• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

B. Hasil Belajar Matematika

1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar adalah reaksi mental dan fisik terhadap penglihatan, pendengaran dan perbuatan mengenai sesuatu yang dipelajari dan dengan itu seseorang memperoleh pengertian dan pemahaman yang bermanfat dalam pemecahan masalah baru.19 Belajar merupakan proses berfikir yang menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dan lingkungan. Asumsi yang mendasari pembelajaran berfikir yakni pengetahuan itu tidak datang dengan sendirinya melainkan pengetahuan yang dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya.20 Perubahan belajar dapat dilihat dari berbagai prilaku, perubahan perilaku tersebut dari ranah kognitif, afektif dan atau ranah psikomotor. Perubahan yang terjadi

19

Anisah Basleman. Teori Belajar Orang Dewasa. (Bandung: Rosdakarya, 2011), hal 9 20

akibat belajar berlangsung lama dan tidak akan kembali seperti keadaan semula atau keadaan sebelum belajar, perubahan yang terjadi sesaat seperti keadaan lelah, sakit dan sebagainya tidak dapat mempengaruhi keadaan akibat belajar tersebut. Perubahan tersebut tidak terjadi secara spontan mengikuti pengalaman belajar tetapi yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku.

Belajar dapat merubah tingkah laku atau potensi yang dimiliki seseorang dari hasil pengalaman belajar atau latihan yang dilakukan. Seseorang dikatakan telah belajar jika dia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Perubahan tingkah laku tersebut tidak terjadi akibat perilaku yang bersifat refleks atau naluriah, tetapi bersifat adanya konsekuensi akibat perubahan karena dapat mengerti dan paham akan hal yang dipelajari.

Belajar merupakan proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan perilaku yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotorik.21 Adapun ciri-ciri belajar adalah:22

a) Adanya perubahan perilaku dalam diri individu

b) Perubahan perilaku relative menetap atau bersifat permanen

c) Perubahan perilaku merupakan hasil interaksi aktif individu dengan lingkungannya.

Menurut Thursan Hakim (2002) yang dikutip dalam buku Fathurrohman mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dll.23 Hal ini menjelaskan bahwa ciri-ciri belajar adalah peningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang dapat dilihat dalam bentuk meningkatnya kualitas dan

21

Masitoh, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dikti, 2009), hal 3. 22

Asep Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), hal 2 23

kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai hal. Tidak hanya dalam ranah kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman saja, tetapi dapat terlihat dalam ranah afektif yaitu perubahan sikap serta ranah psikomotorik yaitu keterampilan. Dalam proses belajar jika seseorang tidak dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kemampuannya, maka orang tersebut dikatakan belum mengalami proses belajar. Karena pada hakikatnya belajar adalah perubahan peningkatan kualitas dan kuantitas yang terjadi pada diri seseorang.

Belajar juga berkembang melalui proses dari latihan dan usaha. Melalui belajar, siswa memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang dimilikinya.24 Beranjak dari pernyataan tersebut, teori belajar berisi tentang proses terjadinya tingkah laku manusia. Ada dua faktor yang menyebabkan berubahnya tingkah laku manusia yakni faktor dari dalam diri manusia dan faktor dari luar. Atas dasar itu teori belajar dapat dikelompokkan menjadi teori internal dan teori eksternal.25 Teori internal adalah teori belajar yang cenderung menerangkan kejadian yang nampak dari dalam diri manusia. Teori eksternal yakni faktor yang berada di luar diri manusia yaitu interaksi individu dengan lingkungannya. Karena belajar merupakan suatu proses yang banyak mempengaruhi untuk mencapai hasil belajar, sekiranya kita mengetahui pengertian hasil belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya.

