• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip 10 : Dengan mengajarkan kesamaan (sameness) di dalam dan di luar pelajaran, guru mendorong kemampuan siswa untuk mengakses potensi

B. Hierarki Belajar Gagne

1. Pengertian Hierarki belajar Gagne

Hierarki merupakan urutan tingkatan abstraksi yang menyerupai struktur pohon. Hierarki membentuk urutan dengan aturan khusus atau berdasarkan peringkat (misalnya, kompleksitas dan tanggung jawabnya)

(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2069530-pengertian-hierarki/). Menurut Gagne (Mardiyanti, 2010), Hierarki belajar adalah urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pebelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. (http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/03/teori-Hierarki-belajar-dari-robert-m.html). Selain itu, Gagne (dalam Orton, 2004: 42) mengemukakan bahwa Hierarki belajar dibangun dari atas ke bawah (top–down). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari Hierarki belajar tersebut, diikuti dengan kemampuan, keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai oleh siswa terlebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hierarki belajar dari Gagne tersebut memungkinkan adanya prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula (Orton, 1987).

Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsep-konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya yang juga membutuhkan konsep konkrit sebagai prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discrimination) sebagai prasyarat berikutnya lagi. Sifat Hierarkis ini berlaku dalam materi matematika. Bahkan sifat ini merupakan salah satu di antara karakteristik matematika. Hudojo (1990: 4) menyebutkan karakteristik matematika yang perlu diperhatikan adalah:

Matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara Hierarkis dan penalarannya deduktif.

Dari kutipan tersebut, diketahui bahwa matematika itu terdiri dari konsep-konsep yang tersusun secara hierarkis dan berpola pikir deduktif. Sedangkan, menurut Soedjadi (2000: 13),

Tidak terdapat definisi tunggal tentang matematika yang telah disepakati. Meski demikian, setelah sedikit mendalami masing-masing definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah: (a) memiliki objek kajian abstrak; (b) bertumpu pada kesepakatan; (c) berpola pikir deduktif; (d) memiliki simbol yang kosong dari arti; (e) memperhatikan semesta pembicaraan; (f) konsisten dalam sistemnya.

Ini berarti bahwa setiap sistem mempunyai struktur tersendiri yang bersifat deduktif, yaitu dimulai dengan memilih beberapa unsur yang tidak didefinisikan atau unsur– unsur primitif. Hal senada diungkapkan oleh Tiro (dalam Muhammad Darwis, 1994: 26–27) bahwa matematika adalah suatu sistem aksiomatik yang memiliki karakteristik, yaitu: ada unsur–unsur primitif (undefined terms); ada perangkat postulat atau aksioma (unproven statements); semua definisi atau teorema dibuat dengan menggunakan unsur primitif, postulat, definisi atau teorema yang ada sebelumnya; nilai benar dan salah ditentukan atau diukur oleh hukum–hukum yang ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam matematika terdapat urutan penalaran yang merupakan pola pikir hierarkis, di mana ide–ide, struktur–struktur dan hubungan–hubungan matematika diatur menurut urutan logis (Mansyur, 2008: 114).

Sifat hierarkis materi matematika juga diungkapkan oleh Cockroft (dalam Ernest, 1991: 238) bahwa:

Mathematics is a difficult subject both to teach and to learn. One of the reasons why this is so is that mathematics is a hierarchical subject

… ability to proceed to new work is very often dependent on a sufficient understanding of one or more pieces of work, which have gone before.

Dari kutipan tersebut, diketahui bahwa matematika adalah materi yang sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Salah satu alasannya adalah karena matematika memiliki materi yang hierarkis. Ini berarti bahwa untuk dapat melanjutkan pada suatu pembahasan materi baru, seringkali sangat bergantung pada pemahaman yang cukup tentang materi atau masalah yang pernah dihadapi sebelumnya.

Beberapa pendapat ahli yang diuraikan di atas tentang hierarki belajar dan sifat hierarkis materi matematika seharusnya sudah menyadarkan kita akan pentingnya menyajikan materi matematika kepada peserta didik sesuai dengan teori belajar yang mengikuti pola pikir hierarkis pula. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran, peserta didik melalui pola atau rute atau lintasan tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gagne (dalam Orton, 2004) bahwa:

Hierarki belajar … mendeskripsikan sebuah rute yang secara rata–rata cukup untuk mencapai suatu himpunan keterampilan intelektual yang terorganisasi dan merepresentasikan ‘pemahaman’ tentang suatu topik.

Aplikasi teori ini dimulai dari pendefinisian kemampuan yang merupakan tujuan akhir yang terletak pada puncak piramida (top). Kemampuan yang dimaksud harus didefinisikan sebagai tujuan behavioral. Sebagai contoh: peserta didik diharapkan dapat mengubah bilangan rasional yang berbentuk pecahan menjadi bilangan desimal, atau peserta didik diharapkan dapat menentukan hasil penjumlahan bilangan bulat. Tahap selanjutnya adalah menyelesaikan analisis tugas yang telah

dirinci dengan memperhatikan kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk dapat mencapai kemampuan akhir (Gambar 1). Selanjutnya, penting untuk mengulang prosedur–prosedur, dengan mendefinisikan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai prasyarat yang lebih dasar.

