BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
MEREK TERDAFTAR
A. Pengertian dan Sejarah TRIPs Agreement
Perdagangan internasional timbul akibat dari interpendensi atau kesaling-tergantungan antara satu negara dengan negara lainnya. Namun bukan berarti suatu negara yang berdaulat tergantung sepenuhnya pada negara berdaulat lainnya, melainkan suatu situasi dan kondisi dimana semuanya saling membutuhkan, saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan politis dan ekonomis, dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan masing-masing negara.26 Satu negara mungkin mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage), terhadap negara lain atau bahkan keunggulan mutlak (absolute advantage)¸untuk itu diperlukan hubungan hukum antar negara yang meliputi individu-individu, perusahaan-perusahaan, dan atau pemerintah.
Pendapat ini adalah salah satu alasan yang menjelaskan mengapa penting perdagangan internasional. Hubungan ini membutuhkan instrumen hukum yang bersifat supra nasional yang dibuat oleh dua negara atau lebih dan masing-masing negara tidak saja menaati aturan tersebut dengan sukarela, tetapi sekaligus memaksa dengan maksud untuk menjamin persamaan hukum (equality) serta hak dan kewajiban masing- masing pihak. Carolyn Hotchkiss memberikan contoh:
26AF Elly Erawaty, Huk um Ek onomi Internasional, (Bandung, FH Parahyangan, 1998), hlm. 32.
“Suppose that an American buyer for a clothing store in Virginia goes to
Italy and purchases 100 men’s swits. He returns to United States, and
Italian seller ships the swits to Virginia one week later. Even if the transaction work perfectly, both national and international law influence the business deal. When the buyer travels, he will need a passport from the U.S. government. He will have to pass the border checks for compliance with Italian and U.S. customs regulations. The purchase of suits is a contractual obligation, which may be governed by a treaty drafted by United nations, call the Convention for the International Sale of Goods. In this instance, both Italy and U.S. have rativied treaty. The shipment of good must clesr customs and is subject to tariff. Here, the tariff status in the suits is the determined by U.S. law is stuctureed within the frame work of another set of treaties and agreements known as General Agreement on
tariff and Trade (GATT).”27
Atas dasar pemikiran di atas dan keinginan yang dilatar belakangi bahwa salah satu faktor pendorong pecahnya Perang Dunia II adalah faktor ekonomi, dimana hubungan antar negara diwarnai dengan kebijaksanaan proteksionisme yang berlebihan atas industri masing-masing negara, juga faktor politis maupun institusional di negara-negara pendukung perdagangan internasional maka negara-negara industri atau negara-negara-negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa berusaha menciptakan suatu otoritas internasional yang bertugas mengawasi perdagangan internasional.
Sebagai upaya mewujudkan keinginan tersebut, maka Amerika Serikat memelopori diselenggarakannya konferensi internasional multilateral yang diadakan di Bretton Woods, New Hamphsire, Amerika Serikat. Konferensi ini berlangsung cukup lama dan berakhir di tahun 1947 dengan menghasilkan perjanjian-perjanjian internasional pembentukan Internatioanl Monetery Fund (IMF), International Labour Organization (ILO), dan General Agreement on tariff
