASEAN perlunya melihat perkembangan penegakan di belahan dunia lainnya sebagai
bahan komparasi. Di Eropa, pada awalnya tidak memuat rujukan khusus kepada
HAM karena tidak memuat rujukan khusus kepada HAM karena tidak termasuk
bidang utama kegiatan Masyarakat Eropa (European Community) pada waktu itu.
Namun pada tahun-tahun berikutnya terdapat perkembangan yang signifikan yakni
diantaranya langkah awal yang diambil oleh Eropa yang disetujuinya Deklarasi
Bersama Tentang Perlindungan Kebebasan Fundamental pada tahun 1977 oleh
Komisi Eropa yaitu Dewan Menteri dan Parlemen Eropa.87
87
Marcel Zwamborn, “Human Rights Promotion and Protection Through the External Relation of The European Community and the Twelve”, Netherlands Quarterly of Human Rights. Vol.7, No.1, 1998. Hlm.13.Pernyataan ini juga dikutip oleh Peter R Baehr, “Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Politik Luar Negeri”, Yayasan Obor Jakarta, 1998.Hlm 113.
Di dalam deklarasi
tersebut ditekankan pentingnya perlindungan hak fundamental yang secara khusus
berasal dari undang-undang dasar semua negara anggota dan Konvensi Eropa bagi
perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental. Sedangkan
negara-negara Amerika, telah disetujui Piagam Organisasi Negara-Negara Amerika
(OAS), bersama dengan Deklarasi Amerika Tentang Hak dan Kewajiban Manusia
sebagai suatu perangkat standar dalam penegakan HAM. Selanjutnya berturut-turut
ditandatangani Konvensi Amerika tentang HAM yang melahirkan pengadilan antar
negara Amerika tentang HAM.
Pengawasan atas implementasi ketentuan piagam OAS dan deklarasi Amerika
tentang HAM dan kewajiban manusia dilakukan oleh komisi antar-negara Amerika
dan dan Pengadilan Antar Negara Amerika. Di Afrika, Piagam hak-hak Asasi
Manusia dan Hak Rakyat Afrika disetujui oleh Organisasi Kesatuan Afrika (OAU)
pada tahun 1986 yang didalamnya terdapat bermacam-macam hak rakyat Afrika
diantaranya adalah untuk menentukan nasib sendiri, ha katas pembangunan, hak-hak
ekonomi, dll. Namun Afrika tidak menetapkan suatu pengadilan HAM, tidak seperti
Eropa dan negara-negara Amerika yang memiliki pengadilan tersebut.Ketiadaan
pengadilan semacam ini mengandung arti bahwa bagi Afrika putusan akhir
diserahkan kepada para kepala negara dan kepala pemerintahan sehingga
kemungkinan lebih didominasi oleh kepentingan politik daripada kepentingan
peradilan.88
Pemaparan perkembangan penegakan HAM di beberapa kawasan tadi
selayaknya diartikan ASEAN sebagai bentuk peluang dan tantangan bagi
terbentuknya deklarasi HAM ASEAN yang selanjutnya diselaraskan dengan rencana
pencapaian komunitas ASEAN 2020 dimana penegakan HAM kawasan merupakan
bagian dari kerjasama politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menciptakan
ASEAN yang lebih demokratis dan harmonis. Sedangkan mekanisme kongkrit dari
penegakan HAM tersebut, ASEAN nantinya dapat memilih apakah akan mengikuti
“gaya cepat” negara-negara Eropa dan Amerika yakni membuat deklarasi dan
pengadilannya secara sekaligus atau seperti negara-negara Afrika yang hanya baru
memiliki deklarasi namun belum memiliki pengadilan HAM.89
D. Peran Negara Anggota ASEAN Dalam Mewujudkan Penegakan HAM di
Myanmar
Pilihan yang kedua
kelihatannya akan terkesan sia-sia karena kepentingan dan pertimbangan politik akan
dominan ketimbang kepentingan hukum dan peradilan, apalagi penyelesaian akhirnya
diserahkan kembali ke negara masing-masing. Akan tetapi sebenarnya pola inilah
yang bisa dilakukan terkait dengan kelonggaran sehingga memungkinkan terjadinya
penguatan kolektif bagi penegakan HAM namun disisi lain ASEAN tetap
menghormati kedaulatan masing-masing negara anggota seperti pesan yang
disampaikan oleh Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada tanggal 7
Oktober 2003, “…ASEAN shall continue to promote regional solidarity and
cooperation. Member countries shall exercise their rights to lead ther national
existence free from outside interference in their internal affairs”. Selanjutnya jika
kedewasaan politik negara-negara ASEAN telah mencapai pada tahap yang lebih
mapan , maka tidak menutup kemungkinan pengadilan HAM tersebut akan terbentuk.
