• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI KELUARGA DAN SASANA TRESNA WERDHA A Pengertian Dan Tujuan Berdiri Sasana Tresna Werdha

B. Pengertian Dan Tujuan Hukum Islam Serta Metode Hukumnya

Kata hukum Islam terdiri dari suku kata yakni hukum dan Islam. Hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ”peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah”.69 Islam adalah ”agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Berpedoman pada kitab suci Al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt”.70 Jadi yang dimaksud dengan hukum Islam adalah peraturan yang secara resmi mengikat para pemeluk agama Islam yang berpedoman pada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-quran dan hadits. Allah SWT merupakan penguasa tertinggi dalam Islam dan umat

67

Yusuf Al-Qardlawi, ijtihad dalam syari’at Islam beberapa pandangan tentang ijtihad kontemporer. Penerjemah A. Syathori. (Jakarta: Bulan bintang, 1987), h.100

68 Yusuf Al-Qardlawi, ijtihad dalam syari’at Islam beberapa pandangan tentang ijtihad

kontemporer. Penerjemah A. Syathori, h.100

69

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.410

70

38

Islam tentunya. Ada beberapa orang yang memakai istilah hukum Islam dengan nama fiqih, yang berarti pemahaman.

Sumber-sumber hukum Islam di antaranya: 1. Al-Kitab/ Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Saw. Dalam bahasa Arab, riwayatnya mutawatir.71

Ada empat prinsip dasar yang umum dalam memahami makna Al-Qur’an: a. Al-Qur’an merupakan keseluruhan syari’at dan sendinya yang

fundamental.

b. Sebagian besar ayat-ayat hukum turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya. Oleh karena itu setiap orang yang ingin mengetahui isi Al-Qur’an secara tepat perlu mengetahui sebab-sebab turunnya ayat.

c. Setiap berita kejadian masa lalu yang diungkapkan Al-Qur’an, jika terjadi penolakannya baik sebelum atau sesuadahnya, maka penolakan tersebut menunjukkan secara pasti bahwa isi berita itu sudah dibatalkan.

d. Kebanyakan hukum-hukum yang diberitahukan oleh Al-Qur’an bersifat kully (pokok yang berdaya cukup luas) tidak rinci (disebutkan setiap peristiwa, objektif) seperti yang terungkap dalam penelitian.

71

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 9

Oleh karena itu diperlukan penjelasan dari sunnah Rasul kerena memang kebanyakan sunnah merupakan penjelas bagi Al-qur’an.72 2. As-sunnah/Al-Hadis

As-sunnah ialah semua perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah Saw yang berposisi sebagai petunjuk tasyri’.73

Sudah terjadi kesepakatan di kalangan kaum muslimin bahwa sunnah Rasul merupakan undang-undang dan pedoman hidup umat kedua yang harus diikuti, asal sanadnya yang shahih, sehingga memberikan keyakinan yang pasti (mutawatir) atau dugaan yang kuat (ahad) bahwa memang benar dating dari Rasulullah. Kedudukan sunnah menurut urutan dalil syara’ berada pada posisi kedua setelah Al-Qur’an.74

....

َ

ُ َ َ َ ُ فَُ س اَ ُ تاَ

َ

َا ت ف

َ....

ُ

شحا

٧

:

٩٥

ََ

Artinya: “…Dan apa yang disampaikan oleh Rasul maka terimalah dan apa

yang dilarangnya maka hindarilah…” ( QS. Al-Hasyr:7)

3. Al-Ijma’

Menurut bahasa Ijma’ mempunyai pengertian, intifaq (kesepakatan) dan

„azam (cita-cita, hasrat) dan tamin. Sedangkan menurut syara’ (dalam

pandangan jumhur) adalah kesepakatan seluruh mujtahid kaum muslimin

72

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h.14-19

73

Ibid., h. 20

74

40

disesuaikan masa setelah wafat Nabi saw tentang suatu hukum syara’ yang amali.75

Menurut jumhur ulama, ijma’ hanya terwujud apabila dipenuhi persyaratan/unsur-unsurnya sebagai berikut:

a. Bersepakatnya para mujtahid. Kesepakatan bukan mujtahid (orang awam) tidak diakui sebagai ijma’. Demikian juga, kesepakatan ulama yang belum mencapai martabat ijtihad fiqhy, sekalipun mereka tergolong ulama besar dalam disiplin ilmu lain, karena mereka ini tidak mampu mengadakan mazhar dan istidlal tentang urusan penetapan hukum tentang urusan penetapan hukum syara’.

b. Bahwa semua mujtahid tersebut bersepakat, tak seorangpun yang berpendapat lain. Kalau satu orang saja yang berpendapat lain, maka ijma’ tidak tersimpul.