Gambar 2.1 Rincian Analisis Tugas dengan Memperhatikan Kemampuan Prasyarat yang Diperlukan untuk Mencapai Kemampuan Akhir Hierarki belajar Gagne (dalam Orton, 2004) menyarankan bahwa prasyarat– prasyarat yang berbeda dapat terdiri dari atribut yang berbeda. Salah satu contohnya adalah teorema Pythagoras. Teorema ini menyatakan bahwa jumlah kuadrat panjang dua sisi siku–siku samadengan kuadrat sisi miringnya (hipotenusa). Teorema Pythagoras dapat dituliskan dalam bentuk a2 + b2 = c2.

Kemampuan

Prasyarat a

c d e f g

h i j k

Gambar 2.2 Ilustrasi Hierarki belajar Gagne dalam Teorema Pythagoras

Bentuk ini jelas adalah suatu aturan tentang hubungan di antara atribut–atribut yang berbeda yang hanya berlaku pada segitiga siku–siku. Hubungan tersebut melibatkan belajar konsep. Sebagai contoh: mengkuadratkan, luas daerah, kesamaan, hasil jumlah, segitiga, segitiga siku–siku, panjang sisi, dan sudut. Konsep itu sendiri melibatkan diskriminasi. Sebagai contoh: antara panjang dan luas daerah atau antara mengkuadratkan dan menggandakan, dan konsep itu juga melibatkan klasifikasi. Sebagai contoh: klasifikasi yang bersifat umum untuk semua segitiga. Pengkuadratan level rendah melibatkan hasil kali. Sedangkan, cara yang paling efisien untuk menentukan hasil kali adalah mengetahui tabel perkalian. Pembelajaran tabel perkalian dapat melibatkan beberapa elemen stimulus respons yang diperlukan dalam mempelajari tabel perkalian itu seharusnya dipelajari (Orton, 2004: 44).

(http://www.google.co.id/#hl=id&gs_nf=1&cp=15&gs_id=3s&xhr=t&q=Hierarki+be

lajar&pf=p&sclient=psy-ab&oq=Hierarki+belajar&aq=0&aqi=g2&aql=&gs_l=&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_p w.r_qf.,cf.osb&fp=3333fd826b58b9f6)

Contoh lain tentang pemanfaatan hierarki belajar Gagne adalah pada

pemfaktoran bentuk-bentuk aljabar, seperti: menjadi

menjadi ; dan menjadi

c a

b

. Pertanyaan awal yang dapat diajukan sebagaimana disarankan Gagne adalah: Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil memfaktorkan? Jawabannya, di saat memfaktorkan bentuk seperti , di mana –2 disebut koefisien x dan −35 disebut konstanta, para siswa harus mencari dua bilangan bulat yang jika dijumlahkan akan menghasilkan –2 (koefisien x) dan jika dikalikan akan menghasilkan –35 (konstanta). Kedua bilangan yang dicari tersebut adalah –7 dan +5, karena –7 + (+5) = −2 dan (–7) × (5) = –35. Jika siswa mengalami kesulitan menentukan dua bilangan bulat yang jumlah dan hasil kalinya sudah tertentu, maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan prasyarat mengenai penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat belum mantap, sehingga tidak mungkin mereka mampu memfaktorkan bentuk-bentuk tersebut dan mengembangkan keterampilan atau kemampuan yang lebih kompleks.

Dari masalah pemfaktoran di atas, seseorang dapat menyusun suatu hierarki belajar tentang memfaktorkan bentuk aljabar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 di bawah ini. Dari gambar 2.3 terlihat jelas bahwa pengetahuan atau keterampilan memfaktorkan yang telah ditetapkan menjadi salah satu tujuan pembelajaran khusus yang harus diletakkan di puncak hierarki belajar tersebut, kemudian diikuti oleh keterampilan atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai lebih dahulu agar para peserta didik berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya. Begitu seterusnya, sehingga didapatkan hierarki belajar tersebut.

Gambar 2.3 Ilustrasi Hierarki Belajar dalam Memfaktorkan Bentuk

Ilustrasi Hierarki Belajar Gagne pada Materi Analisis Real I Buktikan bahwa bukan bilangan rasional

Bukti:

Andaikan bilangan rasional maka dapat ditulis

p dan q relatif prim (p,q) = 1 (p dan q tidak memiliki persekutuan kecuali 1) . .. (*) Dengan demikian dapat ditulis

kelipatan 2 sebab sehingga genap kelipatan 2 . . . (1) Karena p kelipatan 2, maka p genap sehingga dapat ditulis p = 2m,

Memfaktorkan bentuk

Menjabarkan Bentuk Menentukan Dua Bilangan Bulat Yang Jumlah Dan Hasil Kalinya Tertentu

Menentukan Faktor-faktor Suatu Bilangan Bulat

Menentukan Hasil Kali Dua Bilangan Bulat

Perhatikan

genap jadi kelipatan 2 sebab sehingga kelipatan 2 . . . (2)

Dari (1) dan (2) disimpulkan p kelipatan 2 dan q kelipatan 2 (p dan q kelipatan 2), berarti 2 adalah faktor persekutuan dari p dan q. Hal ini bertentangan dengan (*) dengan demikian pengandaian bahwa merupakan bilangan rasional salah. Jadi bukan bilangan rasional.

Gambar 2.4 Ilustrasi hierarki belajar Gagne dalam Membuktikan Bukan Bilangan Rasional Kontradiksi (pernyataan yang bernilai salah) Faktor persekutuan Sifat bilangan genap Ingkaran/negasi dari implikasi Pengertian bilangan rasional Sifat-sifat persamaan pada aljabar Relatif prim Buktikan bukan bilangan rasional

C. Aplikasi Penerapan scaffolding yang Berorientasi pada Hierarki Belajar