ASEAN (Assoccation of South East Asian Nation) atau perhimpunan
bangsa-bangsa kawasan Asia Tenggara adalah sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi
untuk negara-negara Asia Tenggara berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok,
Thailand dimana pada saat itu dihadiri oleh 5 negara pendiri ASEAN, yaitu
Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Pertemuan tersebut
menghasilkan sebuah Deklarasi yang dinamakan Deklarasi Bangkok, cikal bakal dan
berdirinya sebuah organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama
multilateral antarnegara di kawasan Asia Tenggara. Dengan prinsip dasar sebagai
berikut pada awalnya :
a. Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional
semua negara
b. Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya
tanpa ada campur tangan dari luar
c. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan aman
d. Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan
e. Meningkatkan kerjasama yang efektif antar anggota
ASEAN yang dikukuhkan oleh lima negara pemrakarsa yaitu Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok. Membentuk kesepakatan
dengan hasil prinsip dasar diatas, yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Bangkok.
Perjanjian yang ditandatangani oleh menteri luar negeri pada saat itu, adalah Adam
Malik dari Indonesia, Narciso R Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari
Malaysia, S.Rajaratnam dari Singapura, dan terakhir adalah Thanat Khoman dari
Thailand. Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya,
negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN.11 tahun kemudian, tepatnya tanggal
28 Juli 1995 Vietnam bergabung dengan ASEAN.Laos dan Myanmar menjadi
anggota dua tahun kemudian, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja
menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun
kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999.
ASEAN yang telah berdiri sejak tahun 1967 dan kini mampu menunjukkan
dirinya sebagai salah satu organisasi Internasional yang mempunyai kekuatan politik
yang kuat dan mendapat pengakuan dari negara-negara anggotanya.Namun terdapat
beberapa isu-isu di forum ASEAN dan menyentuh kepentingan negara-negara
anggotanya secara kolektif, salah satunya isu Konflik Etnis Rohingya dan HAM di
Myanmar.
Di usia ke-40 nya, pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura pada bulan
November 2007 telah ditandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang
mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose association) menjadi
organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek
hukum (legal personality).90
Piagam ASEAN ditetapkan pada tanggal 15 Desember 2008 setelah 91
1) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan
identitas seluruh negara-negara anggota ASEAN,
diratifikasi oleh
semua negara anggotanya. Dalam Piagam ASEAN tersebut tercantum prinsip-prinsip
ASEAN, yaitu:
90ASEAN Selayang Pandang edisi 18, hal.5.
91Terjemahan Piagam ASEAN. Tersedia dari :www.asean.org//AC-Indonesia.pdf. Internet: diakses
2) Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan
perdamaian, kemanan dan kemakmuran di kawasan,
3) Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau
tindakan-tindakan lainnya dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan hukum
internasional,
4) Mengedepankan sengketa secara damai,
5) Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN
6) Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi
nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan,
7) Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius
memengaruhi kepentingan bersama ASEAN,
8) Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik,
prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional,
9) Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi
manusia, dan pemajuan keadilan sosial,
10)Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum
internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh
negara-negara anggota ASEAN.