Karena itu tak diakui sebagai ijma’, kesepakatan: 1) Suara terbanyak,

2) Kesepakatan mujtahid dua tanah haram dari golongan salaf, 3) Kesepakatan ulama salaf kota madinah saja,

4) Kesepakatan ulama salaf yang mujtahid dari dua kota bashrah dan kufah atau salah satunya saja,

5) Kesepakatan ahli bait Nabi saja,

75

6) Kesepakatan khulafaurrasyidin saja,

7) Kesepakatan dua orang syekh: Abu Bakar dan umar karena adanya pendapat lain dari mujtahid lain, membuat kesepakatan mereka itu tidak qath’y (diyakini) keabsahan dan kebenarannya.76

c. Bahwa kesepakatan itu, di antara mujtahid yang ada ketika masalah yang diperbincangkan itu dikemukakan dan dibahas, tidak mesti disepakati pula oleh mujatahid generasi berikutnya, karena jika demikian maka ijma’ tidak mungkin terjadi sampai hari kiamat.

d. Bahwa kesepakatan mujtahid itu, terjadi setelah Nabi Saw wafat. Jika dikala Nabi masih hidup para sahabat bersepakat tentang suatu masalah hukum, maka tidak termasuk ijma’ syar’I melainkan merupakan pengakuan Rasul (sunnah Taqririyah).

e. Bahwa kesepakatan mujtahid itu harus masing-masing mujtahid memulai penyampaian pendapatnya dengan jelas pada satu waktu, baik penyampaian pendapat itu secara orang perorang tanpa berkumpul bersama kemudian semuanya dikumpulkan dan ternyata sama, maupun masing-masing mereka mengeluarkan pendapatnya diruangan yang sama dalam satu mu’tamar yang berakhir dengan kebulatan pendapat dimana masing-masingnya menyatakan pemufakatan dan persetujuan.

76

42

f. Bahwa kesepakatan mujtahid itu dalam pendapat yang bulat yang sempurna dalam pleno lengkap, ataupun masing-masing berkelompok dengan pendapat masing-masing, maka mereka pun berijma’ dalam satu pendapat secara hukum karena tak ada pendapat.77

4. Madzab (pendapat) sahabat

Menurut ulama ushul, sahabat mempunyai pengertian mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan beriman kepadanya serta senantiasa bersama Nabi selama masa yang lama, seperti khulafaurrasyidin, ummahatul mu‟minin, Ibnu Mas’ud, Ibn Abbas, Ibn Umar. Pengertian ini tidak sejalan dengan pengertian yang diberikan dari para ulama hadis. Sahabat menurut para ulama hadis adalah mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan iman dengan dia samapai mati. Jadi tidak mesti bersama beliau untuk waktu yang lama.78

Bentuk-bentuk pendapat tentang kehujjahannya adalah sebagai berikut:

a. Bahwa fatwa sahabat tidak diakui sebagai hujjah terhadap sahabat lain, karena persamaan kedudukan dan kebersamaannya bersama Nabi itu sama; masing-masing mereka tidak memandang bahwa fatwanya menjadi hujjah bagi yang lain.

b. Bahwa fatwa sahabat tentang masalah yang tak boleh diijtihadkan, adalah sama dengan hukum sunnah marfu‟ kepada Nabi saw. Oleh karena itu, hukumnya diambil dalam berhujjah dan beristidlal.

77

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 43-44

78

c. Bahwa fatwa sahabat diterbitkan berdasar pemikiran dan ijtihad melalui riwayat yang masyhur dan tidak diingkari seorangpun.

d. Bahwa sahabat yang diterbitkan dari pemikiran dan ijtihad melalui riwayat tidak masyhur karena keadaannya tidak termasuk kategori yang ‟umum balwa dan kejadiannya tidak berulang, maka para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahannya.79

5. Syari’at umat terdahulu

Syari’at umat terdahulu sering sekali diceritakan di dalam Al-Qur’an dan As- sunnah kepada umat Islam.80 Bentuk cerita tersebut dibedakan dalam tiga bentuk yang masing-masingnya mempunyai konsekuensi yang berbeda bagi umat Islam, yaitu:

a. Disertai dengan petunjuk tentang sudah dinasakhkannya dalam syari’at Islam

b. Disertai dengan petunjuk tetap diakuinya dan lestarinya dalam syari’at Islam.

c. Tidak disertai petunjuk tentang nasakh atau lestarinya.81 6. „Urf/adat

„Urf ialah apa yang sudah terkenal dikalangan umat manusia dan selalu diikuti, baik „Urf perkataan maupun „Urf perbuatan. „Urf dan adat dalam