27 Hikmahanto Juwana, Huk um Perdagangan Internasional, (Bandung, Alumni, 2003), hlm. 1.
and Trade (GATT). Terbentuknya GATT ini bukanlah menjadi tujuan utama konferensi tersebut.28
Pada awalnya organisasi yang ingin dibentuk oleh negara-negara peserta konferensi di Bretton Woods adalah International Trade Organization (ITO) yang akan mengatur lalu lintas perdagangan internasional. Secara bersamaan disepakati juga persetujuan internasional tentang negosiasi tarif impor serta larangan penggunaan hambatan perdagangan non-tarif yang akan dinamai GATT.29
Pembentukan ITO gagal karena kongres Amerika Serikat menolak mengesahkan piagam yang dikenal dengan nama Havana Charter. Karena pembentukan ITO gagal dan kebutuhan akan adanya organisasi internasional di bidang perdagangan sangatlah mendesak, maka disepakatilah untuk mengesahkan dan memberlakukan saja
Pada proses selanjutnya yang diiringi dengan perundingan-perundingan dagang multilateral (Multilateral Trade Negotiations/ MTN) ketentuan-ketentuan hukum dalam GATT tahun 1947 mengalami perubahan dan penambahan melalui 8 (delapan) putaran:
1. Geneva, Switzerland, 2. Annecy, France, 1948; 3. Torquay, England, 1950; 4. Geneva, Switzerland, 1956;
5. Dillon Round, Geneva, 1960-1961;
28 AF Elly Erawaty, Op.Cit., hlm. 45.
6. Kennedy Round, Geneva, 1964-1967 7. Tokyo Round, Geneva, 1973-1979; 8. Uruguay Round, Marrakesh, 1986-1994.
Putaran terakhir berhasil menyelesaikan seluruh agendanya dan ditutup di ibu kota Maroko tanggal 15 April 1994 yang dikenal dengan nama Final Act 1994, salah satu hasil perundingan itu adalah terbentuknya World Trade Organization sebagai penerus GATT, sehingga keseluruhan dokumen hukum tersebut dinamakan juga sebagai WTO Agreements. Disamping itu juga putaran terakhir yang dikenal dengan Uruguay Round, tidak berfokus pada hambatan tarif atau non tarif saja melainkan di perluas dengan memasukkan materi perundingan berupa investasi, perdagangan jasa, hak milik intelektual, dan juga prosedur penyelesaian sengketa dagang antar negara.30
WTO dibentuk untuk menggantikan ide ITO yang gagal dibentuk tahun 1947. Dengan terbentuknya WTO maka GATT menjadi tidak ada lagi, namun tidak berarti semua kesepakatan atau persetujuan-persetujuan yang pernah dibuat dalam rangka GATT dahulu mejadi tidak berlaku melainkan mengintegrasikian persetujuan GATT berikut hasil-hasil putaran dagang sebelumnya ke dalam kewenangan organisatoris WTO.31
Transaksi perdagangan internasional tidaklah semata-mata membutuhkan ilmu ekonomi saja, tetapi juga menyangkut seperangkat instrumen hukum yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak serta memperlancar arus ekspor-impor barang dan jasa antar negara sekaligus
30Ibid.
memberikan perlindungan dan kepastian hukum atas transaksi tersebut. Oleh karena itu GATT harus mempunyai prinsip-prinsip yang dapat menjamin kepentingan para pihak atau pelaku usaha antar negara maupun dalam negeri sendiri. Prinsip-prinsip GATT menurut pendapat beberapa ahli adalah berbeda-beda, namun substansinya adalah sama dan masih dalam konteks ruang lingkup Agreement GATT, antara lain:
1. Prinsip National Treatment
Prinsip National Treatment eperti yang tercantum dalam Pasal 3 TRIPs, melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan barang domestic yang berarti pada suatu barang impor telah masuk ke pasaran dalam negeri suatu anggota, dan setelah melalui pabean serta membayar bea masuk, maka barang impor tersebut harus diperlakukan tidak lebih buruk daripada hasil dalam negeri.32 Berkaitan dengan HKI, mewajibkan setiap anggota untuk memberikan perlindungan yang sama terhadap pemilik HKI warga negara lain yang menjadi anggota seperti perlindungan yang diberikan kepada warga negaranya sendiri dengan memperhatikan beberapa pengecualian yang telah ada berdasarkan Konvensi Paris (1967) tentang Perlindungan terhadap Kekayaan Industrial. Konvensi Borne (1971) tentang Perlindungan terhadap Karya Sastra dan Seni versi 24 Juli 1971, Konvensi Roma (1961) tentang Perlindungan terhadap Pelaku Pertunjukan, Produser Rekaman Musik, dan Organisai Siaran yang di sepakati pada tanggal 26 Oktober 1961, dan perjanjian tentang Hak Atas Kekayaan
32 H.S. Kartadjoemena, GATT dan WTO Sistem, Forum dan Lembaga Internasional,
Intelektual atas Rangkaian Elektronik Terpadu yang disepakati di Washington 26 Mei 1989.