11)Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apapun, termasuk
penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau
Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam
kedaulatan, integritas wilayah, atau stabilitas politik dan ekonomi
12)Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat
ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan
dalam keanekaragaman,
13)Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi,
sosial budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif
dan non-diskriminatif,
14)Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan
rejim-rejim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan
komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif dan
mengurangi secara progresif kea rah penghapusan semua jenis hambatan
menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh
pasar.
Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak berarti ASEAN
menjadi organisasi yang lebih baik.Tantangan terbesar justru berada di lingkungan
internal ASEAN sendiri, khususnya bagaimana agar benar-benar bisa
mengimplementasikan piagam itu sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu
dan tidak terpecah belah.
Adanya piagam ASEAN, yang di dalamnya mengharuskan para anggota
mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Para pihak disini adalah para anggota ASEAN
itu sendiri yang sebenarnya keberatan atas keputusan bersama itu.Meski demikian,
terhadap para anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang
telah dibuat.
Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak kalangan
sebagai cara ASEAN atau the ASEAN way masih banyak diakomodasi di dalam
piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya, Piagam ASEAN menjamin hak-hak
negara anggota untuk berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan
prinsip-prinsip politik ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan jaminan
atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel dipertahankan.
Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya dilakukan
adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang berorientasi pada rakyat
atau bukan organisasi birokrat semata. Dengan demikian, kesempatan dibuka lebih
besar kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain dengan
lebih intens.
Kebebasan rakyat ASEAN untuk bersosialisasi di kawasan regional dan
internasional tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan
mitra-mitranya di seluruh kawasan.
Kehadiran akan Piagam ASEAN, yang di dalam nya mengharuskan para
anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan
menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Para pihak disini adalah para
anggota ASEAN itu sendiri yang sebenarnya keberatan atas keputusan bersama
sehingga tidak terlalu keras terhadap para anggotanya yang belum bisa menanti
kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat. Berbagai upaya pemimpin Asia Tenggara
telah dilakukan untuk membuktikan komitmen mereka terhadap hak asasi manusia di
Myanmar menjadi boomerang untuk ASEAN sendiri, ASEAN telah berulang kali
ditekan untuk menggunakan pengaruhnya dalam meningkatkan situasi hak asasi
manusia di Myanmar, tetapi untuk memanfaatkan sedikit. Soft diplomacy dan
pemberian sanksi pada pelanggar terlihat kontras dengan sanksi yang dikenakan oleh
Amerika Serikat dan Eropa terhadap pelanggaran isu Hak Asasi Manusia.
Jelas disebutkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara bahwa
negara-negara anggota ASEAN wajib bertindak dan melakukan perlindungan
terhadap HAM.92
1. Pembuatan keputusan berdasar consensus
Pendekatan constructive engagement merupakan upaya soft diplomacy ASEAN
terhadap Myanmar.ASEAN yang mendukung Myanmar untuk bergabung pada tahun
1997, melaui cara-cara ASEAN (ASEAN way) yang tidak mengedepankan sanksi dan
isolasi. Melalui the ASEAN way, yang berisikan komponen inti dari Prinsip
Non-interferencesebagai berikut :
2. Menghormati nilai kedaulatan nasional negara-negara anggota ASEAN
3. Tidak adanya interferensi terhadap urusan domestic antar negara ASEAN.
92The ASEAN Experience: Insight for Regional Political Cooperation. Hal 11; Christoper Roberts.
Dinamisasi ASEAN’s waydiperlukan untuk mencapai sebuah makna
bagaimana peran-peran negara anggota ASEAN untuk menjadi motor suksesnya
integrasi ASEAN. ASEAN pun penting sebagai wadah berhimpun negara anggota
yang memiliki keuntungan pada tingkat kerjasama di tingkat regional maupun
kepentingan nasional masing-masing negara di ASEAN.