79

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 64-65

80

Ibid., h. 69

81

44

pandangan ahli syari’at adalah dua kata yang sinonim (taraduf) berarti sama. Contoh „Urf perkataan ialah kebiasaan orang menggunakan kata-kata “anak” (walad) untuk anak laki-laki bukan untuk anak perempuan.82

Jumhur Fuqaha berhujjah dengan „urf. Tetapi yang sangat terkenal adalah Malikiyah dan Hanafiyah. Disebutkan bahwa Imam Syafi’i pun berpegang pada ’urf dalam membina sebagian hukum madzabnya yang baru menuntut ’urf orang Mesir dan sebelumnya ia membina madzhabnya yang qadim menurut ’urf orang Irak. Sehingga Al-Qarafy mengatakan bahwa ’Urf itu sama-sama dipegang oleh seluruh madzhab dan siapa yang meneliti madzhab niscayalah ia menemui ketegasan mereka terhadap ’urf itu.83

7. Qiyas

Metode pertama yang dipegang seorang mujtahid untuk mengistinbathkan hukum yang tidak diterangkan nash, sebagai metode yang terkuat dan paling jelas.84

Qiyas menurut bahasa adalah mempersamakan, sedangkan menurut istilah ulama ushul, qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan oleh nash.85

82

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 77

83 Ibid., h. 80 84 Ibid., h. 82 85 Ibid., h. 82

8. Istihsan

Istishan berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjadikan/menganggap baik” atau “mengikuti sesuatu yang baik secara hissy (lahir) dan ma’nawy”.86 Sedangkan para ulama ushul memberikan pengertian di antaranya:

a. Dari golongan madzab Hanafiyah memberikan definisi dengan, “berpindah dari suatu hasil qiyas kepada qiyas yang lebih kuat, menkhsiskan qiyas dengan dalil yang lebih kuat daripadanya”.

b. Dari golongan Malikiyah memberikan definisi dengan, “ mendahulukan ditinggalkannya tuntutan dalil, menurut jalan pengecualian (istisna) dan keringanan karena bertentangannya di dalam sebagian yang dituntutnya”. c. Dari golongan Hanabilah mendefinisikan dengan, ”memindahkan

ketentuan hukum suatu masalah dari bandingannya, karena dalil syara’ yang khas”.87

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan dengan, ”berpindah dari suatu ketentuan hukum yang menjadi konsekuensi dari suatu dalil syara’ terhadap sesuatu peristiwa hukum, kepada ketentuan hukum lain terhadapnya, karena adanya dalil syara’ yang juga menuntut perpindahan tersebut, yang disebut sebagai sanad istihsan”. Maka sebanarnya istishan itu adalah mentarjihkan/mengunggulkan suatu dalil dari dalil yang menentangnya

86

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 127

87

46

disebabkan adanya murajjih/faktor yang mengunggulkan yang diakui (mu’tabar-respectable).88

Istishan merupakan metode ijtihad dengan rasio (ijtihad birra‟yi). Contoh, apabila ia menghadapi suatu peristiwa hukum yang ketentuan hukumnya dituntut oleh keumuman nash atau oleh qiyas yang zahir atau oleh penerapan hukum kully sedang menurut pandangan mujtahid jelas bahwa peristiwa tersebut mempunyai wadah dan persesuain khusus yang bila diterapkan nash umum atau bila diikuti qiyas zhahir berakibat hilangnya maslahat atau timbulnya mafsadah, maka hukum terhadap peristiwa hukum tersebut dipindahkan kepada ketentuan hukum lain yang dituntut pentakhsisannya dari ketentuan umum atau pengecualian dari hukum kully ataupun dituntut oleh qiyas khafy (tersembunyi). 89

9. Istishlah

Istishlah menurut bahasa arab berarti, “mencari mashlahat”. Sedangkan menurut istilah adalah, “menetapkan hukum suatu peristiwa hukum yang tidak disebutkan nash, ijma’, berlandaskan pada pemeliharaan maslahat mursalah, yaitu maslahat yang tak ada dalil dalam syara’ yang menunjukkan diakuinya atau ditolaknya”. 90

88

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 131

89

Ibid., h.125

90

Ruang lingkup penerapan maslahat mursalah adalah terbatas pada masalah muamalah saja. Karena kemaslahatan dalam bidang inilah yang mungkin ditemukan dan diketahui.91

