• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

3. Pengertian Gaya Komunikasi

Mengacu kepada pernyataan Bereslon dan Steiner dan arti gaya serta komunikasi di atas maka gaya komunikasi dapat diartikan sebagai cara seseorang menyampaikan ide, gagasan dengan bahasa sebagai alat penyaluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.

Pendapat lain menyatakan gaya komuniasi adalah suatu khasan yang dimiliki setiap orang. Proses komunikasi seseorang dipengarui oleh gaya komunikasi. Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang yang lain tentu berbeda. Perbedaan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan yang lain dapat berupa perbedaan cirri-ciri model dalam berkomunikasi, tata

cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukan pada saat berkomunikasi.17

Kemudian gaya komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacupada gaya komunikasi yang dikemukakan oleh Edward T. Hall. Menurut Hall, gaya komunikasi dalam konteks budaya dapat diklasifikasikan ke dalam gaya komunikais konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah.18

Secara teoretik, Edward T. Hall dalam buku Deddy Mulyana, menyebut dalam konteks budaya, gaya komunikasi dapat dibedakan ke dalam bentuk komunikasi tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Gaya bicara komunikasi konteks tinggi ini, orang lebih suka bicara secara implicit (halus, diam-diam), tidak langsung, dan suka basa-basi. Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan klompok dan tidak ingin berkonfrontasi (bertentangan), maksudnya agar tidak mudah menyinggung perasaan orang lain. Komunikasi budaya konteks tinggi, cenderung lebih tertutup dan mudah curiga terhadap pendatang baru atau orang asing. Sementara gaya komunikasi dalam konteks rendah, biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki pola piker linier. Selain itu komunikasi konteks rendah, cepat dan mudah berubah karena tidak mengikat kelompok.19Untuk mempermudah peneliti membuatnya dalam bentuk tabel di bawah ini :

17Junaedi Wijaya dan Yenny Wiyanto “Analisis Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya Komunikasi Public Relation Manager Hotel “X” Surabaya dalam Membangun Hubungan Baik dengan Media dan Meningkatkan Publisitas” artikel diakses pada 2 Februari 2012 http://puslit2.petra.ac.id/ejumal/index.php/hot/article/viewFile/16514/16506

18

Deddy Mulyana, Komunikasi Effektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005)h:129

19

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005) H.129

Tebel 1. Perbedaan Gaya Komunikasi Konteks Tinggi dan Gaya Komunikasi Konteks Rendah

No. Gaya Komunikasi Konteks Tinggi Gaya Komunikasi Konteks Rendah

1. Mengandung pesan yang kebanyakannya ada dalam konteks fisik, sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut.

Sibuk dengan spesifikasi, rincian, jadwal waktu yang persis dengan mengabaikan konteks.

2. Bicara secara implisit, tidak langsung dan suka basa-basi.

Bicaranya eksplisit, bahasa yang digunakan langsung dan lugas.

3. Kebanyakan masyarakat homogen

berbudaya konteks – tinggi, pola pikir non linier.

Biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir linier.

4. Kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban berubah dan berfungsi untuk menyatukan kelompok.

Cepat dan mudah berubah, tidak mengikat kelompok.

5. Orang berbudaya konteks-tinggi gemar berdiam diri, tidak suka berterus terang, dan misterius.

Orang berbudaya konteks-rendah dianggap berbicara berlebihan, mengulang-ngulang apa yang sudah jelas.

Sumber: Deddy Mulyana, “Komunikasi Efektif”, h.129

a. Bahasa

Apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang dalam proses komunikasi itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan komponen-komponen komunikasi lainnya, dalam buku “Komunikasi: Teori dan Praktek”

karya Onong Uchjana Effendy menyebutkan komponen-komponen yang lainnya yaitu, komunikator yang menggunakan bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu , media yang akan meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju dari bahasa itu, dan efek yang yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Komunikasi melalui bahasa itu memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar belakangnya masing-masing.20

1. Aspek Bahasa

Bahasa merupakan satu system komuniksi yang mempergunakan symbol-simbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer21, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerak badaniah yang nyata. Ia merupakan symbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indra.