Kebijakan ASEAN terhadap Myanmar seolah telah berevolusi kepentingannya
dari awal pembentukan organisasi pada tahun 1967. Pergeseran ke kebijakan
constructive engagement dapat dilihat dari konteks yang lebih besar yaitu reaksi
ASEAN terhadap Myanmar yang diikuti oleh langkah-langkah berikut :
1. Para pemimpin ASEAN telah melakukan diskusi penuh dan terbuka pada
masalah Myanmar di tiap institusi informal dimana mereka bekerja.
2. Desakan ASEAN terhadap Perdana Menteri Thein Sein yang memperjelas
bahwa situasi di Myanmar adalah urusan Myanmar domestic dan bahwa
Myanmar sepenuhnya mampu menangani situasi dengan sendirinya.
3. Para pemimpin ASEAN sepakat bahwa ASEAN akan menghormati
keinginan Myanmar dan membuka jalan bagi Myanmar untuk
berhubungan langsung dengan PBB dan masyarakat internasional dalam
rangka memperbaiki citra Negara Myanmar di dunia internasional.
ASEAN siap untuk memainkan peran kapan pun Myanmar menginginkan
ASEAN telah berulang kali ditekan untuk menggunakan pengaruhnya 93
ASEAN harus meninggalkan prinsip non-interferensinya atau Piagam
ASEAN tentang sanksi pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak akan efektif sama
sekali. Amerika dan Eropa telah lama ditekan ASEAN untuk menggunakan
pengaruhnya untuk menekan dan membuat perubahan di Myanmar memberikan
embargo kepada Myanmar.
dalam
meningkatkan situasi hak asasi manusia di Myanmar, tetapi untuk memanfaatkan
sedikit.Soft diplomacy dan pemberian sanksi pada pelanggar terlihat sangat kontras
dengan sanksi yang deikenakan oleh negara-negara Barat terhadap pelanggaran Hak
Asasi Manusia, ASEAN mendapat banyak tekanan dari dunia internasional untuk
mendapatkan hak menghukum pelanggar hak asasi manusia yang terus menghadapi
penolakan dari Myanmar, karena ASEAN telah lama memegang prinsip
non-intervensi dalam urusan masing-masing negara anggotanya.
94
Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN), yang 10 anggota termasuk Myanmar,
memiliki kebijakan non-intervensi dalam urusan dalam negeri anggota dan telah Namun anggapan akan intervensi Negara maju,
Amerika Serikat dan Eropa mengembalikan tekanan terhadap ASEAN yang terdiri
dari lebih banyak negara relative maju seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand yang seharusnya mampu memberikan pengeruh terhadap
anggota-anggotanya seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
93Diambil dari: http://nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/1991/kyi-bio.html diakses pada
tanggal 19 Mei 2016;Lintner,Bertil.Outrage: Burma’s Struggle for Democracy.2nd ed.,Edinburg:Kiscadale,1995.
94Mirante,Edith T.Burmese Looking Glass. A Human Rights Adventure and a Jungle Revolution.New
mencoba terlibat dengan Myanmar ketimbang menjatuhkan sanksi berat , dukungan
merupakan salah satu peran yang bisa diberikan ASEAN terhadap Myanmar sebagai
negara anggotanya dimana ASEAN merealisasikan kerjasama dan tetap berpegang
pada prinsip non-intervensi.
Peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan
kerjasama di kawasan Asia Tenggara dan juga peran pendukung (supporting role)
dalam proses penyelesaian masalah hak asasi manusia sehingga Negara-negara
anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara kesuluruhan di lingkungan yang
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bahwa hak-hak asasi manusia adalah suatu hak yang bersifat hakiki dan
lahiriah tanpa membedakan ras, agama, warna kulit, kebudayaan, dan
peradaban. Setiap umat manusia dilahirkan bebas dan merdeka sepenuhnya.