Hakekat diturunkan syari’at adalah untuk kemaslahatan, artinya apabila ada hukum yang menentang kemaslahatan maka harus disingkirkan. Ijtihad adalah metode istinbat yakni ”usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan simpulan hukum syarak mengenai kasus yang penyelesainnya belum tertera di Al-quran dan sunnah, pendapat tafsiran”.92

Ijtihad mempunyai beberapa metode di antaranya adalah maslahah mursalah. Yakni ”dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan kerusakan bagi manusia, sejalan dengan tujuan sya ra’ dalam menetapkan hukum, tidak ada petunjuk syara’ secara khusus menolaknya juga tidak ada petunjuk syara’ yang mengakuinya”.93

Dalam pengambilan hukum melalui maslahah mursalah ini ada beberapa persyaratan kemaslahatan yang ingin diambil:

91

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 155

92

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 418

93

48

a. Adanya maslahah yang benar-benar ada dan bukan yang masih samar- samar.

b. Adanya kemaslahatan umum bukan kemaslahatan individual

c. Sesungguhnya tidak memperbarui undang-undang untuk kemaslahatan hukum ini atau kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh nash atau ijma’.94

Macam-macam maslahah mursalah menurut Amir Syarifuddin, dilihat dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum:

a. ةيرورضلاةحلصملا adalah maslahat yang yang menyangkut langsung dengan lima prinsip yang pokok dalam kehidupan manusia. Prinsip itu antara lain, menyangkut agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila salah satunya rusak, maka berakibat buruk kepada kehidupan manusia tersebut. b. ةيجاحلا ةحلصملا kemaslahatan yang tidak langsung menuju kepada

kebutuhan dharury atau lima prinsip kehidupan, tetapi kebutuhan tersebut menuju ke prinsip yang lima. Apabila maslahah hajiyah tidak terpenuhi maka tidak mengakibatkan rusaknya lima unsur tersebut.

c. ةينسحتلا ةحلصملا adalah kebutuhan manusia yang berfungsi untuk memberikan keindahan dan kesempurnaan dan keindahan bagi kehidupan manusia. 95

94„Abdul Wahab Khalaf, „

Mashlahah mursalah ini searah dengan kaidah fiqh لازي ررضلا . Mengutip dari buku Dr. Ahmad Sudirman Abbas tentang definisi dari kaidah ini yang didasarkan dari hadits Nabi اراارِض ال او اراراض ال yang dapat disimpulkan bahwa” seseorang tidak diperbolehkan berbuat bahaya terhadap orang lain dan membalasnya dengan perbuatan bahaya, jika mendapat perlakuan bahaya”.96 Landasan yang dipakai dari ayat Al-Qur’an:

تْقََطَاَذِى

َ

ََاَىٍَفى ع ِبََ هيحِ سَىَأَفى ع ِبََ وَجَأَ غَ َفََء سِ ا

َ ُ يَعََ َأَ ىَ ُ يَعَِهاَت عَِاى ُكْذَىَاى هَهَ اَِتياَءَاىُذِخَتت

َعاَىََهاَايُقَتىَِهِبَ ُ ُظِعيَِ ْ ِحْاَىَِ تِ اَ ِ

ٍَءيشَِ ُ ِبََهاََ َأَاي

يِع

َ .

َ حِ يَ ْ َأَ َ هيُضعتَ َاَفَ َ وَجَأَ غَ َفَ َء سِ اَ تْقََطَ اَذَِ ى

َ ُ َِ َكَ َِهِبَُظعييَكِاَذََِفى عَم ِبَ و يبَايضا تَاَذََِ وجاى َأ

اَىَِها ِبَ ِ ي

َ ت َاَىَ َعيَُهاَىَ وْطَأَىَ ُ ََىَك َأَ ُ ِاَذَِ ِخَأاَِييْ

ََ ي َعتََا

(

ق ا

/

٢

َ:

٢٣٢

-

٢٣٢

Artinya: ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf pula. janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan

95

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.389-350

96

Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya Dan Anglo Media Jakarta, 2004), h.129

50

Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah As Sunnah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak

Mengetahui”. QS. Albaqarah/2: 231-232

Ayat ini melarang berbuat atau menyebabkan bahaya kepada orang lain. Yakni melarang laki-laki yang meruju’ dengan maksud akan memberikan kemudharatan atau membahayakan bagi perempuan. Jika memang sudah merasa tidak ada kecocokan lagi, maka dibolehkan untuk bercerai. Hal ini dimaksudkan agar tidak menjadikan mudharat bagi pihak perempuannya.97

ََهاََ ِإَا ِسحأَ َِ ُ ت اَى ِإَ ُ يِ يأَِا ُْتَاَ َِهاَِ يِسَىِفَا ُِف أَ

يِِسحُماَ ِحي

َُا

/

٢

َ:

٧٩١

ََ

Artinya: ”Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. QS. Albaqarah/2:195

َ ا يَ ْ َ ا ُ قَ َِ ا ِعَُ َ ِ يِ يأَ تَُغَ ُغ َ ِهاَ يَ ي اَ ِت ق

َقِف يَِ تط س

َ ِ َ َِ ي ِإَ ِز ُأَ َ َِا يِث ََ يِزي َُء شيَفي

97

َ َُ َِ يِ اَِ يَى ِإََء ضغ اَ َ ا عْاَ ي َ ي ْأَ َا ْفُ َ َ يغُط

ِفَ عسيَ َُهاَ أفْطأَِ حَِْ َا ق أ

َ ِحيَاَُهاَ َا سفَِض َأاَى

يِ ِسْفُما

َُ

ئ ما

/

١

َ:

٨٤

ََ

Artinya: ”Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. Tidak demikian , tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. Qs. Al-Maidah/5: 64

Dua ayat di atas memperjelas kembali bahwa Allah lebih menyukai orang-orang yang selalu berbuat baik dari pada berbuat keburukan. Berbuat baik dalam segala hal, di antaranya berbuat baik untuk mencegah atau menghilangkan kemudharatan dari orang lain. Misalnya, seorang pengacara mendampingi terdakwa selama dalam proses hukum agar tidak ada hak-hak terdakwa untuk mendapatkan keadilan atau mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.

10.Istishab

Istishab ialah menjadikan lestari keadaan sesuatu yang sudah ditetapkan pada masa lalu sebelum ada dalil yang mengubahnya. Jadi apabila pada suatu

52

waktu telah ditetapkan suatu hukum maka dia akan tetap berlaku sampai ada hukum baru yang menolak keberadaan hukum tersebut.98

Istishab terbagi menjadi empat:

a. Istishab bara’atul ashliyah atau bara’atul „adamy ashliyah (kebebasan asli) seperti kebebasan tanggung jawab beban syara’ sebelum ada dalil yang menunjukkan adanya beban tersebut. Misalnya, jika ia masih kecil, maka ia bebas samapai baligh.

b. Istishab kepada dalil syara’ atau dalil akal tentang adanya, seperti masih tetap bertanggung jawab terhadap utang, sebelum ada petunjuk bahwa sudah dilunasi atau dibebaskan oleh yang berpiutang, keharusan si pembeli membayar harga menurut akad sebelum ada petunjuk bahwa ia sudah membayarnya, keharusan suami membayar mahar sebelm ada petunjuk bahwa ia sudah melunasinya atau direlakan istrinya. Semuanya ini ditetapkan dengan hukum syara’ dan oleh akal ditetapkan masih tetapnya sebelum ada dalil yang mengubahnya.

c. Istishabul hukmi, yaitu tetapnya hukum sesuatu mubah sebelum ada dalil yang menunjukkan ia diharamkan dan tetapnya hukum sesuatu haram sebelum ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.99

98

11.Sadduzzari’ah

Zari‟ah menurut bahasa adalah wasilah/sarana. Sedangkan menurut istilah

adalah “sesuatu yang menjadi jalan bagi yang diharamkan atau dihalalkan maka ditetapkan hukum sarana itu menurut yang ditujunya”.100

Perbuatan apabila ditinjau dari segi akibatnya terbagi menjadi empat: a. Perbuatan yang akibatnya pasti menimbulkan kerusakan/bahaya.

b. Perbuatan yang jarang berakibat kerusakan/bahaya, seperti berjual makanan yang kebiasaannya tidak menimbulkan bahaya, menanam anggur sekalipun akan dibuat khamar. Ini halal, karena membuat khamar adalah nadir.

c. Perbuatan yang menurut dugaan kuat menimbulkan bahaya.

d. Perbuatan yang lebih banyak menimbulkan kerusakan teteapi belum mencapai tujuan kuat timbulnya kerusakan itu, seperti jual beli yang menjadi sarana bagi riba.101

Qiyas, istishan, istishlah, istishab dan sadduzzari’ah merupakan sumber hukum yang berbentuk ijtihadi atau ra’yi yang juga biasa dipakai hakim untuk memutuskan suatu perkara. Jika putusan-putusan hakim-hakim tersebut dikumpulkan, maka bisa disebut dengan kumpulan yurisprudensi. Yurisprudensi ini juga bisa dijadikan rujukan dalam mencari suatu hukum.

99

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 160-161

100

Ibid., h. 164

101

54

Dokumen terkait