2. Prinsip Most Favored Nation (MFN) atau Nondiskriminasi
Prinsip utama yang menjadi dasar GATT adalah prinsip nondiskriminasi yang dalam GATT dikenal sebagai Most Favored Nation (MFN) seperti yang tercantum dalam Pasal 4 TRIPs. Menurut prinsip ini bahwa perdagangan internasional antara anggota GATT harus dilakukan secara nondiskriminatif. Dikatakan lebih lanjut bahwa konsesi yang diberikan kepada satu negara mitra dagang harus berlaku pula bagi semua negara lainnya. Satu negara tidak boleh diberi perlakuan lebih baik atau lebih buruk lagi. Berkaitan dengan HKI, maka semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan, kemanfaatan atau perlakuan istimewa yang diberikan Anggota tertentu kepada negara lain harus seketika dan tanpa syarat diberikan pula kepada anggota lain.
3. Prinsip Reprioritas
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tariff yang didasarkan atas dasar timbal balik (resiprioritas) dan saling menguntungkan kedua belah pihak.33
Meskipun uraian di atas adalah suatu prinsip, namun GATT memberikan dispensasi atau pengecualian untuk suatu negara atas kondisi perekonomian tertentu. Pengecualian tersebut dapat terjadi apabila memang secara objektif
33 Huala Adof & A. Chandrawulan, Masalah-masalah huk um dalam Perdagangan Internasional, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 18-19.
kondisi atau situasi perekonomian benar-benar membutuhkan penyimpangan dari prinsip-prinsip dasar tersebut. Pada prinsipnya terdpat lima kelompok pengecualian atas kewajiban negara atas anggota WTO (GATT), yaitu:
a. Karena negara memiliki kesulitan neraca pembayaran, maka diizinkan membatasi impor produk dengan menggunakan kuota (Pasal XII-XIV GATT 1947).
b. Karena industri domestik negara pengimpor mengalami kerugian yang serius akibat meningkatnya impor produk sejenis, maka negara tersebut boleh mengenakan pembatasan impor untuk sementara waktu. Pengecualian ini dikenal dengan istilah ‘escape clause’ yang diatur olh Pasal XIX GATT 1974.
c. Demi kepentingan kesehatan publik, keselamatan dan keamanan nasional negara pengimpor, maka negara itu diizinkan untuk membebaskan diri dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh GATT. Dasar hukum pengecualian ini terdapat dalam Pasal XX dan XXI GATT 1947 dan
disebut dengan ‘general exeptions clauses’.
d. Perlakuan MFN tak berlaku untuk hubungan ekonomi antara negara anggota kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dan customs union dengan negara yang bukan anggota.
e. Seluruh negara anggota dapat bertindak secara bersama-sama atau serentak untuk menghapuskan kewajiban apapun yang diperintahkan oleh GATT sesuai mandat Pasal XXV. 34
Terlihat bahwa GATT tidak rigid dalam memberlakukan semua ketentuan kepada negara-negara anggotanya. Di samping pengecualian tersebut di atas ada lagi pengecualian dalam hubungan dagang antara negara berkembang dan negara maju melalui program Generalized System of Preferences (GSP). Artinya bahwa negara maju boleh saja memberikan berbagai kemudahan atau fasilitas terhadap barang-barang yang berasal dari negara tertentu tanpa ada keharusan untuk memberikan kemudahan serupa terhadap produk serupa dari negara maju (menyimpang dari prinsip MFN) dan negara berkembang tersebut tidak wajib memberikan kemudahan serupa kepada negara pemberi kemudahan tersebut.