Hasil belajar merupakan proses dan pengalaman yang dilakukan secara individu ataupun kelompok yang dapat terjadi di lingkungan sekolah. Hasil belajar akibat perubahan yang terjadi selama proses belajar tidak hanya meningkatkan kemampuan kognitif saja, tetapi perubahan sikap dan keterampilan siswa dapat meningkat.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.26 Menurut pendapat lain hasil belajar adalah

24

Elizabeth B Harlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978), cet, keenam, hal 28. 25

Asep Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), hal 6 26

kemampuan keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa setelah dia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotorik.27

Menurut Benyamin S Bloom yang dikutip dalam buku Hamzah, memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.28 Kawasan ini disebut dengan 3 ranah domain besar yang disebut taksonomi Bloom meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.29

Pertama, ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk kedalam ranah in.30 Menurut Hamzah, ranah kognitif adalah proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat evaluasi. Ranah ini berkaitan dengan kemampuan intelektual dan kompetensi seseorang dalam berfikir. Terdapat 6 (enam) tingkatan dalam kawasan kognitif, yaitu:31

a) Tingkat pengetahuan: kemampuan siswa dalam mengingat atau menghafal b) Tingkat pemahaman: kemampuan siswa menafsirkan atau menerjemahkan c) Tingkat penerapan: kemampuan siswa menerapkan suatu pemecahan masalah d) Tingkat analisis: kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

e) Tingkat sintesis: kemampuan siswa mengaitkan suatu hal dengan pengetahuan sehingga terbentuk suatu hal baru

f) Tingkat evaluasi: kemampuan dalam membuat keputusan yang tepat

Jenjang ingatan sampai penerapan disebut dengan jenjang berfikir tingkat sederhana, sedangkan jenjang analisis sampai evaluasi sebagai jenjang berfikir tingkat tinggi. Untuk siswa Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) kemampuan tingkat kognitifnya hanya sampai pada jenjang berfikir tingkat

27

Masitoh, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dikti, 2009), hal 13 28

Hamzah B Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal 35 29

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal 117 30

Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal 43 31

sederhana, mereka belum sampai pada jenjang berfikir tingkat tinggi. Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif untuk siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada tahap operasional konkret yaitu antara umur 7 – 11 tahun. Dimana dalam rentan usia ini siswa dapat berfikir secara sistematis mengenai benda dan peristiwa yang konkret.32 Dalam pembelajaran, biasanya aspek kognitif banyak dijadikan sebagai perumusan untuk hasil belajar. Hal itu terlihat pada kompetensi dasar, indikator, pemilihan bahan ajar, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian yang akan dilakukan.

Kedua, ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.33 Menurut Hamzah ranah afektif yakni berkaitan dengan sikap, emosi, motivasi dan prilaku. Ranah ini bersifat pada kesadaran melalui penerimaan dan kecenderungan terhadap nilai-nilai. Terdapat 5 (lima) tingkatan dalam kawasan afektif, yaitu:34

a) Kemauan menerima: keinginan untuk memperhatikan & tertarik akan sesuatu. b) Kemauan menanggapi: berpartisipasi dalam suatu kegiatan

c) Berkeyakinan: menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu.

d) Penerapan karya: menerima terhadap nilai berdasarkan suatu sistem nilai. e) Ketekunan dan ketelitian: menyelaraskan perilaku sesuai dengan system.

Kegiatan pembelajaran dari ranah afektif dapat dilihat dari perubahan sikap, pandangan dan perilaku. Factor ini dapat menjadi prasyarat yang dimiliki siswa untuk mau berfikir dan berkinerja, sehingga dapat dimanfaatkan guru untuk kepentingan pembelajaran.

Ketiga, ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah siswa memperoleh pengalaman belajar.35 Menurut Hamzah, ranah psikomotorik berkaitan dengan kompetensi

32

Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosdakarya, 2009), hal 70 33

Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal 46 34

Hamzah B Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal 37 35

berunjuk kerja yang bersifat manual atau motorik. Pada ranah ini cenderung menuntut aktivitas fisik. Terdapat 7 (tujuh) tingkatan yang terdapat pada kawasan psikomotorik, yakni:

a) Persepsi: penggunaan indera dalam melakukan kegiatan b) Kesiapan: melakukan kesiapan untuk bertindak

c) Mekanisme: penampilan yang sudah menjadi kebiasaan d) Respon terbimbing: meniru yang diperintahkan orang lain e) Kemahiran: gerakan motorik dengan keterampilan

f) Adaptasi: keterampilan yang berkembang setelah latihan g) Originasi: keterampilan yang disesuaikan pada situasi tertentu

Pada kurikulum yang berbasis kompetensi penekanan pembelajaran adalah capaian peserta didik mampu melakukan, mendemostrasikan, atau melakukan sesuatu sesuai dengan kompetensi yang dibelajarkan dan hal itu terkait dengan karakteristik pada setiap mata pelajaran termasuk matematika.

Dokumen terkait