Hal ini selaras dengan pernyataan yang tercantum dalam pasal 1 Deklarasi
Umum Hak Asasi Manusia “Setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan
sederajat dalam harkat dan martabatnya”. HAM bersifat universal dan tak
dapat dicabut, tak dapat dibagi, saling bergantung dan berkaitan satu sama lain
(interdependence and interrelatedness), turut berpartisipasi dan berperan aktif
(participation and inclusion), ada pertanggungjawaban dan penegakan hukum
(accountability and rule of law). HAM dalam perspektif hukum internasional
berkaitan dengan kewajiban negara untuk menghormati hak-hak asasi
warganegaranya. Dengan hak-hak sipil negara berkewajiban untuk tidak
melakukan intervensi, sedangkan berkaitan dengan hak-hak ekonomi dan
sosial negara berkewajiban memberikan layanan-layanan yang positif.
2. Kondisi masyarakat Rohingya sangatlah memprihatinkan dimana banyak
terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM disana dan beberapa tindakan dan
kebijakan yang ditujukan kepada Rohingya sengaja dirancang agar etnis
Rohingya tidak betah dan meninggalkan Myanmar. Maka dari itu, dalam hal
mengamandemen undang-undang yang ada mengenai
kewarganegaraan,pengungsi, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan dengan
perubahan yang memungkinkan pemerintah pusat dan otoritas lokal mengenai
masalah ini. Pemerintah Myanmar telah terbuka dengan gagasan pemberian
status kewarganegaraan kepada orang-orang Rohingya yang memenuhi
kualifikasi di Arakan, ini adalah suatu kesempatan yang positif yang
seharusnya dapat dioptimalkan oleh ASEAN.
3. Peranan ASEAN yaitu menggunakan berbagai mekanisme untuk memberikan
bantuan kemanusiaan ke Myanmar dalam penanganan masalah Rohingya.
ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari dan menemukan akar
permasalahan konflik antar etnis di Arakan melalui pembangunan kapasitas
dalam bentuk perdamaian, mediasi konflik, pencegahan konflik, manajemen
kemanan perbatasan, masalah migrasi, penguatan kapabilitas pemerintahan
lokal dalam mewujudkan perdamaian dan ketertiban sosial.
B. Saran
1. Diperlukan suatu kesadaran atas pemahaman nilai-nilai HAM yang secara
jelas telah diatur dalam Instrumen yuridis Internasional bagi setiap Subjek
Hukum Internasional yakni Negara, dimana negara harus dapat memegang
teguh dan menghormati setiap nilai-nilai yang ada.
2. Diperlukan suatu Instrumen Yuridis Internasional tentang HAM yang
mengikat dan tegas terhadap semua subjek Hukum Internasional yang
berlaku bagi semua Negara dan membentuk suatu badan yang mandiri dan
3. ASEAN sebagai organisasi yang Myanmar merupakan bagian dari anggota
ASEAN seharusnya dapat lebih agresif dalam menegakkan HAM di
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A.Pengertian dan Latar Belakang Hak Asasi Manusia
Jhon Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah “hak - hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya”.21
Berdasarkan beberapa perumusan pengertian Hak Asasi Manusia di atas,
diperoleh suatu kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang
melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu
anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan
manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam
kehidupan manusia.
Dalam pasal 1 Undang - undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara,hukum,pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
21
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum.Upaya menghormati, melindungi dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menjadi kewajiban dan tanggung
jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik militer
maupun sipil) bahkan Negara.Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas
dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan.Begitu juga dalam memenuhi
kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak
(kepentingan umum).
Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia
(HAM) harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban hak asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan
bernegara.Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat dari Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah keterpaduan antara Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia dan
tanggung jawab asasi manusia yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.
Bila ketiga unsur asasi yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia
dan tanggung jawab asasi manusia yang melekat pada setiap individu manusia, baik
dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan
pergaulan global tidak berjalan secara seimbang, dapat dipastikan akan menimbulkan
kekacauan, anarkisme dan kesewenang - wenangan dalam tata kehidupan umat