Berati bahasa mencangkup dua bidang, yaitu bunyi vocal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita ( yang diserap panca indra kita), sedangkan arti adalah isi yang terkadang di dalam arus bunyi yang menyebabkan rekasi atau tanggapan dari orang lain.22

2. Fungsi Bahasa Fungsi Bahasa adalah:

a.) Untuk menyatakan ekspresi diri b.) Sebagai alat komunikasi

c.) Sebagai alat untuk mengadakan interaksi dan adaptasi sosial

20

Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Penerbit Nusa Indah, 1994) 21

Dalam Jhon Fiske, Communication Studies, Arbitrer adalah istilah dalam semiotika yang menyatakan bahwa relasi antara penanda dan petanda semata-mata berdasarkan konvensi sosial, bukan relasi yang rumrah atau alamiah.

22

Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia bebas artikel diakses pada 7 Februari 2012 pukul 12:25 dari www.wikipedia.org/bahasa

d.) Sebagai alat untuk mengadakan control social

b. Retorika

Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika. Retorika adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan dari kata Latin rehetorica yang berarti ilmu bicara.23 Bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu yang harus singkat, jelas dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memetintah (instructive), mendorong (suggestive) dan memepertahankan (defensive).24

Aristoteles menulis :

“Persuasi terjadi karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada pendapata orang-orang baik dari pada pada orang-orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya: sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya”.25

23

Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. Ke-21 h.53

24

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), cet ke-3 h,4

25

(Aristoteles, 1954:45) dalam Jalaludin Rachmat, Psikologi Komuniksai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2007) cet.ke-25 h.225

Menurut Aristoteles. Dalam retorika terdapat3 bagaian inti yaitu:26

a. Ethos (ethical) yaitu, karakter pembicaraan yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi

b. Pathos (emotional) yaitu, perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “psikologi massa”.

c. Logos (logical) yaitu, pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara.

Kemudian ada dua persyaratan mutlak bagi seseorang yang akan muncul dalam mimbar atau forum untuk berpidato. Syarat pertama adalah apa yang dinamakan source credibility atau kredibilitas sumber, dan yang kedua adalah

source attractiveness atau daya tarik sumber.27

1.) Kepercayaan kepada Komunikator/ kredibilitas sumber (source credibility) Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Selain itu, kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki sesorang komunikator. Seorang dokter akan mendapat kepercayaan jika ia menerangkan soal kesehatan. Seorang duta besar akan mendapat kepercayaan jika berbicara mengenai situasi internasional.28

26 Fathurin “Pengantar Retorika dan Public Speaking”, artikel diakses pada 2 Februari 2012 pukul 14:45 dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89

27

Onong Uchjana Effendi, Komunikasi, Teori dan praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) cet. Ke-20 h. 68

28

Onong Uchjana, komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) cet. Ke-20 h. 38

2.) Daya Tarik Komunikator (source attactiveness)

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikasi merasa bahwa komunikator itu serta dengan mereka dalam hubungannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator.29

Salah satu teori yang memiliki hubungan erat dengan definisi retorika tersebut adalah teori terministic screen. Teori ini dikembangkan oleh seseorang ahli bidang retorika dari Amerika Serikat, Kenneth Burke. Inti dari teori ini ialah bahwa dalam komunikasi, manusia cenderung memilih kata-kata tertentu untukk mencapai tujuannya. Pemilihan kata-kata ini bersifat strategis. Dengan demikian, kata yang diungkapkan, symbol yang diberikan, dan intonasi pembicaraan, tidak semata-mata sebagai ekspresi pribadi atau cara berkomunikasi, namun dipakai secara sengaja untuk maksud tertentu dengan tujuan mengarahkan cara berfikir dan keyakinan khalayak.30

Dokumen terkait