• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

2. Pengertian Hukum Anak

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.13

Secara filosofi anak merupakan bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang yang memiliki peran serta cirri-ciri khusus serta memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus pula.14

Menurut Sugiri sebagaimana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom mengatakan bahwa: "selama ditubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki”.15

Menurut Bismar Siregar, menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut

13 Poerwadarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Amirko, 1984, hlm 25.

14 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Grafindo Persada, 2011. Hlm 76.

15 Maidin Gultom, Op,Cit, hlm. 38.

perhitungan pada usia itulah si anak bukan lagi termasuk atau tergolong anak tetapi sudah dewasa.

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan.

Mengetahui batasan umur anak-anak, juga terjadi keberagaman di berbagai negara yang mengatur tentang usia anak yang dapat dihukum.

Beberapa negara juga memberikan definisi seseorang dikatakan anak atau dewasa dilihat dari umur dan aktifitas atau kemampuan berfikirnya.

Pengertian anak juga terdapat pada Pasal 1 Convention On The Rights Of The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya.

Pengertian anak pada hakikatnya menunjuk pada persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (Criminal Liability / toerekening - vatsbaarheid). Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan antara usia 8 sampai 18 Tahun. Adanya rentang batasan usia dalam undang-undang Pengadilan Anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KUHP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum. Apabila ditelusuri ketentuan instrument internasional, ditentukannya batas usia antara

8 sampai 18 Tahun sudah sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam Standart Minimum Rule For The Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules).

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang-undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun diantara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut, karna di latarbelakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-undang maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut :

a. Anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

b. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Dijelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Jadi anak adalah setiap orang yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Seandainya seorang anak telah menikah sebelum umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun,

maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa bukan anak-anak.

c. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 45 KUHP adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.

d. Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2).

e. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3) anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

f. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut : "Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya".

Dari beberapa pengertian dan batasan umur anak sebagaimana tersebut di atas yang cukup bervariasi tersebut, kiranya menjadi perlu untuk menentukan dan menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak terjadi permasalahan yang

menyangkut batasan umur anak itu sendiri. Dalam lingkup Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan belum pernah menikah.

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan.

Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.

Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil alamin dan sebagai pewaris ajaran islam pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak.

Pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua (ayah dan atau ibu korban), anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak hukum dan lain-lain). Kekerasan sering terjadi terhadap anak rawan. Disebut rawan adalah karena kedudukan anak yang kurang menguntungkan. Anak Rawan (children at risk) merupakan anak yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam perkembangannya, baik secara psikologis (mental), sosial maupun fisik. Anak rawan dipengaruhi oleh kondisi Internal maupun kondisi eksternalnya, diantaranya ialah :

a) Anak dari keluarga miskin;

b) Anak di daerah terpencil;

c) Anak cacat; dan,

d) Anak dari keluarga retak (Broken Home).

Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan, baik secara psikis, fisik, maupun seksual. Dilihat dari korban pada beberapa peristiwa tindak kekerasan terhadap anak dapat dikemukakan beberapa tipe korban kejahatan yaitu :

a) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa tetapi tetap menjadi korban, untuk tipe ini kesalahan ada pada pihak si pelaku.

b) Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang merangsang orang lain untuk melakukan kejahatan. Untuk tipe ini, korban dikatakan mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan, sehingga kesalahan terletak pada si pelaku dan korban.

c) Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban. Anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik/mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya adalah orang-orang yang mudah menjadi korban.

d) Korban karena dia sendiri adalah pelaku. Inilah yang dkatakan sebagai kejahatan tanpa korban. Misalnya Pelacur, perjudian, zina.16 Dalam hukum pidana, kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak kekerasan belum secara konkret diatur. Artinya hukum pidana memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung dan konkret, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.17

16 Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika Aditama, 2018, hlm. 2.

17 Ibid. hlm. 2.

Pengaturan tentang anak belum terunifikasi, tetapi terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini antara lain :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang diperbarui pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

c) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan;

d) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak;

e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah;

f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Usaha Kesejahteraan bagi Anak yang Mempunyai Masalah;

g) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;

h) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Kualitas Anak.18

Menurut pemahaman yang dapat diambil dari sejumlah peraturan tersebut yang lebih memerhatikan keberadaan anak, apa yang sesungguhnya yang dimaksud dengan hukum anak itu ?

18 Harry Pratama Teguh, Op-Cit., hlm 13.

Hukum Anak Adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur tentang anak.19

Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu meliputi : a) Sidang Pengadilan Anak;

b) Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana;

c) Anak Sebagai Korban Tindak Pidana;

d) Kesejahteraan Anak;

e) Hak-Hak Anak;

f) Pengangkatan Anak;

g) Anak Terlantar;

h) Kedudukan Anak;

i) Perwalian Anak;

j) Anak Nakal;

Kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, Bangsa, dan Negara.

Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 34 telah mempertegas bahwa

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.

Hal ini menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap hak-hak anak dan perlindungannya. Lebih lanjut

19 Ibid, hlm 14.

pengaturan tentang hak-hak anak dan perlindungannya ini terpisah dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain :20

a) Dalam bidang hukum dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;

b) Dalam bidang kesehatan dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur dalam pasal 128 s/d 135;

c) Dalam bidang pendidikan dengan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

d) Dalam bidang tenaga kerja dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam pasal 68 s/d 75 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;

e) Dalam bidang kesejahteraan sosial dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

f) Perlindungan Anak secara lebih komprehensif diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Dengan uraian diatas tampaklah bahwa sesungguhnya upaya hukum dalam mengatur kelangsungan hidup anak sudah sejak lama ada,

20 Wagiati Soetedjo dan Melani.Op-Cit., hlm. 47.

baik pengaturan dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam pelaksanaannya, baik oleh pemerintah maupun organisasi sosial. Namun demikian usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia.21

Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan Negara, dengan demikian, anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak salah dalam hidupnya kelak. Setiap

komponen bangsa, baik pemerintah maupun

non-pemerintah memiliki kewajiban untuk secara serius memberi perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Komponen-komponen yang harus melakukan pembinaan terhadap anak khususnya adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.22

Dokumen terkait